Anda di halaman 1dari 6

Pusat Penelitian BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Badan Keahlian DPR RI


Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. X, No. 05/I/Puslit/Maret/2018

POLEMIK PERUBAHAN ATAS UU MD3


DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK
Riris Katharina
25
Abstrak
Disahkannya RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang MPR, DPR,
DPD, dan DPRD (RUU MD3) menjadi UU MD3 dalam Rapat Paripurna
DPR RI tanggal 12 Februari 2018 telah menimbulkan polemik. Berbagai elemen
masyarakat menolak RUU tersebut, karena berpotensi mengancam demokrasi di
Indonesia. Berbagai elemen masyarakat mengajukan judicial review terhadap UU.
Bahkan, Presiden memberikan sinyal untuk tidak menandatangani RUU tersebut.
Tulisan ini mempertanyakan mengapa polemik bisa terjadi. Menurut masyarakat,
polemik ini terjadi karena proses pembahasan RUU tidak transparan. Namun,
DPR berpendapat bahwa masyarakat telah didengar aspirasinya. Tulisan ini
mengemukakan bahwa dalam perspektif kebijakan publik, polemik terjadi karena ada
ruang partisipasi publik yang hilang dalam pembahasan RUU MD3 di DPR. Hal
ini yang mengakibatkan timbulnya penolakan dari masyarakat. Ke depan, setiap
tahapan dalam proses pembahasan UU harus membuka ruang seluas-luasnya dan
dalam waktu yang memadai bagi masyarakat.

Pendahuluan
Disahkannya Rancangan Masyarakat Sipil untuk MD3, dan
Undang-Undang tentang Perubahan the Institute for Criminal Justice Reform.
atas Undang-Undang Nomor 17 Isi UU MD3 yang ditolak oleh
Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, masyarakat terkait dengan materi
dan DPRD (RUU MD3) menjadi Pasal 122 huruf k yang menyatakan
UU MD3 pada tanggal 12 Februari bahwa Mahkamah Kehormatan
2018 oleh DPR dan Presiden telah Dewan (MKD) bertugas mengambil
menimbulkan gelombang protes dari langkah hukum dan/atau langkah
berbagai elemen masyarakat. Elemen lain terhadap orang, perseorangan,
masyarakat yang protes tersebut kelompok orang, atau badan hukum
PUSLIT BKD antara lain Persatuan Wartawan yang merendahkan kehormatan
Indonesia, Forum Kajian Hukum DPR dan Anggota DPR. Menurut
dan Konstitusi, Forum Masyarakat masyarakat, pasal tersebut berpotensi
Peduli Parlemen Indonesia, Koalisi mengancam demokrasi.
Selan itu, Pasal 245 yang 21 Februari 2018). Presiden juga
mengatur pemanggilan dan mendorong masyarakat sipil yang
permintaan keterangan kepada tidak setuju terhadap UU untuk
Anggota DPR sehubungan dengan mengajukan gugatan ke MK.
terjadinya tindak pidana yang Penolakan yang dilakukan
harus mendapatkan persetujuan oleh masyarakat dan institusi negara
tertulis dari Presiden setelah terhadap UU MD3 memperlihatkan
mendapat pertimbangan dari MKD adanya permasalahan dalam proses
dinilai telah melanggar putusan penyusunan kebijakan publik terkait
Mahkamah Konstitusi (MK) yang dengan UU MD3. Tulisan ini akan
telah menghapus kewenangan MKD menganalisis penyebab dari polemik
dalam urusan Anggota DPR jika yang terjadi dalam perspektif
dipanggil atau diperiksa penyidik. kebijakan publik.
Menurut publik, beberapa pasal
dalam UU MD3 selain mengancam
demokrasi, juga berpotensi
Revisi UU MD3 26
Revisi UU MD3 diusulkan
menghambat kemerdekaan pers dan oleh DPR kepada Presiden. Usul
menimbulkan konflik antarlembaga tersebut dilatarbelakangi keinginan
negara. untuk menambah jumlah pimpinan
Selain masyarakat, berbagai DPR, khususnya bagi Partai PDI
institusi negara juga memperlihatkan Perjuangan sebagai pemenang
reaksi yang kurang positif. Kepolisian pemilu, namun tidak memiliki kursi
RI (Polri) mengaku masih akan di pimpinan DPR. RUU tersebut
mengkaji mengenai keterlibatan Polri sudah digulirkan sejak tahun 2017,
dalam proses pemanggilan paksa namun pembahasannya tertunda.
dan penyanderaan sebagaimana Bahkan, sempat beredar keinginan
diatur dalam Pasal 73 dan Pasal DPR untuk melakukan tidak hanya
204. Komnas HAM bahkan telah revisi terbatas, namun melakukan
mengajukan judicial review ke penggantian terhadap UU MD3.
MK terkait dengan UU MD3. Selama setahun RUU tersebut
Menurut Komnas HAM, sejumlah tidak selesai pembahasannya.
norma dalam UU MD3 dinilai Dalam masa ini, proses penyerapan
menghambat kebebasan berekspresi aspirasi masyarakat memang telah
dan berpendapat serta partisipasi dilakukan.
masyarakat dalam pemerintahan Dalam perkembangannya,
(Kompas, 24 Februari 2018). pergantian Ketua DPR – dari
Melihat polemik yang terjadi Setya Novanto kepada Bambang
di masyarakat, Presiden Joko Soesatyo – telah menghadirkan
Widodo mengaku kaget. Menteri komitmen politik baru untuk
Hukum dan HAM segera dipanggil segera menyelesaikan revisi
ke istana untuk menjelaskan terbatas atas UU MD3. Pembahasan
proses pembahasan RUU di DPR. segera dilakukan kembali, tidak
Berdasarkan penjelasan Menteri hanya membahas materi yang
Hukum dan HAM, Presiden telah ada sebelumnya, yaitu
Joko Widodo menolak untuk mengenai penambahan pimpinan
menandatangani RUU tersebut DPR, namun dengan tambahan
menjadi UU (Media Indonesia, beberapa pasal yang masuk pada
pertengahan bulan Januari 2018. RUU. Menurut Ketua DPR, revisi UU
Draf baru tersebut diakui memuat MD3 telah sesuai dengan tahapan
penambahan sejumlah pasal yang penyusunan perundang-undangan,
belum pernah ada sebelumnya Menurutnya, proses pembahasan
(Koran Tempo, 22 Februari 2018). sudah mendapatkan masukan dari
Menurut Menteri Hukum dan masyarakat, seperti para ahli tata
HAM, ada banyak tambahan pasal negara (Kompas, 21 Februari 2018).
yang diajukan oleh DPR pada Setiap produk legislasi yang
saat-saat menjelang pengesahan dihasilkan oleh Presiden dan
RUU, termasuk pasal-pasal yang DPR merupakan sebuah produk
bermasalah (Kompas, 21 Februari kebijakan publik. Oleh karena
2018). itu, UU MD3 merupakan sebuah
kebijakan publik. Sekalipun judul
Partisipasi Masyarakat dalam UU MD3 terlihat seperti hanya
27 Pembahasan RUU MD3 mengatur mengenai lembaga MPR,
DPR, DPD, dan DPRD, namun
Munculnya polemik dalam
masyarakat terkait UU MD3 menurut sebagai sebuah kebijakan publik, UU
berbagai elemen masyarakat, MD3 dapat dipastikan tidak hanya
termasuk institusi negara seperti mengatur mengenai keempat institusi
DPD dan Komnas HAM, karena negara semata, namun juga akan
masyarakat tidak pernah dilibatkan mengatur kepentingan masyarakat
dalam pembicaraan mengenai secara luas.
beberapa pasal yang dianggap sebagai Pentingnya partisipasi
pasal bermasalah. Pasal 122 huruf k masyarakat dalam penyusunan
misalnya, dianggap sebagai upaya kebijakan publik telah menjadi
membungkam kritik masyarakat perhatian setiap pengambil
kepada DPR. kebijakan publik sejak tahun 1990
Fraksi Partai Nasdem dan (Dryzek, 2000: 11). Hal ini sejalan
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dengan perkembangan masyarakat
pada saat melakukan aksi walk out komunikatif dalam perspektif
dari Rapat Paripurna menuding Habermas. Masyarakat komunikatif
bahwa pimpinan Badan Legislasi diartikan sebagai masyarakat yang
tidak transparan dalam pembahasan rasional, melek informasi, dan
revisi RUU. DPD juga mengakui memiliki kapasitas yang besar untuk
bahwa mereka tidak dilibatkan terkait dilibatkan dalam proses kebijakan
dengan ketentuan yang mengatur publik.
mengenai kursi pimpinan MPR Masyarakat yang komunikatif
yang ditambahkan (Koran Tempo, 13 dan rasional dapat dilihat dari
Februari 2018). besarnya tuntutan masyarakat yang
DPR membantah ketiadaan belum seluruhnya dipenuhi oleh
partisipasi publik dalam pembahasan pemerintah; kapasitas masyarakat
RUU. Sesuai dengan Pasal 215 dan organisasi privat yang sangat
Peraturan Tata Tertib (Tatib) DPR, besar saat ini; perkembangan
masyarakat diberikan ruang untuk global ekonomi dunia yang
memberikan masukan secara lisan menuntut efisiensi; meningkatnya
dan/atau tertulis kepada DPR dalam peran masyarakat dalam berbagai
proses penyiapan dan pembahasan kegiatan pemerintah (hadirnya
Lembaga Swadaya Masyarakat/ menyempurnakan konsepsi
LSM); hubungan antar-personal RUU (Pasal 117). Dalam tahap
antar-negara yang sudah tidak penyempurnaan RUU, Pasal 128
ada batasnya; telah membawa juga memberikan ruang bagi
perubahan dalam diri pemerintah masyarakat untuk memberikan
untuk merespons semua hal ini masukan terhadap penyempurnaan
(Benington & Moore, 2011). Kondisi RUU. Dalam tahap pembahasan
tersebut juga tergambar dalam RUU, Pasal 145 memberikan
masyarakat Indonesia. ruang juga bagi masyarakat untuk
Kebijakan publik tanpa memberikan masukannya terhadap
melibatkan partisipasi masyarakat RUU yang sedang dibahas.
dalam situasi masyarakat yang RUU MD3 yang dimintakan
komunikatif seperti saat ini pendapat masyarakat sebagaimana
dipastikan akan menimbulkan dimaksud oleh Ketua DPR adalah
penolakan, sehingga kebijakan
tersebut nantinya tidak dapat
RUU MD3 versi awal, versi
draf tahun 2017. Namun, dalam
28
berjalan efektif. Selain tidak dapat perkembangannya, DPR menyusun
berjalan efektif, pada akhirnya materi baru yang dimasukkan
energi bangsa akan tercurah untuk ke Badan Legislasi – sebagai alat
hal-hal yang tidak perlu. Misalnya, kelengkapan yang membahas RUU
berbagai lembaga yang harus MD3 – pada pertengahan Januri
melakukan judicial review, padahal 2018. Pada saat inilah partisipasi
seharusnya energi tersebut dapat publik tidak dilakukan. Dalam
diarahkan untuk melakukan hal kurun waktu sejak pertengahan
lain seperti bekerja melaksanakan Januari 2018 hingga disahkan
berbagai ketentuan UU yang pada tanggal 12 Februari 2018,
mendatangkan kesejahteraan bagi tidak pernah dilakukan proses
masyarakat. penyerapan aspirasi masyarakat.
Dalam perspektif kebijakan Tidak hanya masyarakat, DPD juga
publik, revisi UU MD3 yang mengaku tidak dilibatkan dalam
disepakati oleh DPR dan Presiden proses politik di DPR (Kompas, 21
namun mendapat penolakan dari Februari 2018)
publik telah memperlihatkan Dalam perspektif DPR, materi
bahwa masyarakat tidak dilibatkan baru yang diajukan dalam draf
dalam proses kebijakan publik. terbaru merupakan materi sebagai
Pernyataan DPR yang menyatakan pengembangan dari pembicaraan
bahwa publik sudah dilibatkan di Panitia Khusus (Pansus). Dalam
dalam proses penyusunan dan Tatib DPR Pasal 144 ayat (4)
pembahasan RUU dapat dianalisis disebutkan bahwa dalam rapat
sebagaimana berikut ini. kerja dapat dibahas substansi di
Keterlibatan masyarakat dalam luar daftar inventarisasi masalah
pembentukan UU sesungguhnya apabila diajukan oleh anggota
sudah jelas diatur dalam Tatib atau menteri, dan substansi yang
DPR. Menurut Tatib DPR, dalam diajukan mempunyai keterkaitan
tahap penyusunan RUU, DPR dengan materi yang sedang dibahas
dapat meminta masukan dari serta mendapat persetujuan
masyarakat sebagai bahan untuk rapat. Pada kasus pembahasan
RUU MD3, pada tahap inilah DPR. Konsekuensinya adalah DPR
partisipasi masyarakat hilang. tidak hanya menyelenggarakan
Beberapa ketentuan yang muncul sebuah kegiatan jaring aspirasi
dalam UU MD3 tidak pernah ada masyarakat, namun secara substantif
dalam draf awal RUU. Ditambah DPR perlu memperhatikan dan
lagi pembahasan materi tersebut mengakomodasi suara atau aspirasi
dibahas dalam waktu yang relatif tersebut dalam produk kebijakan
sempit dan dalam jenis rapat publik yang disusun.
tertutup. Itu sebabnya, masyarakat Terkait praktik pembahasan
sipil tampak kaget dengan materi RUU di DPR, daftar inventarisasi
UU yang muncul. masalah sesungguhnya disusun
Dalam perspektif kebijakan untuk mempermudah masyarakat,
publik, sebagaimana dikemukakan juga melihat pendapat atau
Dryzek melalui deliberative public pemikiran, baik dari fraksi-fraksi di
29 policy, setiap kebijakan publik
yang tidak melibatkan partisipasi
DPR maupun Presiden. Oleh karena
itu, sekalipun dimungkinkan untuk
masyarakat, dipastikan akan membahas substansi di luar daftar
mengalami penolakan. Penolakan inventarisasi masalah, sebaiknya
dari publik terhadap sebuah materi tersebut juga disampaikan
kebijakan publik memastikan kepada publik untuk mendapatkan
gagalnya sebuah kebijakan yang masukan. Dengan demikian
dihasilkan. Selain menghasilkan aspirasi masyarakat tidak hanya
keguncangan politik, penolakan dilakukan dalam tahapan tertentu,
oleh publik juga akan memboroskan namun juga seluruh tahapan tanpa
anggaran dan waktu. terkecuali. Termasuk, apabila
muncul materi baru sebagai
Penutup perluasan dari materi yang sedang
Disahkannya revisi RUU dibicarakan.
MD3 menjadi UU MD3 telah Hal lain yang dapat dilakukan
memperlihatkan akibat dari untuk menghindari gelombang
tidak dilibatkannya masyarakat penolakan masyarakat atas sebuah
dalam proses penyusunan sebuah RUU yaitu seluruh rapat DPR
kebijakan publik. Berbagai reaksi harus dilakukan secara terbuka.
penolakan yang dilontarkan Pernyataan tertutup harus
berbagai elemen masyarakat, dilakukan secara selektif terhadap
dua fraksi di DPR (Nasdem dan hal-hal yang menyangkut rahasia
PPP), serta reaksi akan mengkaji negara atau operasi intelijen.
(Polri) memperlihatkan wajah non-
deliberative public policy. Sebuah Referensi
kebijakan publik yang mengabaikan Benington, John & Moore, Mark
suara rakyat sebagai masyarakat H. (2011). Public Value Theory
komunikatif. & Practice. Great Britain:
Peristiwa ini sebaiknya Playgrave MacMIllan.
menjadi pelajaran bagi DPR Dryzek, John S. (2000). Deliberative
untuk secara sungguh-sungguh Democracy and Beyond: Liberals,
memperhatikan suara masyarakat Critics, Contestations. Oxford:
dalam proses pembahasan RUU di Oxford University Press.
“Dua Fraksi Menolak Revisi “Kelompok Sipil Siapkan Gugatan ke
Undang-Undang MD3”, Koran Mahkamah Konstitusi”, Koran
Tempo, 12 Februari 2018, hal. 4. Tempo, 13 Februari 2018, hal. 4.
“Jokowi Akan Kaji Undang- “Komnas HAM: Uji UU MD3 ke
Undang MD3”, Koran Tempo, 22 MK”, Kompas, 24 Februari 2018,
Februari 2018, hal. 9. hal. 4.
“Jokowi Tolak Teken UU MD3”, “Masyarakat Bisa Uji Materi Revisi
Media Indonesia, 21 Februari UU MD3”, Kompas, 21 Februari
2018, hal. 2. 2018, hal. 2.

30

Riris Katharina
riris.katharina@dpr.go.id
ririsk@yahoo.com
Dr. Riris Katharina,S.Sos., M.Si. lahir di Medan, 28 Februari 1973. Menyelesaikan
pendidikan S1 Administrasi Negara Universitas Diponegoro (1996), S2 Administrasi
Publik Pascasarjana Universitas Indonesia (2004), dan S3 di Program Doktoral Ilmu
Administrasi, FISIP, Universitas Indonesia tahun 2017. Menjadi peneliti di DPR sejak
tahun 1997. Jabatan saat ini adalah Peneliti Utama dengan kepakaran Administrasi
Publik. Tulisan terakhir yang telah diterbitkan adalah Evaluasi Terhadap Pemekaran
Daerah dan Potensi Penggabungan Daerah: Kasus Kabupaten Sigi dan Kabupaten
Tanjung Jabung Timur, Riris Katharina (ed.), Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 2016, dan
Campak dan Suara Perempuan Papua yang Diabaikan, Suara Pembaruan, 25 Januari
2018.
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.

Anda mungkin juga menyukai