Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

KROMATOGRAFI GAS

DISUSUN OLEH:

Surahman Latif Sahendra


Dana Wahyu Pratama
Fitri Rahayu Mukti
Lingga Ardana Riswari
Adisti Kharisma Ayu Tantri
Salsabila Eka Cipta
Kamelia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dasar Pemisahan secara kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan
antara dua fase. Salah satu fase diam yang dipermukaannya relatif luas dan fase
gas yang menelusi fase diam. Komponen yang dipisahkan dibawa oleh gas
pembawa melalui kolom. Campuran cuplikan terbagi diantara gas pembawa dan
pelarut (fase diam) yang terdapat pada zat padat dengan ukuran partikel tertentu.
Pelarut akan menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien
distribusinya, sehingga terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas
pembawa. Pita komponen meninggalkan kolom bersama dengan gas pembawa
yang dicatat sebagai fungsi waktu oleh detektor.

Sistem kromatografi gas


Gerbang suntik (injection port) harus cukup panas untuk menguapkan
cuplikan, sehingga tidak menghilangkan keefisienan yang disebabkan oleh cara
penyuntikan. Sebaliknya suhunya harus cukup rendah karena untuk mencegah
penguraian dan penataan ulang akibat panas.
Kolom dalam termostat (oven) suhunya harus sesuai dengan komponen-
komponen dalam cuplikan. Teori penting dari Van Deemter yang menyangkut
penggunaan dan sistem kromatografi gas dan dapat digunakan untuk
memperbaiki keefisienan kolom.

𝑩
𝑯=𝑨+ + 𝑪. µ
µ
dimana :
A : difusi edy
B : difusi longitudinal
C : transfer massa
µ : kecepatan linear

Hubungan antara H (HETP) dengan kecepatan gas (µ)


 Diameter partikel : keefisienan kolom akan lebih baik bila partikel
berukuran lebih kecil dan seragam.
 Laju aliran : dapat ditentukan hubungan antara H dan µ. H minimum
menunjukkan kecepatan linier gas yang optimum.
 Gas Pembawa : fase gerak yang digunakan sebagai penggerak molekul,
biasa digunakan gas yang berbobot tinggi untuk keefisienan.
 Fase cair : analisis menggunakan fase cair lebih cepat dan suhu kerja
lebih rendah, namum mengurangi kapasitas cuplikan dan dan memerlukan
penyangga yang lembam. Pelarut yang digunakan harus bertekanan uap
rendah dan dapat melarutkan cuplikan dengan baik.
 Diameter kolom : umumnya dibagi 2, kolom kapiler dan kolom isian.
Kolom kapiler lebih memiliki resolusi pemisahan yang tinggi dibanding
dengan kolom isian.
 Kecepatan : penggunaan gas pembawa, suhu dan jenis kepolaran
kolom akan mempengaruhi kecepatan pemisahan komponen dari cuplikan.

 Daya pisah : pemisahan suatu komponen dari sebuah cuplikan juga


dipengaruhi oleh daya pisah, antara lain kepolaritasan komponen dan sifat
kevolatilitas komponen.
 Analisa kualitatif : menganalisa suatu komponen berdasarkan waktu
retensinya, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak penyuntikan cuplikan
sampai maksimum puncak (peak).

 Analisa Kuantitatif : Luas setiap puncak (peak) berbanding lurus dengan


konsentrasi masing- masing komponen, kesalahan yang mungkin terjadi
adalah kesalahan pada saat sampling, penguraian dalam kromatograf,
maupun kinerja detektor

1.2 Tujuan Kegiatan


1. Dapat memisahkan metanol, etanol dan butanol dalam cuplikan
(alkohol) dengan menggunakan kromatografi gas dengan detektor
FID.

BAB I
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Skema Kerja


Cek kolom

Hidupkan GC

Alirkan gas pembawa (N2) dengan kecepatan 1,5 ml/menit

Setting temperatur(Ti, TD, TO)

Aktifkan detektor

Suntikkan sampel sambil diatur pengaturan (run) pada PC

Lihat grafik yang muncul lalu stop

2.2 Data Pengamatan


 Pengamatan pada 75 derajat celsius.

 Pengamatan pada 100 derajat celsius


 Pengamatan pada 125 derajat celsius

 Pengamatan pada 150 derajat celsius


 Pengamatan larutan standar etanol pada 100 derajat celsius.

 Pengamatan larutan standar toluene pada 100 derajat celsius


BAB 3
HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

Nama : Surahman Latif Sahendra

NIM : 1631410123
Pada praktikum yang kami lakukan bertujuan untuk memisahkan
komponen dari sebuah cuplikan alkohol dengan metode kromatografi gas,
diketahui kandungan cuplikan antara lain adalah etanol, heptana, oktana, toluen,
klorobenzena dan nonana. Kolom kromatografi gas yang digunakan yaitu kolom
kapiler BP1(non polar). Pada percobaan ini, gas pembawa yang digunakan adalah
nitrogen dan detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi nyala (Flame
Ionization detector).

Hasil analisa kromatografi gas didasarkan pada tingkat kepolaran suatu


senyawa dan tingkat titik didih senyawa tersebut. Karena sampel berupa non
polar, fase diam yang digunakan juga non polar. Jika ikatan senyawa dalam
sampel semakin kuat dengan fase diam maka hal itu akan menyebabkan sampel
tertahan dalam kolom dan lama keluar. Sedangkan semakin rendah titik didih
suatu senyawa maka senyawa tersebut akan mudah menguap dan mudah keluar.
Pada percobaan, kami menguji sampel pada beberapa temperatur yaitu 750C,
1000C, 1250C, dan 1500C. Dari analisa pertama diketahui data sebagai berikut :

1. Uji sampel pada 1500C


pada suhu 150oC kami mendapatkan 7 peak dengan jarak antar peak
yang saling berdempetan, analisa ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa
didalam cuplikan terdapat 6 komponen senyawa organik, hal ini dapat
disebabkan karena alat yang digunakan untuk menginjeksikan sampel
mungkin masih terdapat sampel lain yang tersisa dan pada suhu ini tidak
terlihat adanya jarak antar peak dikarenakan dengan tingginya suhu
mempercepat penguapan komponen yang lebih volatil sehingga
mempercepat pemisahan suatu komponen.
2. Uji sampel pada 1250C
Pada suhu ini terdapat kesesuaian dengan sampel yang kami gunakan
dimana terdapat 6 peak yang menandakan bahwa terdapat 6 komponen
senyawa organik. Pada tahap ini telah terlihat jarak antar puncak, namun
pada analisa kedua ini terdapat perbedaan tinggi puncak dengan analisa
sebelumnya, dimana beberapa komponen menunjukkan beberapa kenaikan
persentase mol dalam cuplikan dan terdapat beberapa komponen
menunjukkan penurunan persentase mol dalam cuplikan, hal ini dapat
disebabkan oleh kesalahan kinerja praktikan itu sendiri dimana waktu
penginjeksian terlalu lama menyebabkan penguapan zat volatil terlebih
dahulu yang mempegaruhi kadar suatu komponen dalam cuplikan.
3. Uji sampel pada 1000C
Pada suhu ini terlihat jelas adanya perbedaan jarak antar peak
komponen pada diagram, dan cuplikan terpisah secara ideal dengan jarak
antar peak dan tinggi peak terlihat dengan jelas. Namun masih terdapat
kesalahan yaitu adanya 7 komponen senyawa organik yang terdeteksi.
Tetapi dari pengamatan pada diagram menunjukkan bahwa terdapat 6
puncak yang dominan. komponen pertama menunjukkan respon terhadap
detektor pada 4 menit 3,7 detik
4. Uji sampel pada 750C
Pada suhu 75oC hasil diagram hanya menunjukkan 5 peak dari 6
komponen yang terdeteksi, ini dapat dikarenakan rendahnya suhu dapat
memperlambat pemisahan komponen, sehingga beberapa komponen gagal
dalam pemisahan sebelum memasuki tahap respon pada detektor

Dari hasil analisa tersebut, suhu 1000C dinilai paling sempurna karena
pada suhu tersebut sampel memiliki 6 puncak dengan jarak renggang, sehingga
hasil grafik dapat dibandingkan dengan sampel standar untuk mengetahui zat apa
saja yang terkandung dalam sampel.
Kami menguji larutan standar yaitu etanol dan toluene pada suhu 100ºC.
Pada grafik etanol muncul 1 puncak. Retensi time puncak pertama adalah 3.81.
Pada percobaan toluene, pada grafik terdapat 2 puncak dengan RT masing2
puncak adalah 3.63 dan 5.96. Puncak ke-1 pada toluene adalah etanol dengan
%area sebesar 79.85%, karena kesamaan RT etanol dan toluene yaitu 3.81 dan
3.63. Bentuk peak pada grafik toluena sebenarnya salah. Bentuk peak yang benar
adalah menyerupai garis.
Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang
mempengaruhi kecepatan pemisahan senyawa pada kromatografi gas antara lain
adalah kepolaritasan dan sifat volatilitas itu sendiri.

Nama : Fitri Rahayu Mukti


NIM : 1631410040

Pembahasan
Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada perbedaan kecepatan
migrasi komponen-komponen suatu cuplikan didalam kolom. Perbedaan migrasi
ini terjadi karena perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fase
diam dan fase gerak. Fase diamnya berupa cairan yang melekat pada zat
pendukung, sedangkan fase geraknya berupa gas.
Pada percobaan kali ini dilakukan pada temperatur yang berbeda-beda
yaitu 75ºC, 100ºC, 125ºC dan 150ºC. Kolom yang digunakan adalah kolom BP I
(non polar) dengan ukuran 25 m x 0.321 mmBP x 0.05µm. Ketika sampel
dianalisis, pada suhu 75ºC, grafik terdapat 5 puncak dengan retensi time (RT)
masing-masing puncak 4.47 menit, 7.36 menit, 9.28 menit, 11.17 menit, dan 13.54
menit. Pada suhu 100ºC, grafik terdapat 6 puncak. Itu artinya terdapat 6 zat pada
sampel. Sedangkan pada suhu 125ºC dan 150ºC,juga terdapat 6 puncak, tetapi
jarak antar puncak sangat dekat sehingga hasilnya belum sempurna.
Percobaan pada suhu 100ºC adalah percobaan yang paling sempurna
diantara yang lainnya karena memiliki 6 puncak dengan jarak renggang, sehingga
hasil grafik dapat dibandingkan dengan sampel standar untuk mengetahui zat apa
saja yang terkandung dalam sampel.
Kami menguji larutan standar yaitu etanol dan toluene pada suhu 100ºC.
Pada grafik etanol muncul 1 puncak. Retensi time puncak pertama adalah 3.81.
Pada percobaan toluene, pada grafik terdapat 2 puncak dengan RT masing2
puncak adalah 3.63 dan 5.96. Puncak ke-1 pada toluene adalah etanol dengan
%area sebesar 79.85%, karena kesamaan RT etanol dan toluene yaitu 3.81 dan
3.63. Bentuk peak pada grafik toluena sebenarnya salah. Bentuk peak yang benar
adalah menyerupai garis.
Pada grafik sampel analit 100ºC didapatkan 6 puncak, berdasarkan
percobaan sampel standar yang telah dilakukan hasilnya sebagai berikut:
Puncak 1 adalah etanol, %area sebesar 57.39%
Puncak 2 adalah C7, % area sebesar 3.71%
Puncak 3 adalah C8, %area sebesar 7.44%
Puncak 4 adalah klorobenzena, %area sebesar 6.7 %
Puncak 5 adalah C9 , %area sebesar 12.44 %
Puncak 6 adalah toluene, %area sebesar 11.89%
Pemilihan puncak ini didasarkan pada kesamaan retensi time dari sampel
standar yang diuji dibandingkan dengan retensi time sampel. Selain itu juga
didasarkan pada tingginya titik didih. Semakin rendah titik didih maka akan lebih
cepat menguap dan waktunya semakin cepat. Jika berdasarkan titik didih maka
urutannya etanol<C7<C8<C9<klorobenzena<toluena. Tetapi berdasarkan hasil
pengujian saat membandingkan nilai RT dari masing-masing sampel tidak sama
dengan urutan dari tingginya titik didih. Hal ini terjadi karena adanya kesalahan
dalam praktikum, ketepatan saat penginjeksian dan menekan tombol go di PC
mempengaruhi hasil data karena sifat zat yang mudah menguap atau volatil. Dari
sifat kepolaran, gas yang lebih cepat keluar adalah yang bersifat polar. Hal ini
sesuai dengan hasil praktikum yang kami lakukan dimana gas etanol yang keluar
lebih dahulu bersifat polar.

Nama : Salsabila Eka Cipta (22)

Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan tentang analisis


kromatografi gas. Kromatografi gas adalah proses pemisahan campuran menjadi
komponen – komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase gerak dan
liquid sebagai fase diam.

Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada perbedaan kecepatan


migrasi komponen-komponen suatu cuplikan di dalam kolom. Perbedaan migrasi
ini terjadi karena perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fasa
diam dan fasa gerak. Fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada zat
pendukung (adsorben), sedangkan fasa geraknya berupa gas.Karena gas ini
berfungsi membawa komponen-komponen sepanjang kolom hingga mencapai
detektor, maka fasa gerak disebut juga sebagai gas pembawa (carrier gas).

Pada percobaan kali ini, suatu larutan/campuran A dicoba dengan


kromatografi gas dengan variabel perbedaan suhu. Suhu yang digunakan adalah
150oC, 125oC, 100oC, dan 75oC. Pada larutan yang menjadi percobaan tersebut
terdapat 6 komponen didalamnya hal tersebut terlihat terdapat 6 kurva yang
tergambar pada hasil kromatografi. Dari semua variabel yang dilakukan, hasil
pengamatan didapat hasil yang paling bagus adalah pada suhu 100oC karena jarak
antara tiap komponen terlihat. Untuk 150oC dan 125oC tiap komponen terlihat
rapat sehingga susah untuk mengindentifikasi. Sedangkan untuk suhu 75oC
terlihat sangat rengang.

Dari 6 komponen yang telah tergambar pada hasil kromatografi maka akan
diidentifikasi komponen tersebut adalah larutan apa. Oleh karena itu hal terakhir
yang dilakukan ada memasukan larutan sampel yaitu etanol dan toluena pada suhu
terbaik dari pengamatan yang dilakukan. Suhu terbaik yang didapat yaitu pada
suhu 100oC. Pertama etanol disuntikkan atau dimasukkan dalam kromatografi
pada suhu 100oC dengan maksud untuk melihat grafik bentuk dari etanol itu
sendiri. Untuk etanol didapat 1 grafik. Kedua dimasukkan sampel dari toluene,
hasil yang didapat yaitu 2 grafik. Hal tersebut dimungkinkan adanya etanol dalam
toluene.

Sehingga dari grafik sampel yang dilakukan, dalam 6 komponen tersebut


terdapat atau mengandung komponen etanol dan toluena. Etanol sendiri menguap
paling cepat. Pada 6 komponen tersebut etanol terekam atau grafiknya ada pada
awal.

Penentuan komponen-komponen tersebut juga dapat dilihat dari waktu


retensi komponen tersebut. Waktu retensi dari etanol paling cepat. Waktu retensi
etanol ± 3-4 menit sedangkan toluene ± 5 menit.
ADISTI TANTRI

KELOMPOK 1

PEMBAHASAN :

Pada percobaan kali ini kami menggunakan alat yang bernama kromatografi gas.
Pada percobaan ini, gas pembawa yang digunakan adalah etanol, toluen dan
sampel lain.Gas pembawa mengalir dengan cepat, oleh karena itu
proses pemisahan hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja. Inilah
keuntungan pemisahan dengan menggunakan GC. Namun, tidak semua senyawa
dapat dipisahkan dengan menggunakan metode kromatografi gas. Senyawa-
senyawayang dapat dipisahkan dengan menggunakan metode ini adalah senyawa
yang memenuhi dua persyaratan berikut :

· Mudah menguap saat diinjeksikan


· Stabil pada suhu pengujian (50-300°C) yakni tidak mengalami penguraian atau
pembentukan menjadi senyawa lain.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, gas pembawa yang digunakan adalah
etanol, toluen dan sampel lain, sedangkan hydrogen dan oksigen berperan sebagai
gas pembakar.
Komponen-komponen sampel akan dibawa fase gerak menuju detektor dan
hasilnya direkam oleh recorder. Detektor yang digunakan ialah detektor ionisasi
nyala (Flame Ionization detector). Detektor ini bekerja berdasarkan pembakaran
solut sehingga terjadi ionisasi. Ion akan ditangkap oleh pengumpul ion dan
meningkatkan daya hantar, dan karenanya akan meningkatkan arus listrik yang
mengalir di antara dua elektrode. Arus diperkuat oleh amplifier dan direkam oleh
rekorder. FID ini mengukur C+ sehingga hasil yang didapat cukup peka dan
sensitif. FID menggunakan bahan bakar gas hidrogen dan oksigen yang diatur
perbandingan dan kecepatannya untuk memperoleh tanggapan FID yang optimal.
Analisa Kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi analit
dengan waktu retensi standar. Untuk mendapatkan waktu retensi standar dapat
dilakukan dengan percobaan kromatografi gas untuk senyawa yang telah diketahui . Adapun
senyawa yang digunakan sebagai standar adalah etanol dan dietil eter.
Pada percobaan ini Ketika sampel dianalisis, timbul dua buah puncak .
Dari analisis kualitatif diketahui masing - masing puncak timbul di sekitar waktu
retensi berada di sekitar waktu retensi etanol dan toluena. 2 puncak berturut-turut
oleh toluena dan selanjutnya etanol. Hal ini dikarenakan titk didih toluena >
etanol. Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan lebih mudah
menguap menjadi gas dan pergerakannya lebih cepat di dalam kolom
dibandingkan dengan komponen lain dengan titik didih yang lebih tinggi untuk
mencapai detektor.
Selanjutnya untuk analisa kuantitatif dilakukan dengan Metode
normalisasi area . Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang
berhubungan dengan injeksi cuplikan. Dengan metode ini diperlukan elusi yang
sempurna, semua komponen campuran harus keluar dari kolom. Area setiap peak
yang mencul dihitung. Area-area peak tersebut dikoreksi terhadap respon detektor
untuk jenis senyawa yang berbeda. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan
dengan membandingkan area suatu peak terhadap total area semua komponen.

NAMA: LINGGA ARDHANARISWARI

NIM:1631410063

KELOMPOK: 01

Kromatografi gas (KG) merupakan jenis kromatografi yang umum


digunakan dalam analisis kimia untuk pemisahan dan analisis senyawa yang
dapat menguap tanpa mengalami dekomposisi. Dalam kromatografi gas, fase
bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan pada
kromatografi gas didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi komponen-
komponen suatu cuplikan di dalam kolom. Perbedaan migrasi ini terjadi karena
perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fasa diam dan fasa
gerak. Fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada zat pendukung (adsorben),
sedangkan fasa geraknya berupa gas.Karena gas ini berfungsi membawa
komponen-komponen sepanjang kolom hingga mencapai detektor, maka fasa
gerak disebut juga sebagai gas pembawa (carrier gas).
Komponen-Komponen Kromatografi Gas
1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi
dengancuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder
baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan
sendirinya.Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan
kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.
2. Sistem Injeksi Sampel
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah
menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300°C).
Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya terbuat dari tabung
gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampelmenggunakan semprit kecil.
Jarum semprit menembus lempengan karet tebaldisebut septum yang mana akan
mengubah bentuknya kembali secara otomatisketika semprit ditarik keluar.

3. Oven, digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu


sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sample.
4. Column, berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya
sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu:

a. Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan
panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm.
b. Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang
10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang
sering digunakan: a) Polysiloxanes untuk nonpolar
analytes/sample. b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample.
c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous species.
5. Detector, berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column.
Pada pratikum yang telah dilakukan suhu injector yang di gunakan yaitu 75 oC,100
o
C,125 oC dan 150OC. Hal ini bertujuan agar semua komponen berubah menjadi
gas dan keluar meninggalkan kolom. Larutan sampel yang di injeksikan pertama
adalah NaOH setelah diketahui pada suhu berapa puncak larutan sampel yang
paling bagus puncaknya selanjutnya larutan sampel yang di injeksikan yaitu
toluene dan etaanol.

Pada suhu 75 celcius , di peroleh puncak pertama pada waktu ke 4,47 menit .

Pada suhu 100 celcius, dan di peroleh 6 puncak, puncak pertama timbul di sekitar
waktu 4,3 menit. Dan puncak pertama yaitu ±4,03.Pada suhu 125 celcius dan di
peroleh 6 puncak, puncak pertama timbul di sekitar waktu 4 menit. Pada suhu 150
celcius dan di peroleh 6 puncak, puncak pertama timbul di sekitar waktu 4,13
menit.

Namun data pratikum yang paling bagus adalah menggunakan suhu 100
o
C, karena puncak pada suhu 100 celcius terpisah(tidak bertumpuk-tumpuk)
sehingga yang digunakan untuk sampel toluene dan etanol adalah pada suhu 100
celcius.

Pada Gambar sampel etanol 100 celcius Dengan puncak pertama yaitu pada 3,81
meniT. Sedangkan pada toluene Dengan puncak pertama pada waktu 3,63 menit.

Pada percobaan menggunakan suhu 100 derajat celcius dari sampel 1


dapat diketahui kemungkinan bahwa puncak pertama sampel satu tersebut adalah
etanol, karena percobaan menggunakan sampel etanol pada suhu 100 celcius
didapatkan puncak pertama yaitu pada 3,81 menit dan toluene 3,63 menit
sedangkan pada puncak pertama suhu 100 celcius sampel didapatkan pada 4,03
menit untuk titik didih etanol juga lebih rendah dari toluene, titik didih toluene
yaitu 110,6 celcius sedangkan etanol 78,09 celcius.

Bedasarkan litelatur larutan sampel yang di injeksikan, dan memiliki titik


didih paling rendah dari waktu puncak pertama dan di bandingkan dengan waktu
puncak pertama sampel maka kemungkinan puncak pertama tersebut adalah
larutan pembanding tersebut. Jadi puncak pertama larutan sampel yang di
injeksikan adalah etanol. Etanol juga merupakan larutan polar sehingga lebih
mudah menguap di bandingkan toluena, jadi pada pratikum etanol muncul terlebih
dahulu di bandingkan toluena.

NAMA: KAMILIA
KELOMPOK : 1

Kromatografi gas adalah suatu metode analisis yang didasarkan pemisahan


fisik
zat organic atau anorganik yang stabil pada pemanasan dan mudah diatsirikan
Perbedaaan migrasi ini terjadi karena perbedaan interaksi komponen tersebut
dengan fasa diam dan fasa gerak . Kromatografi gas fase gerak dan fase diam
diantaranya :
• Fase gerak adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan
tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak
• Fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap)
yang terikat pada zat padat penunjangnya.
Kromatografi gas mempunyai prinsip yang sama dengan kromatografi lainnya,
tapi memiliki beberapa perbedaan misalnya proses pemisahan campuran
dilakukan antara stasionary fase cair dan gas fase gerak dan gas dapat dikontrol
sedangkan pada kromatografi kolom hanya pada tahap fase cair dan temperatur
tidak dimiliki. Secara rinci prinsip kromatografi adalah udara dilewatkan
melalui nyala hydrogen (hydrogen flame) selanjutnya uap organik tersebut akan
terionisasi dan menginduksi terjadinya aliran listrik pada detektor, kuantitas
aliran listrik sebanding dengan ion.
Pada dasarnya prinsip yang digunakan pada kromatografi gas dan HPLC secara
garis besar adalah sama karena sama-sama menggunakan kolom, hanya saja
pada kromatografi gas, sampel yang diinjeksikan harus yang tahan panas karena
menggunakan gas pembakar. Disamping itu pada kromatografi gas, selain oleh
afinitasnya terhadap fase diam maupun fase gerak, pemisahannya juga
ditentukan oleh titik didih keatsirian dari sampel.
Berikut komponen komponen dalam gas Kromatgrafi
1. Gas Pembawa
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan
cuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja
bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan
sendirinya. Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan
kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.
2. Injektor
Injeksi sampel menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus
lempengan karet tebal disebut septum yang mana akan mengubah
bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar.
3. Kolom
Kolom adalah tempat berlangsungnya proses pemisahan komponen yang
terkandung dalam cuplikan. Di dalam kolom terdapat fasa diam yang
dapat berupa cairan, wax, atau padatan dengan titik didih rendah. Fasa
diam ini harus sukar menguap, memiliki tekanan uap rendah, titik
didihnya tinggi. Ada dua tipe kolom yang biasa digunakan dalam
kromatografi gas, yaitu kolom pak (packed column) dan kolom terbuka
(open tubular column).
4. Thermostat
Termostat (oven) adalah tempat penyimpanan kolom. Suhu kolom harus
dikontrol. Temperatur kolom bervariasi antara 50ºC - 250ºC. Suhu
injektor lebih rendah dari suhu kolom dan suhu kolom lebih rendah
daripada suhu detektor. Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih
cuplikan dan derajat pemisahan yang diinginkan
5. Detektor
Detektor adalah komponen yang ditempatkan pada ujung kolom GC yang
menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data kepada
perekam data yang menyajikan hasil kromatogram secara grafik. Detektor
menunjukkan dan mengukur jumlah komponen yang dipisahkan oleh gas
pembawa
Pada percobaan kali ini akan dilakukan pemisahan komponen larutan
Toluena
dan Etanol . pada percobaan pertama yang di praktikan adalah menggunakan
sampel 1 dimana sampel tersebut ada berbagai macam larutan . ada larutan
toluena maupun larutan etanol .untuk sampel pertama ini menggunakan suhu 75
C

pada gambar tersebut dapat dilihat ada kromatogram sederhana yang


memiliki 5 puncak. Dan untuk kelima puncak tersebut cukup baik karena
terpisah pisah sehingga dapat dibaca , untuk puncak tertinggi itu waktu menit ke
4.5 dimana terdapat (mV) 4.47, dan untuk puncak terendah pada menit ke7.5
dimana terdapat (mV) 7.36.

Untuk percobaan kedua menggunakan sampel 2 dimana sampel tersut ada


bebagai macam larutan juga , untuk sampel kedua ini menggunakan suhu 100
C.

Pada gambar tersebut dapat dilihat sebuah kromatom sederhana yang


memiliki 6 puncak yang terlihat dan 1 puncak yang tak terlihat tapi terdeteksi
di dalam grafik . untuk semua pucak tersebut termasuk cukup baik karena
pucak nya terpisah tidak gabung menjadi satu. untuk puncak tertingginya pada
waktu 4 menit dimana terdapat (Mv 4.03 dan untuk puncak terendahnya pada
menit ke 5.3dimana terdapat (mV) 5.44.

Untuk percobaan ketiga menggunakan sampel 3 dimana sampel tersut ada


bebagai macam larutan juga , untuk sampel kedua ini menggunakan suhu 125
C.

Pada gambar tersebut dapat dilihat sebuah kromatom sederhana yang


memiliki 6 puncak yang terlihat dan ada 1 puncak yang begabung dengan
puncak lainya dalam grafik . untuk semua puncak kali ini termasuk kurang baik
karena ada puncak yang bergabung dengan puncak lainya . untuk puncak
tertingginya pada waktu 3,9 menit dimana terdapat (mV) 4,00dan untuk puncak
terendahnya pada menit ke 4,7 dimana terdapat (mV) 4,78 .

Untuk percobaan keempat menggunakan sampel 4 dimana sampel tersut


ada bebagai macam larutan juga , untuk sampel kedua ini menggunakan suhu
150 C .
Pada gambar tersebut dapat dilihat sebuah kromatom sederhana yang
memiliki 6 puncak yang terlihat dan 1 puncak yang bergabung dengan puncak
lainya . untuk semua pucak tersebut termasuk kurang baik karena pucak ada
yang menjadi satu. untuk puncak tertingginya pada waktu 4,00 menit dimana
terdapat (mV) 4,13 dan untuk puncak terendahnya pada menit ke 4,6 dimana
terdapat (mV)4,56.
Untuk percobaan terkahir ini , menggukan sampel asli tanpa ada
campuran yaitu Toluena dan Etanol pada suhu 100 C dimana pada suhu itu bisa
mendekteksi semua larutan itu dengan baik . Selain berdasarkan analisis dari
luas area puncak, hasil analisis juga didasarkan pada interaksi antara komponen
yang ada dalam larutan standar dengan fasa gerak dan fasa diam. Interaksi
komponen-komponen tersebut antara lain dipengaruhi oleh perbedaan
kepolaran, berat molekul dan titik didih . untuk toluena dan etanol sendiri .
etanol memiliki titik didih yang endah dibanding toluena sehingga etanol lebih
dulu berubah menjadi gas lalu terbawa oleh gas pembawa dan keluar kolom
terlebih dahulu . jadi kemungkinan untuk setiap puncak yang keluar terlebih
dahulu atau puncak nomor 1 adalah etanol . dan puncak yang no 2 atau 3 bisa jadi
baru toluena . hal ini di dasari karena komponen dengan titik didih paling rendah
akan keluar kolom terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan komponen dengan titik
didih paling rendah akan terlebih dahulu menguap seiring dengan pertambahan
suhu kolom

NAMA: DANA WAHYU P

KELOMPOK 1

Pada praktikum kali ini saya melakukan percobaan Gass Chromatography.


Percobaan yang saya lakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan yang ada
pada sampel yang saya gunakan. Saya melakukan percobaan pada beberapa
temperatur yaitu 75℃, 100℃, 125℃, dan 150℃. Sedangkan untuk kolom yang
digunakan adalah kolom BP I (non polar) dengan ukuran 25 m x 0.321 mmBP x
0.05 𝜇m.

Ketika sampel dianalisis pada suhu 75℃, pada grafik muncul 5 puncak.
Puncak ini menunjukkan macam senyawa yang ada pada sampel yang diujikan.
Kalau ada 5 puncak, berarti ada 5 senyawa yang terkandung pada sampel yang
diujikan. Retensi Time (RT) masing-masing puncak yaitu 4.47 menit, 7.36 menit,
9.28 menit, 11.17 menit, 13.54 menit. RT ini menunjukkan senyawa tersebut
membutuhkan waktu sekian menit untuk keluar dari coulumb

Akan tetapi, saat sampel dianalisis pada suhu 100℃, ada 7 puncak pada
grafik. Hal ini menunjukkan ada 6 senyawa dengan RT masing-masing puncak
yaitu 4.031 menit, 5.441 menit, 6.290 menit, 6.924 menit, 8.058 menit, 10.124
menit, 11.378 menit. Akan tetapi pada puncak yang terakhir sangat kecil,
sehingga bisa diabaikan. Berbeda dengan pada saat sampel dianalisis pada suhu
75℃. Hal ini bisa terjadi mungkin karena pada saat 75℃ masih ada senyawa yang
belum mencapai titik didihnya sehingga tidak bisa keluar. Pada saat sampel
dianalisis pada suhu 125℃ terdapat 6 puncak. Begitu juga ketika sampel dianalisis
pada suhu 150℃ terdapat 6 puncak pada grafik.

Analisis sampel pada suhu 100℃ dianggap yang paling sempurna, karena
jarak antar puncak pada grafik memiliki kerenggangan. Dibandingkan dengan
grafik yang muncul dari analisis pada suhu 75℃, 125℃ dan 150℃. Sehingga pada
suhu inilah grafik yang digunakan sebagai acuan untuk mengetahui kandungan
apa saja yang ada pada sampel yang dianalisis. Untuk mengetahuinya dilakukan
dengan cara melakukan analisis pada sampel standar. Sampel standar ini berarti
sampel yang isi kandungannya sudah diketahui. Analisisnya dilakukan pada suhu
coulumb 100℃. Karena suhu 100℃ dianggap yang paling sempurna.

Sampel atau larutan standar yang saya gunakan yang pertama adalah
etanol. Hasilnya, muncul hanya 1 puncak pada grafik. Dengan RT 3,81 menit.
Sedangkan analisis sampel atau larutan standar kedua yang saya gunakan adalah
toluen. Hasil pada toluen muncul 2 puncak dengan RT masing-masing 3.81 dan
3.63.

Pada grafik sampel, terdapat 6 puncak, saya membandingkan dengan


grafik sampel standar. Setelah dibandingkan ternyata puncak pertama adalah
etanol, dan puncak ke 6 adalah toluena. Hal ini sesuai dengan teori dimana titik
didih etanol lebih rendah daripada toluena, sehingga etanol lebih cepat menguap.
Dan sesuai teori dimana etanol lebih polar daripada toluena.
BAB 3

KESIMPULAN

1. Pemisahan suatu zat pada sistem kromatografi gas dipengaruhi


oleh sifat kepolaritasan dan volatilitasnya.
2. Suhu mempengaruhi kecepatan pemisahan suat komponen dengan
mempercepat penguapan komponen yang lebih volatil namun
semakin tinggi suhu waktu retensi antar komponen semakin kecil
sehingga analisa lebih susah.
3. Perbedaan peak suatu komponen disebabkan salah satunya oleh
kesalahan praktikan pada saat penginjeksian
4. Urutan komponen pada cuplikan berdasarkan kepolaritasnnya
adalah Etanol>Heptana>Oktana>Toluene>Klorobenzen>Nonana.

Anda mungkin juga menyukai