DALAM RANGKA
JAMINAN REKLAMSI
BAB I
PENDAHULUAN
3. Persetujuan AMDAL/UKL-UPL
- Tambang
- Jalan tambang
Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan
b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luar areal penambangan
c. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian
rupa untuk keperluan vegetasi
d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman
sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan penggunaannya
f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi
g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas penambangan
h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak dimungkinkan agar ditanami
dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras
i. Setelah penambangan maka lahan bekas tambang yang diperuntukkan bagi vegetasi, segera
dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi
j. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan
k. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Perencanaan reklamasi harus mengacu kepada Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL).
A. PEMERIAN LAHAN
Pemerian lahan pertambangan diperlakukan reklamasi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu;
1. Kondisi iklim
2. Geologi
3. Jenis tanah
4. Bentuk alam
5. Air permukaan dan air tanah
6. Flora dan fauna
7. Penggunaan lahan
8. Tata ruang dan lain-lain
Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan. Dari berbagai factor
tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis tanah merupakan factor yang
penting.
B. PEMETAAN
Rencana tapak reklamasi tersebut dilengkapi dengan peta-peta skala 1 : 1.000 atau skala
lainnya yang disetujui, disertai gambar-gambar teknis bangunan reklamasi. Selanjutnya peta
tersebut dilengkapi dengan peta indeks dengan skala yang memadai.
Digambarkan situasi pertambangan dan lingkungan misalnya kemajuan penambangan,
timbunan tanah penutup, timbunan tegak (slag) penyimpanan sementara tanah pucuk, kolam
pengendap, kolam tersediaan air, pemukiman, sungai, jembatan, jalan, revegetasi dan
sebagainya serta mencantumkan tanggal situasi/pembuatannya.
Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan rencana tahunan
pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang
telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan
bertanggungjawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati tercapai.
Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang telah mempengaruhi pelaksanaan
reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil
meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan pengendali lereng, chek
dam, penangkap oli bekas (oil chatcher) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistim penanaman (monokultur, multiple croping),
jenis tanaman yang diseusikan kondisi setempat, tanaman penutup (cover crop) dan lain-lain.
a) Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk lahan
(landscaping), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (low grade) yang belum
dimanfaatkan
d) Revegetasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan
lain
Mengingat sifat lahan dan kegiatan nya yang memerlukan penjelasan rinci maka kegiatan
pelaksanaan reklamasi di atas, dalam bab III ini juga dijelaskan mengenai pelaksanaan reklamasi
khusus, reklamasi pada infrastruktur lahan bekas tambang.
A. PERSIAPAN LAHAN
c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat khusus
e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan direklamasi
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat.
Kegiatan ini meliputi:
2. Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan luas
areal yang direklamasi.
Maksud pengaturan dan penempatan “low grade” (bahan tambang kadar rendah)
adalah agar bahan tambang tersebut tidak tererosi/hilang apabila ditimbun dalam waktu
yang lama karena belum dapat dimanfaatkan.
B. PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI
Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagaia berikut:
a. pembuatan teras-teras
c. pembuatan SPA
d. dam pengendali
e chek dam
2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada tempat
tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter
3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan tanah pucuk
ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimum 0,15 m
4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengandung racun dianjurkan lebih
tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus dengan cara mengisolasi
dan meisahkannya
5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk menghindari
pemadatan dan rusaknya struktur tanah
a. penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi sehingga perlu
penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman dengan segera
b. penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka terhadap erosi
dapat dilihat pada tabel 3.1)
c. jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan tanah bawah
(sub soil)
d. dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop) yang cepat
tumbuh dan menutup permukaan tanah
D. REVEGETASI
Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan sosial ekonomi
setempat. Kondisi biofisik meliputi topografi atau bentuk lahan, iklim, hidrologi, kondisi
vegetasi awal dan vegetasi asli. Sedangkan data sosial ekonomi yang perlu mendapat
perhatian antara lain demografi, sarana, prasarana dan aksesibilitas yang ada.
Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada tanaman jenis tumbuhan asli.
Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah
setempat saat ini. Sehingga perlu selalu mengingat perkembangan pengetahuan mengenai
jenis-jenis tanaman yang cocok untuk keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu
konsultasi dengan instansi yang berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok.
2. Persiapan Lapangan
Pada umunya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan, pengolahan
tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat penting agar keberhasilan
tanaman dapat tercapai.
a. pembersihan lahan
b. Pengolahan tanah
Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah menembus
tanah dan mendapat unsur hara yang diperlukan dengan baik, diharapkan pertumbuhan
tanaman sesuai dengan yang diinginkan
c. perbaikan tanah
Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu mendapat perhatian
khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum, kapur, mulsa, pupuk
(organik maupun an-organik). Dengan perlakuan tersebut diharapkan dapat memperbaiki
persyaratan tumbuh tanaman.
1) Penggunaan Gypsum
b. Bila lapisan tanah bagian bawah (sub soil) yang diperbaiki, maka perlu dibuat alur
garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap. Jika tanah kerak yang diperbaiki
sebarkan gypsum pada lapisan permukaan saja
2. Penggunaan kapur
c. Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu hamping, kapur dolomit,
Kapur tohor (hydrated lime) jarang digunakan
d. Kapur atau batu gamping giling kasar (coarsely crushed) dan kapu dolomit
mempunyai daya kerja yang lebih lambat akan tetapi pengaruhnya dalam
menetralisir pH lebih lama dibandingkan dengan kapur tohor
e. Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika kesinambungan
kenaikan pH dibutuhkan
g. Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis tanah dan
kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur sebanyak 2,5 – 3,5
ton/ha per tahun yang memiliki pH > 5,0 akan menaikkan pH lebih dari 0,5.
c. Pada umumnya penggunaan mulsa hanya terbatas pada lokasi yang memerlukan
revegetasi cepat dan memerlukan perlindungan pada tempat-tempat tertentu
(seperti tanggul) atau jika akan diperlukan perbaikan tanah atau media
d. Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa untuk lokasi yang
luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha
g. Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan mulsa (biasanya
jerami atau batang padi) yang dicampur dengan biji tumbuhan
4. Pupuk
a. Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi dan
maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya.
b. Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang rendah
namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan
pertumbuhannya
c. Reaksi dari tiap tumbuhan bervaeriasi, anggota dari rumpun “proteaseae” sensitif
terhadap peningkatan kandungan fosfor dan kemungkinan menimbulkan efek yang
kurang baik
d. Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan tulang dan
sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah siofat tanah
e. Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan sesuai
dengan hasil analisis tanah
f. Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi makro (yaitu
nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung belerang, kalsium dan
magnesium
g. Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau keracunan, harus
meminta saran dari ahli tanah
i. Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada jarak 10 –15
di bawah atau disebelah tiap lubang semaian pada waktu penanaman. Harus
dicegah kontak langsung antara pupuk dengan akar semaian.
1. Pengadaan Bibit/Persemaian
Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat dipenuhi melalui pembelian bibit
siap tanam, atau melalui pengadaan bibit. Apabila melalui pengadaan bibit
harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Pengadaan benih
1. Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum bijih tersebut
matang
2. Menghindarkan buah yang menunjukkan adanya tanda serangan serangga atau gangguan
jamur
a. Kelompok biji yang berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lain-lain)
menunjukkan kematangan bila warnanya sudah berubah hijau kecoklatan
b. Kelpompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak dan berubah
warna bila sudah matang
c. Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari hijau ke coklat, jadi
rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi hitam dan mengkilat.
4. Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong plastik, gunakan kantong
kain atau kertas
1. Memberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan jenis biji, tanggal
pengumpulan, lokasi dan sebagainya
2. Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu serta bubuhi dengan serbuk
anti jamur dan serangga
3. Bijih disimpan temperatus di bawah 20C dengan kelembaban yang rendah. Biji tumbuhan
tropis mungkin mati pada temperatus di bawah 10C
a. Pembuatan persemaian
Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yaitu ada/dekat dengan
sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta cukup mendapat cahaya
matahari. Kondisi ekologisnya mendekati calon areal penanaman.
a. Perlakuan pendahuluan
Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodok) perlu diberi
perlakuabn khusus sebelum disemaikan
b. Penaburan benih
Benih yang berukuran harus sebelum ditabur terlebih dicampur dengan pasir halus,
tanah halus atau gambut yang telah dihancurkan sedangkan benih yang berukuran
lebih besar dapat ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam kantong semai.
c. Penyapihan
d. Pemeliharaan bibit
- pertumbuhan normal (batang lurus, daun lebar/hijau dan telah mencapai tinggi
minimum 20 cm)
4. Pelaksanaan penanaman
Arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur atau pada daerah relatif datar mengikuti
arah timur-Barat
b. Pemasangan ajir
Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir tanaman mengikuti
jarak tanam yang telah ditetapkan pada rancangan tanaman, dan biasanya jarak
tanaman yang digunakan (2 x 3) m².
c. Distribusi bibit
Distribusi bibit dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan
setelah pemasangan ajir
5. Pemeliharaan
Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak dilakukan
pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan
tanaman sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum bagi pertumbuhan
tanaman.
Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama yang dilakukan yaitu kegiatan : penyulaman,
pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran dan pemupukan.
a. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau rusak, tidak sehat/merana untuk
memperoleh prosentase tumbuh tanaman > 95% dan harus dilakukan 15 – 30 hari
sesudah penanaman.
b. Pengendalian gulma
c. Pemupukan
Pemupukan dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan peningkatan riap.
Dalam menentukan jenis, dosis dan waktu pemupukan perlu dipertimbangkan jenis
tanaman dan kesuburan tanahnya serta terlebih dahulu dilakukan analisa tanah.
1. pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi hanya dapat dilakukan
pada keadaan yang sangat mendesak yang cenderung menggagalkan rehabilitasi
hutan secara keseluruhan.
3. pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi tidak dibenarkan pada kawasan
pelestarian alam dan suaka alam.
Pada jenis tanah tertentu pelaksanaan reklamasi memerlukan perlakuan khusus. Pelaksanaan
reklamasi khusus memerlukan perlakuan tambahan dari teknik reklamasi yang sudah diuraikan
di bagian depan. Hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang perlu reklamasi khusus adalah
penanganan batuan limbah, tailing, oli bekas dan limbah rumah tangga, air asam tambang,
daerah yang bersifat alkalin dan masin, bahan kimia beracun serta tumbuhan hama.
1. Batuan limbah
Umumnya batuan limbah pada kegiatan penambangan sangat besar jumlahya sehingga
lokasi dan cara penimbunan serta reklamasinya harus direncanakan sendini mungkin.
Semua batuan limbah tersebut sedapat mungkin dikembalikan ketempat aanya. Kalau tidak
memungkinkan maka limbah batuan tersebut harus ditimbun pada suatu tempat di luar
kegiatan penambangan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat tempat pembuangan batuan limbah
tersebut adalah:
a. Perencanaan tata letak, bentuk dan lokasi tempat pembuatan harus merupakan bagian
dalam perencanaan penambangan
b. Volume batuan limbah, profil lereng, pengendalian air tambang pada daerah dimana
terjadi genangan air termasuk pengelolaan air asam tambang
c. Kemiringan lereng timbunan batuan limbah bervariasi sesuai dengan jenis batuan yang
ditimbun, topografi lokal dan pola curah hujan
g. ”Moonscaping” seperti terlihat pada gambar 3.18 adalah salah satu cara untuk
memantapkan lereng yang curam dan meningkatkan kondisi untuk revegetasi. Cara ini
dilakukan dengan menempatkan tumpukan batuan/tanah limbah sedemikian rupa
sehingga masing-masing lekukan dan tumpukan tanah/batuan tersebut akan saling
menutupi untuk menghindari terbentuknya saluran air penirisan.
h. ”Rock cladding” adalah cara untuk mencegah erosi dengan menempatkan bongkah-
bongkah berdiameter 150 mm atau lebih pada permukaan timbunan batuan limbah “rock
cladding” ini juga dapat menangkap debu atau biji yang terbasa oleh angin. Material
untuk “cladding” dipilih yang tidak membangkitkan asam.
j. melakukan penamburan benih dengan menggunakan daya hidrolis air dan teknik-teknik
sejenis untuk mempercepat proses revegetasi.
2. Tailing
a. Dam Tailing
Sifat-sifat dan kimia tailing sangat bervariasi dan biasanya sulit untuk dimantapkan dan
ditanami kembali. Oleh karena itu penelitian geokimia dan teknis terkait lainnya
diperlukan agar dam tailing dapat memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
2. mengalirkan tailing ke dalam dam tailing sehingga membentuk pantai yang landai
yang selanjutnya akan mempermudah penirisan.
Untuk daerah dengan curah hujan tinggi dan tailing yang ditampung mempunyai potensi
pembentukan asam teroksida maka harus direncanakan suatu dam dengan sistim
pembuangan/pengeluaran tailing yang permanen.
1. lokasi dam mempunyai daerah penangkapan air sekecil mungkin misalnya daerah di
luar. Apakah harus di daerah lembah memerlukan konstruksi saluran yang permanen.
2. berdasarkan penelitian geoteknik, maka baik pada dam maupun dasar kolam
pengendapan tidak terjadi rembesan
3. bila terjadi rembesan dari zat-zat dalam tailing, maka dilakukan tindakan pencegahan
terhadap rembesan tersebut
4. konstruksi dinding luar dam harus stabil dan direvegetasi atau dilindungi dari erosi,
kemiringan dinding 3 : 1 (20°)
5. tailing harus diolah dulu sebelum dibuang untuk menghilangkan atau mengurangi
tingkat kebenarannya
6. menguji proses pra pengolahan sehingga sehemat mungkin misalnya dengan cara
mengambil material-material yang terikat pada tailing atau dengan pembuatan
pembuangan tambahan misalnya pembuatan penetralan alur air yang bersifat asam
8. melakukan pengendalian limpasan dari dam tailing dan dinding luar dam untuk
mencegah erosi
b. Sifat-sifat tailing
Sifat-sifat dan kimia dari tailing akan menentukan jenis tumbuhan yang dapat ditanam.
Sifat merugikan bagi pertumbuhan tanaman yang biasanya ditemui adalah:
5. tingginya daya struktur pemantulan sinar atau dara absorpsi panas dalam tailing
berwarna terang atau gelap menyebabkan terjadinya ketegangan fisik pada tumbuhan
Sampai sejauh mana sifat-sifat yang merugikan tersebut ada pada dam tailing
memerlukan penelitian-penelitian.
3.kebutuhan akan zat kimia (kemungkinan mahal biayanya) untuk mencapai pH yang
netral
4.tingkat konsentrasi logam berat dan tanaman lainnya yang bersifat meracuni
6.perubahan sifat fisik dan kimia oleh kedalaman (setidak-tidaknya sampai lapisan
zonasi akar).
Apabila tailing mengandung kadar sulfat yang tinggi dan mempunyai potensi
pembentukan asam atau proses pengendpaan lambat, maka sistim pembuangan
tailing harus didesain sedemikian rupa sehingga selalu terbentuk lapisan air
permukaan. Lapisan air akan mencegah terjadinya oksidasi tailing dan mengurangi
kemungkinan konsolidasi dari tailing. Kemudian sistem pembuangan tersebut harus
yang permanen, tetapi tidak menimbulkan perembesan air melimpah dan segainya.
2. Cladding
3. Pelapisan (capping)
Dengan menggunakan misalnya lumpur kotoran, mulsa organik, abu terbang sebagai
material pencampuran pada tailing, maka:
a. Karakteristik tekstur dan struktur tanah bertambah baik, aerasi, infiltrasi dan retensi
air meningkat
c. Bahan organik cenderung bereaksi dengan ion logam berat sehingga dapat
mengurangi sifat racun dari teiling
d. Potongan-potongan kayu dan material lain yang sejenis yang masih segar bisa
menyerap pertumbuhan tanaman. Bila mungkin ditimbun dulu sebelum dipakai
e. Abu terbang atau material sejenis sangat efektif untuk mengubah sifat material
tailing, tetapi sebelum digunakan harus diteliti tingkat kontaminan yang
dikandungnya
2. Perbaikan pH
Tailing pada umumnya bersifat asam yang berasal dari oksidasi logam sulfida dan
oleh karena tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tanah mempunyai pH 4,5
atau kurang sangat jarang, maka diperlukan perbaikan pH menjadi lebih dari 4,5.
Penambahan berbagai jenis kapur merupakan cara yang paling efektif untuk
memperbaiki pH. Perbaikan dengan menambah kapur ini menjadi tidak efektif bila
jumlah kapur yang diperlukan melebihi 15 ton carbon carbonat equivalen (CCE).
Sifat asam basa dari tailing akan menentukan kebutuhan akan kapur. Tabel di bawah
ini dapat dipakai pedoman untuk menangani tailing yang keasamannya rendah dan
sedang;
pH
Tingkat pemakaian
4,5 – 4,0 10 – 13
Kapur hidrat (slaked lime) bereaksi lebih cepat dan mempunyai kemampuan untuk
menetralkan 50% - 100% lebih besar dibandingkan dengan kapur untuk pertanian dan
batu kapur yang dihaluskan.
Terak dari pabrik pemurnian adalah material yang bereaksi lambat untuk menetralkan
pH dan dbutuhkan dalam jumlah besar untuk perbaikan pH.
3. Irigasi (pengairan)
Perlarutan garam dan logam beracun serta bahan-bahan asam pada daerah gersang
bisa dilakukan dengan terus-menerus menyiram air sebelum pemantauan tumbuhan.
Kondisi pH betral atau basa terutama memungkinkan untuk menangkap logam berat
dan menetralkan pelarutan yang ber pH rendah. Apabila persediaan air terbatas maka
sistim irigasi semprot (drip irigation) mempunyai efek pelarutan yang sama tetapi
hanya pada daerah di sekitar akar.
4. Pemakaian pupuk
5. Pengaruh Kapilaritas
Akibat dari kapilaritas yang bisa terjadi pada kondisi tanah gersang maka garam tanah
dan racun-racun terbawa ke atas permukaan teling sehingga mengurangi atau
menghilangkan daya kapilaritas tersebut. Pengecilan ukuran batuan yang disarankan
adalah 10 – 20 mm dan membuat lapisan setebal 300 mm
Penimbunan tanah pucuk di atas tailing yang tersingkap adalah cara yang paling
efektif untuk menempatkan tanaman penutup. Hal ini adalah sangat efektif setelah
digunakannya suatu lapisan untuk membatasi naiknya daya kapilar.
Apabikla tanah pucuk sangat sedikit maka permukaan tailing memerlukan pengolahan
awal dahulu untuk mengurangi pH dan sebagainya agar dapat menghasilkan flora
mikro pada media pertumbuhan.
Oli bekas dari bengkel atau setempat lainnya ditampung pada tempat-tempat khusus
seperti drum minyak, penangkap oli (oli chatcher) atau ditanam di suatu tempat yang
konstruksinya menjamin tidak terjadi rembesan oli ke lapisan tanah.
Liombah cair rumah tangga terlebih dahulu diolah sesuai dengan kondisinya sebelum
dibuang ke perairan umum. Limbah padat rumah tangga ditimbun di suatu tempat yang
khusus dan usahakan untuk memisahkan penimbunan limbah padat yang dapat terbakar
dengan yang tidak terbakar.
Air Asam Tambang (AAT) atau “acid mine drainage” dapat dikeal dari warna jingga/kuning
dari endapan ferihidroksida di dasar aliran (strembeds) dan atau abu belerang tetapi hal ini
tidak selalu terjadi. Keasaman tanah bisa juga menjadi indikasi masalah AAT yang
potensial. Pembersihan vegetasi dan pemberian pupuk nitrogen dapat menjadikan tanah
yang bersifat adam dimana keasaman ini tidak berhubungan dengan oksidasi pirit. Sekali
AAT terbentuk maka akan sulit dan membutuhkan biaya yang besar untuk menangani.
Karena kebanyakan ion-ion logam akan bertambah daya larutnya dengan berkurangnya pH.
AAT sering menyebabkan masalah masalah terjadinya logam berat. Untuk pengelolaan dan
pencegahan perlu diketahui karakteristik dari tanah penutup atau bahan buangan dan
pengetahuan tentang hidrologi di daerah tersebut. Jadi kemungkinan timbulnya AAT bisa
diduga dari material yang berpotensi menghasilkan asam diseleksi dan diisolasi. Apabila
akan terjadi AAT maka perlu ada persiapan dalam tahap perencanaan untuk mencegah
AAT tersebut.
a. Prediksi/Pendugaan
Melakukan indentifikasi, kualifikasi dan pengenal contoh dari tipe batuan utama dan
geologi pada daerah tersebut sangat penting agar dapat dilakukan prediksi yang tepat.
b. Pencegahan
Pencegahan tergantung pada identifikasi untur pirit agar supaya menerapkan cara
penambangan yang bisa menangani secara selektif bahan pembentuk asam untuk
ditempatkan pada tempat pembuangan limbah.
c. Penanagan
1. Capping (pelapisan
pelapisan dan pengisolasian terhadap material sulfida pirit dari oksigen dan air. Tidak
seperti teling dan timbunan limbah batuan kemungkinan tidak mempungai dasar atau
dinding yang bersifat kedap air atau semi air. Pekerjaan pembentukan kembali
pelapisan limbah ini lebih berat dan membutuhkan biaya besar.
2. Penyesuaian pH penirisan
Menaburkan kapur tohor (atau material penetral lainnya) ke tempat timbunan batuan
limbah. Kapasitas penetralan dari materuial yang tersedia dan kebutuhan akan kapur
untuk tempat pembuangan harus diperiksa dalam menentralisasikan air bersifat asam
untuk menentukan kelayakan
3. Pembentukan saluran-saluran
Pada timbunan limbah menuju ke daerah penambangan yang telah diseleksi yakni
pirit yang telah diisi material alkalin atau areal penimbunan dimana material yang
mempunyai kapasitas penetral yang besar telah ditempatkan lebih dahulu.
Pemasukan cairan penetral contoh : natruim karbonat, amoniak kering dan “caustic
soda” ke dalam tempat penimbunan memotong alur aliran dari penirisan yang bersifat
asam.
a. Pengumpulan AAT pada bagian hilir untuk mengolah kimiawi atau line aerasi
Pencemaran disain dan konstruksi jalan tambang baik yang permanen maupun sementara
harus mempertimbangkan rencana kegunaannya lebih lanjut bila pelaksanaan reklamasi
telah telah dilakukan dikemudian hari. Pada gambar diperlihatkan contoh pembuatan galian
yang baik.
c. Reklamasi
Konfirmasi apakah pihak yang berkepentingan (pemilik, kehutanan dan lain-lain) masih
memerlukan jalan tersebut atau tidak pada waktu yang akan datang.
Pasanglah pintu atau penghalang untuk mencegah penggunaan jalan oleh orang-orang
yang tidak berkepentingan.
Tebarkan tanah pucuk dan garu untuk melonggarkan tanah yang padat sehingga mudah
untuk penyemaian bibit tanam, hal ini akan sekaligus juga menghambat atau mencegah
penggunaan jalan yang memang sudah tidak dikehendaki serta dapat segera dilakukan
revegetasi (lihat gambar 3.26).
Apabila konstruksi penguat dinding lereng atau pekerjaan potong timbun (cut and fill) dan
sebagainya menjadikan daerah-daerah berbelerang tidak stabil untuk jangka waktu lama,
maka perlu dibentuk kembali kontur yang memadai dengan menggunakan material dari
badan jalan, sehingga diperoleh lereng yang lebih stabil dan memenuhi persyaratan
sebagai lahan siap revegetasi.
Pemeliharaan jalan-jalan tertentu sehingga jalan masuk peralatan reklamasi sesuai
rencana rehabilitasi daerah bekas tambang adalah tetap dilakukan selama jalan tersebut
diperlukan.
Lubang-lubang tambang yang tidak bisa dihindari dan berdasarkan perhitungan tidak dapat
ditimbun kembali, maka lubang-lubang tersebut haruslah dalam kondisi aman.
Permasalahan lubang bekas tambang tergantung pada kondisi daerah serta kondisi dari
lubang/cekungan tersebut.
a. Waduk
Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk dan keluar)
meru[akan faktor penentu
Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding yang terjal umumnya tidak
cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya aliran tanah, bentang alam serta habitat
binaan memerlukan penelitian yang komprehensif.
Bekas penambangan bawah tanah sangat potensial untuk timbulnya kondisi tidak aman dan
bahaya-bahaya lainnya, seperti peneurunan permukaan (subsidence), gas, pencemaran air
permukaan atau air tanah dan kemungkinan dipakai sebagai tempat pembuangan sampah
dan lain-lain.
a. Sebelum shaft atau adit dihentikan pengoperasiannya perlu dipertimbangkan apakah ada
kemungkinan dapat dipergunakan sebagai jalan masuk pada kegiatan tambang di
kemudian hari, terutama apabila tidak ada lagi kegiatan atau tidak ada jalan masuk yang
lain di sekitar daerah tersebut.
b. Apabila mungkin dapatkan informasi lengkap mengenai desain/peta situasi terakhir dari
kegiatan tambang dan kondisi geologi setempat. Apabila kemungkinan terjadi emisi gas-
gas, gempa atau gerakan tanah dan lain-lain, maka struktur dari konstruksi penutup
lubang-lubang tersebut harus didesain dengan cermat. Mintalah bantuan konsultan
apabila tidak ada tenaga yang benar-benar ahli di bidangnya.
c. Periksa kualitas air tambang apakah mungkin dapat dimanfaatkan sebagai sumber air
baku atau potensi sebagai sumbner pencemar.
d. Singkirkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dan diketahui dengan pasti lokasi,
jumlah, karakteristik dan bijih yang masih tersisa atau material-material lain yang dapat
menimbulkan pencemaran.
e. Buanglah sampah beracun secara aman sesuai peraturan yang berlaku (tidak boleh
digunakan sebagai material pengisi) dan daerah tersebut direklamasi dengan cara yang
sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang ada dalam buku pedoman ini.
Penentuan cara penutupan daerah bekas tambang dan lubang-lubang bekas tambang
tergantung pada kondisi daerah setempat.
Lakukan pengamatan dan pengamanan pada sekeliling daerah yang diperkirakan akan
mengalami penurunan permukaan (subsidence).
Pada daerah sekitar mulut lubang bekas penambangan, pemagaran harus cukup luas
sehingga mencakup daerah yang rawan terhadap kemungkinan longsoran dari atas.
Pemeliharaan dan pengawasan terhadap air atau shaft yang telah ditinggalkan/ditutup
harus tetap dilakukan selama potensi-potensi bahaya masih ada.
Gunakan bahan beton, pelat baja dan dibuat nampak/muncul dipermukaan agar dapat
menghindari kecelakaan.
Penutup haruslah cukup besar atau cukup memadai untuk menghindari terjadinya
pembolongan sekeliling disumbat oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Sumbat beton pada sumuran (shaft) harus dibuat dari beton bertulang (reinforced
concrete) dan disangga oleh landasan yang kokoh sekeliling lubang sumuran.
Sumuran beton harus cukup tebal dan kuat agar tidak ambruk serta dapat menahan
beban-beban normal, termasuk gaya isap tekanan yang timbul akibat adanya penyusun
lumpur pengisi, ambrukan rongga-rongga atau akumulasi gas-gas tambang.
BAB IV
KRITERIA KEBERHASILAN REKLAMASI
Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang perlu
mengacu pada kriteria sebagai berikut:
A. PENATAAN LAHAN
a.Luas areal yang diisi kembali (ha), 90% dari areal yang seharusnya diisi
b.Jumlah bahan/material pengisi (m³), 90% dari jumlah tanah penutup yang digali
a.Luas areal yang diatur (ha), 90% dari areal yang ditimbun kembali
c.Tinggi, lebar dan panjang teras (m), disesuaikan dengan bentuk teras dan kemiringan
lereng.
a.Luas areal yang diatur (ha), 90% dari areal yang seharusnya diisi
b.Jumlah tanah pucuk yang ditabur, 90% dari jumlah tanah pucuk yang digali dan
disimpan
c.Ketebalan tanah pucuk (cm), 80% dari ketebalan tanah pucuk semula pada areal
tersebut
d.Perbaikan kualitas tanah pada zone perakaran melalui pengapuran (ton/ha), sehingga pH
tanah menjadi 5,0 – 7,0 dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi gembur.
1.Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah dan kualitasnya sesuai dengan
rencana
C. REVEGETASI
1. Pengadaan Bibit/benih
a. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi dan fungsi lahan
2. Penanaman
a. Luas areal yang ditanam (ha), 90% dari areal yang telah diatur kembali
3. Pemeliharaabn
a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuai dengan jumlah yang mati
b. Pemupukan, jenis danm dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai dengan rencana
1. Biaya Langsung
1.1. Biaya Pembongkaran Fasilitas
Tambang
1.2. Biaya Penataan kegunaan lahan
- Biaya Penggunaan Alat
Berat
- Biaya Pengendalian Erosi
dan Pengelolaan Air
1.3. Biaya Revegetasi
1.4. Biaya Pencegahan dan
Penanggulangan AAT
1.5. Biaya Pekerjaan Sipil
SUB TOTAL 1
2. Biaya Tidak Langsung
2.1 Biaya Mobilisasi dan
Demobilisasi
2.2 Biaya Perencanaan Reklamasi
2.3 Biaya Administrasi dan
Keuntungan Kontraktor
2.4 Biaya Supervisi
SUB TOTAL 2
T O T A L