PEMBAHASAN
Sebagai suatu istilah, sustainabililty dapat mencakup lebih dari sekedar keprihatinan
ekologi dan lingkungan alam. Ekologi, yang menitikberatkan pada keseimbangan antara
manusia dan alam lingkunganya banyak dipengaruhui oleh proses produksi. Sebagai
contoh maraknya penebangan hutan sebagai bahan dasar industry perkayuan. Perburuan
kulit ular yang diperuntukan industry kerajinan kulit. Penangkapan ikan dengan
menggunakan bahan peledak maupun racun yang merusak alam sekitar.
Aktivitas bisnis terutama sektor industri, seringkali menimbulkan dampak
lingkungan yang negatif. Dalam berbagai proses produksi dihasilkan gas polutan atau
limbah bentuk padat dan cair. Dampak dari pelimbahan yakni merosotnya mutu
lingkungan yang secara langsung menyebabkan merosot pula mutu hidup masyarakat
sekitarnya. Udara yang dihirup menjadi tercemar. Selain itu, limbah banyak berupa racun
yang dapat mengancam kelangsungan hidup masyarakat.
Jika kasus pelimbahan dan polutan sudah tak terkendalikan lagi, maka sudah
menunjukkan terjadinya penyimpangan etika bisnis dan degredasi tanggungjawab sosial
dari pelaku-pelaku bisnis. Padahal biaya kompensasi untuk merehabilitasi lingkungan yang
rusak jauh lebih mahal, juga biaya itu hanya sebagian kecil saja yang ditanggung pelaku
bisnis, sebagian besar lainnya justru ditanggung oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan, atau subsidi dari pemerintah.
Ternyata, berbagai aktivitas bisnis memerlukan filosofi bisnis, yakni etika bisnis dan
tanggungjawab sosial, yang harus benar-benar di realisasikan, antara lain untuk meredam
terjadinya dampak internal atau eksternal yang negatif. Dengan diterapkannya etika bisnis
yang disertai tanggungjawab sosial, bisnis akan tumbuh dan berkembang karena
terciptanya iklim dan lingkungan yang kondusif. Bisnis dalam kondisi yang
demikian diharapkan bisa memacu terjadinya pemerataan.
Organisasi seperti Comptronix hidup dalam sosial dan etika. Mereka hidup karena
masyarakat atau karena segmennya membutuhkan produk atau jasa tertentu, dan mereka
dapat terus hidup secara relatif tidak terjadi pemeriksaan sepanjang mereka bertanggung
jawab terhadap tindakan mereka dan menyatakan perannya terhadap masyarakat yang lebih
luas. Oleh karena itu, manajemen harus terus-menerus peduli terhadap variabel-variabel
dan kekuatan-kekuatan dalam lingkungan kerja perusahaan dan lingkungan sosial yang
lebih besar.
d. Perusahaan Stakeholders
Konsep bahwa bisnis harus bertanggung jawab secara sosial merupakan seruan
dengan pertanyaan "Bertanggung jawab kepada siapa?"
Lingkungan kerja meliputi sejumlah besar kelompok dengan berbagai kepentingan
dalam aktivitas organisasi bisnis. Kelompok itu disebut stakeholder karena mereka
mempunyai kepentingan langsung - mereka mempengaruhi atau dipengaruhi - dalam
pencapaian tujuan perusahaan. Apakah seharusnya perusahaan hanya bertanggung jawab
kepada kelompok tersebut, atau apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab yang sama
kepada mereka semua?
Sebagaimana ditunjukkan dalam contoh Strike Rite, kecenderungan perusahaan
bisnis di Amerika Utara untuk memindahkan aktivitas pemanufakturannya ke negara-
negara dengan upah rendah, telah menciptakan kebencian, tidak hanya diantara anggota
serikat tetapi juga diantara karyawan dan stake holder bukan karyawan. Untuk memuaskan
satu kelompok orang katakanlah pemegam saham, manajemen akan menciptakan masalah
dengan kelompok kepentingan yang lain. Reaksi negatif akan semakin hebat khususnya
jika ada operasi perusahaan asing atau kontraktor yang menyalahgunaan pekerja, dan
memberi upah yang tidak cukup untuk kebutuhan-kebutuhan dasar kehidupan.
Semakin banyak kritik ditujukan terhadap peningkatan kekayaan pemegang saham
sebagai tujuan utama aktivitas bisnis. Dalam bukunya Tyranny of Bottom Line: Holding
Corporations Accountable, Ralp Estes menunjukkan bahwa selain pemegang saham, ada
banyak pihak yang melakukan investasi besar dalam suatu bisnis. Para investor tersebut
adalah pekerja, pelanggan, dan para pembayar pajak komunitas yang mendukung
perusahaan. Estes mengatakan "investor yang terlupakan itu disebut stakeholder, dan
mereka memiliki utang secara akuntansikarena mereka melakukan investasi yang sangat
besar dengan memberikan sumber daya yang bernilai, yang tidak hanya berupa uang, tetapi
juga pekerjaan mereka, karir, dan kadang-kadang hidup mereka kepada perusahaan.
e. Masukan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Perusahaan berdiri dan berkembang di dalam masyarakat tentunya dalam
perkembangan tersebut tidak hanya mulus dan tanpa adanya masalah dalam keseharian
berjalannya perusahaan. Terkadang timbul tekanan-tekanan baik dari luar perusahaan
ataupun dari dalam perusahaan. Tekanan ini sifatnya tidak selalu buruk, terkadang tekanan
justru memberikan peluang bagi perusahaan untuk terus berkembang dan membesarkan
perusahaan.
Argumen bahwa perusahaan menempatkan kepentingan stakeholder diatas
kepentingan shareholder bisa jadi benar, asalkan definisi dari stakeholder juga jelas.
Sebenarnya pemegang saham adalah bagian dari stakeholder, bukan sesuatu yang terpisah.
Namun shareholder adalah pemangku kepentingan utama. Karena apa? Karena pemegang
saham menanamkan modalnya dalam perusahaan dimana sekaligus juga menanggung
risiko kehilangan modalnya. Sedangkan pemangku kepentingan lainnya, tidak secara
langsung memiliki keterkaitan dalam penyertaan modal perusahaan.
Stakeholder Value Perspective mengutamakan tanggung jawab di atas profitabilitas
dan melihat organisasi terutama sebagai koalisi untuk melayani semua pihak yang terlibat.
Pendukung Stakeholder Value percaya bahwa sukses suatu organisasi seharusnya diukur
dengan kepuasan diantara seluruh stakeholder dan melihat manajemen stakeholder sebagai
alat dan tujuan. Mereka percaya bahwa tanggungjawab sosial (social responsibility) adalah
urusan perusahaan dan klaim masyarakat paling baik dilayani dengan mengejar
kepentingan bersama dengan intensi meningkatkan kekayaan bersama. Pendukung
perspektif ini menolak memberi pemegang saham klaim moral yang lebih tinggi pada
organisasi daripada pemberi sumberdaya lainnya. Mengakui klaim moral oleh stakeholder
lainnya (selain pemegang saham) berarti memasukkan nilai selain nilai keuangan ke dalam
spektrum apa yang harus dikejar oleh organisasi.
Manajemen stakeholder bukan hanya instrumental dalam menciptakan nilai bagi
pemegang saham, namun normative. Karena memiliki karyawan yang bermotivasi tinggi
dan membina kepercayaan tinggi dari seluruh pihak yang berhubungan dengan perusahaan,
mengejar kepentingan bersama dari seluruh stakeholder tidak hanya lebih adil, namun juga
memaksimalkan kekayaan masyarakat (social wealth).