Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Lambang
Motto: "Jaya Raya"
("Jaya dan Besar (Agung)")
Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk
berjumlah 9.588.198 jiwa (2010).[5] Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang
berpenduduk sekitar 28 juta jiwa,[6] merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau
urutan keenam dunia.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Geografi
o 1.1 Iklim
o 1.2 Taman kota
2 Sejarah
o 2.1 Etimologi
o 2.2 Sunda Kelapa (397–1527)
o 2.3 Jayakarta (1527–1619)
o 2.4 Batavia (1619–1942)
o 2.5 Jakarta (1942–Sekarang)
3 Ekonomi
4 Bahasa
5 Budaya
6 Transportasi
o 6.1 Dalam kota
o 6.2 Transjakarta
o 6.3 Kereta Listrik
o 6.4 Luar kota
7 Kependudukan
o 7.1 Etnis
o 7.2 Agama
7.2.1 Tempat peribadatan
o 7.3 Lingkungan
8 Pemerintahan
o 8.1 Pembagian administratif
o 8.2 Gubernur
o 8.3 Perwakilan
o 8.4 Kedutaan besar
9 Pendidikan
10 Pariwisata
o 10.1 Wisata Keluarga
o 10.2 Wisata Sejarah
o 10.3 Wisata Belanja
11 Pusat perbelanjaan
o 11.1 Jakarta Pusat
o 11.2 Jakarta Barat
o 11.3 Jakarta Utara
o 11.4 Jakarta Selatan
o 11.5 Jakarta Timur
o 11.6 Pasar tradisional (masa pendudukan kolonial)
12 Olahraga
13 Media
o 13.1 Surat kabar
o 13.2 Televisi
o 13.3 Radio
14 Permasalahan
o 14.1 Permasalahan sosial
o 14.2 Jumlah pendatang di Jakarta (2002-2005)
o 14.3 Banjir
15 Makanan
16 Kota kembar
17 Lihat pula
18 Catatan kaki
19 Pranala luar
[sunting] Geografi
Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta
terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini mengakibatkan
Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan
dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke
Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua.
Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah
barat berbatasan dengan provinsi Banten.
[sunting] Iklim
Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di
bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari
dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27 °C.
Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat itulah Jakarta
dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus dengan
rata-rata curah hujan 60 milimeter . Bulan September dan awal oktober adalah hari-hari
yang sangat panas di Jakata, suhu udara dapat mencapai 40 °C .[7]. Suhu rata-rata tahunan
berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F).[8]
Jakarta memiliki banyak taman kota yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Taman
Monas atau Taman Medan Merdeka merupakan taman terluas yang terletak di jantung
Jakarta. Di tengah taman berdiri Monumen Nasional yang dibangun pada tahun 1963.
Taman terbuka ini dibuat oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1870) dan
selesai pada tahun 1910 dengan nama Koningsplein. Di taman ini terdapat beberapa ekor
kijang dan 33 pohon yang melambangkan 33 provinsi di Indonesia.[10]
Taman Suropati terletak di kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Taman berbentuk oval
dengan luas 16,322 m2 ini, dikelilingi oleh beberapa bangunan Belanda kuno. Di taman
tersebut terdapat beberapa patung modern karya artis-artis ASEAN, yang memberikan
sebutan lain bagi taman tersebut, yaitu "Taman persahabatan seniman ASEAN".[11]
Taman Lapangan Banteng merupakan taman lain yang terletak di Gambir, Jakarta Pusat.
Luasnya sekitar 4,5 ha. Disini terdapat Monumen Pembebasan Irian Barat. Pada tahun
1970-an, taman ini digunakan sebagai terminal bus. Kemudian pada tahun 1993, taman
ini kembali diubah menjadi ruang publik, tempat rekreasi, dan juga kadang-kadang
sebagai tempat pertunjukan seni atau pertunjukan lain.[12]
[sunting] Sejarah
Lihat pula: Sunda Kelapa, Kerajaan Sunda dan Sejarah Batavia
Peta Batavia (sekarang Jakarta) tahun 1888.
[sunting] Etimologi
Nama Jakarta dianggap sebagai kependekan dari kata Jayakarta (Dewanagari जयककत).
Nama ini diberikan oleh orang-orang Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah
(Faletehan) setelah menyerang dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22
Juni 1527. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota
kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan
atau usaha".
Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama
Sunda Kelapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Ibu kota Kerajaan Sunda yang
dikenal sebagai Dayeuh Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang Bogor) dapat
ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan. Menurut sumber
Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda
selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang
dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh
dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern:
dayeuh yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari. Kerajaan Sunda sendiri merupakan
kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 sehingga pelabuhan ini
diperkirakan telah ada sejak abad ke-5 dan diperkirakan merupakan ibu kota
Tarumanagara yang disebut Sundapura.
Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal
asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah
berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain,
wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang
menjadi komoditas dagang saat itu.
[sunting] Jayakarta (1527–1619)
Orang Portugis merupakan orang Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-
16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk
mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan
Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan bantuan
Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda dalam cerita
pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan dengan nama
gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pendirian benteng tersebut terlaksana,
Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan tersebut. Orang Sunda
menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut membungihanguskan kota
pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda disana termasuk syahbandar
pelabuhan. Penetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, walikota Jakarta,
pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh
Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta
yang berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dari Kesultanan
Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Sultan Maulana
Hasanuddin yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.
Orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten
pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abat ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta,
salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619, VOC dipimpin oleh Jan
Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten
dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Selama kolonialisasi Belanda,
Batavia berkembang menjadi kota yang besar dan penting. (Lihat Batavia). Untuk
pembangunan kota, Belanda banyak mengimpor budak-budak sebagai pekerja.
Kebanyakan dari mereka berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok, dan pesisir
Malabar, India. Sebagian berpendapat bahwa mereka inilah yang kemudian membentuk
komunitas yang dikenal dengan nama suku Betawi. Waktu itu luas Batavia hanya
mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara. Sebelum
kedatangan para budak tersebut, sudah ada masyarakat Sunda yang tinggal di wilayah
Jayakarta seperti masyarakat Jatinegara Kaum. Sedangkan suku-suku dari etnis
pendatang, pada zaman kolinialisme Belanda, membentuk wilayah komunitasnya
masing-masing. Maka di Jakarta ada wilayah-wilayah bekas komunitas itu seperti
Pecinan, Pekojan, Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, Kampung
Bali, dan Manggarai.
Pada tanggal 9 Oktober 1740, terjadi kerusuhan di Batavia dengan terbunuhnya 5.000
orang Tionghoa. Dengan terjadinya kerusuhan ini, banyak orang Tionghoa yang lari ke
luar kota dan melakukan perlawanan terhadap Belanda.[13] Dengan selesainya
Koningsplein (Gambir) pada tahun 1818, Batavia berkembang ke arah selatan. Tahun
1920, Belanda membangun kota taman Menteng, dan wilayah ini menjadi tempat baru
bagi petinggi Belanda menggantikan Molenvliet di utara. Di awal abad ke-20, Batavia di
utara, Koningspein, dan Mester Cornelis (Jatinegara) telah terintegrasi menjadi sebuah
kota.
Penjajahan oleh Jepang dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi
Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan
tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus
1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun
1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah
walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur.
Yang menjadi gubernur pertama ialah dr. Sumarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara.
Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada
tahun 1961, status Jakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus
Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.[14]
Semenjak dinyatakan sebagai ibu kota, penduduk Jakarta melonjak sangat pesat akibat
kebutuhan tenaga kerja kepemerintahan yang hampir semua terpusat di Jakarta. Dalam
waktu 5 tahun penduduknya berlipat lebih dari dua kali. Berbagai kantung pemukiman
kelas menengah baru kemudian berkembang, seperti Kebayoran Baru, Cempaka Putih,
Rawamangun, Tebet, dan Pejompongan. Pusat-pusat pemukiman juga banyak dibangun
secara mandiri oleh berbagai kementerian dan institusi milik negara seperti Perum
Perumnas.
Pada masa pemerintahan Soekarno, Jakarta melakukan pembangunan proyek besar,
antara lain Gelora Bung Karno, Mesjid Istiqlal, dan Monumen Nasional. Pada masa ini
pula Poros Medan Merdeka-Thamrin-Sudirman mulai dikembangkan sebagai pusat bisnis
kota, menggantikan poros Medan Merdeka-Senen-Salemba-Jatinegara. Pusat pemukiman
besar pertama yang dibuat oleh pihak pengembang swasta adalah Pondok Indah (oleh PT
Pembangunan Jaya) pada akhir dekade 1970-an di wilayah Jakarta Selatan.
Laju perkembangan penduduk ini pernah coba ditekan oleh gubernur Ali Sadikin pada
awal 1970-an dengan menyatakan Jakarta sebagai "kota tertutup" bagi pendatang.
Kebijakan ini tidak bisa berjalan dan dilupakan pada masa-masa kepemimpinan gubernur
selanjutnya. Hingga saat ini, Jakarta masih harus bergelut dengan masalah-masalah yang
terjadi akibat kepadatan penduduk, seperti banjir, kemacetan, serta kekurangan alat
transportasi umum yang memadai.
Pada Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang memakan korban banyak etnis
Tionghoa. Gedung MPR/DPR diduduki oleh para mahasiswa yang menginginkan
reformasi. Buntut kerusuhan ini adalah turunnya Presiden Soeharto dari kursi
kepresidenan. (Lihat Kerusuhan Mei 1998).
[sunting] Ekonomi
Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat bisnis dan keuangan.
Di samping Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia, kantor-kantor pusat perusahaan
nasional banyak berlokasi di Jakarta. Saat ini, lebih dari 70% uang negara, beredar di
Jakarta.[15]
Jakarta merupakan salah satu kota di Asia dengan masyarakat kelas menengah cukup
besar. Pada tahun 2009, 13% masyarakat Jakarta berpenghasilan di atas US$ 10.000. [16]
Jumlah ini, menempatkan Jakarta sejajar dengan Singapura, Shanghai, dan Mumbai.
[sunting] Bahasa
Jakarta merupakan daerah tujuan urbanisasi berbagai ras di dunia dan berbagai suku
bangsa di Indonesia, untuk itu diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan
dalam perdagangan pada masa lampau yaitu bahasa Melayu. Penduduk asli yang
berbahasa Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu tersebut.
Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap
dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung,
Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan
terakhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang
digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[17] yang saat ini disimpan di
perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa
informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Melayu dialek Betawi. Untuk
penduduk asli di Kampung Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan bahasa
leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti
Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, dan juga Tionghoa. Hal demikian terjadi
karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar
berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-
kata yang kadang-kadang dicampur dengan bahasa asing. Beberapa contoh penggunaan
bahasa ini adalah Please dong ah!, Lebay!, E.G.P. (Emang Gue Pikirin) Cape deh!, dan
So what gitu loh!.
Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk
kepentingan diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa
asing yang banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis Tionghoa.
[sunting] Budaya
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Suku Betawi
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam
etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang menarik
pendatang dari dalam dan luar Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain,
Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta
juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan
Portugis.
[sunting] Transportasi
[sunting] Dalam kota
Peta transportasi TransJakarta
Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota,
namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10%
dengan 4-5%).
Menurut data dari Dinas Perhubungan DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik
simpang rawan macet di Jakarta. Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil, kecepatan
rendah serta antrean panjang. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh
para pelaju dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor
yang bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan Sudirman,
Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, Jalan Casablanca, dan Jalan Gatot Subroto. Kemacetan
sering terjadi pada pagi dan sore hari, yakni di saat jam pergi dan pulang kantor.
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus PPD.
Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari
Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini melayani rute yang
menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung
Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, Rawamangun, dan
Kampung Melayu.
Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet dan KWK, dengan
rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu ada pula ojek, bajaj, dan
bemo untuk angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang
menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara
ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan becak masih banyak dijumpai di wilayah
pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Tangerang, dan Depok.
[sunting] Transjakarta
Selain bus kota, angkutan kota, dan bus Transjakarta, sarana transportasi andalan
masyarakat Jakarta adalah kereta listrik atau yang biasa dikenal dengan KRL Jabotabek.
Kereta listrik ini beroperasi dari pagi hari hingga malam hari, melayani masyrakat
penglaju yang bertempat tinggal di seputaran Jabotabek. Ada beberapa jalur kereta listrik,
yakni
Jalur Jakarta Kota - Bogor, lewat Gambir, Manggarai, Pasar Minggu, dan Depok
Jalur Jakarta Kota - Bekasi/Cikarang, lewat Pasar Senen, Jatinegara, dan Cakung
Jalur Jakarta Kota - Tangerang, lewat Angke, Cengkareng, dan Poris.
Jalur Jakarta Kota - Serpong, lewat Angke, Tanah Abang, dan Kebayoran Lama.
Jalur Tanah Abang - Bogor, lewat Sudirman, Manggarai, Pasar Minggu, dan
Depok.
Jalur Tanah Abang - Bekasi, lewat Sudirman, Manggarai, Jatinegara, dan Cakung.
Jalur Tanjung Priok - Bekasi, lewat Pasar Senen, Jatinegara, dan Cakung.
Jalur Manggarai - Serpong, lewat Sudirman, Tanah Abang, Kebayoran Lama.
Jalur Lingkar, lewat Jakarta Kota, Pasar Senen, Jatinegara, Manggarai, dan Tanah
Abang
Untuk ke kota-kota di Pulau Jawa, bisa dicapai dari Jakarta dengan jaringan jalan dan
beberapa ruas jalan tol. Jalan tol terbaru adalah Jalan Tol Cipularang yang mempersingkat
waktu tempuh Jakarta-Bandung menjadi sekitar 1,5 - 2 jam. Selain itu juga tersedia
layanan kereta api yang berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di Jakarta. Untuk
ke Pulau Sumatera, tersedia ruas jalan tol Jakarta-Merak yang kemudian dilanjutkan
dengan layanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni. Untuk ke luar pulau
dan luar negeri, Jakarta memiliki satu pelabuhan laut di Tanjung Priok dan dua bandar
udara yaitu:
Untuk mendukung laju mobilitas penduduk, Jakarta membangun sejumlah jalan tol yaitu
Tol Dalam Kota, Tol Lingkar Luar, Tol Bandara, serta ruas tol Jakarta-Cikampek, Jakarta-
Bogor-Ciawi, dan Jakarta-Merak, yang menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di
sekitarnya. Selain itu, juga sedang dibangun ruas tol dalam kota yang menghubungkan
Bekasi Utara-Cawang-Kampung Melayu. Pemerintah juga berencana membangun Tol
Lingkar Luar tahap kedua yang melingkar dari Bandara Soekarno Hatta-Tangerang-
Serpong-Cinere-Cimanggis-Cibitung-Tanjung Priok.
Pemda juga berencana membangun dua jalur monorel yaitu Green Line dan Blue Line,
namun pembangunan monorel ini tidak berjalan lancar dan sering terhenti akibat berbagai
masalah yang masih dihadapi konsorsium pembangunnya, PT Jakarta Monorail. Proyek
ini diberi nama Monorel Jakarta. Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga tengah
mempersiapkan pembangunan kereta bawah tanah (subway) yang dananya diperoleh dari
pinjaman lunak negara Jepang. Untuk lintasan kereta api, pemerintah sedang menyiapkan
double-double track pada jalur lintasan kereta api Manggarai-Cikarang. Selain itu juga,
saat ini sedang direncanakan untuk membangun jalur kereta api dari Manggarai menuju
Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng.
[sunting] Kependudukan
Jumlah Jumlah
Tahun Tahun/Tanggal
penduduk penduduk
1870 65.000 1940 533.000
1875 99.100 1945 600.000
1880 102.900 1950 1.733.600
1883 97.000 1959 2.814.000
1886 100.500 31 Oktober 1961 2.906.533
1890 105.100 24 September
4.546.492
1895 114.600 1971
1901 115.900 31 Oktober 1980 6.503.449
1905 138.600 31 Oktober 1990 8.259.639
1918 234.700 30 Juni 2000 8.384.853
1920 253.800 1 Januari 2005 8.540.306
1925 290.400 1 Januari 2006 7.512.323
1928 311.000 Juni 2007 7.552.444
1930 435.184 9.588.198
2010
*
Jumlah penduduk Jakarta sekitar 7.512.323 (2006), namun pada siang hari, angka
tersebut akan bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi,
Tangerang, Bogor, dan Depok. Kota/kabupaten yang paling banyak penduduknya adalah
Jakarta Timur dengan 2.131.341 penduduk, sementara Kepulauan Seribu adalah
kabupaten dengan paling sedikit penduduk, yaitu 19.545 jiwa.
[sunting] Etnis
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah
8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda
(15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%),
Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), Banjar (0,1%)[18]
Jika dibandingkan dengan tahun 1961, terdapat pergeseran komposisi etnis di Jakarta.
Dari 2,9 juta penduduk di tahun tersebut, orang Sunda sebanyak 32,85%, orang Jawa-
Madura (25,4%), Betawi (22,9%), Tionghoa (10,1%), Minangkabau (2,1%), Sumatera
Selatan (2,1%), Batak (1,0%), Sulawesi Utara (0,7%), Melayu (0,7%), Sulawesi Selatan
(0,6%), Maluku dan Irian (0,4%), Aceh (0,2%), Banjar (0,2%), Nusa Tenggara Timur
(0,2%), Bali (0,1%), dan keturunan asing lainnya (0,6%).[19]
[sunting] Agama
Agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Menurut data pemerintah DKI
pada tahun 2005, komposisi penganut agama di kota ini adalah sebagai berikut:[20]
Islam 84,4%
Kristen Protestan 6,2 %
Katolik 5,7 %
Hindu 1,2 %
Buddha 3,5 %
Etnis Persentase
Jawa 35,16%
Betawi 27,65%
Sunda 15,27%
Tionghoa 5,53%
Batak 3,61%
Minangkabau 3,18%
Melayu 1,62%
Bugis 0,59%
Madura 0,57%
Banten 0,25%
Banjar 0,10%
Jumlah umat Buddha terlihat agak besar mungkin karena umat Konghucu juga ikut
tercakup di dalamnya. Menurut data Robert Cribb[21] pada tahun 1980 jumlah penganut
agama ini secara relatif adalah sebagai berikut:
Islam 84,4%
Protestan 6,3%
Katolik 2,9%
Hindu dan Buddha 5,7%
Tidak beragama 0,3%
Menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama Kong Hu Cu secara relatif adalah
1,7%. Sensus penduduk Indonesia tidak mencatat agama yang dianut selain keenam
agama yang diakui pemerintah.
[sunting] Tempat peribadatan
Berbagai tempat peribadatan agama-agama dunia dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan
mushala, sebagai rumah ibadah umat Islam, tersebar di seluruh penjuru kota, bahkan
hampir di setiap lingkungan. Masjid terbesar adalah masjid nasional, Masjid Istiqlal, yang
terletak di Gambir. Sejumlah masjid penting lain adalah Masjid Agung Al-Azhar di
Kebayoran Baru, Masjid At Tin di Taman Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng.
Sedangkan gereja besar yang terdapat di Jakarta antara lain, Gereja Katedral Jakarta,
Gereja Santa Theresia di Menteng, dan Gereja Santo Yakobus di Kelapa Gading untuk
umat Katolik. Masih dalam lingkungan di dekatnya, terdapat bangunan Gereja Immanuel
yang terletak di seberang Stasiun Gambir bagi umat Kristen Protestan. Selain itu, ada
Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja Sion di Jakarta Kota, Gereja Kristen Toraja di
Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Bagi umat Hindu yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, terdapat Pura Adhitya Jaya
yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur, dan Pura Segara di Cilincing, Jakarta
Utara. Rumah ibadah umat Buddha antara lain Vihara Dhammacakka Jaya di Sunter,
Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha di
Cipinang Jaya. Sedangkan bagi penganut Konghucu terdapat Kelenteng Jin Tek Yin.
Jakarta juga memiliki satu sinagoga yang digunakan oleh pekerja asing Yahudi.[rujukan?]
[sunting] Lingkungan
Pada tahun 2004, untuk kesekian kalinya, Kota Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan meraih
penghargaan Bangun Praja kategori "Kota Terbersih dan Terindah di Indonesia" (dulu
disebut "Adipura"). Salah satu faktor penentu keberhasilan kedua kota tersebut adalah
keberadaan kawasan Menteng dan Kebayoran Baru yang asri dan bersih.
Selain Menteng dan Kebayoran Baru, banyak wilayah lain di Jakarta yang sudah bersih
dan teratur. Pemukiman ini biasanya dikembangkan oleh pengembang swasta, dan
menjadi tempat tinggal masyarakat kelas menengah. Pondok Indah, Kelapa Gading, Pulo
Mas, dan Cempaka Putih, adalah beberapa wilayah pemukiman yang bersih dan teratur.
Namun di beberapa wilayah lain Jakarta, masih nampak pemukiman kumuh yang belum
teratur. Pemukiman kumuh ini berupa perkampungan dengan tingkat kepadatan penduduk
cukup tinggi, serta banyaknya rumah yang dibangun secara berhimpitan di dalam gang-
gang sempit. Beberapa wilayah di Jakarta yang memiliki kepadatan penduduk cukup
tinggi antara lain, Tanjung Priok, Johar Baru, Pademangan, Sawah Besar, dan Tambora.
Pemerintahan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemerintahan DKI Jakarta
Peta DKI Jakarta tanpa Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
Dasar hukum bagi DKI Jakarta adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2007, tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai ibu
kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU ini menggantikan UU Nomor 34 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Negara Republik Indonesia
Jakarta serta UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus
Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta yang keduanya tidak berlaku lagi.
Jakarta berstatus setingkat provinsi dan dipimpin oleh seorang gubernur. Berbeda dengan
provinsi lainnya, Jakarta hanya memiliki pembagian di bawahnya berupa kota
administratif dan kabupaten administratif, yang berarti tidak memiliki perwakilan rakyat
tersendiri. Dengan demikian, DKI Jakarta hanya memiliki DPRD Provinsi dan tidak
memiliki DPRD Kabupaten/Kota.
Pembagian administratif
DKI Jakarta memiliki status khusus sebagai Daerah Khusus Ibukota. DKI Jakarta ini
dibagi kepada lima kota dan satu kabupaten, yaitu:
Gubernur
Daftar gubernur yang pernah memerintah DKI Jakarta
Masa Masa
No Nama Keterangan No Nama Keterangan
Jabatan Jabatan
Sebagai 1966-
1945- 9
1 Walikota 1977
1947
Jakarta
Suwiryo Ali Sadikin
Sebagai 1977-
1948- 10
2 Walikota 1982
1950
Jakarta Tjokropranolo
Daan Jahja
Sebagai 1982-
1950- 11
3 Walikota 1987
1951 Soeprapto
Jakarta
Suwiryo
Sebagai 1987-
1951- 12
4 Walikota 1992
1953 Wiyogo
Jakarta
Atmodarminto
Syamsurijal
Sebagai
1953- 1992-
5 Walikota 13
1960 1997
Jakarta
Soerjadi
Sudiro
Soedirdja
Perwakilan
DKI Jakarta memiliki 21 perwakilan di DPR (dari tiga daerah pemilihan) dan empat
orang untuk DPD. Keempat anggota DPD untuk periode 2009-2014 adalah H. Dani
Anwar, Drs.H. A.M. Fatwa, H. Djan Faridz, dan Pardi.[22] Selain itu Berdasarkan hasil
Pemilu Legislatif 2009, DPRD Jakarta memperoleh total 94 kursi yang didominasi oleh
Partai Demokrat (32 kursi), PKS (18 kursi) dan PDI-P (11 kursi).[23]
Mayoritas dari anggota ini adalah wajah baru (70/94, sekitar 74%), dengan proporsi
anggota perempuan 27/94 (meningkat dari periode sebelumnya, 11/56).[24]
Pendidikan
Lihat pula: Daftar perguruan tinggi swasta di Jakarta
DKI Jakarta menyediakan sarana pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi. Kualitas dari pendidikan pun juga sangat bervariasi dari gedung mewah ber-AC
sampai yang sederhana.
Belakangan ini mulai muncul berbagai sekolah dengan kurikulum yang diserap dari
negara lain seperti Singapura dan Australia. Sekolah lain dengan kurikulum Indonesia
pun juga muncul dengan metode pengajaran yang berbeda, seperti Sekolah Dasar Islam
Terpadu. Selain sekolah yang didirikan oleh pemerintah, banyak pula sekolah yang
dikembangkan oleh pihak swasta, seperti Al-Azhar, Muhammadiyah, BPK Penabur,
Kolese Kanisius (Canisius College ; CC), Don Bosco, Tarakanita, Santa Ursula dan
Marsudirini.
DKI Jakarta juga menjadi lokasi berbagai universitas terkemuka, antara lain :
Universitas Indonesia
Universitas Negeri Jakarta
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Universitas Trisakti
Universitas Atma Jaya
Universitas Tarumanegara
Universitas Gunadarma
Pariwisata
Jakarta mempunyai beberapa tempat pariwisata yang terkenal dan biasa dikunjugi oleh
para wisatawan lokal dan mancanegara diantaranya adalah:
Untuk wisata sejarah, Jakarta juga memiliki beberapa museum yang dapat dikunjungi
diantaranya Museum Gajah dan Museum Fatahillah. Selain itu Jakarta juga memiliki
beberapa monumen yang memiliki nilai sejarah. Banyak dari monumen-monumen ini
yang didirikan atau dibangun pada masa presiden Soekarno, antara lain Monumen
Nasional dan Monumen Selamat Datang. Hal ini didasari tekad Sukarno pada saat itu
yang ingin membuat kota Jakarta sebagai kota monumental.[25]
Wisata Belanja
Dalam rangka menciptakan Jakarta sebagai kota tujuan wisata belanja, pemerintah
mengadakan program "Enjoy Jakarta". Program ini diadakan di pusat-pusat perbelanjaan
yang terdapat di Jakarta. Untuk mewujudkan Jakarta sebagai tujuan wisata belanja yang
unggul, pemerintah saat ini sedang mengembangkan poros Casablanca-Satrio sebagai
poros wisata belanja. Di poros ini, selain sudah ada pusat perbelanjaan Mal Ambassador,
ITC Kuningan, dan Rasuna Epicentrum, nantinya juga hadir pusat perbelanjaan Ciputra
World Jakarta, Kuningan City, dan Kota Casablanca.
Pusat perbelanjaan
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Daftar pusat perbelanjaan di
Jakarta.
Sejak awal tahun 1910, Pemerintah DKI Jakarta gencar membangun pusat-pusat
perbelanjaan modern, atau biasa yang dikenal dengan mal dan plaza. Saat ini Jakarta
merupakan salah satu kota di Asia yang banyak memiliki pusat perbelanjaan.[26] Beberapa
pusat perbelanjaan modern di Jakarta memiliki luas yang cukup besar (lebih dari 100.000
m2). Di pusat-pusat perbelanjaan tersebut hadir berbagai waralaba internasional seperti
Starbucks, Sogo, jaringan restoran siap saji McDonalds. Selain itu, perusahaan-
perusahaan waralaba nasional juga memenuhi ruang pusat-pusat perbelanjaan tersebut,
seperti Es Teler 77, J.Co dan Bakmie Gajah Mada. Beberapa pusat perbelanjaan tersebut
diantaranya adalah :
Jakarta Pusat
Grand Indonesia, merupakan salah satu mal terluas dan paling prestisius di
Indonesia. Mal ini terbagi menjadi dua distrik, yaitu West Mall dan East Mall.
Mal yang terletak di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat ini, memiliki luas 250.000 m2,
dan menjadi tempat bagi merek-merek papan atas, seperti Zara, Louis Vuitton,
Marks & Spencer, Chanel, Burberry, Forever21, GAP, Gucci, Guess, Polo, dan
Samuel&Kevin. Termasuk Toko Buku Gramedia. Di bagian bawah pusat
perbelanjaan ini terdapat berbagai macam restoran yang dapat dinikmati oleh para
pengunjung.
Plaza Indonesia, terletak di Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat. Dengan luas
sekitar 42.540 m2, mall ini pernah menjadi tempat pertama berdirinya Sogo
Department Store Indonesia, namun telah ditutup sejak tahun 2009. Di mall ini
terdapat Debenhams Department Store, Louis Vuitton, Food Hall, dan Hard Rock
Cafe. Mall ini terintergrasi dengan EX Plaza, Grand Hyatt Hotel Jakarta, The
Plaza Office Tower, The Keraton Hyatt Residence, dan Kedutaan Besar Jepang.
Plaza Senayan, merupakan mal besar di Jakarta yang terletak di Jalan Asia Afrika,
Jakarta Selatan. Mall ini memiliki luas 130.500 m2. Di mall ini terdapat sejumlah
department store kelas menengah keatas seperti Sogo Department Store dan
Metro Department Store. Di mall ini juga terdapat toko buku yang terkenal di
dunia, yakni Kinokuniya. Di bagian atrium mall ini terdapat sebuah jam raksasa
buatan Seiko, Jepang. Jam ini terdiri dari 6 patung pemusik, setiap patung
memainkan alat musik yang berbeda.
Senayan City, terletak di Jalan Asia Afrika, Jakarta Selatan. Mall ini terletak
berseberangan dengan Plaza Senayan dan berdekatan dengan Gelora Bung Karno.
Mall ini memiliki luas 68.000 m2. Di atas mall ini terdapat menara kantor stasiun
televisi SCTV.
Jakarta Barat
Central Park Mall, terletak di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Mall ini memiliki
luas 167.000 m2. Desain mal ini meniru gaya unsur alam. Di mall ini terdapat
sebuah food court yang asri, lalu terdapat Sogo Department Store, Carrefour, dan
Central Park Furnishings. Mall ini terletak di kawasan Podomoro City yang
dikembangkan oleh Agung Podomoro.
Mal Taman Anggrek, terletak di Jalan S. Parman, Jakarta Barat. Dengan luas
sekitar 130.000 m2, pusat perbelanjaan ini menyediakan lapangan ski indoor yang
terbesar di Asia Tenggara.
Mall Ciputra Jakarta, berada di lokasi yang sangat strategis, yakni berada di depan
jalan tol dan diapit oleh 2 universitas tekenal. Mall ini terletak di Jalan S. Parman,
Jakarta Barat. Mall ini memiliki luas 80.000 m2. Diatas mall ini terdapat Hotel
Ciputra Jakarta. Di mall ini terdapat Matahari Department Store dan Hero
Supermarket.
Jakarta Utara
Mal Artha Gading, merupakan salah satu mal yang paling unik di Jakarta. Konsep
interior mall ini meniru gaya sejarah Jalur Sutera. Mall ini memiliki 7 buah
atrium, yakni atrium Nusantara, China, India, Persia, Italia, Paris, dan Millenium.
Mal ini memiliki luas 270.000 m2. Di mall ini terdapat Ace Hardware & Index,
Diamond Supermarket, Electronic City, IT Center, Amazone, Artha XXI dan lain
lain.
Mal Kelapa Gading, terletak di Jalan Kelapa Gading Boulevard, Jakarta Utara.
Dengan luas mencapai 147.000 m2, mal ini memiliki food court dan pusat mode
terlengkap di Jakarta.
Emporium Pluit Mall, terletak di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara. Dengan
luas 61.243 m2, mall ini memiliki Sogo Department Store, Carrefour, dan anchor
tenant lainnya. Mall ini dikembangkan oleh PT Pluit Propertindo.
Jakarta Selatan
Pondok Indah Mall, terletak di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan. Mall
ini terdiri dari 2 bangunan utama yakni Pondok Indah Mall I dan II. Pondok Indah
Mall II adalah mall terlengkap untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta Selatan.
Di mall II ini terdapat Sogo Department Store, Metro Department Store, dan
banyak tenant besar lainnya.
Pacific Place Jakarta, terletak di kawasan SCBD. Di atas mall ini terdapat Ritz
Carlton Hotel Pacific Place dan 2 menara Ritz Carlton Residence. Di mall ini
terdapat M Pacific Place, Kidzania, Blitzmegaplex, Kem Chicks, dan tenant
lainnya.
Cilandak Town Square, terletak di Jalan TB. Simatupang, Jakarta Selatan. Mall ini
terkenal sebagai pusat hiburan di Jakarta Selatan. Di mal ini terdapat banyak
restoran, lounge, dan cafe.
Jakarta Timur
Cibubur Junction, terletak di Ciracas, Jakarta Timur. Mall ini memiliki luas
31.987 m2. Di mall ini terdapat Hypermart, Matahari Department Store, Cinema
21, Karisma Book Store, Timezone, dan anchor tenant lainnya.
Jakarta memiliki nama-nama pasar sesuai dengan nama hari dalam sepekan. Namun dari
nama-nama hari itu termasuk Pasar Minggu, Pasar Senen, Pasar Rebo, dan Pasar Jumat,
dan kini menjadi nama sebuah daerah. Sementara, Pasar Selasa, Pasar Kamis, dan Pasar
Sabtu, tidak terdengar lagi, konon karena terkalahkan oleh nama daerah. Nama pasar
dikaitkan dengan nama hari karena dalam riwayatnya, aktivitas di pasar itu dilakukan
pada hari tertentu. Misalnya, disebut Pasar Senen karena aktivitas di pasar tersebut
dulunya selalu dilakukan setiap hari Senin. Kini nama tersebut menjadi sebuah
kecamatan di wilayah Jakarta Pusat.
Dalam arsip Kolonial, pasar pertama kali didirikan oleh seorang tuan tanah berdarah
Belanda bernama Justinus Vinck di bagian selatan Castle Batavia pada tahun 1730an.
Pasar itu bernama Vincke Passer yang saat ini dikenal dengan nama Pasar Senen. Vincke
Passer merupakan pasar pertama yang menerapkan sistem jual beli dengan menggunakan
uang sebagai alat jual beli yang sah.
Kemudian masuk pada abad ke-19 atau di tahun 1801, pemerintah VOC memberikan
kebijakan dalam perizinan membangun pasar kepada tuan tanah. Namun dengan
peraturan pasar yang didirikan dibedakan menurut harinya. Vincke Passer buka setiap
hari Senin, sehingga orang pribumi sering menyebut Vincke Passer sebagai Pasar Senen
dan hingga saat ini nama tersebut masih melekat hingga diabadikan menjadi sebuah nama
daerah.
Selain Vincke Passer yang buka hari Senin, ada juga pasar yang buka hari Selasa yakni
Pasar Koja, pasar yang buka setiap hari Rabu adalah Pasar Rebo yang kini menjadi Pasar
Induk Kramat Jati. Kemudian pasar yang buka setiap hari Kamis adalah Mester Passer
yang kini disebut Pasar Jatinegara. Selanjutnya ada beberapa pasar yang buka di hari
Jumat, sebut saja Pasar Lebakbulus, Pasar Klender, dan Pasar Cimanggis.
Untuk Pasar Sabtu, atau pasar yang bukanya setiap hari Sabtu adalah Pasar Tanah Abang.
Sedangkan Pasar Minggu atau yang dulu dikenal dengan sebutan Tanjung Oost Passer
buka pada hari Minggu. Perbedaan pengoperasian pasar ini dilakukan VOC dengan
alasan keamanan serta faktor untuk mempermudah orang dalam berkunjung dan lebih
mengenal suatu pasar.
Sayangnya, kebijakan berlakunya hari kerja pasar tak berlangsung lama. Sebab sejak
VOC bangkrut akibat banyak pejabat yang korupsi, pemerintahan Belanda di Batavia
diambil alih oleh Kerajaan Hindia-Belanda. Sejak zaman Hindia-Belanda, peraturan hari
kerja pasar pun tak berlaku lagi, hingga sebagian besar pasar buka setiap hari, meski
terlanjur menyandang nama hari sebagai nama pasar.
Di zaman Hindia Belanda pada akhir abad ke-19 inilah banyak bermunculan pasar-pasar
baru yang lebih modern, seperti Pasar Baru dan Pasar Glodok. Pasar-pasar yang muncul
di era abad ke-19 akhir hingga awal abad ke-20 menjadi inspirasi lahirnya supermarket
dan juga mal.
Olahraga
Gelora Bung Karno pada acara AFC Cup 2007
Sejak masa Presiden Soekarno hingga saat ini, Jakarta sering menjadi tempat
penyelenggaraan event-event olahraga berskala internasional, di antaranya pernah
menjadi tuan rumah Asian Games di tahun 1962, Piala Asia di tahun 2007 dan beberapa
kali menjadi tuan rumah Pesta Olahraga bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang lebih
dikenal dengan Sea Games. Mayoritas masyarakat Jakarta gemar berolahraga. Sepak bola
merupakan cabang permainan yang banyak diminati masyarakat, di samping bulu
tangkis, bola voli, dan bola basket. Jakarta memiliki beberapa klub sepak bola
profesional. Diantaranya Persija Jakarta Pusat dan Persitara Jakarta Utara, yang saat ini
ikut berlaga di kompetisi Liga Super Indonesia.
Tempat-tempat olahraga di Jakarta antara lain: Gelora Bung Karno Senayan di Jakarta
Pusat; Stadion Lebak Bulus, GOR Bulungan, Lapangan Golf Pondok Indah, Lapangan
Golf Matoa, dan GOR Soemantri Brodjonegoro Kuningan di Jakarta Selatan; Stadion
Tugu, Stadion Kamal, Gedung Basket Kelapa Gading, Lapangan Golf Ancol, dan Sports
Mall Kelapa Gading di Jakarta Utara; Stadion Bea Cukai Rawa Mangun, Lapangan Golf
Rawa Mangun, Pacuan Kuda Pulo Mas, dan Gedung Senam DKI Radin Inten di Jakarta
Timur
Media
Jakarta menjadi lokasi kantor pusat hampir seluruh media nasional baik surat kabar,
majalah, situs berita, radio, ataupun televisi.
Surat kabar
Beberapa surat kabar yang terbit di Jakarta antara lain: Kompas, Harian Pelita, Suara
Pembaruan, Indo Pos, Koran Jakarta, The Jakarta Post, Jurnal Nasional, Bisnis Indonesia,
Investor Daily, Seputar Indonesia, Republika, Media Indonesia, Koran Tempo, Pos Kota,
Warta Kota, Rakyat Merdeka, Lampu Hijau, Non'stop.
Televisi
TVRI adalah stasiun televisi milik pemerintah yang berpusat di Jakarta. Selain TVRI
beberapa stasiun televisi swasta lainnya juga berpusat di Jakarta: RCTI, SCTV, MNCTV,
antv, Indosiar, MetroTV, Trans TV, Trans7, tvOne, Global TV.
Stasiun televisi lokal yang hanya mengudara di wilayah Jabodetabek antara lain: JakTV,
O Channel, Spacetoon, Elshinta TV, DAAI TV.
[sunting] Radio
RRI Mustang 88 FM
Bens Radio 106.20 FM Ramako 105.8
Elshinta 90.00 FM Radio A 96.7 FM
Radio Sonora 92.00 FM Delta 99.1 FM
PAS FM 92.40 FM Female Radio 97.9 FM
Prambors 102.20 FM Hard Rock 87.6 FM
Trijaya 104.60 FM Cosmopolitan 90.4 FM
Trax 101.40 FM ARH Global 88.4 FM
Women Radio 94.30 FM Gen FM 98.7 FM
U FM 94.7 FM Motion Radio 97.5 FM
I-Radio 89.6 FM R.D TPI 97.1 FM
95.1 KISFM M Radio 106.6 FM
JakFM 101.0 FM
RAS 95.5 FM
Radio SSK 107.9 FM
[sunting] Permasalahan
Sebagaimana umumnya kota megapolitan, kota yang berpenduduk diatas 10 juta, Jakarta
memiliki masalah stress, kriminalitas, dan kemiskinan. Penyimpangan peruntukan lahan
dan privatisasi lahan telah menghabiskan persediaan taman kota sehingga menambah
tingkat stress warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas, menurunnya interaksi sosial karena
gaya hidup individualistik juga menjadi penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak
partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang tindak
laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan usaha informal oleh
pemerintah DKI adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI.
Catatan: * perkiraan
Sumber: Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
[sunting] Banjir
Pembangunan tanpa kendali di wilayah hilir, penyimpangan peruntukan lahan kota, dan
penurunan tanah akibat eksploitasi air oleh industri, menyebabkan turunnya kapasitas
penyaluran air sistem sungai, yang menyebabkan terjadinya banjir besar di Jakarta.
Tata ruang kota yang sering berubah-ubah, menyebabkan polusi udara dan banjir sulit
dikendalikan. Walaupun pemerintah telah menetapkan wilayah selatan Jakarta sebagai
daerah resapan air, namun ketentuan tersebut sering dilanggar dengan terus dibangunnya
perumahan serta pusat bisnis baru. Beberapa wilayah yang diperuntukkan untuk
pemukiman, banyak yang beralih fungsi menjadi tempat komersial.
Untuk memperbaiki keadaan, Jakarta membangun dua banjir kanal, yaitu Banjir Kanal
Timur dan Banjir Kanal Barat. Banjir Kanal Timur mengalihkan air dari kali Cipinang ke
arah timur, melalui daerah Pondok Bambu, Pondok Kopi, Cakung, sampai Cilincing.
Sedangkan Banjir Kanal Barat yang telah dibangun sejak zaman kolonial Belanda,
mengaliri air melalui Karet, Tanahabang, sampai Angke. Selain itu Jakarta juga memiliki
dua drainase, yaitu Cakung Drain dan Cengkareng Drain.
[sunting] Makanan
Jakarta merupakan kota internasional yang banyak menyajikan makanan khas dari
seluruh dunia. Di wilayah-wilayah yang banyak didiami oleh para ekspatriat asing,
seperti di daerah Menteng, Kemang, Pondok Indah, dan daerah pusat bisnis Jakarta, tidak
sulit untuk menjumpai makanan-makanan khas asal Eropa, China, Jepang dan Korea.
Makanan-makanan ini biasanya dijual dalam restoran-restoran mewah.
Di Jakarta, dan sepeti kota-kota besar lainnya di Indonesia, Rumah Makan Padang yang
paling banyak dijumpai. Hampir di seluruh tempat di Jakarta, dengan mudah dijumpai
rumah makan yang manyajikan masakan asal Minang ini. Jakarta juga memiliki makanan
khasnya, yang paling terkenal adalah Kerak Telor, Soto Betawi, Kue Ape, Roti Buaya dan
lain-lain. Selain itu di Jakarta juga bisa ditemukan makanan tradisional dari daerah
misalnya makanan khas Jawa Timur, seperti Rawon, Rujak Cingur, dan Kupang Lontong.
[tampilkan]
l•b•s
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
[tampilkan]
l•b•s
Ibu kota negara di
Asia