Anda di halaman 1dari 17

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal : Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo Terhadap Keseimbangan


Tubuh Pada Pasien Vertigo Di RS. Siti Khodijah Sepanjang 2011

A. Hasil
1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin
Laki-laki perempuan

36%

64%

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang di teliti, 10
orang(36%) berjenis kelamin laki-laki dan 18 orang(64%) berjenis kelamin
perempuan.

2. Distribusi responden berdasarkan umur


Umur

14%

36%

21% 35-40
41-45
46-50
51-55
29%

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang di teliti
sebanyak 10 orang(36%) berumur 35-40, 8 orang(29%) berumur 41-45, 6
orang(21%) berumur 46-50, dan 4 orang(14%) berumur 51-55.

3. Distribusi responden berdasarkan agama


Agama
Islam Kristen

7%

93%

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang di
teliti yaitu sebanyak 26 orang(93%) dari 28 responden beragama islam.

4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan


Tingkat Pendidikan
SMA D3 S1

21%

18%
61%

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang di teliti
sebanyak 17 orang(61%) berpendidikan SMA, 6 orang(21%) berpendidikan
diploma, dan 5 orang(18%) sarjana.

5. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan


Pekerjaan
Pekerja swasta PNS Tidak bekerja

22%

56%
22%

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa dari 28 responden yang di teliti
sebanyak 6 orang(22%) tidak bekerja, 16 orang(56%) swasta, dan 6
orang(22%) PNS.

6. Mengidentifikasi keseimbanga n tubuh pada pasien vertigo sebelum


dilakukan senam vertigo

Keseimbangan Tubuh Jumlah Responden


Baik -
Cukup 12
Kurang 16
Uji wilcoxon signed ranked p:0,000

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa sebelum dilakukan senam vertigo
dari 28 resppnden yang di teliti sebanyak 12 orang(43%) mempunyai
keseimbangan tubuh sedang, dan 16 orang(57%) mempunyai keseimbangan
tubuh kurang.

7. Mengidentifikasi keseimbanga n tubuh pada pasien vertigo sesudah


dilakukan senam vertigo
Keseimbangan Tubuh Jumlah Responden
Baik 14
Cukup 14
Kurang -
Uji wilcoxon signed ranked p:0,000

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa sebelum dilakukan senam vertigo
dari 28 resppnden yang di teliti sebanyak 14 orang(50%) mempunyai
keseimbangan tubuh sedang, dan 14 orang(50%) mempunyai keseimbangan
tubuh baik.

8. Menganalisa pengaruh senam vertigo terhadap keseimbangan tubuh pada


pasien vertigo di RS. Siti Khodijah Sepanjang

Sebelum senam vertigo Sesudah senam vertigo


Baik - 14
Kurang 12 14
sedang 16 -

Berdasarkan uji wilcoxon signed ranked test pada tabel diatas tampak
perbedaan keseimbangan tubuh pada pasien vertigo sebelum dan sesudah
dilakukan senam vertigo dengan nilai p: 0,000 dengan kesimpulan bahwa
hipotesis diterima yang berarti ada pengaruh senam vertigo terhadap
keseimbangan tubuh pada pasien vertigo.

B. PEMBAHASAN

1. Mengidentifikasi keseimbangan tubuh pada pasien vertigo sebelum


dilakukan senam vertigo di Rs. Siti Khodijah Sepanjang.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pasien vertigo sebelum dilakukan senam
vertigo sebanyak 12 orang (42,9%) mempunyai keseimbangan tubuh sedang dan 16
orang (57%) mempunyain keseimbangan tubuh kurang.
Menurut Kang Is (2008) Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi
aferen yang disampaikan kepusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibular atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya kepusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuclei vestibularis
dengan nuklei N III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis dan vestibulo spinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibular, visual dan propiroseptik. Reseptor vestibular memberikan kontribusi
paling besar yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan yang paling
kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Berdasarkan hasil dan teori dapat dijelaskan bahwa rangsang gerakan yang aneh
dan berlebihan yang terjadi pada pasien vertigo akan menggangu proses pengolahan,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom, sehingga respon penyesuaian otot
menjadi tidak adekuat dan muncul gerakan abnormal seperti nistagmus dan atagsia
sesaat.

2. Mengidentifikasi keseimbangan tubuh pada pasien vertigo sesudah dilakukan


senam vertigo di Rs. Siti Khodijah Sepanjang.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 28 pasien vertigo yang sudah
dilakukan
senam vertigo sebanyak 14 orang (50%) mempunyai keseimbangan tubuh sedang dan
14 orang (50%) mempunyai keseimbangan tubuh baik.
Senam vertigo merupakan gerakan badan dan kepala yang bertujuan untuk
mengurangi spasme otot, meningkatkan keseimbangan tubuh, dan menghilangkan
gejala vertigo (Miralza Diza, 2008). Senam vertigo dapat melancarkan aliran darah
keotak yang mana akan memperbaiki kerja dari 3 sistim sensori yaitu sistim
penglihatan (visual), sistim keseimbangan telinga dalam (vestibular) dan sistim
sensori umum yang meliputi sensor gerak, takanan, dan posisi (Joesoef AA, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian dan teori dapat dijelaskan bahwa senam vertigo dapat
membantu memperbaiki fungsi alat keseimbangan tubuh baik diperifer maupun
sentral, sehingga dengan melakukan senam vertigo dapat mengendalikan rangsang
gerakan yang aneh dan berlebihan.

3. Analisa pengaruh senam vertigo terhadap keseimbangan tubuh pada pasien


vertigo di Rs. Siti Khodijah Sepanjang.
Setelah dilakukan senam vertigo pada pasien vertigo, didapatkan hasil dengan
perhitungan SPSS 16 dengan uji wilcoxon signed rank test menunjukkan bahwa hasil
hipotesa diterima yang berarti terjadi perbaikan keseimbangan tubuh yang signifikan
sebelum dan sesudah dilakukan senam vertigo.
Senam vertigo yang terdiri dari Bran d-darrof exercise memberikan efek
meningkatkan aliran darah keotak sehingga dapat memperbaiki kerja dari ketiga
sistim sensori yang meliputi sistim penglihatan (visual). Input visual memberikan
petunjuk penting tentang orientasi ruang. Sistim keseimbangan telinga dalam
(vestibular), telinga dalam (labirin) berisi saluran semisirkuler dan vestibula untuk
keseimbangan dan koklea untuk pendengaran. Sistem ini bekerja dengan
menghubungkan saraf vestibulococlear dengan pusat vestibular diotak dan
keseimbangan serta posisi tubuh. Sistim proprioception yang terdiri dari sensor
gerakan, posisi dan tekanan pada kulit, otot dan sendi, sensor-sensor ini memberikan
informasi sentuhan dan posisi yang penting untuk membuat kita tetap seimbang
(Joesoef AA, 2006).
Berdasarkan hasil dan teori senam vertigo dapat memperbaiki fungsi alat
keseimbangan tubuh baik perifer maupun sentral dan dapat memaksimalkan kerja
dari ketiga sistim sensori sehingga menghasilkan keseimbangan tubuh yang baik.
Dengan melakukan senam vertigo seseorang akan dapat menetralisir adanya rangsang
gerak yang aneh dan berlebihan sehingga akan mengurangi terjadinya kekambuhan.

Jurnal : Perkembangan Terapi Massage Terhadap Penyembuhan Penyakit


Vertigo

A. Hasil
Deskripsi data hasil analisis penyembuhan penyakit vertigo yang
dilakukan melalui angket yang terdiri dari 21 pertanyaan yang melibatkan pasien
penyakit vertigo yang berjumlah 11 pasien. Data yang nantinya dikumpulkan dan
dianalisis adalah kuesioner terapi massage. Berdasarkan hasil penelitian antara
penyembuhan penyakit vertigo dengan terapi massage, maka diperoleh hasil
untuk diskripsi data pada tabel 1 adalah sebagai berikut :
B. Pembahasan
Massage adalah suatu cara penyembuhan yang menggunakan gerakan
tangan atau alat terhadap jaringan tubuh yang lunak. Massage bertujuan
memperbaiki sirkulasi, membantu absorpsi (penyerapan), sekresi (pengeluaran,
serta memperlancar distribusi energi dan nutrisi ke dalam jaringan), Capellini and
Welden, 2010: 34. Pengaruh massage terhadap peredaran darah adalah adanya
manipulasi atau pijatan yang dikerjakan dari bagian-bagian tubuh menuju ke
jantung (sentripetal) secara mekanis mendorong aliran darah pada pembuluh
vena menuju ke jantung. Aliran darah yang lebih lancar dalam vena akan
membantu kelancaran aliran darah pada arteri dan kapiler. Sehingga massage
membantu proses penyerapan dan pembuangan sisa-sisa metabolisme dari dalam
jaringan serta memperlancar distribusi nutrisi dan Oksigen. Keadaan ini
membantu penyerapan, terutama terhadap jaringan yang mengalami peradangan
atau pembengkakan.
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa perkembangan terapi massage
terhadap penyembuhan penyakit vertigo dikategorikan baik. Hal ini dapat dilihat
dari skala mengenai perkembangan terapi massage terhadap penyembuhan
penyakit vertigo secara keseluruhan yaitu sebesar 92%. Berdasarkan data
tersebut diperoleh hasil :
1) Dari beberapa indikator berada dalam presentase sebesar 100% yang berarti
semua responden menilai beberapa indikator tersebut dikatakan baik seperti :
a. Cara terapi menggunakan tangan
b. Teknik manipulasi circulary tahap friction
c. Merasakan tenang setelah manipulasi stroking
d. Posisi terlentang atau telungkup saat dimassage
e. Merasakan otot-otot saat dilakukan kneading
f. Posisi rileks saat dimassage merasakan walken
g. Relaksasi otot melalui penghangatan yang dihasilkan
h. Bahan pelican membuat rileks
i. Bagian bawah jantung merasakan arah dorongan ke arah jantung
j. Massage dilaksanakan selama 40-60 menit
k. Penyakit vertigo saat ini sudah sembuh
l. Penyakit vertigo sembuh dalam jangka waktu 3-10 kali terapi
m. Masih aktif melakukan olahraga
n. Merasakan tenang dan nyaman setelah dimassage
2) Jenis olahraga yang paling banyak dilakukan responden yaitu olahraga sedang
dengan presentase 91% atau 10 responden, sedangkan untuk olahraga berat
masih aktif dilakukan oleh responden sekitar 67% atau 7 responden dan untuk
olahraga ringan dilakukan oleh 76% atau 8 orang.
3) Penggunaan teknik manipulasi untuk penanganan vertigo dengan 5 tahapan
dalam sekali terapi memiliki presentase 76% atau dilakukan oleh 8
responden.
4) Teknik manipulasi yang dikombinasikan dengan teknik lain dilakukan oleh 7
responden .

Jurnal : Evaluasi pasien vertigo posisi paroksismal jinak dengan terapi


reposisikanalit dan latihan Brandt Daroff

A. HASIL

Selama periode Maret-September 2008 telah dilakukan penelitian pada 40


orang pasien VPPJ yang datang ke poliklinik Neurotologi Departemen THT
FKUI-RSCM. Percontoh ditetapkan sesuai dengan kriteria penerimaan
penelitian. Percontoh dimasukkan ke dalam dua kelompok, yakni kelompok yang
menjalani terapi CRT saja dan kelompok yang menjalani kombinasi terapi CRT
dan latihan Brandt Daroff, dengan cara randomisasi blok. Dengan cara tersebut
didapatkan 20 percontoh untuk setiap kelompok.

Dalam penelitian ini didapatkan percontoh termuda berusia 18 tahun dan


tertua berusia 73 tahun. Usia rata-rata 51 tahun dengan standar deviasi 12,0. Bila
dikelompokkan berdasarkan batas usia 60 tahun sebagai batasan usia lanjut,
maka 30 percontoh (75%) berusia di bawah 60 tahun.

Sebaran jenis kelamin percontoh memperlihatkan bahwa perempuan lebih


banyak daripada laki-laki. Jumlah percontoh perempuan sebanyak 26 orang
(65%) sedangkan laki-laki 14 orang (35%).
Keluhan yang diutarakan oleh percontoh saat diperiksa di poliklinik
Neurotologi meliputi perasaan pusing berputar, melayang dan tidak
stabil/goyang. Sebagian besar percontoh, yaitu sebanyak 36 orang (90%)
mengeluh pusing berputar. Perasaan melayang dan tidak stabil masing masing
dikeluhkan oleh 2 percontoh (5%).

Episode serangan VPPJ sering berulang. Berdasarkan waktu mulainya


episode serangan VPPJ terakhir, sebanyak 33 percontoh (82,5%) telah menderita
VPPJ kurang dari 8 minggu. Sisanya sebanyak 7 percontoh (17,5%) menderita
VPPJ lebih dari 2 bulan. Tiga puluh sembilan percontoh (97,5%) masih
mengalami keluhan gangguan keseimbangan pada hari pemeriksaan dilakukan.
Dari 40 percontoh, 17 orang (42,5%) pernah mengalami keluhan yang sama,
namun sempat mengalami masa sembuh tanpa keluhan.

Frekuensi keluhan pada 23 percontoh (57,5%) lebih dari 2 kali sehari,


sedangkan pada 15 percontoh (37,5%) frekuensi keluhan antara 1-2 kali sehari.
Serangan VPPJ dirasakan kurang dari 1 menit oleh 32 (80%) percontoh.

Berdasarkan anamnesis didapatkan 38 dari 40 percontoh (95%)


mengalami serangan vertigo, rasa melayang atau goyang pada saat bangun dari
posisi berbaring di tempat tidur. Gerakan lain yang dapat mencetuskan keluhan
yaitu menengadahkan kepala (75%), membaringkan badan (67,5%),
membalikkan badan di tempat tidur (65%) dan membungkukkan badan (65%).
Gejala penyerta yang terbanyak dikeluhkan pasien adalah mual, yakni 26
percontoh (65%). Sebanyak 12 percontoh (30%) mengalami gangguan dalam
berjalan akibat VPPJ.

Pada percontoh dengan VPPJ unilateral, kanalis semisirkularis posterior


kanan lebih sering terkena, yaitu pada 20 percontoh (50%) dibandingkan dengan
kanalis semisirkularis posterior kiri, yakni sebanyak 17 percontoh (42,5%).
Percontoh dengan VPPJ bilateral sebanyak 3 percontoh (7,5%). Pada 3 percontoh
tersebut kanalis semisirkularis yang terlibat adalah kanalis semisirkularis
posterior kanan dan kiri. Tidak didapatkan keterlibatan kanalis semisirkularis
anterior sebagai letak lesi VPPJ pada penelitian ini.

Jumlah percontoh yang menjalani terapi CRT adalah sebanyak 20


percontoh (50%), sedangkan yang menjalani kombinasi terapi CRT dan latihan
Brandt Daroff juga sebanyak 20 percontoh (50%).

Tabel 1. Sebaran percontoh yang menjalani terapi CRT dan kombinasi CRT-
Brandt Daroff

Terapi N %

CRT 20 50
CRT + Brandt Daroff 20 50

Pada kelompok yang menjalani terapi CRT saja, proporsi percontoh yang
mengalami kesembuhan satu minggu setelah terapi adalah sebanyak 10
percontoh (50%). Dari 20 percontoh yang menjalani terapi kombinasi CRT
dengan latihan Brandt Daroff, 13 percontoh (65%) mengalami kesembuhan satu
minggu setelah terapi.

Tabel 2. Proporsi pasien yang mengalami kesembuhan setelah terapi CRT

Sembuh Tidak Sembuh


Jenis Terapi
N % N %
CRT 10 50 10 50
CRT + Barndt Daroff 13 65 7 35

B. PEMBAHASAN

Terapi reposisi kanalit (canalith repositioning treatment/CRT) adalah


terapi standar untuk vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Prosedur reposisi
kanalit yang dilakukan adalah prosedur reposisi kanalit kanan. Reposisi dimulai
dengan pasien duduk di meja periksa dan kepala menoleh 45 derajat ke sisi
telinga yang terkena, yaitu sisi kanan. Pasien lalu dibaringkan dengan cepat
dengan posisi kepala tergantung. Posisi ini dipertahankan selama 1-2 menit. Bila
timbul vertigo atau nistagmus, maka posisi dipertahankan hingga vertigo atau
nistagmus menghilang. Langkah berikutnya adalah melakukan rotasi kepala
secara perlahan ke sisi telinga yang sehat, yakni ke kiri dan dipertahankan selama
1 menit. Saat ini posisi kepala menoleh ke sisi kiri sejauh 45 derajat. Selanjutnya
badan pasien dimiringkan ke sisi kiri, dengan demikian kepala pasien menghadap
ke lantai selama 1 menit. Langkah terakhir adalah mengembalikan pasien ke
posisi duduk dengan kepala tetap menoleh ke kiri sejauh 45 derajat. Reposisi
kanalit pada kanalis semisirkularis posterior kiri adalah dengan cara sebaliknya.

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang ditambahkan pada


pasien VPPJ setelah menjalani terapi reposisi kanalit. Latihan Brandt Daroff
dilakukan dengan cara sebagai berikut Pasien diminta untuk bergerak dengan
cepat dari posisi duduk ke posisi berbaring pada sisi yang mencetuskan vertigo
(kepala pasien menoleh ke sisi kontralateral sejauh 45 derajat) selama minimal
30 detik. Bila timbul vertigo, pasien tetap dalam posisi tersebut hingga vertigo
hilang.
Untuk mengetahui proporsi pasien VPPJ yang mengalami kesembuhan
satu minggu setelah menjalani terapi reposisi kanalit dengan dan tanpa tambahan
latihan Brandt Daroff maka dilakukan penelitian dengan metode dua kelompok
pasien VPPJ yang masing-masing terdiri dari 20 pasien (n=40) menjalani terapi
reposisi kanalit. Kelompok pertama tidak menjalani latihan Brandt Daroff,
sedangkan kelompok kedua menjalani latihan Brandt Daroff di rumah mulai dua
hari setelah pelaksanaan terapi reposisi kanalit. Proporsi kesembuhan dinilai satu
minggu sesudah pelaksanaan terapi CRT.

Pada kelompok pertama, yakni kelompok percontoh yang menjalani


terapi CRT saja, didapatkan hasil 10 percontoh mengalami kesembuhan (50%).
Pasien dinyatakan sembuh bila tidak didapatkan gambaran nistagmus dan tidak
ada keluhan subjektif pada pemeriksaan satu minggu setelah terapi sesuai definisi
operasional. Pasien yang tidak sembuh juga sebanyak 10 orang, penyebab
ketidaksembuhan pasien setelah menjalani terapi CRT kemungkinan karena
adanya partikel kanalit yang tersisa di dalam kanalis semisirkularis. Pada pasien
yang diduga mengalami hal ini, dilakukan terapi CRT ulang. Terapi CRT pada
prinsipnya dapat diulang hingga seluruh kanalit dapat dikeluarkan dari kanalis
semisirkularis. Cetusan serangan vertigo tergantung pada densitas, volume dan
jumlah partikel. Jadi dibutuhkan jumlah partikel tertentu untuk menimbulkan
vertigo, sehingga bila jumlah partikel dalam kanal tidak mencukupi, maka pasien
tidak akan mengalami vertigo. Chang WC menyatakan bahwa tidak semua pasien
VPPJ mencapai stabilitas postural yang normal setelah terapi CRT. Bila pasien
masih menunjukkan gangguan keseimbangan, maka latihan rehabilitasi
vestibuler yang menekankan peningkatan penggunaan input visual dan
proprioseptif sebaiknya diterapkan sebagai terapi tambahan.

Pada kelompok kedua, 20 percontoh menjalani terapi CRT dan latihan


Brandt Daroff yang dilakukan dua hari setelah CRT. Hasil penelitian ini
menunjukkan sebanyak 13 percontoh (65%) mengalami kesembuhan pada
pemeriksaan satu minggu setelah terapi CRT. Latihan Brandt Daroff merupakan
latihan fisik yang bertujuan untuk melepaskan otokonia yang diduga melekat pada
kupula dan habituasi pada sistem vestibuler sentral sehingga timbul kompensasi.
Otokonia yang terlepas diharapkan akan keluar dari kanalis semisirkularis,
sehingga tidak mencetuskan gejala vertigo. Dalam publikasinya, Brandt dan
Daroff8 menyatakan bahwa diperlukan pengulangan dalam jumlah ratusan kali
(“hundred repetitions”) untuk menimbulkan kompensasi sistem vestibuler sentral.
Percontoh yang menjalani latihan Brandt Daroff sesuai protokol penelitian ini
paling sedikit telah melakukan gerakan sebanyak 150 kali sebelum pemeriksaan
ulang di poliklinik Neurotologi THT FKUIRSCM. Dengan demikian diharapkan
kompensasi sudah mulai terbentuk.

Dari hasil penelusuran literatur, tidak didapatkan penelitian di dalam


maupun di luar negeri yang menggabungkan dua modalitas terapi yakni CRT dan
Brandt Daroff, serta evaluasi kesembuhannya dalam satu minggu. Dengan
demikian, penelitian ini menghasilkan data dasar berupa proporsi pasien VPPJ
yang mengalami kesemwbuhan setelah menjalani CRT dan latihan Brandt Daroff
pada evaluasi satu minggu pasca-CRT.

Anda mungkin juga menyukai