Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

CEPHALO PELVIC DISPROPORTION

Disusun dalam rangka memenuhi Program Internship Dokter Indonesia


di RSUD Blambangan

Diajukan oleh:
dr. Handoyo Sasongko

Peserta Internship Mei 2017


BAB I
PENDAHULUAN

Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200
juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah
perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi
12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang lain
7,9%.

Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap tahunnya, Pada


tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari angka
tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea primer. Laporan American College of
Obstretician and Gynaecologist (ACOG) menyatakan bahwa seksio sesarea primer
terbanyak pada primigravida dengan fetus tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi.
Indikasi primigravida tersebut untuk seksio sesarea adalah presentasi bokong,
preeklampsi, distosia, fetal distress, dan elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak
untuk seksio sesarea pada primigravida sebesar 66,7%. Angka ini menunjukkan
peningkatan dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing
49,7% dan 51,4% distosia menyebabkan sectio caesarean.

Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG dibagi
menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan kelainan
jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan salah satu kelainan
jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena ketidaksesuaian antara
ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa disebut dengan disproporsi
sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul pada masa dimana indikasi utama
seksio sesarea adalah panggul sempit yang disebabkan oleh rakhitis. Disproporsi
sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang ditemukan, umumnya disebabkan
oleh janin yang besar.

Berdasarkan uraian di atas maka kami perlu menguraikan permasalahan dan


penatalaksanaan pada disproporsi sefalopelvik sebagai salah satu penyebab distosia
penting dimiliki oleh dokter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. UKURAN PANGGUL
1. PINTU ATAS PANGGUL
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra S1, linea
innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari
pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis
dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang
dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum,
promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel
pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis
dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada
promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan
panjang konjugata diagonalis.
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium
yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya
lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling
penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium,
Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

2. PINTU TENGAH PANGGUL


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan
setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah
kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia
interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm.
Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm.
Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter
interspinarum berukuran 4,5 cm.

3. PINTU BAWAH PANGGUL


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui
pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia
tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia
tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir
bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

B. DISPROPORSI KEPALA-PANGGUL (CPD)


Disproporsi Kepala Panggul atau Cephalo Pelvic Disproportion adalah
keadaan di mana kepala janin tidak dapat melewati panggul ibu sehingga
berpotensi distokia dan persalinan macet.

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran


pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat
menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain sehingga
menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang penting
pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara
fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit
dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya.
Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:

1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul


Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka
dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis,
skoliosis, spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio
koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas


panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi
pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul, atau panggul
yang menyempit seluruhnya.

Faktor lain yang dapat menyebabkan disproporsi kepala panggul adalah


janin yang besar, yaitu >4000 gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi
karena kepala janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada
postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang
lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada
janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin
dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia
dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena
lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin
yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat
mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.

C. PENYEMPITAN PINTU ATAS PANGGUL


Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal
terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering
diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya
lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.3 Mengert
(1948) dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat
pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang
dari 12 cm. Distokia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter
dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.

Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi
janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari
10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang
kecil, namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada
362 nullipara diperoleh rata-rata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada
wanita dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau
luas.

Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung
menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat
pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah
selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen
bawah rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat
atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi
prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.

Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk
dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas
panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul
sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan
panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan
prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering dibandingkan wanita
dengan panggul normal atau luas.

D. PENYEMPITAN PINTU TENGAH PANGGUL


Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen ischiadicum cukup luas, dan spina ischiadica tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah
panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan
terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps
tengah atau seksio sesarea.

Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti


seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu
tengah panggul apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis
posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang
hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah
distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai
kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter
sagitalis posterior pendek.

E. PENYEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL


Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga
dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu
bawah panggul terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau
kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan
pintu tengah panggul.

Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar
dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan
robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900
sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan
menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

F. TATALAKSANA
1. PERSALINAN PERCOBAAN
Lakukan pemeriksaan Osborn test untuk memperkirakan berhasilnya
kemungkinan persalinan percobaan, yaitu dengan mendorong kepala janin ke
arah PAP dengan tangan kiri. Apabila kepala mudah masuk tanpa halangan,
maka hasil test Osborn adalah negatif (-). Apabila kepala tidak bisa masuk dan
teraba tonjolan diatas simfisis, maka tonjolan diukur dengan 2 jari telunjuk
dan jari tengah tangan kanan. Apabila lebar tonjolan lebih dari dua jari, maka
hasil test osborn adalah positif (+). Apabila lebar tonjolan kurang dari dua jari,
maka hasil tes osborn adalah ragu-ragu (±). Dengan pertambahan usia
kehamilan, ukuran kepala diharapkan bisa menyesuaikan dengan ukuran
panggul (moulase).
Cara lain apabila kepala tidak bisa masuk dan teraba tonjolan di atas
simfisis, maka jari tengah diletakkan tepat di atas simfisis. Apabila telunjuk
lebih rendah dari jari tengah, maka hasil test Osborn adalah negatif (-).
Apabila jari telunjuk dan jari tengah sejajar, maka hasil test Osborn adalah
ragu-ragu (±). Apabila jari telunjuk lebih tinggi dari jari tengah, maka hasil
test osborn adalah positif (+).
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak
bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ketentuan lainnya adalah umur kehamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu
karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada
kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan
percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu
dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah
keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan
episiotomy mediolateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin
dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya
dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan
pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan
dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis.
Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong memasukkan
tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan
menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong
menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan
diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.

2. SECTIO CAESAREAN
Sectio caesarean dilakukan secara elektif pada ibu hamil aterm dengan
kesempitan panggul berat, atau disproporsi kepala panggul yang nyata. Juga
dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi
seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Sectio caesarean sekunder (sesudah persalinan percobaan) dilakukan
apabila persalinan tetap macet dan perlu untuk segera diterminasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta:
EGC, 2005.
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.
3. Israr YA, Irwan M, Lestari, dkk. Arrest of Decent- Cephalopelvc Disproportion
(CPD). 2008.
http://72.14.235.132/search?q=cache:RqVXzDPzkgIJ:yayanakhyar.wordpress.com/20
08/09/05/arrest-of-decent-cephalopelvic-disproportion-cpd/+Cephalo-pelvic+disprop
ortion&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id

4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran


Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar, 1982.

Anda mungkin juga menyukai