Anda di halaman 1dari 16

A.

Konsep Dasar Teori

1. Definis

1.1 Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price, 1995).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant,
1990).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan
krepitasi (Doenges, 2000).
Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
1.2 Dislokasi
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (brunner&suddarth).
Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif
Mansyur, dkk. 2000).
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan
patah tulang di¬sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis¬lokasi. ( Buku
Ajar Ilmu Bedah, hal 1138)

2. Etiologi
2.1 Etiologi Fraktur
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Trauma Langsung : Kecelakaan lalu lintas
Trauma tidak langsung: Jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang.
Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang
patologis).
Menurut Oswari E (1993), fraktur terjadi karena adanya :
a. Kekerasan langsung Terkena pada bagian langsung trauma.
b. Kekerasan tidak langsung Terkena bukan padabagian yang terkena
trauma.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Sedangkan MenurutBarbaraCLong(1996), fraktur terjadi karena adanya :
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih
2.2 Etiologi Dislokasi
Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa
sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Dislokasi disebabkan oleh :


1. Cedera Olah Raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, hoki,
serta olah raga yang beresiko jauth misalnya : terperosok akibat bermain
ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari kaki karena secara tidak
sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yamg tidak berhubungan dengan olah raga, benturan keras
pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3. Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
4. Patologis, terjadinya ”tear” ligament dan kapsul articuler yang
merupakan komponen vital penghubung tulang.
3. Tanda dan Gejala
3.1 Fraktur
a. Look
Deformitas
- Penonjolan yang abnormal misalnya fraktur condylus lateralis humerus
- Angulasi
- Rotasi
- Pemendekan
- Odema
- Echymosis
- Laserasi
- Fungsi laesa : Hilangnya fungsi misalnya pada fraktur cruris tidak dapat
berjalan dan pada fraktur antebrachi tidak dapat menggunakan lengan.
b. Feel
- Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
- Kejang otot
- Hilang sensasi
c. Move
Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan tetapi ini bukan cara yang baik
dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran / beradunya
ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan
epifisis tidak terasa krepitasi.
Nyeri
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
Gangguan Fungsi
Gerakan yang tidak normal
Gerakan yang terjadi tidak pada sendi misalnya pertenganhan femur
dapat digerakkan. Ini adalah bukti yang paling penting adanya fraktur
yang membuktikan adanya “putusnya kontuinitas tulang” sesuai
defenisi fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum misalnya bila
tidak ada fasilitas pemeriksaan rontgen.
3.2 Dislokasi
a. Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan
eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.
Pemendekan astau pemanjangan (misalnya dislokasi anterior sendi
panggul)
 Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi
posterior sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi.
b. Nyeri
c. Functio Laesa, misalnya bahu tidak darat endorotasi pada dislokasi
anterior bahu.
4. Klasifikasi
4.1 Fraktur
a. Menurut jumlah garis fraktur
hanya terdapat satu garis fraktur- simple fraktur
terdapat lebih dari satu garis.- Multiple fraktur
terjadi banyak garis fraktur atau banyak fragmen kecil yang terlepas.-
Camminute fraktur
b. Menurut garis fraktur
- Fraktur inkomplit tulang tidak terpotong secara total
- Fraktur komplit tulang terpotong secara total.
- Hair line fraktur garis fraktur hampir tak tampak sehingga bentuk
tulang tak ada perubahan.
c. Menurut bentuk fragmen
- Fraktur transversal bentuk fragmen melintang
- Fraktur oblique bentuk fragmen miring
- Fraktur spiral bentuk fragmen melingkar

d. Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar.


- Fraktur terbuka : fragmen tulang sampai menembus kulit

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat, yaitu :


1. Pecahan tulang menusuk kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi
ringan, luka < 1 cm.
2. Kerusakan jaringan sedang, potensial infeksi lebih besar, luka > 1 cm
(misalnya fraktur Komminutive).
3. Luka besar sampai lebih kurang 8 cm, kehancuran otot kerusakan
neurovaskuler, kontaminasi besar misalnya luka tembak.
Menurut R. Gustillo, fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu :
Derajat I
- Luka < 2 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II
- Laserasi > 2 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang

Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas :
• Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
• Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
• Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
- Fraktur tertutup : fragmen tulang tak berhubungan dengan dunia luar.
4.2 Dislokasi
a. Dislokasi Congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, Congenital dislocation
berhubungan dengan congenital deformities.
b. Dislokasi Patologis :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misal¬nya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang
yang berkurang.
c. Dislokasi Traumatik :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan
mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Traumatic dislocation, biasanya disertai benturan keras. Berdasarkan tipe
kliniknya dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Dislokasi akut umumnya terjadi pada shoulder, elbow dan hip.
2. Dislokasi kronik
3. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
5. Patofisiologi

6. Tahap Dan Proses Penyembuhan Tulang


a. Haematom : dari pembuluh darah yang pecah.
Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan terjadi hematoma di sekitar
fraktur. Setelah 24 jam suplai darah ke ujung fraktur meningkat,
hematoma ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorbsi selama
penyembuhan tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.
b. Proliferasi sel.
Sel sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur, di
mana sel sel ini menjadi precusor dari osteoblast, osteogenesis ini
berlangsung terus, lapisan fibrosa periosteum melebihi tulang. Setelah
beberapa hari kombinasi dari periosteum yang meningkat dengan fase
granulasi membentuk collar di ujung fraktur.
c. Pembentukan callus
Enam sampai sepuluh hari setelah fraktur jaringan granulasi berubah dan
memben¬tuk callus. Sementara pembentukan cartilago dan matrik tulang
diawali dari jaringan callus yang lunak. Callus ini bertambah banyak,
callus sementara meluas, menganyam massa tulang dan cartilago
sehingga diameter tulang melebihi normal. Hal ini melindungi fragmen
tulang tapi tidak memberikan kekuatan callus sementara ini meluas
melebihi garis fraktur.
d. Ossification
Callus yang menetap / apermanen menjadikan tulang kaku karena
adanya penumpukan garam garam calcium dan bersatu bersama ujung
ujung tulang. Proses ossifikasi ini mulai dari callus bagian luar kemudian
bagian dalam dan terakhir bagian tengah. Proses ini terjadi selama 3 10
minggu.

e. Konsolidasi dan Remodelling.


Pada waktu yang sama pembentukan tulang yang sebenarnya callus
dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteoklast. Kelebihan kelebihan
tulang seperti dipahat dan diabsorbsi dari callus. Proses pembentukan
lagi ditentukan oleh beban tekanan dari otot.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
b. Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan
kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram
Bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat atau menurun. Peningkatan jumlah sel
darah putih adalah respon stress normal terhadap trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pad kehilangan darah, transfusi, multipel / cedera
hati.
Pada semua tipe fraktur, proses penyembuhan fraktur berhubungan
dengan proses penyembuhan tulang. Sedangkan pada dislokasi
dilakukan pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan
apakah disertai dengan fraktur.

8. Penatalaksanaan
8.1 Pengobatan pada kasus fraktur
8.1.1. Therapi konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan
kedudukan baik
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkoplit dan fraktur
dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi
pergelangan
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga penuh /
dipasang gips setelah tidak sakit lagi.
8.1.2. Therapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tetrtutup dengan bimbingan
radiologis.
a. Reposisi tertutup – Fiksasi externa
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka
dipasang alat fiksasi externa.
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna,
misalnya reposisi tertutup fraktur condylair humerus pada anak diikuti
dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur colum pada
anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus
berkembang menjadi “Close Nailing” pada fraktur femur dan tibia yaitu
pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka
frakturnya.
Therapi operatif denganmembuka frakturnya
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open reduction and internal fixation)
Keuntungan cara ini adalah : reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avanculair tinggi ,
misalnya : fraktur talus dan fraktur collum femur
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, misalnya : fraktur avulsi dan
fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan, misalnya ;
fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachi, dan fraktur
pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yan glabih baik
dengan operasi, misalnya : fraktur femur
2. Excisional Arthrplasty
Membuang fragmen yang patah yang memnentuk sendi, misalnya :
fraktur caput radii pada orang dewasa, dan fraktur collum femur yang
dilakukan operasi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis / yang
lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka
sejak awal harus dipertimbangkan latihan-latihan untuk menceegah atropi
otot dan keakuansendi, disertai mobilisasi dini.
8.1.3. Pengobatan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka aadalah suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan dengan segera. Tindakan sugah harus dimulai dari fase pra -
Rumah sakit :
a. Pembidaian
b. Menghentikan perdarahan dengan verban tekan
c. Mengehentikan perdarahan besar dengan klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera periksa menyeluruh oleh karena
40% dari fraktur terbuka merupakan kasus polytrauma. Tindakan life-
saving harus segera didahulukan dalam rangka kerja terpadu (Team –
work).
8.2 Pengobatan pada kasus Dislokasi
a. Lakukan reposisi segera
b. Dislokasi sendi kecil dapat diresposisi ditempat kejadian tanpa
anastesi, misalnya disloksi siku, dislokasi jari (pada fase syok). Dislokasi
bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anastesi lokal dan obat
penenang misalnya valium.
c. Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anastesi umum.
Dalam penanganan kasus dislokasi dapat dilakukan dengan pemberian
terapi medika mentosa, reposisi dan program rehabilitasi yaitu sebagai
berikut :
Reposisi
- MUA (Manipular Under General Anastesi)
- Hanging Arm Teknik
- Hipocratic Methode
- Kocher
- Eksternal Rotasi Metode :traksi pada humerus distal kemudian eksternal
rotasi formarm secara pelan-pelan.hentikan jika terjadinya nyeri.
Terapi Medika Mentosa
- Analgetik opioid diberikan untuk mengurangi nyeri dengan kualitas
tinggi.
- Suntikan intrarticular dan anastetik regional teknik telah dilaporkan
sukses membantu dalam mereduksi dislokasi shoulder.
- Prosedural sedasi dan analgesi umumnya digunakan untuk memperoleh
control nyeri yang adekuat dan relaksan otot untuk reduksi.Prosedural
sedasi dan analgesi {PSA}yang digunakan Morphine dan midazolam
memperlamlambat perawatan di department emergensi serta bebas
komplikasi.[emedicene]Etomidate,fentanyl/midazolam,ketamine, atau
propofol umumnya digunakan untuk PSA.
Program Rehabilitasi
a. Non operatif Rehabilatation
Penanganan rehabilitasi non operatif bertujuan untuk mengoptimalkan
stabilisasi sendi bahu, sebab komplikasi dislokasi berulang banyak terjadi.
Menghindari maneuver yang bersifat provokativ dan penguatan otot
secara hati-hati merupakan
komponen penting dalam program rehabilitasi.
Minggu 0 – 2, Hindari provokatif posisi termasuk eksternal rotasi, Abduksi
dan Distrak.
Immobilisasi tergantung umur
- Kurang dari 20 tahun 3-4 minggu.
- 20-30 tahun 2-3 minggu.
- Lebih dari 30- 10 hari sampai 2 minggu.
- Lebih dari 40 tahun 3-5 hari.
Program dilanjutkan secara bertahap untuk pemulihan fungsi sesuai
prosedu rehabilitasi yang telah ditetapkan.
b. Operatif Treatment
Tujuan utama rehabilitasi adalah :
- Memulihkan ROM fungsional secara full
- Meningkatkan stabilitas Dynamik.
- Kembali aktivitas yang tak dibatasi dan olahraga.
9. Komplikasi
9.1. Komplikasi Fraktur
Komplikasi dini
1. Lokal :
a. Vaskuler :
• Compartemen syndrome (Volkmann`s Ischemia),
• Trauma vaskular
b. Neurologis :
• Lesi medula spinalis atau staraf perifer
Komplikasi lanjut.
1. Kekakuan sendi / kontraktur
2. Disuse atropi otot-otot
3. Malunion
Tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
4. Delayed union
Proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
5. Nonunion / Infected nonunion
Tulang tidak menyambung kembali.
6. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
7. Osteoporosis post trauma

9.2 Komplikasi Dislokasi


a. Komplikasi Dini
 Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati
rasa pada otot tesebut.
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
b. Fraktur Dislokasi
c. Komplikasi lanjut
 Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu ,terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral ,yang secara otomatis
membatasi Abduksi.
dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid
kelemahan otot.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Pengkajian primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi.
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
b) Pengkajian sekunder
Aktivitas/istirahat
• kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
• Keterbatasan mobilitas
Sirkulasi
• Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
• Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
• Tachikardi
• Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
• Capilary refil melambat
• Pucat pada bagian yang terkena
• Masa hematoma pada sisi cedera
Neurosensori
• Kesemutan
• Kelemahan
• Deformitas lokal, agulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
• Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / anxietas
Kenyamanan
• Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang deengan imobilisasi) tak ada
nyeri akibat keruisakan syaraf.
• Spasme / kram otot (setelah immobilisasi).
Keamanan
• laserasi kulit
• perdarahan
• perubahan warna
• pembengkakan local
Selain pengkajian diatas, pada kasus dislokasi juga perlu dilakukan
pengkajian berupa :
- Anamnesis :
• Ada trauma
• Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan
eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu
• Ada rasa sendi keluar
• Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau
habitual
• Oedema
• Sulut/tidak dapat bergerak
- Pemeriksaan Klinis :
• Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata pada
dislokasi bahu. Pemendekan atau pemanjangan (misalnya dislokasi
anterior sendi panggul). Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu,
misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan panggul
endorotasi, fleksi dan adduksi.
• Nyeri
• Funcio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu
anterior.

2. Prioritas Keperawatan
a. Mencegah cedera tulang
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi / prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
b. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur
terbuka : bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi,
sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
d. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih,
hipovolemik dan pembentukan trombus.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit dan trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.

4. Intervensi Keperawatan
Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil :
- Klien menyatakan nyeri berkurang.
- Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
- Edema berkurang / hilang.
- Tekanan darah normal.
- Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi :
1.1 Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0
– 10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk / keefektifan analgesic.
1.2 Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembebat, dan traksi.
Rasional :
Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan
jaringan yang cedera.
1.3 Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional :
Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
1.4 Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional :
Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi
pada jaringan yang terkena.
1.5 Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
1.6 Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi
progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan
terapeutik.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan.
otot.
1.7 Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai
indikasi.
Rasional :
Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
1.8 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional :
Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.

Dx.2 Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur


terbuka : bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi,
sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik.
Tujuan : Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
- Penyembuhan luka sesuai waktu.
- Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi :
2. 1 Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan
warna.
Rasional :
Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah
yang mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
2.2 Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur
yang kering dan bebas kerutan.
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan
kulit.
2.3 Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
Rasional :
Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.

2.4 Gunakan bed matres / air matres.


Rasional :
Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang
kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.

Dx.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan


sekitar fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil :
- Klien akan meningkat/ mempertahankan mobilitas pada tingkat
kenyamanan yang lebih tinggi.
- Klien mempertahankan posisi /fungsional.
- Klien meningkatkan kekuatan /fungsi yang sakit dan mengkompensasi
bagian tubuh.
- Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi :
3.1 Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional :
Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual,
mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan
kemajuan kesehatan pasien.
3.2 Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan
rangsang lingkungan.

Rasional :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu
menurunkan isolasi sosial.
3.3 Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus
otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
respon kalsium karena tidak digunakan.
3.4 Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila
traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional :
Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
3.5 Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan
mencukur).
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien
dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
3.6 Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat
sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilisasi.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan
meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
3.7 Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional :
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan
dapat memerlukan intervensi khusus.
3.8 Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas
dalam.
Rasional :
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh
dekubitus, atelektasis dan pneumonia).
3.9 Auskultasi bising usus.
Rasional :
Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan
diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.
3.10 Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius,
pembentukan batu dan konstipasi.
3.11 Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
Rasional :
Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan.
Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih,
hipovolemik dan pembentukan trombus.
Tujuan : Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya
pulsasi.
- Kulit hangat dan kering.
- Perabaan normal.
- Tanda vital stabil.
- Urine output yang adekuat
Intervensi :
4.1 Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari
fraktur.
Rasional :
Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal
terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi
permukaan sering kali tidak sesuai.
4.2 Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik / fungsi sensorik.
Rasional :
Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika
sirkulasi ke saraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
4.3 Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional :
Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri
dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi
dari peralatan traksi.

4.4 Monitor posisi / lokasi ring penyangga bidai.


Rasional :
Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya di
aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen.
4.5 Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit
dingin, perubahan mental.
Rasional :
In adekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
4.6 Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak
kontraindikasidengan adanya compartemen syndrome.
Rasional :
Mencegah aliran vena / mengurangi edema.

Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


primer, kerusakan kulit dan trauma jaringan.
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil :
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
- Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
5.1 Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan
kontinuitas.
Rasional :
Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat memungkinkan
terjadinya infeksi tulang.
5.2 Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar
atau adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak.
Rasional :
Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan dapat
menimbulkan osteomielitis.
5.3 Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan
mencuci tangan.
Rasional :
Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
5.4 Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna
kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional :
Tanda perkiraan infeksi gangren.
5.5 Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk
berbicara.
Rasional :
Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
5.6 Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema
lokal/eritema ektremitas cedera.
Rasional :
Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
5.7 Lakukan prosedur isolasi.
Rasional :
Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen
untuk mencegah kontaminasi silang.
5.8 Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus
toksoid.
Rasional :
Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat
ditujukan pada mikroorganisme khusus.
Dx.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Hasil :
- Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan
alasan tindakan.
Intervensi :
6.1 Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional :
Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi.
6.2 Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi
dengan terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional :
Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses
penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat
terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan pengguanaan alat ambulasi.
6.3 Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara
mandiri dan yang memrlukan bantuan.
Rasional :
Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.
6.4 Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab
di bawah fraktur.
Rasional :
Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan
kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
6.5 Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.
Rasional :
Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap
dan kerja sama pasien dalam program pengobatan membantu untuk
penyatuan yang tepat dari tulang.
6.6 Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi
(massa otot kurang). Anjurkan untuk memberikan sokongan pada sendi di
atas dan di bawah bagian yang sakit dan ginakan alat bantu mobilitas,
contoh verban elastis, bebat, penahan, kruk, walker atau tongkat.
Rasional :
Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri
sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan.

Anda mungkin juga menyukai