Anda di halaman 1dari 22

16.

1 PENGENALAN

Pada logam, terdapat degradasi dari logam (korosi) atau pembentukan scale nonlogam
atau film (oksidasi). Material keramik relatife mudah untuk mengalami defradasi, dimana
biasanya terjadi saat kenaikan suhu atau lingkungan yang ekstrim, dan proses tersebut disebut
korosi. Untuk polimer, mekanisme berbeda dengan logam keramik, istilah degradasi lebih
sering digunakan.

Korosi dari logam

Korosi didefinisikan dari destruktif dan serangan yang disengaja pada logam, dimana
elektrokimia dan dimulai pada permukaannya. Masalah korosi dari logam merupakan salah
satu yang paling signifikan: bentuk ekonomi, telah ditentukan mendekati 5% dari pendapatan
industri dihabiskan untuk mencegah terjadinya korosi dan perawatan atau penggantian
produk yang hilang atau yang terkontaminasi sebagai hasil dari korosi.

16.2 ASPEK ELEKTROKIMIA

Untuk material logam, proses korosi biasanya terjadi karena elektrokimia, hal tersebut
terjadinya karena reaksi kimia dimana terjadi transfer elektro dari 1 spesies kimia ke lainnya

Oksidasi (Atom logam kecenderungan untuk memberikan elektron). Terjadi pada anoda ,
biasa disebut sebagai reaksi anodik.

Fe → Fe2+ + 2e-

Al → Al3+ + 3e-

Elektron yang dihasilkan atom logam harus ditransfer kepada spesies lain dalam yang
disebut dengan reaksi reduksi. Terjadi pada daerah katoda , contohnya:

Pelepasan Hidrogen : 2H+ + 2e- → H2

Reduksi Oksigen :O2 + 4H- +4e- → H2O

O2 + H2 O4 + 4e- → 4OH

Reaksi keseluruhan elektrokimia harus mempunyai setidaknya satu reaksi oksidasi


dan satu reaksi reduksi sering disebut dengan setengah reaksi (half reaction). Laju total dari
oksidasi harus setara dengan laju total dari reduksi, atau semua elektron yang dihasilkan dari
oksidasi harus dikonsumsi semua oleh reduksi.
Gambar 1. Reaksi elektrokimia yang terjadi pada seng yang direndam di dalam larutan asam

Reaksi oksidasi : Zn → Zn2+ + 2e-

Reaksi reduksi : 2H+ + 2e- → H2 (gas)

Total reaksi : Zn + 2H+ → Zn2+ + H2 (gas)

Potensial elektrode

(a) (b)

Gambar 2. (a) Sel elektrokimia terdiri dari electrode besi dan tembaga, dimana setiapnya
terdapat larutan 1M; (b) Sel elektrokimia terdiri dari electrode besi dan seng, dimana
setiapnya terdapat larutan 1M

Reduksi terjadi pada tembaga dan oksidasi terjadi pada besi, yaitu :

Cu2+ + Fe → Cu + Fe2+ (metal deposit terhadap Cu)

Potensial electrode : 0,78 V

Ion Cu2+ akan deposit (elektrodeposit) sebagai logam tembaga pada elektroda tembaga,
sementara besi larut (corrodes) di sisi lain dari sel dan masuk ke dalam larutan sebagai ion
Fe2+. Ketika melalui lintasan luar, elektron dari oksidasi besi mengalir pada sel Cu2+ shingga
Cu2+ direduksi. Selain itu, disana juga kaan terjadi pergerakan ion dari satu sel ke sel lainnya
melalui membran. Ini dinamakan galvanic couple dimana 2 logam terhubungan secara
elektrik dalam sebuah larutan elektrolit dimana satu logam menjadi katoda, dan logam
lainnya berperan sebagai anoda.

Fe2+ + Zn → Fe + Zn2+ (metal deposit terhadap Fe)

Potensial electrode : 0,323 V

Setengah sel berupa sebuah sel elektrod yang dicelupan ke dalam larutan 1M yang
mengandung ion dari elektroda tersebut pada temperatur 25ºC disebut dengan standard half
cell.

STANDARD EMF SERIES

Diperlukan suatu tiitk referensi atau sel referensi sebagai standard perbadningan
pengukuran potensial sel lain yaitu Standard Hydrogen Elektrode (SHE). SHE terdiri dari
electrode inert platia yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung ion H+ dan
dijenuhkan dengan gas hidrogen (1 atm dan 25ºC. Platina tidak ikut serta pada reaksi
elektrokimia, perannya hanya menyediakan permukaan untuk reduksi/oksidasi ion H+

Gambar 3. Standard Hydrogen Reference half-cell

Standar emf series sendiri didasarkan pada SHE . Pada tabel 1 dapat diperoleh bahwa
semakain kebawah dari tabel maka logam tersebut bersifat lebih reaktif dan semakin mudah
untuk dioksidasi. Data potensial yang tercantum pada tabel adalah potensial untuk reduksi.
Berikut tabel untuk Standard emf series:

Tabel 1. Standard Emf Series


Generalisasi reaksi melibatkan oksidasi dari metal M1 dan reuksi dari metal M2 adalah

M1 → M1n+ + ne- -Vº1

M2n+ + ne- → M2 -Vº2

Maka potensial sel untuk reaksi

M + Nn+ → Mn+ + N

∆Vº = V2º- V1º

Pengaruh suhu dan konsentrasi terhadap potensial sel

Mempertimbangankan reaksi elektrokimia persamaan. Jika M1 dan M2 adalah logam


murni, maka potensial sel bergantung pada suhu absolute T dan konsentrasi dari ion [M1n+] -
dan [M2n+] seperti persamaan berikut:

𝑅𝑇 [M1n+ ]
∆𝑉 = (𝑉2° − 𝑉1° ) − ln
𝑛𝐹 [Mn+
2 ]

Dimana R adalah konstantas gas, n adalah jumlah elektron dalam setengah reaksi,
sementara F adalah konstanta faraday yaitu 96500 C/mol. Besar harga per mol (6,023 x 1023)
elektron. Pada suhu kamar (25ºC), potensial elektron menjadi:

0,0592 [M1n+ ]
∆𝑉 = (𝑉2° − 𝑉1° ) − log n+
𝑛𝐹 [M2 ]

GALVANIC SERIES

Walaupun dihasilkan dari kondisi yang sangat ideal dan kegunaannya terbatas, emf
series tetap dapat menunjukkan reaktifitas relatif dari logam. Pengurutan yang lebih praktis
dan realistis disediakan oleh galvanic series. Seri ini menunjukkan reaktifitas relatif dari
logam dan paduan komersial di dalam air laut. Di bagian atas adalah logam/paduan yang
katodik dan tidak reaktif (sulit melepas elektorn/oksidasi), sementara di bagian bawah adalah
yang paling anodic (mudah melepas elektron/oksidasi). Berikut tabel galvanic series

Tabel 2. Galvanic series

16.3 LAJU KOROSI

Laju korosi didefinisikan sebagai tebal material yang hilang tiap satuan waktu yang
disebabakan oleh adanya reaksi kimia. Daftar yang ditampilkan pad atabel potensial setengah
reaksi menyatak dalam kondisi keadaan setimbang. Pada kenyataannya, sistem krosi tidak
terjadi pada keadaan setimbang, maka dari tabel potensial setengah reaksi tidak dapat
menyediakan informasi mengenai laju korosi.

Salah satu metode menentukan laju reaksi corrosion penetration rate (CPR), yang
dinyatakan dengan persamaan:

𝐾𝑊
𝐶𝑃𝑅 =
𝜌𝐴𝑡

Dimana W adalah berat yang hilang, t menyatakan waktu, ρ dan A adalah massa jenis
dan luar area. K adalah konstanta. Satuan dari laju korosi adalah mm/th (standar
internasional) atau mill/year (mpy,British). Pada standar internasional K bernilai 87,6 ,
sedangkan untuk British 534.
Metode lainnya adalah menggunakan densitas arus korosi. Dimana arus per luas area
dinyatan dengan I dan laju korosi dinyatakan dengan r. Berikut persamaannya

𝑖
𝑟=
𝑛𝐹
16.4 PREDIKSI LAJU KOROSI

POLARISASI

Perpindahan masing-masing potensial elektroda dari nilai kesetimbangannya disebut


polarisasi, dan besarnya perpindahan ini adalah tegangan lebih(overvoltage), biasanya
ditunjukkan oleh symbol η. Overvoltage dinyatakan dalam bentuk plus atau minus volt (atau
milivolt) relatif terhadap potensial kesetimbangan.

Dua jenis aktivasi polarisasi dan konsentrasi berdasarkan pengendalian laju reaksi
elektrokimia.

Polarisasi aktivasi

Semua reaksi elektrokimia terdiri dari urutan langkah-langkah yang terjadi secara seri pada
antarmuka antara elektroda logam dan larutan elektrolit. Polarisasi aktivasi mengacu pada
kondisi dimana laju reaksi dikontrol oleh satu langkah dalam rangkaian yang terjadi pada
tingkat yang paling lambat.

Sebagai ilustrasi, pengurangan ion hidrogen untuk membentuk gelembung gas hidrogen pada
permukaan elektroda seng (Gambar 16.6). Bisa dibayangkan bahwa reaksi ini bisa
dilanjutkan dengan urutan langkah berikut ini:

1. Adsorpsi ion H+ dari larutan ke permukaan seng.

2. Transfer elektron dari seng untuk membentuk atom hidrogen,

H+ + e-H

3. Menggabungkan dua atom hidrogen untuk membentuk molekul hidrogen,

2H  H2

4. Peleburan banyak molekul hidrogen untuk membentuk gelembung.

Langkah paling lambat dari langkah-langkah ini menentukan tingkat keseluruhan reaksi.

Untuk polarisasi aktivasi, hubungan antara tegangan lebih ηa dan kerapatan arus i adalah
𝑖
ηa = ± β log 𝑖
0
Menurut Persamaan 16.25, ketika overvoltage diplot sebagai fungsi dari logaritma kerapatan
arus, menghasilkan segmen garis lurus; ini ditunjukkan pada Gambar 16.7 untuk elektroda
hidrogen. Segmen garis dengan kemiringan +β sesuai dengan reaksi setengah oksidasi,
sedangkan garis dengan kemiringan -β adalah untuk reduksi.

Gambar 4. Untuk elektroda hidrogen, plot polarisasi aktivasi


overvoltage versus logaritma kerapatan arus untuk reaksi oksidasi dan reduksi

Polarisasi Konsentrasi
Polarisasi konsentrasi terjadi bila laju reaksi dibatasi oleh difusi dalam larutan, umumnya
hanya terjadi untuk reaksi reduksi karena untuk oksidasi, hampir ada pasokan atom logam
yang tidak terbatas pada antarmuka elektroda korosi.
Gambar 5 Untuk reduksi hidrogen, representasi skematik distribusi H + di sekitar katoda
untuk (a) laju reaksi rendah dan / atau konsentrasi tinggi, dan (b) laju reaksi tinggi dan / atau
konsentrasi rendah dimana zona penipisan terbentuk yang menimbulkan kenaikan untuk
polarisasi konsentrasi

Data polarisasi konsentrasi juga biasanya diplot sebagai tegangan lebih terhadap logaritma
kerapatan arus; plot seperti itu ditunjukkan secara skematis pada Gambar 16.9a yang di
tunjukan pada persamaan
2.3 𝑅𝑇 i
𝜂𝑐 = log (1 − ) (16.27)
𝑛ℱ iL

dimana R dan T konstanta gas dan suhu mutlak, n dan Fmemiliki arti yang sama seperti di
atas, dan iL adalah kerapatan arus difusi yang membatasi.

Gambar 16.9b menunjukkan plot skematik η-versus-logi.

Dapat dicatat dari gambar ini bahwa tegangan lebih tidak bergantung pada kerapatan arus
sampai mendekati iL; Pada titik ini, ηc menurun secara tiba-tiba dalam besaran.

Gambar 6. Untuk reaksi reduksi, plot skematik tegangan lebih versus logaritma kerapatan
arus untuk (a) polarisasi konsentrasi, dan (b) kombinasi polarisasi konsentrasi aktivasi

LAJU KOROSI DARI DATA POLARIASI

Untuk mentukan tingkat korosi terdapat dua jenis sistem. Dalam kasus pertama, reaksi
oksidasi dan reduksi adalah laju yang dibatasi oleh polarisasi aktivasi. Dalam kasus kedua,
kedua konsentrasi dan polarisasi aktivasi mengendalikan reaksi reduksi, sedangkan hanya
polarisasi aktivasi yang penting untuk oksidasi. Kasus satu akan diilustrasikan dengan
mempertimbangkan korosi seng yang direndam dalam larutan asam (lihat Gambar 16.1).
Pengurangan ion H+ untuk membentuk gelembung gas H2 terjadi pada permukaan seng
menurut

2H+ + 2e-H2 (16.3)


dan seng mengoksidasi sebagai

Zn  Zn2+ + 2e- (16.8)

Tidak ada akumulasi net charge yang dapat dihasilkan dari kedua reaksi ini; artinya, semua
elektron yang dihasilkan oleh reaksi 16.8 harus dikonsumsi oleh reaksi 16.3, yang
mengatakan bahwa tingkat oksidasi dan reduksi harus sama.

Polarisasi aktivasi untuk kedua reaksi dinyatakan secara grafis pada Gambar 16.10 sebagai
potensial sel yang mengacu pada elektroda hidrogen standar (bukan overvoltage) versus
logaritma kerapatan arus. Segmen garis lurus ditunjukkan untuk reduksi hidrogen dan
oksidasi seng. Setelah perendaman, baik hidrogen dan seng mengalami polarisasi aktivasi
sepanjang garis masing-masing. Juga, tingkat oksidasi dan reduksi harus sama seperti yang
dijelaskan di atas, yang hanya mungkin terjadi di persimpangan dua segmen garis;
persimpangan ini terjadi pada potensi korosi, yang ditunjuk VC, dan densitas arus korosi iC.
Tingkat korosi seng (yang juga sesuai dengan laju evolusi hidrogen) dapat dihitung dengan
memasukkan nilai iC ini ke dalam Persamaan 16.24.

Gambar 6.Perilaku kinetik elektroda seng dalam larutan asam;


reaksi oksidasi dan reduksi adalah laju yang dibatasi oleh polarisasi aktivasi
Kasus korosi kedua (gabungan aktivasi dan polarisasi konsentrasi untuk reduksi hidrogen dan
polarisasi aktivasi untuk oksidasi logam M) diperlakukan dengan cara yang sama. Gambar
16.11 menunjukkan kurva polarisasi; seperti di atas, potensi korosi dan kerapatan arus korosi
sesuai dengan titik di mana garis oksidasi dan reduksi saling berpotongan.

Gambar 7. Perilaku kinematika skematis skematik untuk logam M;


reaksi reduksi berada di bawah kontrol polarisasi konsentrasi aktivasi gabungan

16.5 PASSIVITY

Pasif merupakan keadaan dimana beberapa logam dan paduan yang biasanya aktif, dalam
kondisi lingkungan tertentu, kehilangan reaktivitas kimiawi dan menjadi sangat lembam.
Perilaku pasif ini dihasilkan dari terbentuknya film oksida yang sangat pekat dan sangat tipis
pada permukaan logam, yang berfungsi sebagai penghalang pelindung untuk mencegah
korosi lebih lanjut.

Kurva polarisasi untuk logam yang passivates akan memiliki bentuk umum yang ditunjukkan
pada Gambar 16.12. Pada nilai potensial yang relatif rendah, didalam wilayah 'aktif', perilaku
tersebut linier seperti pada logam normal. Dengan meningkatnya potensi, kerapatan arus tiba-
tiba turun menjadi nilai yang sangat rendah yang tetap terlepas dari potensi; ini disebut
wilayah ''pasif''. Akhirnya, pada nilai potensial yang lebih tinggi lagi, kerapatan arus kembali
meningkat dengan potensi di wilayah 'transpasif'.

Gambar 16.13 menggambarkan bagaimana suatu logam dapat mengalami perilaku aktif dan
pasif tergantung pada lingkungan korosi. Termasuk dalam gambar ini adalah kurva polarisasi
oksidasi berbentuk S untuk logam aktif-pasif M dan, sebagai tambahan, kurva polarisasi
reduksi untuk dua larutan yang berbeda, yang diberi label 1 dan 2. Kurva 1 memotong kurva
polarisasi oksidasi di daerah aktif. Pada titik A, menghasilkan kerapatan arus korosi iC (A).
Persimpangan kurva 2 pada titik B berada di daerah pasif dan pada densitas arus iC (B).
Tingkat korosi logam M dalam larutan 1 lebih besar dari pada larutan 2 karena iC (A) lebih
besar dari iC (B) dan laju sebanding dengan kerapatan arus menurut Persamaan 16.24.
Perbedaan tingkat korosi di antara kedua larutan ini mungkin signifikan beberapa urutan
besarnya- bila kita menganggap bahwa skala kerapatan arus pada Gambar 16.13 diskalakan
secara logaritma.

Gambar 8.Skema kurva polarisasi untuk logam yang menampilkan transisi aktif-pasif

Gambar 9. Demonstrasi tentang bagaimana logam pasif aktif


dapat menunjukkan perilaku korosi aktif dan pasif

16.6 EFEK LINGKUNGAN

Variabel dalam lingkungan korosi, yang meliputi kecepatan fluida, suhu, dan komposisi,
dapat memiliki pengaruh yang diputuskan pada sifat korosi dari bahan yang bersentuhan
dengannya. Dalam kebanyakan kasus, peningkatan kecepatan fluida meningkatkan laju
korosi akibat efek erosif. Tingkat reaksi kimia yang paling meningkat dengan meningkatnya
suhu; ini juga berlaku untuk sebagian besar situasi korosi.

Kerja dingin atau logam ulet yang mengalami deformasi plastis digunakan untuk
meningkatkan kekuatannya; Namun, logam yang dikerjakan dengan dingin lebih rentan
terhadap korosi daripada bahan yang sama dalam keadaan anil.

16.7 MACAM-MACAM KOROSI

1. Korosi Galvanic
Yaitu korosi yang terjadi pada 2 logam yang memiliki potensial berbeda dalam satu
elektrolit. Dalam korosi ini logam yang memiliki tahanan korosi lemah (anodic) atau yang
memiliki reaktivitas tinggi akan terkorosi, sedangkan logam lain yang lebih iner akan
terproteksi. Misalnya saat tembaga dan steel bergabung bersama dalam satu elktrolit, maka
steel akan terkorosi disekitar area pertemuan nya. Berdasarkan sifat dari larutan nya, satu atau
lebih reaksi reduksi dapat terjadi pada katoda material tersebut. Korosi galvanic diperlihatkan
dalam gambar berikut

Berdasarkan tabel galvanic yang menyatakan tingkat kereaktifan, saat 2 campuran


berpasangan bersama maka satu yang memiliki kereaktifan lebih tinggi atau berada di bagian
lebih rendah pada tabel akan mengalami korosi.

2. Korosi Celah
Korosi yang terjadi akibat perbedaan konsentrasi ion atau gas terlarut di dalam larutan
elektrolit, tatau diantara dua daerah yang berbeda pada bagian logam yang sama
Mekanisme terjadinya korosi celah yaitu, setelah oksigen terkuras didalam celah,
oksidasi logam terjadi pada posisi ini. Elektron pada reaksi elektrokimia dikonduksi kan
melalui logam pada daerah perbatasan eksternal, dimana mereka dipakai pada reaksi reduksi.
Pada kebanyakan lingkungan encer, laarutan dalam celah telah ditemukan memicu
konsentrasi yang tinggi pada ion H+ dan Cl- ,yang mana bersifat merusak. Banyak campuran
yang pasiv lalu kemudian mudah terkena korosi celah karena ketahanan atau perlindungan
korosi nya diserang oleh ion H+ dan Cl- .

3. Korosi sumuran atau Pitting


Korosi sumuran adalah korosi yang
disebabkan oleh adanya sistem anoda pada

logam dimana pada logam tersebut terdapat konsentrasi 𝐶𝑙 yang tinggi. Korosi ini biasanya
hampir tidak terlihat atau bisa dikatakan tersembunyi dan seringkali tidak terdeteksi dan
kehilangan material pun sangat sedikit terjadi sampai akhirnya cacat. Contoh dari pitting ini
diperlihatkan dalam gambar berikut

Mekanisme pitting hampir sama dengan korosi celah dimana oksidasi terjadi pada lubangnya,
sementara itu reduksi terjadi pada permukaannya.

4. Korosi Intergranular
Korosi intergranular merupakan korosi yang terjadi pada batas butir dan merupakan
tempat mengumpulnya impurity dan prospitat dan lebih tegang. Tipe dari korosi ini pada
umumnya terjadi pada stainless steels . saat panas suhu berada diantara 500 sampai 800 oC
dalam periode waktu yang lama,logam campuran biasanya menjadi sensitive terhadap
serangan batas butir. Dipercayai bahwa perlakukan panas dapat menyebabkan terbentuknya
susunan lapisan endapan kecil partikel kromium karbida yang terbentuk karena reaksi antara
kromium dan karbon yang ada pada stainless steel. Partikel ini terbentuk pada batas butir
yang ditunjukan pada gambar berikut
Karbon dan kromium harus menyebar pada batas butir untuk membentuk lapisan
endapan, yang meninggalkan area kromium yang terkuras pada perbatasan dengan batas
butir, akibatnya area sekitar batas butir menjadi mudah terkorosi.

5. Selective Leaching
Selective leaching biasanya terjadi pada paduan, dimana salah satu komponen pada
suatu paduan larut dan mengakibatkan paduan yang tersisa menjadi berpori dan ketahanan
nya terhadap korosi berkurang.

6. Korosi Erosi
Erosi-korosi terjadi akibat kombinasi antara serangan kimia (korosi) dan abrasi
mekanik (aus) karena pergerakan fluida. Berbahaya terutama pada logam yang mempunyai
lapisan pasif; erosi akan merusak lapisan pasif Umumnya ditemukan di pipa, terutama daerah
belokan dan daerah dengan perubahan diameter yang besar Cara menghindarinya dengan
merubah desain untuk menghilangkan turbulensi fluida.

7. Stress Corrosion
Stress corrosion atau disebut juga stress corrosion cracking adalah hasil kombinasi
antara beban mekanik (tensile stress) dengan lingkungan korosif Beberapa material inert
dapat terkena korosi ini apabila beban mekanik diberikan Retakan kecil terbentuk lalu
merambat ke daerah tegak lurus arah tegangan Modus kegagalan korosi ini mirip pada modus
kegagalan material getas, walaupun material yang terkena bersifat ulet

8. Hydrogen Embrittlement
Berkurangnya keuletan dan
kekuatan tarik material akibat adanya gas
hidrogen yang berpenetrasi ke dalam material Atom hidrogen (H) berdifusi secara interstisi
melalui latis kristal Di dalam material, terutama di bagian yang mempunyai rongga, atom
hidrogen membentuk gas hidrogen yang menyebabkan peningkatan tekanan secara local Hal
ini menyebabkan penurunan sifat mekanik material tersebut
Beberapa teknik yang biasanya digunakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
hydrogen embritilement diantaranya adalah :
1. Mengurangi kekuatan tegangan tarik dari paduan dengan pemanasan
2. Menghilangkan sumber hydrogen
3. Memasukan lebih banyak paduan yang bersifat melawan embritilement

16.8 KOROSI LINGKUNGAN


Lingkungan korosif termasuk atmosfer, larutan air, tanah, asam, basa, anorganik
pelarut, garam cair, logam cair, dan tubuh manusia. Embun yang mengandung oksigen
terlarut merupakan zat korosif utama, namun zat-zat lainnya, termasuk senyawa sulfur dan
natrium klorida, juga dapat mempengaruhi korosi . Terutama pada atmosfer laut, yang sangat
korosif karena adanya natrium klorida. larutan asam sulfat yang ditambah air (hujan asam) di
lingkungan industri juga dapat menyebabkan masalah korosi.
Lingkungan air juga dapat memiliki berbagai komposisi dan karakteristik korosi. Air
tawar biasanya mengandung oksigen terlarut serta mineral. Air laut mengandung garam
sekitar 3,5% (Terutama natrium klorida), serta beberapa mineral dan bahan organik. Air laut
umumnya lebih korosif daripada air tawar, Tanah memiliki berbagai komposisi dan
kerentanan terhadap korosi. Komposisi variabel yang termasuk adalah kelembaban, oksigen,
kadar garam, alkalinitas, dan keasaman, serta adanya berbagai bentuk bakteri. besi dan baja
karbon biasa, baik dengan dan tanpa lapisan pelindung permukaan, paling ekonomis untuk
digunakan distruktur bawah tanah.

16.9 PENCEGAHAN KOROSI

Cara paling mudah menghindari korosi adalah memilih material yang lebih tahan
korosi, namun cost dari material tersebut bisa menjadi masalah Merubah karakter dari
lingkungan juga memungkinkan, misalnya menurunkan temperatur fluida dan/atau
kecepatannya, yang akan mempelambat laju korosi Bisa juga dengan menambah inhibitor,
yaitu zat yang ditambahkan dalam konsentrasi relatif rendah untuk mengurangi korosifitas
lingkungan Atau menggunakan lapisan fisik yang diberikan pada permukaan benda kerja
dalam bentuk lapisan tipis (film) atau coating

Berikut contoh pengendalian/pencegahan korosi yang biasa digunakan :


1. Perlindungan Katoda
Salah satu cara yang sangat efektif dalam pencegahan korosi adalah dengan
menggunakan cathodic protection (proteksi katodik) Proteksi katodik melibatkan penyuplaian
elektron dengan menggunakan sumber daya dari luar terhadap logam yang ingin dilindungi,
dan membuatnya menjadi katoda. Reaksi oksidasi dari logam pun dipaksa terbalik menjadi
reaksi reduksi. Salah satu metode proteksi katodik menggunakan galvanic couple; logam
yang akan dilindungi dihubungkan ke logam lain yang lebih reaktif dengan menggunakan
konduktor
Logam yang lebih reaktif inilah yang akan teroksidasi Logam yang lebih reaktif yang
teroksidasi ini seringkali disebut sebagai sacrificial anode Magnesium zinc sering digunakan
karena pada galvanic series ia terletak paling bawah
Metode lainnya adalah anoda inert yang terkubur didalam tanah dikelilingi material
backfill dengan high conductivity yang menyediakan kontak elektrisitas yang baik Seperti
pada gambar berikut, tangki yang terletak dalam bawah tanah dihubungkan dengan sumber
daya di luar yang menghubungkannya juga dengan anoda tadi, sehingga tangki dapat
terproteksi dari korosi Contoh lain adalah proteksi galvanic dari baja dengan menggunakan
zinc coating

16.10 OKSIDASI

Oksidasi adalah peristiwa yang biasa terjadi jika logam bersentuhan dengan oksigen.
Reaksi pada keadaan basah terjadi melalui mekanisme yang sangat berbeda dengan reaksi
pada keadaan kering.
Lapisan oksida di permukaan metal bisa berpori (dalam kasus natrium, kalium,
magnesium) bisa pula rapat tidak berpori (dalam kasus besi, tembaga, nikel). Muncul atau
tidak munculnya pori pada lapisan oksida berkorelasi dengan perbandingan volume oksida
yang terbentuk dengan volume metal yang teroksidasi. Perbandingan ini dikenal sebagai
Pilling-Bedworth Ratio:
Mekanisme Korosi

Mekanisme korosi melalui reaksi elektrokimia melibatkan reaksi anodik. Reaksi anodik
(oksidasi) diindikasikan melalui peningkatan valensi atau produk elektron-elektron. Reaksi
anodik yang terjadi pada proses korosi logam yaitu:

Diukur padapermukaan scale logam. reduksi setengah reaksi menghasilkan oksigen


ionsebagai berikut :

Dan menempati permukaan gas scale logam. Skema representasi sistem metal scale gas
logam di tunjukan pada gambar 16.24
Untuk lapisan oksida meningkatkan ketebalannya melalui Persamaan 16.28, perlu diketahui
bahwa elektron dikonduksikan pada permukaan scale gas, pada saat reaksi reduksi terjadi
Sebagai tambahan, ion M2 harus berdifusi jauh dari permukaan scale logam, dan ion O2
harus berdifusi ke arah permukaan yang sama. Dengan demikian, scale oksida berfungsi
sebagai elektrolit yang melarutkan ion dan sebagai rangkaian listrik untuk pelepasan elektron.

Scale Types

Tingkat oksidasi (yaitu, tingkat ketebalan film meningkat) dan kecenderungan film
untukmelindungi logam dari oksidasi lebih lanjut terkait dengan volume relatifdari oksida
dan logam. Rasio volume ini, disebut dengan Pilling-Bedworthrasio, dapat ditentukan dari
ekspresi berikut

Untuk logam yang memiliki rasio P-B kurang dari satu, film oksida cenderung berpori
dantidak protektif karena tidak mencukupi untuk menutupi permukaan logam secara
keseluruhan. Jika rasionyalebih besar dari satu, penekanan tekan menghasilkan film saat
terbentuk. Untuk rasiolebih besar dari 2-3, lapisan oksida bisa retak dan mengelupas. Rasio
P-B yang ideal untuk pembentukanfilm oksida pelindung adalah satu. Tabel 16.3 menyajikan
rasio P-B untuk logam yangbentuk pelapis pelindung dan untuk yang tidak.
Dalam beberapa kasus, penambahan unsur paduan seperti coating akan menghasilkan rasio
Pilling-Bedworth yang lebih baik dan / atau memperbaiki karakteristik skala lainnya.

Kinetics
Ketika oksida yang terbentuk tidak berpori dan menempel pada permukaan logam, maka
Tingkat pertumbuhan lapisan dikendalikan oleh difusi ion. Sebuah hubungan parabola ada
antara kenaikan berat per satuan luas W dan waktu t sebagai berikut :

dimana K1 dan K2 adalah konstanta waktu-independen pada suhu tertentu. Besaran ini diplot
secara skematis pada Gambar 16.25. Oksidasi besi, tembaga, dan kobalt mengikuti ekspresi
tingkat ini.
Dalam oksidasi logam yang sisinya keropos atau serpihnya (misalnya,untuk rasio P-B kurang
dari sekitar 1 atau lebih dari sekitar 2), ekspresi tingkat oksidasibersifat linier, itu adalah :

Dimana K3 bernilai konstan, hukum reaksi ketiga digunakan untuk lapisan oksida yang
sangat tipis umumnya kurang dari 100 nm (1000 A˚) yang terbentuk pada suhu yang relatif
rendah. Hal ini tergantung pada logaritma weight gain terhadap waktu.

Dimana K bernilai konstan. Perilaku oksidasi ini, juga ditunjukkan pada Gambar 16.25,telah
diamati untuk aluminium, besi, dan tembaga pada suhu dekat-ambien.

16.11 SWELLING DAN DISSOLUTION

Ketika polimer diekspos terhadap cairan, bentuk utama degradasi adalah swelling dan
dissolusi. Dengan swelling, cairan atau zat terlarut berdifusi ke dalam dan diserap ke dalam
polimer, molekul zat terlarut masuk dan menempati posisi di antara molekul polimer.
Kekuatan ini membuat makromolekul spesimen meluas atau membengkak. Swelling dapat
dianggap sebagai proses pembubaran parsial di mana hanya ada kelarutan terbatas polimer
dalam pelarut. Sedangkan dissolusi merupakan proses yang terjadi bila polimer benar-benar
larut, dapat juga dianggap hanya sebagai kelanjutan dari proses swelling. Maka dapat
dianggap, semakin besar kesamaan struktur kimia antara pelarut dan polimer, semakin besar
kemungkinan swelling dan dissolusi terjadi. Swelling dan dissolusi juga dipengaruhi oleh
suhu dan juga karakteristik dari struktur molekul. Secara umum, meningkatnya berat
molekul, maka akan meningkatkan derajat ikatan silang dan kristalinitas.

16.12 BOND RAPTURE


Polymer dapat mengalami pelapukan yg disebut scission-severance atau pecahnya
jaringan, yang berakibat pada pengurangan berat molekul dan pada titik pecahan.berikut
adalah table tahanan plastic terhadap gradasi oleh berbagai keadaan:

dan table data tahanan elastic polymer terhadap berbagai keadaan:


Sifat fisik ataupun kimia suatau polimer dapat juga dipengaruhi oleh adanya gradasi sehingga
membuatnya memiliki tahanan yang berbeda pada tiap kondisi. Retakan terjadi dapat
disebabkan oleh radiasi, panas atau paparan senyawa kimia.

Efek radiasi

Beberapa radiasai (sinar elekton, sinar-X, β, dan ϒ) dapat mempengaruhi atom polimer
dengan cara menghilangkan atau mengubah susunan atom. Namun tidak semua paparan
radiasi berdampak buruk contohnya sinar- ϒ digunakan untuk meningkatkan tahanan
polyethylene terhadap kelembaman.

Efek kimiawi

Hasil dari efek kimiawi adalah terpotongnya rantai polimer sebagai contoh adalah karet
vulcanisir yang mengandung dua ikatan karbon dan saat terkena ozon(O3), maka rantainya
akan terpotong sebagai contoh reaksi berikut:

Efek Panas

Pemotongan rantai molekul akibat temperature tinggi oleh gradasi panas mengakibatkan
beberapa polimer mengalami reaksi kimia dan menghasilkan gas yang membuat suatu
polimer kehilangan massanya karena terdekomposisi.

16.13 WEATHERING

Bebrapa material polimer diperuntukan di luar ruangan, yang membuatnya harus tahan
terhadap cuaca dan keadaan sekitar antaralin tehadap oksidasi dan radiasi ultraviolet, sebagai
contoh polimer yang tahan terhadap cuaca adalah Polyvinyl Chloride dan Polyestyren.

Anda mungkin juga menyukai