Anda di halaman 1dari 50

RENCANA REKLAMASI

DALAM RANGKA
JAMINAN REKLAMSI
BAB I

PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan ini menguraikan secara singkat


tentang :

1. Status / luas perizinan

2. Luas wilayah KP/PKP2B/KK dan saran penunjang


diluar perizinan tersebut

3. Persetujuan AMDAL/UKL-UPL

4. Lokasi dan Kesampaian Daerah

5. Tata guna lahan sebelum kegiatan penambangan


dan Pasca Tambang

6. Tatacara Penambangan, Pengolahan dan Pemurnian


BAB II

KEGIATAN PENAMBANGAN DAN REKLAMASI

Bab ini memuat uraian luas lahan terganggu untuk


kegiatan penambangan, sarana penunjang dan
pelaksanaan reklamasi, sejak tahap konstruksi sampai
tahun 2004 atau sebelum rencana tahun pertama
kegiatan pembukaan lahan untuk kegiatan
penambangan, antara lain tentang :

1. Luas lahan yang terganggu untuk kegiatan;


- Tambang yang masih aktif dan yang telah selesai
di tambang
- Timbunan tanah/batuan penutup serta tanah
pucuk diluar bekas tambang
- Jalan tambang
- Kolam sedimen dan sarana kendali erosi
- Fasilitas penunjang (pabrik
pengolahan/pemurnian, kantor, perumahan,
stockpile, bengkel, kolam tailing dll)

Dijelaskan luas lahan yang masih aktif dan selesai


ditambang maupun yang masih aktif dan selesai
ditimbun.
2. Reklamasi yang telah dilakukan

- Lahan bekas tambang

- Timbunan tanah/batuan penutup diluar tambang

- Jalan tambang dan non tambang yang tidak


dimanfaatkan lagi

- Bekas-bekas kolam (sedimen pond dan tailing


pond)

- Fasilitas penunjang lainnya

Perlu diinformasikan, apakah pelaksanaan reklamasi


telah sesuai dengan RTRWD
BAB III

I. RENCANA PEMBUKAAN LAHAN

Bab ini menguraikan rencana pembukaan lahan/luas


lahan terganggu untuk jangka waktu 5 tahun, yang
menguraikan :

- Tambang

- Timbunan tanah/batuan penutup serta tanah


pupcuk di luar bekas tambang

- Jalan tambang

- Kolam sedimen dan sarana kendali erosi

- Fasilitas penunjang (pabrik


pengolahan/pemurnian, kantor, perumahan,
stockpile, bengkel, kolam tailing, dll)

Uraian tersebut di atas ditabulasikan dalam tabel dan


digambarkan dalam peta dengan skala 1 : 10.000 untuk
rencana pembukaan lahan setiap tahun
II. RENCANA REKLAMASI

Bab ini menguraikan rencana reklamasi terhadap


lahan yang terganggu untuk jangka waktu 5 tahun
yang dirinci setiap tahun :

1. Pembongkaran Fasilitas tambang (kalau ada)

2. Lokasi lahan yang akan di reklamasi


- Lahan bekas tambang
- Timbunan tanah/batuan penutup di luar
tambang
- Jalan tambang dan non tambang yang tidak
dimanfaatkan lagi
- Bekas-bekas kolam (sedimen pond dan tailing
pond)
- Fasilitas penunjang lainnya.

3. Teknik, metode dan peralatan yang digunakan


dalam melakukan reklamasi

4. Sumber material pengisi (bila dilakukan backfill)

5. Jenis tanaman yang digunakan

Rencana reklamasi untuk 5 tahun tersebut di


tabulasikan dalam tabel dan rencana reklamasi di
gambarkan dalam peta dengan skala 1 : 10.000
(informatif)
PERENCANAAN REKLAMASI

Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan
b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luar areal penambangan
c. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan mengatur sedemikian
rupa untuk keperluan vegetasi
d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat yang aman
sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan penggunaannya
f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi
g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas penambangan
h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak dimungkinkan agar ditanami
dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras
i. Setelah penambangan maka lahan bekas tambang yang diperuntukkan bagi vegetasi, segera
dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi
j. Mencegah masuknya hama dan gulma berbahaya, dan
k. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
Perencanaan reklamasi harus mengacu kepada Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL).

A. PEMERIAN LAHAN
Pemerian lahan pertambangan diperlakukan reklamasi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu;
1. Kondisi iklim
2. Geologi
3. Jenis tanah
4. Bentuk alam
5. Air permukaan dan air tanah
6. Flora dan fauna
7. Penggunaan lahan
8. Tata ruang dan lain-lain
Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan. Dari berbagai factor
tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis tanah merupakan factor yang
penting.

B. PEMETAAN
Rencana tapak reklamasi tersebut dilengkapi dengan peta-peta skala 1 : 1.000 atau skala
lainnya yang disetujui, disertai gambar-gambar teknis bangunan reklamasi. Selanjutnya peta
tersebut dilengkapi dengan peta indeks dengan skala yang memadai.
Digambarkan situasi pertambangan dan lingkungan misalnya kemajuan penambangan,
timbunan tanah penutup, timbunan tegak (slag) penyimpanan sementara tanah pucuk, kolam
pengendap, kolam tersediaan air, pemukiman, sungai, jembatan, jalan, revegetasi dan
sebagainya serta mencantumkan tanggal situasi/pembuatannya.

C. PERALATAN YANG DIGUNAKAN


Untuk menunjang keberhasilan reklamasi biasanya digunakan peralatan dan sarana prasarana
antara lain: dump truck, Bulldozer, excavator, traktor, tugal, back hoe, sekop, cangkul,
bangunan pengendali erosi (a.l : susunan karung pasir, tanggul, susunan jerami, bronjong,
pagar keliling), beton plat baja untuk menghindari kecelakaan dan lain-lain.
BAB III
PELAKSANAAN REKLAMASI

Kegiatan pelaksanaan reklamasi harus segera dimulai sesuai dengan rencana tahunan
pengelolaan lingkungan (RTKL) yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang
telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan
bertanggungjawab sampai kondisi/rona akhir yang telah disepakati tercapai.

Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang telah mempengaruhi pelaksanaan
reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil
meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan air (SPA), bangunan pengendali lereng, chek
dam, penangkap oli bekas (oil chatcher) dan lain-lain yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

Pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistim penanaman (monokultur, multiple croping),
jenis tanaman yang diseusikan kondisi setempat, tanaman penutup (cover crop) dan lain-lain.

Pelaksanaan reklamasi lahan meliputi kegiatan sebagai berikut:

a) Persiapan lahan yang berupa pengamanan lahan bekas tambang, pengaturan bentuk lahan
(landscaping), pengaturan/penempatan bahan tambang kadar rendah (low grade) yang belum
dimanfaatkan

b) Pengendalian erosi dan sedimentasi

c) Pengelolaan tanah pucuk (top soil)

d) Revegetasi (penanaman kembali) dan/atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan
lain

Mengingat sifat lahan dan kegiatan nya yang memerlukan penjelasan rinci maka kegiatan
pelaksanaan reklamasi di atas, dalam bab III ini juga dijelaskan mengenai pelaksanaan reklamasi
khusus, reklamasi pada infrastruktur lahan bekas tambang.
A. PERSIAPAN LAHAN

1. Pengamanan Lahan Bekas Tambang, kegiatan ini meliputi.

a. Pemindahan/pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak digunakan di


lahan yang akan direklamasi

b. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah/limbah beracun dan berbahaya


(B-3) dengan perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan.

c. Pembuangan atau penguburan potongan beton dan “scrap” pada tempat khusus

d. Penutupan lubang bukaan tambang dalam secara aman dan permanen

e. Melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang yang akan direklamasi

2. Pengaturan Bentuk Lahan

Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan hidrologi setempat.
Kegiatan ini meliputi:

a. Pengaturan bentuk lereng

1. Pengaturan bentuk lereng dimaksudkan untuk mengurangi kecepatan air limpasan


(run off); erosi dan sedimentasi serta longsoran

2. Lerang jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras

b. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA)


1. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) dimaksud untuk pengatur air agar
mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan lahan akibat erosi.

2. Jumlah/kerapatan dan bentuk SPA tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan luas
areal yang direklamasi.

3. Pengaturan/Penempatan Low Grade

Maksud pengaturan dan penempatan “low grade” (bahan tambang kadar rendah)
adalah agar bahan tambang tersebut tidak tererosi/hilang apabila ditimbun dalam waktu
yang lama karena belum dapat dimanfaatkan.
B. PENGENDALIAN EROSI DAN SEDIMENTASI

Beberapa cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah sebagaia berikut:

1. Meminimasikan areal terganggu dengan:

a. membuat rencana detail kegiatan penambangan dan reklamasi

b. membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan

c. penebangan pohon sebatas areal yang akan dilakukan penambangan

d. pengawasan yang ketat pada pelaksanaan penebangan pepohonan

2. Membatasi/mengurangi kecepatan air limpasan dengan:

a. pembuatan teras-teras

b. pembuatan saluran diversi (pengelak)

c. pembuatan SPA

d. dam pengendali

e chek dam

C. PENGELOLAAN TANAH PUCUK

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan tanah pucuk adalah:


1. Pengamatan profil tanah dan identifikasi perlapisan tanah tersebut sampai dengan bahan
galian

2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada tempat
tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak melebihi dari 2 meter

3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan tanah pucuk
ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimum 0,15 m

4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengandung racun dianjurkan lebih
tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus dengan cara mengisolasi
dan meisahkannya

5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk menghindari
pemadatan dan rusaknya struktur tanah

6. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) perlu dipertimbangkan:

a. penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi sehingga perlu
penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman dengan segera

b. penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman (jenis tanah yang peka terhadap erosi
dapat dilihat pada tabel 3.1)

c. jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan tanah bawah
(sub soil)

d. dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop) yang cepat
tumbuh dan menutup permukaan tanah

7. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila:


a. sangat berpasir (70% pasir atau kerikil)

b. sangat berlempung (60% lempung)

c. mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00

d. mengandung khlorida > 3% dan

e. mempunyai electrical conductivity (ec) > 400 milisimens/meter

D. REVEGETASI

1. Penyusunan Rancangan Teknis Tanaman

Rancangan teknis tanaman adalah rencana detail kegiatan revegetasi yang


menggambarkan kondisi lokal, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis pekerjaan,
kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan biaya dan tata waktu
pelaksanaan kegiatan.

Rancangan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan sosial ekonomi
setempat. Kondisi biofisik meliputi topografi atau bentuk lahan, iklim, hidrologi, kondisi
vegetasi awal dan vegetasi asli. Sedangkan data sosial ekonomi yang perlu mendapat
perhatian antara lain demografi, sarana, prasarana dan aksesibilitas yang ada.

Jenis tanaman yang dipilih kalau dapat diarahkan pada tanaman jenis tumbuhan asli.
Sebaiknya dipilih jenis tumbuhan lokal yang sesuai dengan iklim dan kondisi tanah
setempat saat ini. Sehingga perlu selalu mengingat perkembangan pengetahuan mengenai
jenis-jenis tanaman yang cocok untuk keperluan revegetasi lokasi bekas tambang. Perlu
konsultasi dengan instansi yang berwenang di dalam pemilihan jenis tanaman yang cocok.

2. Persiapan Lapangan
Pada umunya persiapan lapangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan, pengolahan
tanah dan kegiatan perbaikan tanah. Kegiatan tersebut sangat penting agar keberhasilan
tanaman dapat tercapai.

a. pembersihan lahan

Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentuan dalam persiapan


lapangan. Kegiatan ini antara lain : pembersihan lahan dari tanaman penganggu (alang-
alang, liliana, dll) dengan tujuan agar tanaman pokok dapat tumbuh baik tanpa ada
persaingan dengan tanaman penganggu dalam hal mendapatkan unsur hara, sinar
matahari, dll

b. Pengolahan tanah

Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan mudah menembus
tanah dan mendapat unsur hara yang diperlukan dengan baik, diharapkan pertumbuhan
tanaman sesuai dengan yang diinginkan

c. perbaikan tanah

Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu mendapat perhatian
khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum, kapur, mulsa, pupuk
(organik maupun an-organik). Dengan perlakuan tersebut diharapkan dapat memperbaiki
persyaratan tumbuh tanaman.

1) Penggunaan Gypsum

a. Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang mengandung banyak


lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak tanah (crushing) pafa tanah
padat (hard-setting soil). Penggunaan gypsum akan menggantikan ion sodium
dengan ion kalsium sehingga dapat meningkatkan struktur tanah, meningkatkan
daya resap tanah terhadap air, aerasi (udara), penguranangan kerak tanah dan
dengan pelindihan (leaching) akan mengurangi kadar garam

b. Bila lapisan tanah bagian bawah (sub soil) yang diperbaiki, maka perlu dibuat alur
garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap. Jika tanah kerak yang diperbaiki
sebarkan gypsum pada lapisan permukaan saja

c. Penggunaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk memperbaiki tanah


kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan untuk mengolah lapisan tanah bagian
bawah yang bersifat lempung

d. Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan tanah dengan


gypsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat mana tumbuh-
tumbuhansudah mempu menghasilkan bahan-bahan organik yang membetikan
dampak positif bagi pertumbuhannya.

2. Penggunaan kapur

a. Kapur digunakan khususnya untuk mengatyur pH akan tetapi dapat juga


memperbaiki struktur tanah

b. Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman dan


mengurangi zat-zat racun

c. Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu hamping, kapur dolomit,
Kapur tohor (hydrated lime) jarang digunakan

d. Kapur atau batu gamping giling kasar (coarsely crushed) dan kapu dolomit
mempunyai daya kerja yang lebih lambat akan tetapi pengaruhnya dalam
menetralisir pH lebih lama dibandingkan dengan kapur tohor
e. Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika kesinambungan
kenaikan pH dibutuhkan

f. Kapur tohor akan berpengaruh menurunkan kemampuan jenis pupuk yang


mengsndung nitrogen. Karena itu penggunaannya harus terpisah

g. Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis tanah dan
kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur sebanyak 2,5 – 3,5
ton/ha per tahun yang memiliki pH > 5,0 akan menaikkan pH lebih dari 0,5.

3. Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya

a. Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah sebagai upaya


perbaikan kondisi tanah. Tanaman penutup berumur pendek dapat juga digunakan
sebagai mulsa

b. Mulsa berfungsi mengendalikan erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan


mengatur suhu permukaan tanah

c. Pada umumnya penggunaan mulsa hanya terbatas pada lokasi yang memerlukan
revegetasi cepat dan memerlukan perlindungan pada tempat-tempat tertentu
(seperti tanggul) atau jika akan diperlukan perbaikan tanah atau media

d. Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa untuk lokasi yang
luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha

e. Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian dapat digunakan


sebagai mulsa yang penggunaannya tergantung dari ketersediaan dan harganya.
Bahan-bahan yang baik digunakan sebagai mulsa, antara lain tumbuh-tumbuhan
yang tergusur pada waktu pengupasan tanah, potongan-potongan kayu dan serbuk
gergaji limbah pabrik pengolahan dan penggergajian kyu, ampas pabrik gula tebu
dan berbagai kulit jenis kacang-kacangan
f. Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan nitrogen yang
terjadi pada saat mulsa segar mulai membusuk/terurai

g. Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat pertanian biasa


(misalnya penyebaran pupuk kandang) atau dengan alat khusus

g. Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan mulsa (biasanya
jerami atau batang padi) yang dicampur dengan biji tumbuhan

4. Pupuk

a. Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi dan
maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya.

b. Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang rendah
namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan
pertumbuhannya

c. Reaksi dari tiap tumbuhan bervaeriasi, anggota dari rumpun “proteaseae” sensitif
terhadap peningkatan kandungan fosfor dan kemungkinan menimbulkan efek yang
kurang baik

d. Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan tulang dan
sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah siofat tanah

e. Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan sesuai
dengan hasil analisis tanah

f. Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi makro (yaitu
nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung belerang, kalsium dan
magnesium
g. Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau keracunan, harus
meminta saran dari ahli tanah

h. Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebihan yang dapat


mengakibatkan pencemaran air khususnya pada daerah tanah pasiran

i. Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada jarak 10 –15
di bawah atau disebelah tiap lubang semaian pada waktu penanaman. Harus
dicegah kontak langsung antara pupuk dengan akar semaian.

1. Pengadaan Bibit/Persemaian

Bibit yang dibutuhkan untuk revegetasi dapat dipenuhi melalui pembelian bibit
siap tanam, atau melalui pengadaan bibit. Apabila melalui pengadaan bibit
harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. Pengadaan benih

Benih adalah tanaman atau bagian yang digunakan untuk memperbanyak


atau mengembangkan tanaman (UU No. 12 Tahun 1992).

Benuh yang akan dipergunakan untuk keperluan revegetasi diperoleh


dengan cara mengumpulkan dari sumber benih yang ada atau membeli dari
perusahaan pengada/pengedar yang telah ditunjuk secara resmi.

Benih tersebut harus memenuhi syarat:

2. Diketahui secara jelas asal usulnya

3. Bermutu baik/benih unggul


Hal yang dipertimbangkan dalam mengumpulkan benih/biji antara lain:

1. Menentukan daerah pengumpulan dan spesies yang diinginkan sebelum bijih tersebut
matang

2. Menghindarkan buah yang menunjukkan adanya tanda serangan serangga atau gangguan
jamur

3. Mengumpulkan biji yang sudah matang saja, antara lain:

a. Kelompok biji yang berkulit keras (contoh casurinas, eucaliptus dan lain-lain)
menunjukkan kematangan bila warnanya sudah berubah hijau kecoklatan

b. Kelpompok buah yang berdaging seperti mangga menjadi lebih lunak dan berubah
warna bila sudah matang

c. Polong (akasia dan tumbuhan polong lainnya) berubah warna dari hijau ke coklat, jadi
rapuh dan biji (khususnya akasia) akan menjadi hitam dan mengkilat.

4. Hindarkan penempatan biji atau kelompok biji di dalam kantong plastik, gunakan kantong
kain atau kertas

Apabila membeli biji perlu diperhatikan:

1. Penjual biji yang mempunyai reputasi baik/penyalur resmi


2. Biji komersial dan yang dibeli harus terbungkus dalam kemasan berlabel sehingga terjamin
tingkat perkembangannya dan jelas asal serta tanggal pengambilan biji.

Penyimpanan bijih dilakukan dengan cara:

1. Memberikan tanda pengenal secara jelas dengan mencantumkan jenis biji, tanggal
pengumpulan, lokasi dan sebagainya

2. Simpan biji di dalam wadah kering, bebas serangga dan kutu serta bubuhi dengan serbuk
anti jamur dan serangga

3. Bijih disimpan temperatus di bawah 20C dengan kelembaban yang rendah. Biji tumbuhan
tropis mungkin mati pada temperatus di bawah 10C

a. Pembuatan persemaian

1. Pemilihan lokasi persemaian

Lokasi persemaian yang dipilih harus memenuhi persyaratan yaitu ada/dekat dengan
sumber air, tanahnya datar dan mudah dicapai serta cukup mendapat cahaya
matahari. Kondisi ekologisnya mendekati calon areal penanaman.

2. Tahap dan Kegiatan Pembuatan persemaian

a. Perlakuan pendahuluan

Untuk benih yang mempunyai umur panjang (benih ortodok) perlu diberi
perlakuabn khusus sebelum disemaikan

b. Penaburan benih
Benih yang berukuran harus sebelum ditabur terlebih dicampur dengan pasir halus,
tanah halus atau gambut yang telah dihancurkan sedangkan benih yang berukuran
lebih besar dapat ditabur langsung di bedeng tabur atau dalam kantong semai.

c. Penyapihan

Penyapihan dilakukan untuk memindahkan bibit siap sapih dari bak


perkecambahan ke dalam pot yang telah diisi media sapih dan dilaksanakan di
rumah pertumbuhan

d. Pemeliharaan bibit

Untuk memperoleh bibit yang baik perlu dilakukan penyiraman, pemupukan,


penyulaman, penyiangan rumput, pemotongan akar serta pemberantasan hama
dan penyakit.

e. Pemanenan dan Pengangkutan Bibit

Bibit yang dipanen adalah bibit yang telah memenuhi persyaratan:

- pertumbuhan normal (batang lurus, daun lebar/hijau dan telah mencapai tinggi
minimum 20 cm)

- Kaya perakaran dan telah membentuk gumpalan dengan media


pertumbuhannya.

- Tidak terserang hama dan penyakit

Pengangkutan bibit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

- Dengan mengangkut beserta potnya ke lapangan


- Bibit berikut gumpalan medianya di lepas dari pot lalu dimasukkan ke dalam
kantong plastik.

4. Pelaksanaan penanaman

Tahapan pelaksanaan penanaman meliputi pengaturan arah larikan tanaman, pemasangan


ajir, distribusi bibit, pembuatan lubang tanam dan penananam.

a. Pengaturan arah larikan

Arah larikan tanaman biasanya sejajar kontur atau pada daerah relatif datar mengikuti
arah timur-Barat

b. Pemasangan ajir

Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir tanaman mengikuti
jarak tanam yang telah ditetapkan pada rancangan tanaman, dan biasanya jarak
tanaman yang digunakan (2 x 3) m².

c. Distribusi bibit

Distribusi bibit dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan
setelah pemasangan ajir

d. Pembuatan lubang dan penanaman tanaman

Lubang tanaman dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm, sedangkan teknik


penanamannya dengan terlebih dahulu melepas plastik (pot/pollybag) pada bibit yang
tersedia. Ebelum bibit ditanami dahulu apakah bibit tersebut cukup baik (memenuhi
syarat) umpamanya daunnya segar/sehat dan tidak rusak, demikian pula keadaan media
tanamnya.
Penanaman harus dilakukan dan selesai pada sore hari. Tanaman bibit secara tegak
lurus dan cukup padat, untuk memastikan tekan dengan kaki pada sekitar tanaman.

5. Pemeliharaan

Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan berkurang bila tidak dilakukan
pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan
tanaman sedemikian rupa sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum bagi pertumbuhan
tanaman.

Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama yang dilakukan yaitu kegiatan : penyulaman,
pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran dan pemupukan.

Sedangkan pada tahun kedua dilakukan penyiangan, pengendalian gulma, pendangiran


dan pemupukan.

a. Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau rusak, tidak sehat/merana untuk
memperoleh prosentase tumbuh tanaman > 95% dan harus dilakukan 15 – 30 hari
sesudah penanaman.

b. Pengendalian gulma

pengendalian gulma bertujuan untuk mengurangi/memperkecil persaingan akar antara


tanaman pokok dengan tanaman penganggu. Pengendalian gulma dapat dilakukan
secara manual yaitu penyiangan dan pendangiran atau secara kimiawi berupa
penyemprotan bahan kimia/herbisida, tergantung pada kondisi lapangan, keadaan tanah,
jenis gulma dan jenis tanaman.

c. Pemupukan
Pemupukan dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan tanaman dan peningkatan riap.
Dalam menentukan jenis, dosis dan waktu pemupukan perlu dipertimbangkan jenis
tanaman dan kesuburan tanahnya serta terlebih dahulu dilakukan analisa tanah.

d. Pengendalian hama dan penyakit

1. pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi hanya dapat dilakukan
pada keadaan yang sangat mendesak yang cenderung menggagalkan rehabilitasi
hutan secara keseluruhan.

2. pengendalian tersebut dilakukan dengan mengikuti petunjuk penggunaan/perlakuan


secara tepat dan benar

3. pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi tidak dibenarkan pada kawasan
pelestarian alam dan suaka alam.

4. pencegahan terhadap kebakaran dan pengembalaan liar.

a. Kebakaran hutan dapat menjadi ancaman serius bagi pertumbuhan tegakan,


produktivitas dan kualitas tanaman.

b. Keberapa usaha pencegahan terhadap kebakaran yang dapat dilakukan antara


lain: pembersihan lahan dari bahan yang mudah terbakar, memilih jenis tanaman
yang tahan kebakaran dan memberikan penerangan/penyuluhan tentang
pencegahan kebakaran kepada masyarakat di sekitarnyaaa.

Pencegahan terhadap pengembalaan liar dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan,


pemberian bibit makanan ternak dan apabila dianggap perlu dapat dilakukan pembuatan pagar
pengaman.
E. REKLAMASI KHUSUS

Pada jenis tanah tertentu pelaksanaan reklamasi memerlukan perlakuan khusus. Pelaksanaan
reklamasi khusus memerlukan perlakuan tambahan dari teknik reklamasi yang sudah diuraikan
di bagian depan. Hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang perlu reklamasi khusus adalah
penanganan batuan limbah, tailing, oli bekas dan limbah rumah tangga, air asam tambang,
daerah yang bersifat alkalin dan masin, bahan kimia beracun serta tumbuhan hama.

1. Batuan limbah

Umumnya batuan limbah pada kegiatan penambangan sangat besar jumlahya sehingga
lokasi dan cara penimbunan serta reklamasinya harus direncanakan sendini mungkin.
Semua batuan limbah tersebut sedapat mungkin dikembalikan ketempat aanya. Kalau tidak
memungkinkan maka limbah batuan tersebut harus ditimbun pada suatu tempat di luar
kegiatan penambangan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat tempat pembuangan batuan limbah
tersebut adalah:

a. Perencanaan tata letak, bentuk dan lokasi tempat pembuatan harus merupakan bagian
dalam perencanaan penambangan

b. Volume batuan limbah, profil lereng, pengendalian air tambang pada daerah dimana
terjadi genangan air termasuk pengelolaan air asam tambang

c. Kemiringan lereng timbunan batuan limbah bervariasi sesuai dengan jenis batuan yang
ditimbun, topografi lokal dan pola curah hujan

d. Revegetasi merupakan cara terbaik untuk menetapkan permukaan timbunan untuk


jangka panjang
e. Pembuatan bangunan pengendali erosi dan penirisan untuk memantapkan timbunan
tersebut

f. Melakukan teknik-teknik penimbunan seperti ‘dumpling”, Rock cladding”, “moonscaping”n


untuk meningkatkan perlindungan bagi daerah kritis terhadap erosi, untuk meningkatkan
daya penyerapan air hujan ke dalam tanah dan meningkatkan perlindungan iklim mikro

g. ”Moonscaping” seperti terlihat pada gambar 3.18 adalah salah satu cara untuk
memantapkan lereng yang curam dan meningkatkan kondisi untuk revegetasi. Cara ini
dilakukan dengan menempatkan tumpukan batuan/tanah limbah sedemikian rupa
sehingga masing-masing lekukan dan tumpukan tanah/batuan tersebut akan saling
menutupi untuk menghindari terbentuknya saluran air penirisan.

h. ”Rock cladding” adalah cara untuk mencegah erosi dengan menempatkan bongkah-
bongkah berdiameter 150 mm atau lebih pada permukaan timbunan batuan limbah “rock
cladding” ini juga dapat menangkap debu atau biji yang terbasa oleh angin. Material
untuk “cladding” dipilih yang tidak membangkitkan asam.

j. melakukan penamburan benih dengan menggunakan daya hidrolis air dan teknik-teknik
sejenis untuk mempercepat proses revegetasi.

2. Tailing

a. Dam Tailing

Sifat-sifat dan kimia tailing sangat bervariasi dan biasanya sulit untuk dimantapkan dan
ditanami kembali. Oleh karena itu penelitian geokimia dan teknis terkait lainnya
diperlukan agar dam tailing dapat memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. tidak mengakibatkan pencemaran baik pada saat pengoperasiannya maupun


sesudahnya
2. strukturnya stabli

3. secara visual serasi dengan bentang alam sekitarnya

4. mempunyai kapasitas yang cukup untuk menampung seluruh tailing

Pembuatan rancang bangun yang akan dapat mempercepat pelaksanaan reklamasi


pada dam tersebut tidak dipergunakan lagi. Sebaiknya dam tidak digunakan untuk
fasilitas penampungan air, oleh karenanya air tailing harus disalurkan keluar dam.
Tindakan ini akan meningkatkan daya tampung dam juga meningkatkan densiti tailing
sehingga tekanan hidrolik pada dasar dam tailing, dan selanjtnya akan mempermudah
pelaksanaan reklamasi.

Beberapa cara untuk meningkatkan densiti tailing adalah:

1. melakukan proses pengendapan atau penyaringan secara mekanis sebelum dialirkan


ke dalam dam, misalnya dengan mengintalasikan “cyclon” atau “thickener” dalam
proses

2. mengalirkan tailing ke dalam dam tailing sehingga membentuk pantai yang landai
yang selanjutnya akan mempermudah penirisan.

Untuk daerah dengan curah hujan tinggi dan tailing yang ditampung mempunyai potensi
pembentukan asam teroksida maka harus direncanakan suatu dam dengan sistim
pembuangan/pengeluaran tailing yang permanen.

Penting untuk dipertimbangkan dalam proses pembuangan tailing adalah:

1. lokasi dam mempunyai daerah penangkapan air sekecil mungkin misalnya daerah di
luar. Apakah harus di daerah lembah memerlukan konstruksi saluran yang permanen.
2. berdasarkan penelitian geoteknik, maka baik pada dam maupun dasar kolam
pengendapan tidak terjadi rembesan

3. bila terjadi rembesan dari zat-zat dalam tailing, maka dilakukan tindakan pencegahan
terhadap rembesan tersebut

4. konstruksi dinding luar dam harus stabil dan direvegetasi atau dilindungi dari erosi,
kemiringan dinding 3 : 1 (20°)

5. tailing harus diolah dulu sebelum dibuang untuk menghilangkan atau mengurangi
tingkat kebenarannya

6. menguji proses pra pengolahan sehingga sehemat mungkin misalnya dengan cara
mengambil material-material yang terikat pada tailing atau dengan pembuatan
pembuangan tambahan misalnya pembuatan penetralan alur air yang bersifat asam

7. memindah-mindahkan titik pembuangan untuk menghindarkan terbentuknya area


yang terdiri dari buangan talaing halus yang sukar direvegetasi

8. melakukan pengendalian limpasan dari dam tailing dan dinding luar dam untuk
mencegah erosi

b. Sifat-sifat tailing

Sifat-sifat dan kimia dari tailing akan menentukan jenis tumbuhan yang dapat ditanam.
Sifat merugikan bagi pertumbuhan tanaman yang biasanya ditemui adalah:

1. konsentrasi logam berat dan garamnya penting

2. kurang unsur hara yang penting


3. kurangnya organisme mikrobiologi

4. sifat-sifat dan struktur tanah yang membatasi aerasi dan infiltrasi

5. tingginya daya struktur pemantulan sinar atau dara absorpsi panas dalam tailing
berwarna terang atau gelap menyebabkan terjadinya ketegangan fisik pada tumbuhan

6. kekurangan fisik oleh pasir

Sampai sejauh mana sifat-sifat yang merugikan tersebut ada pada dam tailing
memerlukan penelitian-penelitian.

Informasi-informasi yang diperlukan untuk mengetahuinya adalah:

1.distribusi ukuran partikel

2.nilai pH dan kemungkinan perubahan nilai pH terhadap waktu

3.kebutuhan akan zat kimia (kemungkinan mahal biayanya) untuk mencapai pH yang
netral

4.tingkat konsentrasi logam berat dan tanaman lainnya yang bersifat meracuni

5.perubahan tingkat keracunan dengan penyesuaiannya pH

6.perubahan sifat fisik dan kimia oleh kedalaman (setidak-tidaknya sampai lapisan
zonasi akar).

c. Pilihan-pilihan Pengelolaan Tailing


1. Lapisan air (Permanent Water Cover)

Apabila tailing mengandung kadar sulfat yang tinggi dan mempunyai potensi
pembentukan asam atau proses pengendpaan lambat, maka sistim pembuangan
tailing harus didesain sedemikian rupa sehingga selalu terbentuk lapisan air
permukaan. Lapisan air akan mencegah terjadinya oksidasi tailing dan mengurangi
kemungkinan konsolidasi dari tailing. Kemudian sistem pembuangan tersebut harus
yang permanen, tetapi tidak menimbulkan perembesan air melimpah dan segainya.

2. Cladding

Apabila permukaan tailing tersingkap maka untuk menstabilkan permukaan yang


tersingkap perlu dilakukan “rock cladding”. “Rock cladding” adalah salah satu
perlindungan permanen untuk melindungi permukaan tailing dari erosi angin dimana
permukaanm atau cara perbaikan lainnya tidak dapat dilaksanakan. “Rock cladding”
ini dalam beberapa hal membantu pertumbuhan tanaman.

3. Pelapisan (capping)

Sebelum pelaksanaan revegetasi maka dilakukan pelapisan permukaan tailing untuk


mencegah timbulnya racun yang terlarut dalam tailing. Tailing dilapisi dengan clay
yang kompak atau oleh mineral yang kedap air, kemudian diatasnya dilapisi tanah
yang tidak kedap air. Tanah pucuk kemudian dilapisi kembali pada permukaannya
(gambar 3.23). Dengan lapisan tersebut maka penirisan yang melalui permukaan
tailing dapat dikendalikan sehingga menghambat rembesan zat-zat racun yang telah
terlarut dalam tailing. Tindakan pencegahan untuk mengisolasi tailing adalah sangat
mahal dan biasanya merupakan pilihan terakhir. Pencegahan dengan membuat
desain dam tailing yang tepat adalah yang paling murah dan efektif.

d. Metode Pemulihan dan vegetasi


Penutupan dengan lapisan vegetasi yang dapat tumbuh dengan sendirinya merupakan
cara yang paling baik untuik reklamasi dan stabilitas jangka panjang. Sifat-sifat dan
kimiawi tailing perlu dirubah untuk menunjang pertumbuhan tanaman yang memuaskan.
Metode yang digunakan untuk membentuk pertumbuhan tanaman adalah:

1. Penggunaan bahan organik dan mulsa

Dengan menggunakan misalnya lumpur kotoran, mulsa organik, abu terbang sebagai
material pencampuran pada tailing, maka:

a. Karakteristik tekstur dan struktur tanah bertambah baik, aerasi, infiltrasi dan retensi
air meningkat

b. Memberikan tambahan mkroorganisme pada media pertumbuhan

c. Bahan organik cenderung bereaksi dengan ion logam berat sehingga dapat
mengurangi sifat racun dari teiling

d. Potongan-potongan kayu dan material lain yang sejenis yang masih segar bisa
menyerap pertumbuhan tanaman. Bila mungkin ditimbun dulu sebelum dipakai

e. Abu terbang atau material sejenis sangat efektif untuk mengubah sifat material
tailing, tetapi sebelum digunakan harus diteliti tingkat kontaminan yang
dikandungnya

2. Perbaikan pH
Tailing pada umumnya bersifat asam yang berasal dari oksidasi logam sulfida dan
oleh karena tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tanah mempunyai pH 4,5
atau kurang sangat jarang, maka diperlukan perbaikan pH menjadi lebih dari 4,5.

Penambahan berbagai jenis kapur merupakan cara yang paling efektif untuk
memperbaiki pH. Perbaikan dengan menambah kapur ini menjadi tidak efektif bila
jumlah kapur yang diperlukan melebihi 15 ton carbon carbonat equivalen (CCE).

Sifat asam basa dari tailing akan menentukan kebutuhan akan kapur. Tabel di bawah
ini dapat dipakai pedoman untuk menangani tailing yang keasamannya rendah dan
sedang;

pH
Tingkat pemakaian

(ton/carbon carbonat equivalen/ha

6,0 – 5,5 2–5

5,4 – 4,6 6–9

4,5 – 4,0 10 – 13

Kapur hidrat (slaked lime) bereaksi lebih cepat dan mempunyai kemampuan untuk
menetralkan 50% - 100% lebih besar dibandingkan dengan kapur untuk pertanian dan
batu kapur yang dihaluskan.
Terak dari pabrik pemurnian adalah material yang bereaksi lambat untuk menetralkan
pH dan dbutuhkan dalam jumlah besar untuk perbaikan pH.

Menaikkan pH menjadi di atas 4,5 mungkin mengurangi aktivitas asam penghasil


triobachili dan membantu mengurangi tingkat sifat racun larutan.

3. Irigasi (pengairan)

Perlarutan garam dan logam beracun serta bahan-bahan asam pada daerah gersang
bisa dilakukan dengan terus-menerus menyiram air sebelum pemantauan tumbuhan.

Kondisi pH betral atau basa terutama memungkinkan untuk menangkap logam berat
dan menetralkan pelarutan yang ber pH rendah. Apabila persediaan air terbatas maka
sistim irigasi semprot (drip irigation) mempunyai efek pelarutan yang sama tetapi
hanya pada daerah di sekitar akar.

4. Pemakaian pupuk

pemupukan perlu dilakukan apabila kondisi fisik dan menghambat pertumbuhan


tanaman. Pemupukan harus dibuat setelah tingkat keasaman tanah diperbaiki. Unsur
hara mikro (nitrogen, pospor dan potas dansebagainya) mungkin terlalu sedikit
sehingga perlu pemupukan dengan jumlahj besar.

5. Pengaruh Kapilaritas

Akibat dari kapilaritas yang bisa terjadi pada kondisi tanah gersang maka garam tanah
dan racun-racun terbawa ke atas permukaan teling sehingga mengurangi atau
menghilangkan daya kapilaritas tersebut. Pengecilan ukuran batuan yang disarankan
adalah 10 – 20 mm dan membuat lapisan setebal 300 mm

6. Penggemburan Permukaan Tailing


Permukaan dam/bendungan tailing pada daerah gersang mungkin mengeras dan
terjadi rekahan-rekahan. Pembajakan tanah pada gundukan-gundukan atau
pembentukan kolam-kolam permukaan tailing tanah akan membantu mengeluarkan
garam dari zonasi akar.

7. Penggunaan Tanah Pucuk

Penimbunan tanah pucuk di atas tailing yang tersingkap adalah cara yang paling
efektif untuk menempatkan tanaman penutup. Hal ini adalah sangat efektif setelah
digunakannya suatu lapisan untuk membatasi naiknya daya kapilar.

Apabikla tanah pucuk sangat sedikit maka permukaan tailing memerlukan pengolahan
awal dahulu untuk mengurangi pH dan sebagainya agar dapat menghasilkan flora
mikro pada media pertumbuhan.

3. Oli Bekas Dan Limbah Rumah Tangga

Oli bekas dari bengkel atau setempat lainnya ditampung pada tempat-tempat khusus
seperti drum minyak, penangkap oli (oli chatcher) atau ditanam di suatu tempat yang
konstruksinya menjamin tidak terjadi rembesan oli ke lapisan tanah.

Liombah cair rumah tangga terlebih dahulu diolah sesuai dengan kondisinya sebelum
dibuang ke perairan umum. Limbah padat rumah tangga ditimbun di suatu tempat yang
khusus dan usahakan untuk memisahkan penimbunan limbah padat yang dapat terbakar
dengan yang tidak terbakar.

4. Air Asam Tambang

Air Asam Tambang (AAT) atau “acid mine drainage” dapat dikeal dari warna jingga/kuning
dari endapan ferihidroksida di dasar aliran (strembeds) dan atau abu belerang tetapi hal ini
tidak selalu terjadi. Keasaman tanah bisa juga menjadi indikasi masalah AAT yang
potensial. Pembersihan vegetasi dan pemberian pupuk nitrogen dapat menjadikan tanah
yang bersifat adam dimana keasaman ini tidak berhubungan dengan oksidasi pirit. Sekali
AAT terbentuk maka akan sulit dan membutuhkan biaya yang besar untuk menangani.
Karena kebanyakan ion-ion logam akan bertambah daya larutnya dengan berkurangnya pH.
AAT sering menyebabkan masalah masalah terjadinya logam berat. Untuk pengelolaan dan
pencegahan perlu diketahui karakteristik dari tanah penutup atau bahan buangan dan
pengetahuan tentang hidrologi di daerah tersebut. Jadi kemungkinan timbulnya AAT bisa
diduga dari material yang berpotensi menghasilkan asam diseleksi dan diisolasi. Apabila
akan terjadi AAT maka perlu ada persiapan dalam tahap perencanaan untuk mencegah
AAT tersebut.

a. Prediksi/Pendugaan

Melakukan indentifikasi, kualifikasi dan pengenal contoh dari tipe batuan utama dan
geologi pada daerah tersebut sangat penting agar dapat dilakukan prediksi yang tepat.

b. Pencegahan

Pencegahan tergantung pada identifikasi untur pirit agar supaya menerapkan cara
penambangan yang bisa menangani secara selektif bahan pembentuk asam untuk
ditempatkan pada tempat pembuangan limbah.

c. Penanagan

Prosedur-prosedur penanagan bervariasi tergantung pada kondisi daerah. Cara


penanganan yang yang telah ditetarapkan sebelumnya atau dalam taraf percobaan
termasuk:

1. Capping (pelapisan
pelapisan dan pengisolasian terhadap material sulfida pirit dari oksigen dan air. Tidak
seperti teling dan timbunan limbah batuan kemungkinan tidak mempungai dasar atau
dinding yang bersifat kedap air atau semi air. Pekerjaan pembentukan kembali
pelapisan limbah ini lebih berat dan membutuhkan biaya besar.

2. Penyesuaian pH penirisan

Menaburkan kapur tohor (atau material penetral lainnya) ke tempat timbunan batuan
limbah. Kapasitas penetralan dari materuial yang tersedia dan kebutuhan akan kapur
untuk tempat pembuangan harus diperiksa dalam menentralisasikan air bersifat asam
untuk menentukan kelayakan

3. Pembentukan saluran-saluran

Pada timbunan limbah menuju ke daerah penambangan yang telah diseleksi yakni
pirit yang telah diisi material alkalin atau areal penimbunan dimana material yang
mempunyai kapasitas penetral yang besar telah ditempatkan lebih dahulu.

Pemasukan cairan penetral contoh : natruim karbonat, amoniak kering dan “caustic
soda” ke dalam tempat penimbunan memotong alur aliran dari penirisan yang bersifat
asam.

a. Pengumpulan AAT pada bagian hilir untuk mengolah kimiawi atau line aerasi

b. Penyaluran AAT ke daerah basah buatan dimana aktifitas biologi meningkatkan pH


dan mengurangi tingkat logam

c. Pada daerah dimana tingkat penguapan selalu melebihi tingkat pengendapan


pembuangan dengan penguapan mungkin dilaksanakan.
5. F. REKLAMASI PADA BEKAS BUKAAN TAMBANG

1. Jalan dan jalan Tambang

Pencemaran disain dan konstruksi jalan tambang baik yang permanen maupun sementara
harus mempertimbangkan rencana kegunaannya lebih lanjut bila pelaksanaan reklamasi
telah telah dilakukan dikemudian hari. Pada gambar diperlihatkan contoh pembuatan galian
yang baik.

c. Reklamasi

Konfirmasi apakah pihak yang berkepentingan (pemilik, kehutanan dan lain-lain) masih
memerlukan jalan tersebut atau tidak pada waktu yang akan datang.

Pasanglah pintu atau penghalang untuk mencegah penggunaan jalan oleh orang-orang
yang tidak berkepentingan.

Tebarkan tanah pucuk dan garu untuk melonggarkan tanah yang padat sehingga mudah
untuk penyemaian bibit tanam, hal ini akan sekaligus juga menghambat atau mencegah
penggunaan jalan yang memang sudah tidak dikehendaki serta dapat segera dilakukan
revegetasi (lihat gambar 3.26).

Bongkar gorong-gorong selokan dan konstruksi semi permanen/sementara lainnya


biarkan air mengalir secara alamiah

Apabila konstruksi penguat dinding lereng atau pekerjaan potong timbun (cut and fill) dan
sebagainya menjadikan daerah-daerah berbelerang tidak stabil untuk jangka waktu lama,
maka perlu dibentuk kembali kontur yang memadai dengan menggunakan material dari
badan jalan, sehingga diperoleh lereng yang lebih stabil dan memenuhi persyaratan
sebagai lahan siap revegetasi.
Pemeliharaan jalan-jalan tertentu sehingga jalan masuk peralatan reklamasi sesuai
rencana rehabilitasi daerah bekas tambang adalah tetap dilakukan selama jalan tersebut
diperlukan.

3. Lubang Bekas Tambang

Apabila penambangan secara terbuka diterapkan pada umumnya akan meninggalkan


lubang atau cekungan pada akhir penambangan, terjadinya lubang-lubang ini dapat
diminimalkan apabila penimbunan kembali tanah penutup dilakukan dengan segera dan
merupakan bagian dari pekerjaan penambangan.

Lubang-lubang tambang yang tidak bisa dihindari dan berdasarkan perhitungan tidak dapat
ditimbun kembali, maka lubang-lubang tersebut haruslah dalam kondisi aman.
Permasalahan lubang bekas tambang tergantung pada kondisi daerah serta kondisi dari
lubang/cekungan tersebut.

Alternatif pemanfaatannya antara lain sebagai berikut :

a. Waduk

Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk dan keluar)
meru[akan faktor penentu

b.Habita satwa liar atau budidaya

Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding yang terjal umumnya tidak
cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya aliran tanah, bentang alam serta habitat
binaan memerlukan penelitian yang komprehensif.

c.Tempat penimbunan bahan bangunan


Dengan pertimbangan ekonomi maka lubang yang akan dipilih adalah yang terdekat
denmgan kegiatan pengupasan tanah/batuan penutup. Penelitian pola air tanah dan
kemungkinan pencemaran oleh mineral buangan perlu dilakukan.

Alternatif pemanfaatan lubang bekas tambang harus didahului dengan penelitian


mengenai kelayakan lokasi tersebut terhadap satwa liat arau budidaya.

4. Terowongan dan Sumuran yang Ditinggalkan

Seperti halnya pada tambang terbuka, lubang-lubang yangmenghubungkan permukaan


dengan kegiatan tambang dalam, apakah bentuk “adit” (lubang bukaan mendfatar) atau
“shaft” (lubang bukaan vertikal atau miring), apabila akan ditinggalkan harus dalam
keadaaan aman.

Bekas penambangan bawah tanah sangat potensial untuk timbulnya kondisi tidak aman dan
bahaya-bahaya lainnya, seperti peneurunan permukaan (subsidence), gas, pencemaran air
permukaan atau air tanah dan kemungkinan dipakai sebagai tempat pembuangan sampah
dan lain-lain.

Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:

a. Sebelum shaft atau adit dihentikan pengoperasiannya perlu dipertimbangkan apakah ada
kemungkinan dapat dipergunakan sebagai jalan masuk pada kegiatan tambang di
kemudian hari, terutama apabila tidak ada lagi kegiatan atau tidak ada jalan masuk yang
lain di sekitar daerah tersebut.

b. Apabila mungkin dapatkan informasi lengkap mengenai desain/peta situasi terakhir dari
kegiatan tambang dan kondisi geologi setempat. Apabila kemungkinan terjadi emisi gas-
gas, gempa atau gerakan tanah dan lain-lain, maka struktur dari konstruksi penutup
lubang-lubang tersebut harus didesain dengan cermat. Mintalah bantuan konsultan
apabila tidak ada tenaga yang benar-benar ahli di bidangnya.
c. Periksa kualitas air tambang apakah mungkin dapat dimanfaatkan sebagai sumber air
baku atau potensi sebagai sumbner pencemar.

d. Singkirkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dan diketahui dengan pasti lokasi,
jumlah, karakteristik dan bijih yang masih tersisa atau material-material lain yang dapat
menimbulkan pencemaran.

e. Buanglah sampah beracun secara aman sesuai peraturan yang berlaku (tidak boleh
digunakan sebagai material pengisi) dan daerah tersebut direklamasi dengan cara yang
sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang ada dalam buku pedoman ini.

5. Penutupan dan penyumbatan

Penentuan cara penutupan daerah bekas tambang dan lubang-lubang bekas tambang
tergantung pada kondisi daerah setempat.

Ada beberapa alternatif yang dapat dipilih. Yaitu:

a. Penggunaan Pagar Pengaman Atau Dinding Tembok dan lain-lain

Lakukan pengamatan dan pengamanan pada sekeliling daerah yang diperkirakan akan
mengalami penurunan permukaan (subsidence).

Pada daerah sekitar mulut lubang bekas penambangan, pemagaran harus cukup luas
sehingga mencakup daerah yang rawan terhadap kemungkinan longsoran dari atas.

Pemeliharaan dan pengawasan terhadap air atau shaft yang telah ditinggalkan/ditutup
harus tetap dilakukan selama potensi-potensi bahaya masih ada.

Selain dilakukan pemagaran di mulut terowongan atau sumuran yang ditinggalkan


tersebut lakukan pula pengamanan jalan masuk ke sumuran atau terowongan.
b. Menutup permukaan Bekas Penambangan

Penutupan permukaan bekas penambangan akan membantu/mencegah kecelakaan,


penggunaan yang tidak sewajarnya untuk tempat pembuangan sampah dan lain-lain
setelah tambang ditutup.

Gunakan bahan beton, pelat baja dan dibuat nampak/muncul dipermukaan agar dapat
menghindari kecelakaan.

Penutup haruslah cukup besar atau cukup memadai untuk menghindari terjadinya
pembolongan sekeliling disumbat oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.

Sumbat beton pada sumuran (shaft) harus dibuat dari beton bertulang (reinforced
concrete) dan disangga oleh landasan yang kokoh sekeliling lubang sumuran.

Sumuran beton harus cukup tebal dan kuat agar tidak ambruk serta dapat menahan
beban-beban normal, termasuk gaya isap tekanan yang timbul akibat adanya penyusun
lumpur pengisi, ambrukan rongga-rongga atau akumulasi gas-gas tambang.
BAB IV
KRITERIA KEBERHASILAN REKLAMASI

Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang perlu
mengacu pada kriteria sebagai berikut:

A. PENATAAN LAHAN

1. Pengisian Kembali Lahan bekas Tambang

a.Luas areal yang diisi kembali (ha),  90% dari areal yang seharusnya diisi

b.Jumlah bahan/material pengisi (m³),  90% dari jumlah tanah penutup yang digali

2.Pengaturan permukaan lahan (regrading)

a.Luas areal yang diatur (ha),  90% dari areal yang ditimbun kembali

b.Kemiringan lereng (%), < 8% untuk tanaman pangan

c.Tinggi, lebar dan panjang teras (m), disesuaikan dengan bentuk teras dan kemiringan
lereng.

3.Penaburan/penempatan tanah pucuk

a.Luas areal yang diatur (ha),  90% dari areal yang seharusnya diisi

b.Jumlah tanah pucuk yang ditabur,  90% dari jumlah tanah pucuk yang digali dan
disimpan
c.Ketebalan tanah pucuk (cm),  80% dari ketebalan tanah pucuk semula pada areal
tersebut

d.Perbaikan kualitas tanah pada zone perakaran melalui pengapuran (ton/ha), sehingga pH
tanah menjadi 5,0 – 7,0 dan perbaikan struktur tanah, tanah menjadi gembur.

B. PENGENDALIAN EROSI DAN PENGELOLAAN LIMBAH

1.Pembuatan bangunan pengendali erosi, jenis, jumlah dan kualitasnya sesuai dengan
rencana

2.Pengelolaan limbah, pelaksanaannya sesuai dengan rencana

C. REVEGETASI

1. Pengadaan Bibit/benih

a. Jenis, asli setempat atau sesuai dengan kondisi dan fungsi lahan

b. Jum,lah (batang/kg) sesuai dengan rencana

2. Penanaman

a. Luas areal yang ditanam (ha),  90% dari areal yang telah diatur kembali

b. Jumlah yang ditanam (batang), sesuai dengan rencana


c. Jarak tanam (m x m), sesuai dengan rencana

3. Pemeliharaabn

a. Jumlah dan jenis tanaman sulaman, sesuai dengan jumlah yang mati

b. Pemupukan, jenis danm dosis pupuk serta frekuensi pemupukan sesuai dengan rencana

c.  90% dari tanaman bebas dari gulma, hama dan penyakit

4. Tingkat pertumbuhan tanaman

a. Tanaman tumbuh subur (sehat dan tidak merana)

b. Jumlah tanaman yang ditanam prosentase jadinya . 80%


TABEL
LUAS LAHAN TERGANGGU DAN REKLAMASI
Pra 2004 dan Periode 2004 – 2008
DISKRIPSI KEGIATAN PRA TAHUN
2004 2004 2005 2006 2007 2008
I. LAHAN TERGANGGU
1.1. Tambang
1.2. Timbunan
tanah/batuan penutup
di luar tambang
1.3. Jalan tambang
1.4. Kolam
sedimen/kendali erosi
1.5. Fasilitas/penunjang
- Pabrik pengolahan
dan pemurnian
- Kolam tailing
- Perumahan
karyawan
- Jalan non tambang
- Gudang
- Kantor
- Bengkel
- Lanfill
T ot a l l u a s
2. REKLAMASI
2.1 Pengisian kembali dan
pemanfaatan lahan
bekas tambang
2.2. Pengaturan
permukaan lainnya
- Timbunan
tanah/batuan
penutup
- Jalan bekas
tambang
2.3 Revegetasi
- Lahan bekas
tambang
- Timbunan
tanah/batuan
penutup
- Lahan bekas jalan
tambang
- Lahan bekas jalan
non tambang
- Kolam
sedimen/kendali
erosi
- Kolam tailing
- Fasilitas penunjang
lainnya
2.4. Pemanfaatan lainnya
*)
*) Lahan yang secara teknis dan sesuai dengan AMDAL/UKL-UPL tidak dapat direvegetasi dan
dimanfaatan sesuai peruntukannya (misalnya sarana rekreasi, kolam ikan, penampungan air, dll)
BAB IV

RENCANA BIAYA REKLAMASI

Bab ini memuat rencana biaya yang diperlukan untuk


mereklamasi lahan yang terganggu dan belum direklamasi
sejak tahap konstruksi sampai satu tahun terakhir dari rencana
reklamasi yang diajukan, serta biaya untuk mereklamasi lahan
yang terganggu selama 5 tahun.

Rencana biaya reklamasi tersebut dirinci untuk setiap tahun


untuk jangka waktu 5 tahun mulai dari tahun yang
direncanakan untuk penetapan Jaminan Reklamasi

Penentuan biaya reklamasi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

1. Menetukan besarnya biaya langsung (menentukan


besarnya biaya reklamsi)

2. Menetukan besarnya biaya tidak langsung ( mentukan


besarnya biaya perencanaan dankeuntungan)
TABEL
RENANA BIAYA REKLAMASI
TAHUN 2003 – 2007
DISKRIPSI BIAYA 2004 2005 2006 2007 2008

1. Biaya Langsung
1.1. Biaya Pembongkaran Fasilitas
Tambang
1.2. Biaya Penataan kegunaan lahan
- Biaya Penggunaan Alat
Berat
- Biaya Pengendalian Erosi
dan Pengelolaan Air
1.3. Biaya Revegetasi
1.4. Biaya Pencegahan dan
Penanggulangan AAT
1.5. Biaya Pekerjaan Sipil
SUB TOTAL 1
2. Biaya Tidak Langsung
2.1 Biaya Mobilisasi dan
Demobilisasi
2.2 Biaya Perencanaan Reklamasi
2.3 Biaya Administrasi dan
Keuntungan Kontraktor
2.4 Biaya Supervisi
SUB TOTAL 2
T O T A L

Anda mungkin juga menyukai