Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KOASISTENSI DIAGNOSTIK LABORATORIK

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


GELOMBANG XII KELOMPOK H

TOXOCARA CANIS
(NOMOR PROTOKOL 00/KO-PPDH/2018)

Oleh:
WAHID DANANG PRANATHA
1309006141

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Mahasiswa Pendidikan Profesi
Dokter Hewan (PPDH), Koasistensi Diagnostik Laboratorik yang berjudul
“Toxocara canis”.
Penulis menyadari bahwa kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik dan tepat waktu
berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:
1. Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. drh. Ida Bagus Komang Ardana, M. Kes., sebagai Kepala
Laboratorium Patologi Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.

3. Prof. Dr. drh. Gusti Ayu Yuniati Kencana, M.P sebagai Kepala
Laboratorium Virolologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Udayana.

4. Prof. Dr. drh. I. G. N. Kade Mahardika sebagai Kepala UPT Laboratorium


Biomedik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

5. drh. Ida Bagus Made Oka, M.Kes sebagai Kepala Laboratorium Parasitologi
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.

6. drh. I Gusti Ketut Suarjana, M.P sebagai Kepala Laboratorium


Mikrobiologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.

7. Teman – teman kelompok 11H dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
saran dan kritik sangat diharapkan guna menyempurnakan laporan ini.
Denpasar, 9 April 2018

WAHID DANANG PRANATHA


NIM. 1309006141
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv
LAMPIRAN ................................................................................................... v

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1 Signyalemen .................................................................................... 1
1.2 Anamnesa ........................................................................................ 2
1.3 Gejala Klinis .................................................................................... 2
1.4 Patologi Anatomi ............................................................................. 3
1.5 Kajian Epidemiologi ........................................................................ 5
1.6 Tujuan Pemeriksaan ......................................................................... 7
BAB II. MATERI DAN METODE ............................................................ 8
2.1 Materi ............................................................................................. 8
2.2 Metode ............................................................................................ 8
BAB III. HASIL PEMERIKSAAN ............................................................ 11
3.1 Hasil Data Epidemiologi ............................................................... 11
3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik ....................... 11
3.3 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Virologi.................................... 12
3.4 Diagnosa ........................................................................................ 12
BAB IV. PEMBAHASAN ............................................................................ 14
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 19
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 19
5.2 Saran .............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 20
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Data Epidemiologi Penyakit ................................................ 11


Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Darah Rutin Ayam Kasus .............................. 11
Tabel 3.3 Hasil Pemeriksaan Darah Rutin Ayam Kasus .............................. 11
Tabel 3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Virologi ................................... 11
Tabel 3.4 Gejala Klinis Avian Paramixovirus Tipe 1 pada Ayam ............... 11
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bali merupakan salah satu Propinsi di Indonesia yang memiliki tempat wisata
yang sangat terkenal dikalangan wisatawan dalam dan luar negeri. Tingkat
kepadatan penduduk di Bali sekitar 4.246.000 jiwa (BPS Provinsi Bali, 2017).
Jimbaran merupakan salah satu wilayah Badung yang menjadi salah pusat
pariwisata, serta pendidikan. Menurut laporan dari yayasan Yudistira (LSM yang
bergerak dalam pengendaliaan populasi anjing di Bali) rasio populasi anjing dengan
manusia yaitu 1:5,8 (Krisna Dewi, 2012).

Anjing adalah binatang yang setia, jujur, dan mudah untuk dijadikan teman
(Budiana, 2006). Kehadiran anjing mampu mengurangi stres, meningkatkan
kehidupan sosial dan menjadi kebanggaan bagi pemiliknya (Yusuf dan Purba,
2008). Di kota-kota besar termasuk kota Bali, minat pemeliharaan hewan
kesayangan semakin meningkat pada kurun waktu terakhir ini. Modernisasi
berdampak munculnya fenomena sosial dalam masyarakat, di antaranya tingkat
stres, individualisme, dan gaya hidup modern. Fenomena tersebut mendorong
masyarakat untuk memberikan tempat kepada anjing (Canis familiaris) sebagai
salah satu pilihan teman pendamping.
Di daerah yang padat penduduk seperti kota Denpasar, kenaikan jumlah
populasi anjing sebagai hewan peliharaan semakin meningkat. Kenaikan populasi
tersebut juga menimbulkan masalah pada kontaminasi lingkungan oleh telur parasit
cacing dan larva dari anjing. Di berbagai tempat dimana hewan peliharaan dan
manusia hidup berdampingan, tumpukan feses adalah jalan utama penyebaran dari
infeksi cacing yang melibatkan anjing dan dapat bersifat zoonosis (Schandevyl,
1987).
Kebanyakan parasit internal pada anjing adalah cacing dan organisme
uniseluler yang berada di dalam usus anjing. Jenis cacing yang umum adalah
ascaridida, Ancylostoma, Trichuris dan cestoda (Yusuf dan Purba, 2008).
Ascariasis merupakan penyakit terpenting dari penyakit cacingan oleh golongan
ascaridida. Ascaridida yang paling banyak mengakibatkan kerugian pada anjing
adalah Toxocara canis. Ascaridida lainnya, meskipun dapat menginfeksi anjing dan
kucing, yaitu Toxascaris leonina tidak begitu mengganggu dibandingkan Toxocara
canis (Subronto, 2006).
Toxocariasis adalah penyakit parasiter yang disebabkan oleh infeksi cacing
nematoda dari Famili Ascaridae, Genus Toxocara. Terdapat tiga spesies Toxocara
yang sangat penting yaitu Toxocara canis menyerang anak anjing dan anjing 2
dewasa, T. Cati menyerang anak kucing dan kucing dewasa, dan T vitulorum
menyerang anak sapi dan anak kerbau serta induknya. Anak-anak anjing, kucing,
sapi dan kerbau maupun induk-induknya, masing-masing merupakan induk semang
bagi ketiga spesies tersebut. Toxocariasis pada induk jantan lebih sering terjadi
daripada induk betina karena pada induk betina yang terinfeksi, larva kedua (L2)
tidak berkembang menjadi L3 tetapi akan mengalami dormansi dan tetap tinggal di
dalam jaringan. Larva ketiga akan berkembang pada saat induk betina bunting, dan
pada masa menjelang kelahiran akan terjadi transplacental infection atau
transmamary infection (Estuningsih, 2015).
Toxocara canis merupakan ascaridida yang umum pada anjing. Ini
merupakan salah satu parasit yang penting pada hewan tersebut, dan terutama
sangat penting pada anak anjing. Infeksi kongenital dari Toxocara canis merupakan
hal yang biasa terjadi pada anak anjing (Levine, 1994).

1.1 Tujuan Pemeriksaan


Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendiagnosa penyakit dan
menemukan agen penyebab penyakit. Dengan menggunakan data riwayat penyakit
hewan, data pemeriksaan hewan, uji laboratorium patologi klinik dan uji
laboratorium parasitologi dapat mendiagnosa penyakit dan mengetahui agen
penyebabnya. Serta dapat menjadi pembelajaran mengenai pencegahan,
pengobatan, dan pemberantasan agen penyakit sehingga tidak terjadi pada hewan
lainnya.
BAB II
MATERI DAN METODE

2.1 Materi
2.1.1 Objek Pemeriksaan
Objek yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah darah, urin, dan feses
anjing berumur 2 bulan.
2.1.2 Bahan Pemeriksaan
Bahan pemeriksaan ini berupa darah, feses, urine, air, gyemsa, metanol,
NaCl jenuh, hayem, turk, micro hematokrit, HCL, dan aquades,
2.1.3 Alat Pemeriksaan
Peralatan yang digunakan selama pemeriksaan antara lain: spuit, termos es,
gunting, tabung reaksi, tabung EDTA, alat tulis, stopwatch, lidi, gelas objek, gelas
penutup, gelas beker, gelas ukur, saringan teh, tabung sentrifuse, pipet pasteur,
pipet sahli, rak tabung reaksi, alat pengaduk magnetik, kamar hitung Mc Master,
kamar hitung eritrosit dan leukosit, pipet eritrosit dan leukosit, strip-tests, kamera,
sentrifugator, microskop, dan mesin hematology analyzer.
2.2 Metode
Pada pengumpulan data, metode yang digunakan adalah melalui
pengamatan klinis hewan, pengamatan terhadap lokasi yaitu wilayah Jl. Nangka –
Denpasar Timur, wawancara terhadap pemilik anjing, dan untuk meneguhkan
diagnosa dilakukan pemeriksaan spesimen berupa darah dan feses di Laboratorium
Patologi Klinik dan Laboratorium Parasitologi.
2.2.1 Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik
a. Pemeriksaan Hematologi Rutin
Pengambilan darah dilakukan dengan persiapan sebelumnya yaitu
mempersiapkan anjing yang akan diambil darahnya dan mempersiapkan peralatan
yang digunakan dalam pengambilan darah, seperti spuit, kapas alkohol dan tabung
vacutainer. Pengambilan darah dilakukan dengan memilih pembuluh darah yang
cukup mudah untuk dilkakukan pengambilan darah yaitu vena saphena atau vena
cephalica eksterna (Nurdaya, 2008).
Sebelum dilakukan pengambilan darah satu atau dua orang menangani anjing
dengan tujuan agar anjing tidak memberontak. Pengambilan darah dilakukan secara
aseptis. Darah yang diambil kurang lebih 3 ml, lalu dimasukan ke dalam tabung
EDTA dan Selanjutnya darah disimpan dalam coolbox hingga tiba di laboratorium
untuk diperiksa hematologi rutin menggunakan alat hematology analyzer.
b. Pemeriksaan Ulas Darah (Diferensial dan benda asing)
Darah diambil dari vena cephalica dan dibuat preparat ulas darah tipis,
dengan cara satu tetes darah ayam diteteskan pada gelas objek pertama dengan
posisi mendatar. Gelas objek yang lainnya ditempatkan pada bagian darah tadi
dengan membentuk sudut 45o, sehingga darah menyebar sepanjang garis kontak
antara kedua gelas objek. Selanjutnya, objek gelas di dorong ke arah depan dengan
cepat hingga terbentuk usapan darah tipis di atas gelas objek. Ulasan darah tersebut
dikeringkan di udara, kemudian difiksasi dalam methanol selama 5 menit, lalu di
masukkan dalam pewarnaan Giemza 10% selama 30 menit. Selanjutnya dicuci
dengan air mengalir, dan dikeringkan di udara atau dengan tissue. Preparat ini siap
diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x dengan menggunakan
minyak emersi (Suriansyah, 2015).
Metode Differensiasi
Setiap 100 sel leukosit yang ditemukan, kemudian didifferensiasikan
kedalam kelompok limfosit, monosit, netrofil, eosinofil dan basofil. Hasil yang
diperoleh merupakan jumlah persentase dan kemudian data tersebut dianalisis.
c. Penentuan Total Leukosit
Pemeriksaan terhadap total leukosit dilakukan setelah pengambilan sampel
darah dengan cara darah sampel yang telah dicampur dengan antikoagulan disedot
menggunakan pipet leukosit sebanyak 0,5 kemudian ditambahkan larutan Reagen
Turk sampai tanda 10,1 pada pipet leukosit sehingga terjadi pengenceran sebanyak
20 kali. Kedua ujung pipet leukosit tersebut dipegang menggunakan jari tengah dan
ibu jari, pipet leukosit diputar-putar pada sumbu panjangnya dengan membentuk
angka delapan agar reagen Turk tercampur dengan baik (homogen). Larutan
Reagen yang terdapat di ujung bagian dalam pipet leukosit yang tidak tercampur
lalu dikeluarkan sebanyak tiga tetes, larutan yang telah tercampur dimasukan
kedalam plat kamar hitung dengan menempatkan ujung pipet leukosit pada tepi
gelas penutup. Karena gaya kapiler maka larutan yang telah tercampur akan
mengalir masuk diantara gelas penutup dengan kamar hitung. Penghitungan
dilakukan terhadap leukosit yang terdapat pada bidang persegi W menggunakan
mikroskop dengan pembesaran objek 10 kali dan dilakukan kalkulasi sebagai
berikut, misalnya jumlah leukosit yang didapatkan pada empat bidang persegi W
adalah N, dan volume keempat bidang persegi tersebut 4 x 0,1 mm3. Pengenceran
dilakukan 20 kali, maka jumlah leukosit per mm3 adalah (1:0,4) X 20 = 50 N
(Jumlah leukosit yang didapat pada empat bidang persegi W) (Dharmawan et al.,
2006).
d. Penentuan Total Eritrosit
Pemeriksaan terhadap total eritrosit dilakukan setelah pengambilan sampel
darah dengan cara darah sampel yang telah dicampur dengan antikoagulan disedot
menggunakan pipet eritrosit sebanyak 0,5 kemudian ditambahkan larutan Reagen
Hayem sampai tanda 10,1 pada pipet eritrosit sehingga terjadi pengenceran
sebanyak 20 kali. Kedua ujung pipet leukosit tersebut dipegang menggunakan jari
tengah dan ibu jari, pipet leukosit diputar-putar pada sumbu panjangnya dengan
membentuk angka delapan agar reagen Hayem tercampur dengan baik (homogen).
Larutan Reagen yang terdapat di ujung bagian dalam pipet eritrosit yang tidak
tercampur lalu dikeluarkan sebanyak tiga tetes, larutan yang telah tercampur
dimasukan kedalam plat kamar hitung dengan menempatkan ujung pipet eritrosit
pada tepi gelas penutup. Karena gaya kapiler maka larutan yang telah tercampur
akan mengalir masuk diantara gelas penutup dengan kamar hitung. Kamar hitung
yang sudah berisi larutan darah diletakkan dibawah mikroskop dengan
penghitungan dilakukan dengan obyektif 45X
Penghitungan jumlah sel darah yang terdapat pada bidang yang ditengah dengan
luas masing-masing 1/25 mm2. Sel yang menyinggung garis batas sebelah kiri dan
sebelah bawah tidak dihitung. Setelah hasil didapat, maka dilakukan kalkulasi
sebagai berikut: N= jumlah eritrosit pada 5 bidang X 10000 (Dharmawan et al.,
2006).
e. Penentuan Hematokrit
Darah dengan antikoagulansia dimasukkan ke dalam pipet mikrohematokrit
sekitar 6/7 bagian pipet. Tutup ujung masuknya darah dengan penutup khusus atau
malam. Letakkan pipet mikrohematokrit pada pemusing mikrohematokrit yang
mempunyai kecepatan tinggi. Pusingka dengan kecepatan 10.000 sampa 13.000
rpm selama 5 menit. Bacalah nilai PCV pada alat baca khusus (microhematicrit
reader).
f. Penentuan Haemoglobin
1. Tabung hemometer diisi dengan larutan HCL 0,1 N sampai tanda 2 gram
%.
2. Darah dengan antikoagulansia diisap dengan pipet Sahli sampai tepat pada
tanda 20 ammo.
3. Bagian luar dari pipet dibersihkan dengan kertas tissue dengan catatan tidak
sampai menghisap darah dalam pipet.
4. Darah segera dimasukkan denganhati-hati kedalam tabung hemometer yang
berisi larutan HCL 0,1 N tanpa menimbulkan gelembung udara.
5. Sebelum dikeluarkan, pipet dibilas dengan menghisap dan meniup HCL
yang ada dalam tabung beberapa kali. Bagian luar pipet juga dibilas dengan
beberapa tetes aquadest.
6. Ditunggu 10 menit untuk pembentukan asam hematin (95%)
7. Asam hematin ini diencerkan dengan aquadest tetes demi tets sambal diasuk
sampai warnanya sama dengan warna coklat pada gelas standard.
8. Minikus dari larutan dibaca dalam skala gram%.

g. Penentuan MCV (Mean Corpuscular Haemoglobin)

Penentuan MCV didapat dari rumus :

MCV = (PCV : Eritrosit) X 10

h. Penentuan MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin)

Penentuan MCH didapat dari Rumus :

MCH = (Hb : Eritrosit) X 10

i. Penentuan MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration)

Penentuan MCHC didapat dari Rumus :

MCHC = (HB : PCV) X 100


j. Pemeriksaan Kandungan Urin
Urin anjing ditampung pada sebuah wadah , lalu ambil hanya sebanyak strip
yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah. Celupkan strip reagen
sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan urine dengan
menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di atas
secarik kertas tisu.

Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan


skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip.
Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat
jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang.
Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk
memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.

k. Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses dilakukan secara langsung untuk mengetahui warna,
konsistensi, bau, dan ada tidaknya benda asing.

2.2.2. Pemeriksaan Laboratorium Parasitologi

a. Pemeriksaan Telur Cacing pada Feses secara Kualitatif

1) Metode Natif
Pemeriksaan dilakukan dengan mengambil feses sebesar pentolan korek
api, diletakkan diatas glas objek lalu ditetesi dengan air (1-2 tetes). Feses yang
sudah ditetesi dengan air kemudian di aduk menggunakan lidi, bagian yang kasar
dibuang, lalu ditutup dengan gelas penutup sambil digeser – geser agar homogen,
lalu diperiksa dibawah mikroskop (Taylor et al., 2007).

2) Metode Sedimentasi
Pemeriksaan feses dengan metode sedimentasi dilakukan dengan
mengambil feses sebesar biji kemiri (± 3 gram) dimasukkan kedalam gelas beker,
ditambahkan akuades sampai konsentrasinya kira-kira 10% atau 3 gram tinja
ditambah 30 ml akuades dan diaduk sampai homogen, lalu disaring menggunakan
saringan. Fitrat dimasukkan ke tabung sentrifuge samapi ¾ volume tabung (skala
10), kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 2-3 menit. Tabung
sentrifuge dikeluarkan dari sentrifugator, supernatannya dibuang dengan cara
dituangkan, hasil sedimen yang ada ditabung dihomogenkan, kemudian buat
preparat seperti pemeriksaan langsung dan diperiksa dibawah mikroskop
pembesaran objektif 10X.

3) Metode Apung
Pemeriksaan feses dengan metode apung dilakukan dengan mengambil
feses sebesar biji kemiri (± 3 gram) dimasukkan kedalam gelas beker, ditambahkan
akuades sampai konsentrasinya kira-kira 10% atau 3 gram tinja ditambah 30 ml
akuades dan diaduk sampai homogen, lalu disaring menggunakan saringan. Fitrat
dimasukkan ke tabung sentrifuge samapi ¾ volume tabung, kemudian di sentrifuge
dengan kecepatan 1500 rpm selama 2-3 menit. Tabung sentrifuge dikeluarkan dari
sentrifugator, supernatannya dibuang dengan cara dituangkan, kemudian
tambahkan larutan pengapung ¾ volume tabung (skala 10) dan diaduk hingga
homogen lalu kembali di sentrifuge selama 2-3 menit. Tabung sentrifuge secara
hati-hati dikeluarkan dari sentrifugator dan diletakkan pada arak tabung lalu
ditambahkan larutan pengapung secara perlahan dengan cara ditetesi sampai cairan
cembung, tunggu 2 menit dengan tujuan memberi kesempatan telur cacing untuk
mengapung kembali kepermukaan, lalu ambil gelas penutup kemudian disentuhkan
pada permukaan cairan pengapung lalu ditempelkan diatas gelas objek dan
diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran obyektif 10X (Natadisastra dan
Agoes, 2009).
b. Pemeriksaan Telur Cacing pada Feses secara Kuantitatif
Pemeriksaan tinja kuantitatif bertujuan untuk memprediksi intensitas (berat
– ringannya) suatu infeksi cacing.
Metode Mac. Master
Pemeriksaan metode Mac Master dilakukan dengan menimbang feses
hingga 2 gram lalu meletakannya di gelas ukur, tambahkan larutan pengapung (60
ml) sedikit demi sedikit bersamaan dengan mengaduk hingga homogen, kemudian
disaring hingga bagian feses yang besar tersaring, filtratnya ditampung pada gelas
beker lain. Selanjutnya, mengaduk filtrat dengan alat pengaduk magnetik, setelah
itu mengambil cairan dengan pipet pasteur dan memasukkannya ke dalam kamar
hitung Mc. Master (kanan dan kiri) sampai penuh tanpa ada gelembung udara.
Memeriksa dengan mikroskop pembesaran obyektif 10X.
Telur dihitung dengan cara:
BAB III
HASIL PEMERIKSAAN

3.1 Signalment
a. Nama Pemilik : Adis
b. Alamat : Jl. Nangka Utara Gang Kusuma, Denpasar Timur
c. Nama Hewan : Popi
d. Ras : Mix
e. Jenis Kelamin : Jantan
f. Warna : Dominan putih, ada sedikit coklat di punggung
g. Umur : 2 Bulan
h. Berat Badan : 1,4 kg

3.2 Riwayat Kasus


Tanggal pemeriksaan : 13 Oktober 2013
Pemilik anjing bernama Adis, tinggal di Jalan Nangka Utara gang Kusuma,
Kecamatan Denpasar Timur. Saudara adis memiliki 4 ekor anjing. (satu ekor anjing
umur 3 tahun bernama lusi dan tiga ekor anjing umur 2 bulan namanya popi, piko,
dan pika). Keempat anjing saudari adis dilepas liarkan pada siang hari dan pada
waktu malam hari dikandangkan dalam satu kandang.
Berdasarkan cerita dari saudari Adis, satu minggu lalu si popi terlihat
kurang semangat, nafsu makan baik, pernah sekali muntah disertai cacing, serta
sering batuk-batuk, dan tiga hari yang lalu mengalami diare. Karena saudari Adis
sibuk kuliah dan bekerja maka semenjak “Popi” sakit tidak pernah dibawa ke dokter
hewan untuk diperiksa.
Saudari adis memberikan makanan berupa nasi dan hati dan air minum dari
air PDAM. Selama ini hanya si lusi yang pernah diberi obat cacing pada umur 1,5
tahun, selain itu lusi sudah pernah divaksin sebanyak dua kali, yaitu pada umur 6
bulan, dan umur 1 tahun. Untuk ketiga anjing lainnya belum pernah divaksin dan
belum pernah diberikan obat apapun. Menurut keterangan saudari Adis, sebelum
diberi obat cacing, si lusi pernah mengalami diare pada umur 1,5 tahun, dan setelah
diperiksakan ke dokter hewan ternyata si Lusi mengalami Toxocariasis.
Berikut hasil pemeriksaan fisik “Popi” :
 Keadaan umum : Kondisi tubuh sedang, ekspresi muka lesu.
 Frequensi nafas : 56x/ menit
 Pulsus : 80x/ menit
 Temperatur : 37,6 °C
 Kulit dan rambut : Turgor kulit baik, warna rambut kusam, rambut kasar
dan tidak rontok.
 Selaput lendir : Konjungtiva pucat, CRT<2, cermin hidung basah.
 Pencernaan : Inspeksi anus bersih, palpasi abdomen tidak ada rasa
sakit.
 Syaraf : Refleks pupil dan palpebra baik
 Anggota gerak : Dapat berdiri dan berjalan dengan normal.
 Berat badan : 1,4 kg
3.3 Gejala Klinis
Gejala klinis yang teramati, perut buncit mukosa pucat, ekspresi muka lesu,
rambut kasar, diare, dan batuk-batuk.
3.4 Epidemiologi
Anjing kasus dipelihara secara lepas pada siang hari dan pada malam
harinya dikandangkan. Dirumah saudari adis terdapat 4 ekor anjing (satu ekor
dewasa dan tiga ekor anak). Dari keemapat anjing yang ada, hanya satu anjing yang
terlihat pucat dan lemas yaitu Popi.
Rumah saudari adis berada di Jalan Nangka Utara gang Kusuma,
Kecamatan Denpasar Timur. Jl. Nangka Utara termasuk daerah yang tidak terawat,
banyak tempat kotor seperti tempat pembuangan sampah, banyak anjing liar,
selokan yang tidak berfungsi, karena banyaknya sampah yang membuat selokan
menjadi tersumbat sehingga pada musim hujan sering terjadi banjir dan banyak
terjadi genangan air sehingga mempermudah penyebaran agen penyakit.
3.5 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik
3.1.1 Pemeriksaan Feses
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan feses
No Uji Hasil
1. Warna Coklat
2. Bau Tidak anyer
3. Konsistensi lunak
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Bali. kependudukan.


https://bali.bps.go.id/statictable/2018/02/15/35/beberapa-karakteristik-
penduduk-menurut-kabupaten-kota-di-bali-hasil-sensus-penduduk-2010-
.html Bali: Badan Pusat Statistik Bali. Diakses 5 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai