Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan asap merupakan salah satu produk olahan yang digemari konsumen baik di
Indonesia maupun di mancanegara karena rasanya yang khas dan aroma yang sedap
spesifik. Proses pengasapan ikan di Indonesia pada mulanya masih dilakukan secara
tradisional menggunakan peralatan yang sederhana serta kurang memperhatikan aspek
sanitasi dan hygienis sehingga dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan
lingkungan. Kelemahan-kelemahan yang ditimbulkan oleh pengasapan tradisional
antara lain kenampakan kurang menarik (hangus sebagian), kontrol suhu sulit
dilakukan dan mencemari udara (polusi). (Kadir, 2013).

Di Indonesia pengasapan ikan sebagian besar masih bersifat tradisional, belum


mempertimbangkan faktor kesehatan dan keamanan pangan. Disamping itu
pengasapan tradisional seringkali memberikan dampak negatif terhadap lingkungan,
serta timbul kekhawatiran konsumen terhadap senyawa karsinogenik dan polusi udara,
namun kenyataannya hasil produk tetap digemari oleh masyarakat. Umumnya,
masyarakat pengolah tergolong masyarakat dengan pengetahuan yang kurang,
sehingga peralatan pengasapan tidak dilengkapi dengan cerobong asap karena
mahalnya biaya pembuatannya, pengasapan menggunakan alat yang sederhana kurang
praktis dan tidak produktif. Sehingga perlu dikembangkan teknologi pengasapan yang
semi modern dan masyarakat mudah mengunakannya. (Fronthea Swastawati, 2016)

Subsektor perikanan dan peternakan merupakan andalan utama sumber pangan


dan gizi bagi masyarakat indonesia. Ikan, selain merupakan sumber protein, juga diakui
sebagai "functional food" yang mempunyai arti penting bagi kesehatan karena
mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam
lemak omega-3), vitamin,serta makro dan mikro mineral. Dibandingkan negara lain,
sumbangan perikanan dalam penyediaan protein di indonesia termasuk besar, yakni
55% . Namun demikian, jumlah ikan yang tersedia belum memenuhi kondisi ideal
kecukupan gizi sebesar 26,55 kg ikan/kapita/tahun. Dengan produksi ikan sebesar 4,80
juta ton, maka jumlah ketersediaan ikan hanya 19,20 kg/kapita pada tahun 1998.
Diperkirakan angka konsumsi ikan secara aktual berada di bawah angka ketersediaan
tersebut, karena masih tingginya angka susut hasil ("loss") baik kuantitas, kualitas,
maupun nilai gizinya (Heruwati, 2002).

Pengasapan dapat didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan
yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa
dan aroma spesifik umur simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat
aktivitas enzimatis pada ikan sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap.
Senyawa kimia dari asap kayu umumnya berupa fenol (yang berperan sebagai
antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil, hidrokarbon dan senyawa nitrogen
seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang menempel pada permukaan dan
selanjutnya menembus ke dalam daging ikan (Isamu,2012).

1.2 Prinsip
Pengawetan pangan dengan panas dan senyawa kimia dari kayu

1.3 Tujuan Praktikum


1. Untuk mengetahui cara membuat ikan asap.
2. Untuk melihat organoleptik produk ikan asap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami proses
pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua lapisan
masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air
dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi bakteri untuk
berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil awetan yang bermutu tinggi diperlukan
perlakukan yang baik selama proses pengawetan seperti; menjaga kebersihan bahan
dan alat yang digunakan, menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang
bersih. Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara:
penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan
ikan. (Ovilia, 2013)
2.2 Ikan Gabus
Ikan gabus adalah sejenis ikan predator yang hidup di air tawar. Ikan ini dikenal
dengan banyak nama di pelbagai daerah: bocek dari riau, aruan, haruan (Mly.,Bjn),
kocolan (Btw.), bogo (Sd.), bayong, bogo, licingan (Bms.), kutuk (Jw.), kabos (Mhs.)
dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris juga disebut dengan berbagai nama seperti
common snakehead, snakehead murrel, chevron snakehead, striped snakehead dan juga
aruan. Nama ilmiahnya adalah Channa striata (Bloch, 1793).
Sebetulnya ikan gabus memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ikan-ikan gabus liar
yang ditangkap dari sungai, danau dan rawa-rawa di Sumatra dan Kalimantan kerap
kali diasinkan sebelum diperdagangkan antar pulau. Gabus asin merupakan salah satu
ikan kering yang cukup mahal harganya. Selain itu ikan gabus segar, kebanyakan dijual
dalam keadaan hidup, merupakan sumber protein yang cukup penting bagi masyarakat
desa, khususnya yang berdekatan dengan wilayah berawa atau sungai. Selain itu ikan
gabus juga diawetkan dengan cara pengasapan.
2.3 Prinsip Pengasapan Ikan
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan
kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil
pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap
dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut
menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air yang ada di permukaan tubuh ikan,
sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi
keemasan atau kecoklatan (Wibowo, 1996).
Menurut Afrianto, dan Liviawati (1991) dalam proses pengasapan ikan, unsur
yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Berdasarkan
penelitian laboratorium, asap mempunyai kandungan kimia sebagai berikut : air, asam
asetat, alkohol, aldehid, keton, asam formiat, phenol, karbon dioksida.
Ternyata yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan
bukan asap, melainkan unsur–unsur kimia yang terkandung dalam asap. Unsur kimia
itu dapat berperan sebagai :
a. Desinfektan yang menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme
penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan.
b. Pemberi warna pada tubuh ikan, sehingga ikan yang telah diawetkan dengan
proses pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan selera
konsumen. Menurut Oki dan Heru (2007) kulit ikan yang sudah diasapi biasanya
akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia
di antara zat-zat yang terdapat dalam asap, yaitu antara formaldehid dengan phenol
yang menghasilkan lapisan damar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi
mengkilap. Untuk berlangsungnya reaksi ini diperlukan suasan asam dan asam ini
telah tersedia di dalam asap itu sendiri.
c. Bahan pengawet, karena unsur kimia yang terkandung dalam asap mampu
memberikan kekuatan pada tubuh ikan untuk melawan aktivitas bakteri penyebab
ketengikan.
2.4 Deskripsi Bahan Baku
Pengasapan merupakan salah satu cara mengawetkan daging menggunakan
kombinasi antara penggunaan panas dan zat kimia yang dihasilkan dari pembakaran
kayu. Jenis kayu sebagai sumber asap sebaiknya berasal dari kayu keras yang dapat
menghasilkan asap dengan mutu dan volume asap sesuai dengan yang diharapkan.
Kayu keras (non resinous) pada umumnya mengandung 40-60 % selulosa, 20-30%
hemiselulosa dan 20-30% lignin. Tempurung kelapa termasuk golongan kayu keras
yang dapat menghasikan asap dalam waktu yang lama karena lambat terbakar.
Pembakaran tempurung kelapa tua dengan udara terbatas akan menghasilkan arang
dengan kualitas pembakaran yang cukup tinggi. Penggunaan tempurung kelapa sebagai
sumber asap memiliki beberapa keuntungan diantaranya mudah diperoleh dan
merupakan hasil sampingan buah kelapa yang dapat dioptimalkan penggunaanya
(Kusmajadi et al., 2011).
2.5 Pengasapan dan Proses Pengasapan
Pengasapan ikan di Indonesia merupakan salah satu cara pengolahan tradisional
yang cukup berperan dalam memanfaatkan hasil-hasil perikanan. Pengasapan ikan
adalah suatu teknik pengawetan ikan yang menggunakan asap sebagai bahan pengawet
selain itu menghasilkan warna serta cita rasa yang khas.
Pengasapan ini merupakan suatu proses menggabungkan teknik penggaraman,
pengeringan, dan pemanasan. Penggaraman pada pengasapan bertujuan untuk
menghasilkan kekompakkan pada tekstur, bakteriosidal dan meningkatkan cita rasa
daging. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam
daging ikan dan memudahkan daging ikan menyerap partikel-patikel asap pada saat
pengasapan. Sedangkan pada pemanasan bertujuan untuk mematangkan daging ikan,
menggumpalkan protein dan menguapkan sebagian air dalam tubuh ikan (Moeljanto,
1992).
Teknik pengawetan dengan cara pengasapan disamping untuk mengawetkan
bahan pangan juga untuk memperoleh cita rasa spesifik yang diinginkan. Asap
memiliki sifat sebagai pengawet dan salah satu senyawa asap yang menyebabkan ikan
asap menjadi awet dengan adanya kandungan fenol. Fenol yang terkandung dalam asap
memiliki sifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) sehingga
menyebabkan bakteri tidak dapat tumbuh, fungisidal (membunuh jamur) sehingga
jamur tidak tumbuh, dan antioksidan sehingga cukup berperan mencegah oksidasi
lemak pada ikan asap (Adawyah, 2007).
A. Proses Pengasapan
Dalam proses pengasapan ikan terdiri dari :
1. Pencucian (cleaning) dan penyiangan (Splitting)
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memisahkan ikan
yang akan diolah berdasarkan jenis, ukuran dan tingkat kesegarannya.
Selanjutnya ikan segera disiangi dengan cara membersihkan sisik, insang
dan isi perut, terutama ikan berukuran sedang dan besar, lalu dicuci
dengan air bersih agar darah dan kotoran lain dapat dihilangkan (Afrianto
dan Liviawaty, 1989).
Menurut Wibowo (1995), penyiangan dan pencucian bertujuan untuk
menghilangkan kotoran, sisik, dan lendir dengan membelah bagian perut
sampai dekat anus. Penyiangan dan pencucian bertujuan menghilangkan
sisa kotoran, darah, dan lapisan dinding yang berwarna hitam. Cara
pencucian yang baik adalah menggunakan air dingin bersuhu < 5 0 C dan
bersih, mengalir yang memenuhi persyaratan air minum, hal ini bertujuan
untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku (Suseno,
2008).
2. Penggaraman (Salting)
Moeljanto (1992) mengemukakan bahwa penggaraman dilakukan
sebelum ikan diasap dengan cara merendam ikan dalam larutan garam
dan lama perendamannya tergantung dari keinginan yang mengasap.
Tujuannya agar daging ikan menjadi kokoh karena penyerapan air oleh
garam dan penggumpalan protein dalam daging ikan. Selain itu, dengan
adanya penggaraman maka rasa daging akan menjadi lebih enak. Dalam
konsentrasi garam tertentu pertumbuhan bakteri pembusuk dapat
dihambat. Menurut Wibowo (1995), Pengggaraman ikan mengakibatkan
pengeluaran sebagian air dari jaringan ikan dan diganti larutan garam.
Penggaraman dapat dilakukan dengan cara merendam di dalam larutan
garam atau menaburkan garam kering ke permukaan ikan dari berat ikan.
3. Penggantungan (hanging) dan penyusunan ikan.
Penggantungan dan penyusunan ikan dapat dilakukan dengan cara
mengikatkan ekor ikan dengan tali lalu digantung pada kait atau dengan
menggunakan tusuk bambu atau kawat (Wibowo, 1995). Sementara itu,
Moeljanto (1992), berpendapat bahwa penggantungan atau penirisan ikan
bertujuan untuk mengeringkan ikan karena air dalam tubuh ikan
menguap.
4. Pengasapan
Wibowo (1995), menyatakan bahwa sebelum ikan diasap, terlebih
dahulu ikan disusun dan digantung dalam ruang pengasapan dengan
tujuan agar proses pengasapan lebih merata keseluruh tubuh ikan,
termasuk bagian dalamnya. Jarak antar ikan dan jarak ikan dengan
sumber asap perlu diatur sehingga proses
pengasapan berjalan baik.
Ruang pengasapan atau lemari asap. Lemari Asap ini bisa didesain
secara otomatis, artinya pengasapan dapat diatur secara otomatis.
Sistem kerjanya yaitu pada saat gas yang membakar tempurung atau
serbuk kayu, kemudian suhu naik, maka akan menghasilkan asap pada
tempurung atau serbuk kayu, dan selanjutnya asap gas akan mengaliri
lemari. Dan ketika sudah mencapai suhu maksimal yang diperlukan, gas
akan mati, maka ketika suhu dalam ruangan mencapai batas bawah,
kompor gas akan hidup lagi untuk membakar tempurung atau serbuk kayu
lagi sehingga tempurung atau serbuk kayu harus selalu diisi kembali
untuk pembakaran. (Muchtar Ahmad dalam jurnal penelitian, 2011)

B. Pengaruh pengasapan terhadap ikan


Bagian asap yang paling berperan dalam proses pengasapan ikan adalah
unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam asap itu sendiri. Kuantitas dan
kualitas unsur-unsur kimia tersebut tergantung pada jenis kayu yang
dipergunakan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Menurut Moeljanto (1992), Ikan yang melalui proses pengasapan akan
menimbulkan pengaruh-pengaruh tersendiri dalam beberapa hal, antara lain :
1. Daya simpan
Dalam proses pengasapan zat-zat yang terkandung dalam asap
seperti aldehida, fenol, dan asam-asam yang bersifat racun bagi bakteri
akan terserap kedalam ikan, hal ini dapat berakibat ikan yang diasapkan
akan memiliki daya simpan yang lama.
2. Penampilan
Kulit ikan yang sudah diasapi akan terlihat mengkilat, keadaan ini
disebabkan oleh timbulnya reaksi kimia dari senyawa-senyawa dalam
asap, yaitu formaldhida dengan fenol yang menghasilkan lapisan damar
tiruan pada permukaan ikan.
3. Perubahan warna
Dengan pengasapan, warna ikan akan berubah menjadi kuning emas
sampai kecoklat-coklatan. Warna ini dihasilkan oleh reaksi fenol dengan
O2 (zat asam) dari udara.
4. Rasa Ikan
Setelah diasapi ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik, yaitu rasa
keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam
organik dan phenol serta zat-zat lain sebagai pembantu.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan ikan


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengasapan (Wibowo, 1995),
antara lain :
1. Suhu Pengasapan
Pada awal pengasapan, ikan masih basah dan permukaan kulitnya
diselimuti lapisan air. Dalam keadaan ini asap akan mudah menempel
pada lapisan air permukaan ikan. Agar penempelan dan pelarutan asap
dapat berjalan efektif, suhu pengasapan awal sebaiknya rendah. Jika
dilakukan pada suhu tinggi, lapisan air pada permukaan tubuh ikan akan
cepat menguap dan daging ikan akan cepat matang. Kondisi ini akan
menghambat proses penempelan asap sehingga pembentukan warna dan
aroma asap kurang baik. Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik,
suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu proses pengeringan
dan pematangan ikan.
2. Kelembaban Udara
Kisaran kelembaban udara (Rh) yang ideal untuk pengasapan adalah
60% - 70% dan suhu ruang sekitar 30°C. Jika Relatif Humidity (RH) yang
lebih tinggi dari 79% maka proses pengeringan selama pengasapan
berjalan lambat karena panas dan hasil pembakaran masih belum mampu
mengurangi kelembaban. Sebaliknya jika RH (Relatif Humidity) kurang
dari 60%, permukaan ikan akan terlalu cepat matang.
3. Jenis Kayu
Tahap penting lain dalam pengasapan adalah memilih jenis bahan
bakar yang akan digunakan, biasanya menggunakan bahan bakar kayu.
Bahan bakar lain sebagai alternatif adalah serbuk gergaji, serutan kayu,
tempurung, sabut kelapa dan sebagainya. Kayu, serutan dan serbuk
gergaji merupakan pilihan yang terbaik asalkan berasal dari jenis kayu
keras yang tidak banyak mengandung resin, getah dan damar. Sabut
kelapa, kulit kelapa yang terdiri dari serat yang terdapat diantara kulit
dalam yang keras (batok), tersusun kira – kira 35 % dari berat total buah
kelapa yang dewasa.
4. Perlakuan sebelum pengasapan
Proses pengasapan ada beberapa perlakuan yang harus di perhatikan
dalam menetukan mutu hasil produk akhir yaitu salah satunya dengan
perlakuan. Faktor lain yang berpengaruh pada mutu ikan asap adalah
jumlah asap dan ketebalan asap. Selain itu mutu ikan asap berpengaruh
apabila sudah mengalami kemunduran mutu sehingga produk yang
dihasilkan tidak sesuai dengan harapan. Jumlah asap dan ketebalan asap
turut berpengaruh pada produk dalam hal cita rasa, bau dan warna.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

1.1 Waktu dan Tempat


Praktikum : 2 (Dua)
Topik : Pengolahan Ikan Asap
Hari/Tanggal : Selasa, 20 Maret 2018
Tempat : Lab. ITP Jurusan Gizi
Kelompok : 4 (Empat)
1.2 Alat dan Bahan
A. Alat
1. Lemari asap (tungku/drum)
2. Pisau
3. Baskom
4. Penjepit
5. Kompor
6. Panci
7. Pengaduk
8. Kawat
9. Timbangan
B. Bahan
1. Ikan gabus 6 kilogram
2. Garam 103 gram
3. Air 12 ml
4. Arang dan potongan kayu secukupnya
1.3 Prosedur Kerja
1. Siangi ikan, cuci dam kelompokkan menurut ukuran.
2. Masukan garam ke dalam air ½ liter dan didihkan, kemudian dinginkan.
3. Rendam ikan selama ± 15-20 menit, tiriskan, dam angin-anginkan sampai
permukaan kering.
4. Ikat satu persatu kemudian:
a. Gantungkan dalam ruang pengasapan, dengan jarak masing-masing ± 1 cm
atau ;
b. Gantung dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap ke atas dengan
menggunakan kaitan kawat, atau
c. Susun satu persatu anyaman bambu, kemudian disususn dalam lemari
pengasapan seacra berlapis-lapis. Antara masing-masing lpaisan diberi
jarak kira-kira sama dnegan rata-rtaa panjang ikan. Agar pengasapan merata
ikanharus dibolak-balik.
5. Siapakan bhana bakar arang dan potong-potong kayu di bawah ruang
pengasap,kemudian bakar ;
6. Bubuhkan ampas tebu atau gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul asap :
a. Panas diatur pada suhu ± 70°-80° C. Selama 2-3 jam (harus dijaga agar
panas merat dan ikan tidak sampai hangus) ;
b. Panas diatur pada suhu ±30°-40° C selama 4 jam menerus. Hasil
pengasapan ditandai dengan bau harum yang khas dari ikan asap.
c. Keluarkan ikan asap dari lemari lalu bungkus atau kemas dalam kantong
plastik,.

1.4 Diagram Alir

Ikan disiangi, dicuci, dan


dikelompokkan menurut ukurannya

Memasukkan garam ke ½ L air dan


dididihkan, lalu didinginkan

Merendam ikan ±15-20 menit,


Permukaan kering
ditiriskan, dan diangin-anginkan
Mengikat ikan satu persatu
Menggantung dalam ruangan
Ikan disiangi, dicuci, dan dikelompokkan pengasapan, jarak ±1
menurut ukurannya cm/menggantung ekor ke bawah,
kepala mengahadap ke atas
meggunakan kaitan kawat/menyusun
satu persatu di tas anyaman bamboo,
kemudian disusun secara berlapis,
jarak ± sama dengan panjang ikan,
dibolak-balik.

Menyiapkan bahan bakar:arang dan


Bakar
potongan kayu di bawah ruang asap

Membubuhkan ampas tebu/serbuk


gergaji sedikit demi sedkit sampai Suhu ±70oC-80oC. 2-3 jam harus
timbul asap dijaga

Suhu ±30oC-40oC, 4 jam hasil


pengasapan ditandai bau harum yang
khas dari ikan asap.

Mengeluarkan ikan asap dari lemari


Membungkus dengan plastik
pengasapan

Organoleptik
IKAN ASAP - Warna
- Aroma
- Rasa
- tekstur
DAFTAR PUSTAKA

Ovilia, Adec, Selasa 22 Oktober 2013, MAKALAH PENGOLAHAN PENGAAPAN


IKAN. http://adecovilia.blogspot.co.id/2013/10/makalah-pengolahan-
pengasapan-ikan.html. (Di akses pada 19 maret 2018)

Bloch. 1793. Ikan Gabus. https://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_gabus. (Di akses pada 19


maret 2018)

Surti, Titi dkk. Jurnal penelitian KARAKTERISTIK KUALITAS IKAN ASAP YANG
DIPROSES MENGGUNAKAN METODE DAN JENIS IKAN BERBEDA.
file;///C:/Users/ASUS/Doownloads/Documents/2312613%20KARAKTERISTI
K%20KUALITAS%20IKAN%20ASAP%YANG%20DIPROSES%20MENGG
UNAKAN%”20METODE%20DAN%20JENIS%20IKAN%BERBEDA.pdf
(Di akses pada 19 maret 2018)

Anda mungkin juga menyukai