KROMATOGRAFI GAS
DISUSUN OLEH:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dasar Pemisahan secara kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan
antara dua fase. Salah satu fase diam yang dipermukaannya relatif luas dan fase
gas yang menelusi fase diam. Komponen yang dipisahkan dibawa oleh gas
pembawa melalui kolom. Campuran cuplikan terbagi diantara gas pembawa dan
pelarut (fase diam) yang terdapat pada zat padat dengan ukuran partikel tertentu.
Pelarut akan menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien
distribusinya, sehingga terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas
pembawa. Pita komponen meninggalkan kolom bersama dengan gas pembawa
yang dicatat sebagai fungsi waktu oleh detektor.
𝑩
𝑯=𝑨+ + 𝑪. µ
µ
dimana :
A : difusi edy
B : difusi longitudinal
C : transfer massa
µ : kecepatan linear
BAB I
METODOLOGI PERCOBAAN
Hidupkan GC
Aktifkan detektor
NIM : 1631410123
Pada praktikum yang kami lakukan bertujuan untuk memisahkan
komponen dari sebuah cuplikan alkohol dengan metode kromatografi gas,
diketahui kandungan cuplikan antara lain adalah etanol, heptana, oktana, toluen,
klorobenzena dan nonana. Kolom kromatografi gas yang digunakan yaitu kolom
kapiler BP1(non polar). Pada percobaan ini, gas pembawa yang digunakan adalah
nitrogen dan detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi nyala (Flame
Ionization detector).
Dari hasil analisa tersebut, suhu 1000C dinilai paling sempurna karena
pada suhu tersebut sampel memiliki 6 puncak dengan jarak renggang, sehingga
hasil grafik dapat dibandingkan dengan sampel standar untuk mengetahui zat apa
saja yang terkandung dalam sampel.
Kami menguji larutan standar yaitu etanol dan toluene pada suhu 100ºC.
Pada grafik etanol muncul 1 puncak. Retensi time puncak pertama adalah 3.81.
Pada percobaan toluene, pada grafik terdapat 2 puncak dengan RT masing2
puncak adalah 3.63 dan 5.96. Puncak ke-1 pada toluene adalah etanol dengan
%area sebesar 79.85%, karena kesamaan RT etanol dan toluene yaitu 3.81 dan
3.63. Bentuk peak pada grafik toluena sebenarnya salah. Bentuk peak yang benar
adalah menyerupai garis.
Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang
mempengaruhi kecepatan pemisahan senyawa pada kromatografi gas antara lain
adalah kepolaritasan dan sifat volatilitas itu sendiri.
Pembahasan
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada perbedaan kecepatan
migrasi komponen-komponen suatu cuplikan didalam kolom. Perbedaan migrasi
ini terjadi karena perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fase
diam dan fase gerak. Fase diamnya berupa cairan yang melekat pada zat
pendukung, sedangkan fase geraknya berupa gas.
Pada percobaan kali ini dilakukan pada temperatur yang berbeda-beda
yaitu 75ºC, 100ºC, 125ºC dan 150ºC. Kolom yang digunakan adalah kolom BP I
(non polar) dengan ukuran 25 m x 0.321 mmBP x 0.05µm. Ketika sampel
dianalisis, pada suhu 75ºC, grafik terdapat 5 puncak dengan retensi time (RT)
masing-masing puncak 4.47 menit, 7.36 menit, 9.28 menit, 11.17 menit, dan 13.54
menit. Pada suhu 100ºC, grafik terdapat 6 puncak. Itu artinya terdapat 6 zat pada
sampel. Sedangkan pada suhu 125ºC dan 150ºC,juga terdapat 6 puncak, tetapi
jarak antar puncak sangat dekat sehingga hasilnya belum sempurna.
Percobaan pada suhu 100ºC adalah percobaan yang paling sempurna
diantara yang lainnya karena memiliki 6 puncak dengan jarak renggang, sehingga
hasil grafik dapat dibandingkan dengan sampel standar untuk mengetahui zat apa
saja yang terkandung dalam sampel.
Kami menguji larutan standar yaitu etanol dan toluene pada suhu 100ºC.
Pada grafik etanol muncul 1 puncak. Retensi time puncak pertama adalah 3.81.
Pada percobaan toluene, pada grafik terdapat 2 puncak dengan RT masing2
puncak adalah 3.63 dan 5.96. Puncak ke-1 pada toluene adalah etanol dengan
%area sebesar 79.85%, karena kesamaan RT etanol dan toluene yaitu 3.81 dan
3.63. Bentuk peak pada grafik toluena sebenarnya salah. Bentuk peak yang benar
adalah menyerupai garis.
Pada grafik sampel analit 100ºC didapatkan 6 puncak, berdasarkan
percobaan sampel standar yang telah dilakukan hasilnya sebagai berikut:
Puncak 1 adalah etanol, %area sebesar 57.39%
Puncak 2 adalah C7, % area sebesar 3.71%
Puncak 3 adalah C8, %area sebesar 7.44%
Puncak 4 adalah klorobenzena, %area sebesar 6.7 %
Puncak 5 adalah C9 , %area sebesar 12.44 %
Puncak 6 adalah toluene, %area sebesar 11.89%
Pemilihan puncak ini didasarkan pada kesamaan retensi time dari sampel
standar yang diuji dibandingkan dengan retensi time sampel. Selain itu juga
didasarkan pada tingginya titik didih. Semakin rendah titik didih maka akan lebih
cepat menguap dan waktunya semakin cepat. Jika berdasarkan titik didih maka
urutannya etanol<C7<C8<C9<klorobenzena<toluena. Tetapi berdasarkan hasil
pengujian saat membandingkan nilai RT dari masing-masing sampel tidak sama
dengan urutan dari tingginya titik didih. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan
dalam praktikum, ketepatan saat penginjeksian dan menekan tombol go di PC
mempengaruhi hasil data karena sifat zat yang mudah menguap atau volatil. Dari
sifat kepolaran, gas yang lebih cepat keluar adalah yang bersifat polar. Hal ini
sesuai dengan hasil praktikum yang kami lakukan dimana gas etanol yang keluar
lebih dahulu bersifat polar.
Dari 6 komponen yang telah tergambar pada hasil kromatografi maka akan
diidentifikasi komponen tersebut adalah larutan apa. Oleh karena itu hal terakhir
yang dilakukan ada memasukan larutan sampel yaitu etanol dan toluena pada suhu
terbaik dari pengamatan yang dilakukan. Suhu terbaik yang didapat yaitu pada
suhu 100oC. Pertama etanol disuntikkan atau dimasukkan dalam kromatografi
pada suhu 100oC dengan maksud untuk melihat grafik bentuk dari etanol itu
sendiri. Untuk etanol didapat 1 grafik. Kedua dimasukkan sampel dari toluene,
hasil yang didapat yaitu 2 grafik. Hal tersebut dimungkinkan adanya etanol dalam
toluene.
KELOMPOK 1
PEMBAHASAN :
Pada percobaan kali ini kami menggunakan alat yang bernama kromatografi gas.
Pada percobaan ini, gas pembawa yang digunakan adalah etanol, toluen dan
sampel lain.Gas pembawa mengalir dengan cepat, oleh karena itu
proses pemisahan hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Inilah
keuntungan pemisahan dengan menggunakan GC. Namun, tidak semua senyawa
dapat dipisahkan dengan menggunakan metode kromatografi gas. Senyawa-
senyawayang dapat dipisahkan dengan menggunakan metode ini adalah senyawa
yang memenuhi dua persyaratan berikut :
NIM:1631410063
KELOMPOK: 01
a. Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan
panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
b. Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang
10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang
sering digunakan: a) Polysiloxanes untuk nonpolar
analytes/sample. b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample.
c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous species.
5. Detector, berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column.
Pada pratikum yang telah dilakukan suhu injector yang di gunakan yaitu 75 oC,100
o
C,125 oC dan 150OC. Hal ini bertujuan agar semua komponen berubah menjadi
gas dan keluar meninggalkan kolom. Larutan sampel yang di injeksikan pertama
adalah NaOH setelah diketahui pada suhu berapa puncak larutan sampel yang
paling bagus puncaknya selanjutnya larutan sampel yang di injeksikan yaitu
toluene dan etaanol.
Pada suhu 75 celcius , di peroleh puncak pertama pada waktu ke 4,47 menit .
Pada suhu 100 celcius, dan di peroleh 6 puncak, puncak pertama timbul di sekitar
waktu 4,3 menit. Dan puncak pertama yaitu ±4,03.Pada suhu 125 celcius dan di
peroleh 6 puncak, puncak pertama timbul di sekitar waktu 4 menit. Pada suhu 150
celcius dan di peroleh 6 puncak, puncak pertama timbul di sekitar waktu 4,13
menit.
Namun data pratikum yang paling bagus adalah menggunakan suhu 100
o
C, karena puncak pada suhu 100 celcius terpisah(tidak bertumpuk-tumpuk)
sehingga yang digunakan untuk sampel toluene dan etanol adalah pada suhu 100
celcius.
Pada Gambar sampel etanol 100 celcius Dengan puncak pertama yaitu pada 3,81
meniT. Sedangkan pada toluene Dengan puncak pertama pada waktu 3,63 menit.
NAMA: KAMILIA
KELOMPOK : 1
KELOMPOK 1
Ketika sampel dianalisis pada suhu 75℃, pada grafik muncul 5 puncak.
Puncak ini menunjukkan macam senyawa yang ada pada sampel yang diujikan.
Kalau ada 5 puncak, berarti ada 5 senyawa yang terkandung pada sampel yang
diujikan. Retensi Time (RT) masing-masing puncak yaitu 4.47 menit, 7.36 menit,
9.28 menit, 11.17 menit, 13.54 menit. RT ini menunjukkan senyawa tersebut
membutuhkan waktu sekian menit untuk keluar dari coulumb
Akan tetapi, saat sampel dianalisis pada suhu 100℃, ada 7 puncak pada
grafik. Hal ini menunjukkan ada 6 senyawa dengan RT masing-masing puncak
yaitu 4.031 menit, 5.441 menit, 6.290 menit, 6.924 menit, 8.058 menit, 10.124
menit, 11.378 menit. Akan tetapi pada puncak yang terakhir sangat kecil,
sehingga bisa diabaikan. Berbeda dengan pada saat sampel dianalisis pada suhu
75℃. Hal ini bisa terjadi mungkin karena pada saat 75℃ masih ada senyawa yang
belum mencapai titik didihnya sehingga tidak bisa keluar. Pada saat sampel
dianalisis pada suhu 125℃ terdapat 6 puncak. Begitu juga ketika sampel dianalisis
pada suhu 150℃ terdapat 6 puncak pada grafik.
Analisis sampel pada suhu 100℃ dianggap yang paling sempurna, karena
jarak antar puncak pada grafik memiliki kerenggangan. Dibandingkan dengan
grafik yang muncul dari analisis pada suhu 75℃, 125℃ dan 150℃. Sehingga pada
suhu inilah grafik yang digunakan sebagai acuan untuk mengetahui kandungan
apa saja yang ada pada sampel yang dianalisis. Untuk mengetahuinya dilakukan
dengan cara melakukan analisis pada sampel standar. Sampel standar ini berarti
sampel yang isi kandungannya sudah diketahui. Analisisnya dilakukan pada suhu
coulumb 100℃. Karena suhu 100℃ dianggap yang paling sempurna.
Sampel atau larutan standar yang saya gunakan yang pertama adalah
etanol. Hasilnya, muncul hanya 1 puncak pada grafik. Dengan RT 3,81 menit.
Sedangkan analisis sampel atau larutan standar kedua yang saya gunakan adalah
toluen. Hasil pada toluen muncul 2 puncak dengan RT masing-masing 3.81 dan
3.63.
KESIMPULAN