Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ketahanan Keluarga


Ketahanan keluarga adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki
keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik material dan
psikis mental spiritual guna hidup mandiri, mengembangkan diri dan
keluarganya untuk mencapai keadaan harmonis dalam meningkatkan
kesejahteraan lahir dan batin (UU Nomor 10/1992).
Adapun menurut Martinez et al. (2003), yang disebut dengan keluarga
yang kuat dan sukses adalah dalam arti lain dari ketahanan keluarga adalah
sebagai berikut:
a. Kuat dalam aspek kesehatan, indikatornya adalah keluarga merasa
sehat secara fisik, mental, emosional dan spiritual yang maksimal.
b. Kuat dalam aspek ekonomi, indikatornya adalah keluarga memiliki
sumberdaya ekonomi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (a living wage) melalui kesempatan bekerja, kepemilikan
aset dalam jumlah tertentu dan sebagainya.
c. Kuat dalam kehidupan keluarga yang sehat, indikatornya adalah
bagaimana keluarga terampil dalam mengelola resiko, kesempatan,
konflik dan pengasuhan untuk mencapai kepuasan hidup.
d. Kuat dalam aspek pendidikan, indikatornya adalah kesiapan anak
untuk belajar di rumah dan sekolah sampai mencapai tingkat
pendidikan yang diinginkan dengan keterlibatan dan dukungan peran
orang tua hingga anak mencapai kesuksesan.
e. Kuat dalam aspek kehidupan bermasyarakat, indikatornya adalah jika
keluarga memiliki dukungan seimbang antara yang bersifat formal
ataupun informal dari anggota lain dalam masyarakatnya, seperti
hubungan pro-sosial antar anggota masyarakat, dukungan teman,
keluarga dan sebagainya, dan

1
f. Kuat dalam menyikapi perbedaan budaya dalam masyarakat melalui
keterampilan interaksi personal dengan berbagai budaya.

2.2 Tekanan Ekonomi dan Ketahanan Keluarga


Strategi koping erat kaitnya dengan ketahanan keluarga. Strategi koping
merupakan suatu bentuk upaya yang dilakukan oleh keluarga untuk mencapai
tingkat keseimbangan serta bentuk penyesuaian terhadap krisis yang dihadapi
oleh keluarga (Herawati, 2012). Strategi koping dapat dilakukan dengan
mengalokasikan sumber daya dan memberdayakan kemampuan anggota
keluarganya (Herawati, 2012). Apabila keluarga dapat memberdayakan
anggota keluarganya maka ketahanan keluarga dapat dicapai secara optimal.
Perbedaan sumber daya yang dimiliki keluarga mengakibatkan perbedaan
kemampuan pada keluarga untuk melakukan strategi koping.
Puspitawati (2012) menyatakan salah satu upaya strategi koping keluarga
untuk mengatasi masalah ekonomi adalah melalui strategi peningkatan
pendapatan, yaitu strategi yang diarahkan untuk meningkatkan sumber daya
keuangan keluarga anggota keluarga mencari dan melakukan kerja tambahan,
menambah waktu bekerja yang lebih lama, ataupun menambah anggota
keluarga yang bekerja. Selain itu, ada juga strategi pengurangan pengeluaran,
yaitu keluarga melakukan penghematan terhadap kebutuhan hidup. Bahkan
strategi koping pengurangan pengeluaran dinilai lebih mudah dilakukan
keluarga dibandingkan strategi penambahan pendapatan. Rosidah et al. (2012)
menyatakan strategi peningkatan penambahan membutuhkan sumber daya
manusia dan jejaring sosial untuk meningkatkan sumber daya uang. Tingginya
penerapan strategi koping ekonomi menunjukkan tingginya tingkat tekanan
yang dialami keluarga (Firdaus & Sunarti, 2009).
Pernikahan usia muda merupakan gambaran rendahnya kualitas
kependudukan dan menjadi fenomena di masyarakat. Pernikahan muda
berdampak pada ketahanan keluarga yang akan berujung pada kesejahteraan
keluarga. Dampak yang sangat mungkin terjadi adalah tekanan ekonomi
keluarga sehingga dibutuhkan strategi koping keluarga agar keluarga tahan
2
dalam mengatasi permasalahan yang ada. Tekanan ekonomi yang terjadi
secara terus-menerus akan meningkatkan kadar kemarahan individu,
permusuhan, depresi, kecemasan, kesehatan fisik, dan menurunkan kualitas
hubungan (Fox & Bartholomae, 2000). Tekanan ekonomi merupakan suatu
kondisi sebuah keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti
sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan lainnya seperti rekreasi bersama
keluarga (Mistry et al., 2008). Dew (2008) menyatakan bahwa pasangan baru
menikah pada umumnya memiliki hutang.
Tekanan ekonomi akan memicu kekerasan, terutama pada pria dan
mengurangi kehangatan emosional dalam pernikahan sehingga akan
berkontribusi terhadap berkurangnya stabilitas dan kepuasan pernikahan.
Pasangan yang baru menikah di wilayah perdesaan memiliki pendapatan yang
lebih rendah, selain itu pasangan baru menikah juga memiliki tingkat
pendidikan yang lebih rendah yang akan berkontribusi pada sulitnya mendapat
pekerjaan yang layak (Higginbotham & Felix, 2009). Kesulitan ekonomi yang
dialami membutuhkan dukungan sosial sebagai koping dan sumber daya
tambahan (Henly et al., 2003). Hal ini membuat keluarga menikah muda yang
mengalami tekanan ekonomi harus memiliki strategi koping untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi keluarga untuk mencapai ketahanan keluarga.

2.3 Dampak Biaya Pengobatan terhadap Ketahanan Keluarga


Beberapa faktor yang menjadikan keluarga menjadi kuat menurut
Martinez et al. (2003) adalah kuat dalam kehidupan keluarga yang sehat,
indikatornya adalah bagaimana keluarga terampil dalam mengelola resiko,
kesempatan, konflik dan pengasuhan untuk mencapai kepuasan hidup. Serta
kuat dalam aspek pendidikan, indikatornya adalah kesiapan anak untuk belajar
di rumah dan sekolah sampai mencapai tingkat pendidikan yang diinginkan
dengan keterlibatan dan dukungan peran orang tua hingga anak mencapai
kesuksesan. Dimana, yang menjadi salah satu masalah dalam ketahanan
keluarga sendiri adalah tingkat ekonomi yang akan berpengaruh pada
kepuasan hidup seseorang.
3
Ada keterkaitan antara tingkat ekonomi seseorang terhadap kesejahteraan
hidup. Dimana, di Indonesia sendiri masih banyak penduduk yang tidak bisa
menikmati pengobatan yang seharusnya dikarenakan tingkat ekonomi yang
rendah. Walaupun, sudah berbagai macam cara pemerintah untuk membenahi
dalam bidang kesehatan bagi penduduk kurang mampu namun masih banyak
kendala dalam mencapai tingkat kesehatan yang diinginkan. Terjadi banyak
kesenjangan dalam fasilitas kesehatan yang diterima oleh penduduk kurang
mampu yang mengakibatkan kematian pada penanganan kesehatan yang
lambat.
Mahalnya biaya pengobatan akan membuat ketahanan keluarga menjadi
rusak karena seringkali membuat fungsi peran dalam keluarga sudah tidak
seperti yang seharusnya. Koping keluarga juga menjadi terganggu karena
stress akibat biaya pengobatan yang mahal. Fakta yang lebih miris yang
ditemukan di masyarakat adalah anggota keluarga terpaksa harus
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan biaya pengobatan yang tinggi
dan menyebabkan terjadinya tindak kriminal. Ini tentu akan merusak dari
ketahanan keluarga karena akan memunculkan masalah lain untuk
menyelesaikan tekanan ekonomi demi biaya pengobatan anggota keluarga
yang sakit.
Disisi lain, tingginya biaya pengobatan bisa mengakibatkan tekanan
ekonomi dalam keluarga. Suatu keluarga yang tadinya masih mampu untuk
memenuhi kebutuhan dasar menjadi harus menomor duakan untuk pemenuhan
kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan. Padahal, kebutuhan
tersebut merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Keluarga jadi harus
bekerja lebih untuk memenuhi biaya pengobatan yang tinggi dan juga
pemenuhan pada kebutuhan dasar lainnya. Akibat dari biaya pengobatan
tersebut keluarga jadi harus terpaksa menjual harta yang dimiliki, sehingga
bisa memenuhi dari kebutuhan biaya pengobatan.

4
2.4 Tren Dan Isu Terhadap Dampak Biaya Pengobatan Yang Tinggi
Terhadap Ketahanan Keluarga
Kasus
Cengkareng, Dedi (31) mengeluhkan, mahalnya harga obat yang harus
ditebus untuk adiknya yang menderita penyakit paru-paru. Selama satu tahun
terakhir, dia harus menebus obat hingga Rp 200 ribu setiap kali adiknya
berobat.
Ongkos pembelian obat yang harus dikeluarkan itu, menurut Dedi, sangat
memberatkan. Apalagi kondisi keuangan keluarganya saat ini tengah kembang
kempis, akibat sang adik sering keluar masuk rumah sakit. “Saya binggung,
harga obat makin mahal, sementara adik saya butuh obat rutin setiap
minggunya harus ditebus. Sementara ekonomi keluarga saya sedang tidak
baik” keluh Dedi.
Dedi mengaku, ketika adiknya dirawat di RSUD Cengkareng satu tahun
lalu, biaya untuk ruang rawat inap dan perawatan murah. Namun saat dokter
memberikan resep obat untuk ditebus ke apotek, dia kaget karena harganya
mahal, sekitar Rp 300 ribu hingga Rp 700 ribu setiap kali menebus resep.
Menanggapi keluhan pasien tersebut, Humas RSUD Cengkareng, Agung
mengatakan, harga obat sudah mengacu pada Formularium Nasional (Fornas)
yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Menurut Agung, semua harga
obat dan layanan RSUD Cengkareng sudah sesuai dengan prosedur yang
diatur pemerintah. “Semua prosedur sesuai dengan standar pelayanan, ”
ujarnya.
Terkait sosialisasi obat generik di lingkungan rumah sakit, Agung
mengakui, saat ini pihaknya belum melakukannya. "Saat ini masih dalam
proses KJS (Kartu Jakarta Sehat) menuju BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial), jadi obat generik belum kami sosialisakan disini," tandasnya.
Dihubungi terpisah, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI), Husna Zahir menegaskan, mahalnya harga obat sehingga
memberatkan pasien miskin harus ditanggapi serius apotek dan rumah sakit.

5
"Setiap konsumen mempunyai hak untuk mengetahui informasi seputar
kualitas dan harga obat yang beredar di masyarakat. Obat generik juga harus
mempunyai kualitas yang sama." kata Husna.
Husna menjelaskan, mahalnya harga obat karena bahan baku untuk
pembuatan obat masih impor. Belum lagi biaya biaya iklan dan marketing,
sehingga biaya produksi obat paten jauh lebih mahal.

Dalam kasus diatas memiliki dampak yang mempengaruhi ketahanan


keluarga terutama di bidang ekonomi. Keluarga klien merasa harga obat yang
di beli terlalu mahal dan obat tersebut harus di beli dalam kurun waktu
seminggu. Hal ini menyebabkan keluarga merasa keberatan. Dari pihak
pemerintah dalam menyikapi masalah mahal nya dalam hal berobat telah
memberikan bantuan bagi keluarga miskin serta asuransi kesehatan lainnya
bagi keluarga yang tidak mampu. Tetapi hal ini tidak sepenuhnya dapat
mengatasi masalah ini. Seperti hal nya yang di alami keluarga klien yang
mengharuskan untuk membeli obat terlalu mahal. Hal ini disebabkan karena
tidak semua obat dapat di tanggung oleh asuransi kesehatan, yang
mengkibatkan keluarga membeli sendiri obat tersebut.
Tidak hanya masalah obat, asuransi kesehatan yang telah menjadi program
pemerintah untuk meringankan pengobatan masyarakat juga memiliki masalah
dalam pelayanan. Seperti terlantarnya pasien yang asuransi kesehatan saat
mencari pengobatan, susahnya mencari ruangan perawatan, lambatnya
penanganan pihak rumah sakit, hingga penolakan pasien dengan asuransi
kesehatan.
Terdapat banyak penyakit yang mengharuskan klien untuk di rujuk ke
tempat sarana kesehatan yang memiliki kualitas bagus yang mengkibatkan
meningkatnya biaya pengibatan tersebut. Hal ini yang dapat mempengaruhi
ketahanan keluarga. Untuk mempertahankan ketahanan keluarga yang bisa
dilakukan adalah mencegah terjadinya penyakit itu sendiri. Karena memang
biaya pengobatan yang mahal, mulai dari sarana dan prasarana dan juga obat

6
yang disediakan cukup mahal. Tidak dapat dipungkiri mencegah lebih baik
dari pada mengobati.

Sumber :
eprints.ums.ac.id/30951/12/NASKAH_PUBLIKASI.pdf
repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/47421/11/I11nnk.pdf

Anda mungkin juga menyukai