Makalah Gawat Darurat
Makalah Gawat Darurat
1. Definis
1.1 Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price, 1995).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant,
1990).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan
krepitasi (Doenges, 2000).
Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
1.2 Dislokasi
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). (brunner&suddarth).
Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif
Mansyur, dkk. 2000).
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan
patah tulang di¬sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis¬lokasi. ( Buku
Ajar Ilmu Bedah, hal 1138)
2. Etiologi
2.1 Etiologi Fraktur
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Trauma Langsung : Kecelakaan lalu lintas
Trauma tidak langsung: Jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk
sehingga terjadi fraktur tulang belakang.
Proses penyakit (osteoporosis yang menyebabkan fraktur yang
patologis).
Menurut Oswari E (1993), fraktur terjadi karena adanya :
a. Kekerasan langsung Terkena pada bagian langsung trauma.
b. Kekerasan tidak langsung Terkena bukan padabagian yang terkena
trauma.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Sedangkan MenurutBarbaraCLong(1996), fraktur terjadi karena adanya :
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patofisiologi (oleh karena patogen, kelainan)
c. Patah karena letih
2.2 Etiologi Dislokasi
Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa
sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi.
Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena
dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas :
• Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat
laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat kominutif yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
• Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
• Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
- Fraktur tertutup : fragmen tulang tak berhubungan dengan dunia luar.
4.2 Dislokasi
a. Dislokasi Congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, Congenital dislocation
berhubungan dengan congenital deformities.
b. Dislokasi Patologis :
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misal¬nya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang
yang berkurang.
c. Dislokasi Traumatik :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan
mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan sistem
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.
Traumatic dislocation, biasanya disertai benturan keras. Berdasarkan tipe
kliniknya dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Dislokasi akut umumnya terjadi pada shoulder, elbow dan hip.
2. Dislokasi kronik
3. Dislokasi berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.
5. Patofisiologi
8. Penatalaksanaan
8.1 Pengobatan pada kasus fraktur
8.1.1. Therapi konservatif
a. Proteksi saja
Misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan
kedudukan baik
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkoplit dan fraktur
dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misalnya fraktur distal radius, immobilisasi dalam pronasi penuh dan fleksi
pergelangan
d. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga penuh /
dipasang gips setelah tidak sakit lagi.
8.1.2. Therapi operatif
Terapi operatif dengan reposisi secara tetrtutup dengan bimbingan
radiologis.
a. Reposisi tertutup – Fiksasi externa
Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis intraoperatif maka
dipasang alat fiksasi externa.
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna,
misalnya reposisi tertutup fraktur condylair humerus pada anak diikuti
dengan pemasangan paralel pins. Reposisi tertutup fraktur colum pada
anak diikuti pinning dan immobilisasi gips. Cara ini sekarang terus
berkembang menjadi “Close Nailing” pada fraktur femur dan tibia yaitu
pemasangan fiksasi interna intra meduller (pen) tanpa membuka
frakturnya.
Therapi operatif denganmembuka frakturnya
1. Reposisi terbuka dan fiksasi interna
ORIF (Open reduction and internal fixation)
Keuntungan cara ini adalah : reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avanculair tinggi ,
misalnya : fraktur talus dan fraktur collum femur
b. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, misalnya : fraktur avulsi dan
fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan, misalnya ;
fraktur monteggia, fraktur galeazzi, fraktur antebrachi, dan fraktur
pergelangan kaki.
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yan glabih baik
dengan operasi, misalnya : fraktur femur
2. Excisional Arthrplasty
Membuang fragmen yang patah yang memnentuk sendi, misalnya :
fraktur caput radii pada orang dewasa, dan fraktur collum femur yang
dilakukan operasi.
3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis / yang
lainnya.
Sesuai tujuan pengobatan fraktur yaitu untuk mengembalikan fungsi maka
sejak awal harus dipertimbangkan latihan-latihan untuk menceegah atropi
otot dan keakuansendi, disertai mobilisasi dini.
8.1.3. Pengobatan Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka aadalah suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan dengan segera. Tindakan sugah harus dimulai dari fase pra -
Rumah sakit :
a. Pembidaian
b. Menghentikan perdarahan dengan verban tekan
c. Mengehentikan perdarahan besar dengan klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera periksa menyeluruh oleh karena
40% dari fraktur terbuka merupakan kasus polytrauma. Tindakan life-
saving harus segera didahulukan dalam rangka kerja terpadu (Team –
work).
8.2 Pengobatan pada kasus Dislokasi
a. Lakukan reposisi segera
b. Dislokasi sendi kecil dapat diresposisi ditempat kejadian tanpa
anastesi, misalnya disloksi siku, dislokasi jari (pada fase syok). Dislokasi
bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anastesi lokal dan obat
penenang misalnya valium.
c. Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anastesi umum.
Dalam penanganan kasus dislokasi dapat dilakukan dengan pemberian
terapi medika mentosa, reposisi dan program rehabilitasi yaitu sebagai
berikut :
Reposisi
- MUA (Manipular Under General Anastesi)
- Hanging Arm Teknik
- Hipocratic Methode
- Kocher
- Eksternal Rotasi Metode :traksi pada humerus distal kemudian eksternal
rotasi formarm secara pelan-pelan.hentikan jika terjadinya nyeri.
Terapi Medika Mentosa
- Analgetik opioid diberikan untuk mengurangi nyeri dengan kualitas
tinggi.
- Suntikan intrarticular dan anastetik regional teknik telah dilaporkan
sukses membantu dalam mereduksi dislokasi shoulder.
- Prosedural sedasi dan analgesi umumnya digunakan untuk memperoleh
control nyeri yang adekuat dan relaksan otot untuk reduksi.Prosedural
sedasi dan analgesi {PSA}yang digunakan Morphine dan midazolam
memperlamlambat perawatan di department emergensi serta bebas
komplikasi.[emedicene]Etomidate,fentanyl/midazolam,ketamine, atau
propofol umumnya digunakan untuk PSA.
Program Rehabilitasi
a. Non operatif Rehabilatation
Penanganan rehabilitasi non operatif bertujuan untuk mengoptimalkan
stabilisasi sendi bahu, sebab komplikasi dislokasi berulang banyak terjadi.
Menghindari maneuver yang bersifat provokativ dan penguatan otot
secara hati-hati merupakan
komponen penting dalam program rehabilitasi.
Minggu 0 – 2, Hindari provokatif posisi termasuk eksternal rotasi, Abduksi
dan Distrak.
Immobilisasi tergantung umur
- Kurang dari 20 tahun 3-4 minggu.
- 20-30 tahun 2-3 minggu.
- Lebih dari 30- 10 hari sampai 2 minggu.
- Lebih dari 40 tahun 3-5 hari.
Program dilanjutkan secara bertahap untuk pemulihan fungsi sesuai
prosedu rehabilitasi yang telah ditetapkan.
b. Operatif Treatment
Tujuan utama rehabilitasi adalah :
- Memulihkan ROM fungsional secara full
- Meningkatkan stabilitas Dynamik.
- Kembali aktivitas yang tak dibatasi dan olahraga.
9. Komplikasi
9.1. Komplikasi Fraktur
Komplikasi dini
1. Lokal :
a. Vaskuler :
• Compartemen syndrome (Volkmann`s Ischemia),
• Trauma vaskular
b. Neurologis :
• Lesi medula spinalis atau staraf perifer
Komplikasi lanjut.
1. Kekakuan sendi / kontraktur
2. Disuse atropi otot-otot
3. Malunion
Tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
4. Delayed union
Proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan kecepatan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
5. Nonunion / Infected nonunion
Tulang tidak menyambung kembali.
6. Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
7. Osteoporosis post trauma
2. Prioritas Keperawatan
a. Mencegah cedera tulang
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi / prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
b. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur
terbuka : bedah permukaan ; pemasangan kawat, perubahan sensasi,
sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret / immobilisasi fisik.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
d. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih,
hipovolemik dan pembentukan trombus.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, kerusakan kulit dan trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
4. Intervensi Keperawatan
Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat / traksi.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil :
- Klien menyatakan nyeri berkurang.
- Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
terapetik sesuai indikasi untuk situasi individual.
- Edema berkurang / hilang.
- Tekanan darah normal.
- Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi :
1.1 Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0
– 10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal
Rasional :
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk / keefektifan analgesic.
1.2 Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembebat, dan traksi.
Rasional :
Meminimalkan nyeri dan menvegah kesalahan posisi tulang / tegangan
jaringan yang cedera.
1.3 Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional :
Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
1.4 Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional :
Mempertahankan kekuatan / mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi
pada jaringan yang terkena.
1.5 Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
1.6 Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi
progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan
terapeutik.
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan.
otot.
1.7 Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai
indikasi.
Rasional :
Menurunkan udema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
1.8 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional :
Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
Rasional :
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu
menurunkan isolasi sosial.
3.3 Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus
otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
respon kalsium karena tidak digunakan.
3.4 Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila
traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional :
Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
3.5 Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan
mencukur).
Rasional :
Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien
dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
3.6 Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat
sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilisasi.
Rasional :
Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan
meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
3.7 Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional :
Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan
dapat memerlukan intervensi khusus.
3.8 Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas
dalam.
Rasional :
Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh
dekubitus, atelektasis dan pneumonia).
3.9 Auskultasi bising usus.
Rasional :
Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan
diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.
3.10 Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional :
Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius,
pembentukan batu dan konstipasi.
3.11 Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.
Rasional :
Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan.
Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih,
hipovolemik dan pembentukan trombus.
Tujuan : Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya
pulsasi.
- Kulit hangat dan kering.
- Perabaan normal.
- Tanda vital stabil.
- Urine output yang adekuat
Intervensi :
4.1 Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari
fraktur.
Rasional :
Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal
terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi
permukaan sering kali tidak sesuai.
4.2 Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik / fungsi sensorik.
Rasional :
Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika
sirkulasi ke saraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
4.3 Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional :
Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri
dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi
dari peralatan traksi.