Case Report Amputasi
Case Report Amputasi
AMPUTASI
Oleh:
DevitaWardani, S.Ked
RidhoPambudi, S.Ked
ZulfaLabibah, S.Ked
Perceptor:
dr. E. Marudut S., Sp.OT
IDENTITAS PASIEN
I. ANAMNESIS
Diambil dari alloanamnesis pada tanggal 10 Mei 2017 pukul 13.00 WIB
1. Keluhan utama
Kaki hitam sejak 4 bulan yang lalu
2. Keluhan Tambahan
Sakit kaki, kaki tidak bisa digerakkan, kesemutan
3. Riwayat Penyakit
Os datang dengan keluhan kaki kanan menghitam sejak 4 bulan yang lalu. Pada
awalnya os mengalami luka pada jempol kaki sebelah kanan saat menggunting
kuku. Kemudian luka menjadi membengkak dan memerah sehingga membuat os
berobat ke puskesmas. Os mengaku di puskesmas jempol kanan os di perban
dan diberi obat teapi os tidak mengetahui jenis obat yang diberikan2 minggu
kemudian os kembali ke puskesmas karena luka tidak kunjung sembuh dan
bertambah sakit. Os mengaku pada kunjungan keduanya ke puskesmas, luka os
sudah menjadi hitam. Pihak puskesmas kemudian melakukan pengecekan kadar
1
gula darah sewaktu os dan dipatkan hasil gula darah lebih dari 200. Os mengaku
sebelumnya tidak memiliki riwayat kencing manis dan baru mengetahui saat di
puskesmas. Obat kencing manis yang diberikan oleh pihak puskesmas berupa
tablet yang diminum 1 kali sehari. Kemudian os dirujuk ke Rumah Sakit
Kalianda oleh pihak puskesmas.
Keluhan lain os selama di gelatik adalah sakit pada kaki, kaki tidak bisa
digerakkan dan sering merasa kesemutan pada tungkai kanan. Nyeri dirasakan
hilang timbul.
2
4. Riwayat Keluarga
A. STATUS UMUM
B. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital
3
Refleks Cahaya : normal
Pupil : normal
Telinga : normal
Hidung : normal
Tenggorokan : normal
Mulut : normal
Gigi : normal
Leher
Dada (Thorax)
Perut (Abdomen)
Inspeksi : Datar
Palpasi : NT (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) 8x/menit
Inspeksi : simetris
Palpasi : NT (-)
Perkusi : redup
Auskultasi : dalam batas normal
Ekstremitas
4
Inferior : dextra: merah dan nyeri pada femoralis, ulkus pada
pedis-cruris digiti pedis dextra 1, 2, 3 (-)
sinistra: edema piting (+)
o Genitalia
Tidak dilkukan pemeriksaan
Perianal
Neuromuskular
Tulang Belakang
C. STATUS LOKALIS
Look :
Deformitas : pedis dextra (+)
Edema : superior (+/+) inferior (+/+)
Luka : ulkus regio pedis-cruris dextra, ulkus regio femoralis
Pemendekan : tidak ada
Feel:
Nyeri tekan : + regio femoralis dextra, - regio pedis-cruris dextra
Nyeri sumbu : + regio femoralis dextra
Move:
Nyeri gerak aktif (+/-)
Nyeri gerak pasif (+/-)
5
III. LABORATORIUM RUTIN
B. Urin rutin
Tidak dilakukan
C. Fases rutin
Tidak dilakukan
A. RADIOLOGI
6
B. LABORATORIUM KHUSUS
Tidak dilakukan
V. PEMERIKSAAN ANJURAN
Laboratorium: GDS
Rontgen Femoralis dan Cruris Dextra AP dan Lateral
Kultur Ulkus Pedis dan Uji Sensitivitas Antibiotik
VI. RESUME
Os datang dengan keluhan kaki kanan menghitam sejak 4 bulan yang lalu. Os
mengaku pada awalnya mengalami luka pada kuku kaki kanan yang kemudian
menghitam. Os sebelumnya berobat ke puskesmas dan dirujuk ke RS Kalianda.
Jempol kaki kanan Os diamputasi di RS Kalianda. Jari telunjuk dan jari tengah
kaki kanan os juga diamputasi di RS Kalianda. Kemudian seluruh kaki os juga.
Os kemudian dirujuk ke RSAM. Os dirawat di ruang murai dengan GDS 224
mg/dl. Os mengeluh kaki kanan menghitam, nyeri pada kaki kanan, demam dan
menggigil. Os mendapat terapi insulin di murai dengan dosis 10 sehari sekali
pada malam hari. Setelah itu gula darah os stabil dibawah 100 mg/dl. Kemudian
Os dialih rawat ke gelatik untuk melakukan amputasi kaki kanan. Keluhan Os
saat di gelatik adalah nyeri pada kaki kanan hingga paha, panas pada paha,
kesemutan, dan kaki tidak bisa digerakkan.
Pemeriksaan Fisik:
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Pernapasan : 18x/menit
Nadi : 76x/menit
Suhu : 36,50C
Status Lokalis:
Look:
Deformitas : pedis dextra (+)
7
Edema : superior (+/+) inferior (+/+)
Luka : ulkus regio pedis-cruris dextra
Pemendekan : tidak ada
Feel:
Nyeri tekan : + regio femoralis dextra, - regio pedis-cruris dextra
Nyeri sumbu : + regio femoralis dextra
Move:
Nyeri gerak aktif (+/-)
Nyeri gerak pasif (+/-)
VII.DIAGNOSIS BANDING
Non farmakologi
Diet rendah kalori tinggi protein
Balut ulkus pedis dextra, ganti balutan setiap hari
Amputasi ekstremitas inferior dextra
8
Gambar 1. Sebelum Amputasi
Farmakologi
IVFD NaCl 0,9% XX gtt/mnt
IVFD Plasbumin 20% 50ml/hari
Ceftriaxon vial 1gr/12 jam
Levemir flex pen 0-0-10
Ketorolac ampul 10mg/12 jam
X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad function : ad malam
Quo ad sanationam : ad malam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang berarti “pancung”. Amputasi adalah
penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari malapetaka
atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya, seperti kecelakaan, gempa
dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau dilakukan karena alasan medis
dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien.Tindakan ini
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir apabila masalah
organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain.
Amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem
integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem cardiovaskuler.
Lebih lanjut amputasi dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau
keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
10
Gambar 1. Amputasi Ekstremitas Bawah
B. Etiologi
Penyebab amputasi adalah kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit DM,
Gangren, cedera (trauma), dan tumor ganas. Tindakan amputasi dapat dilakukan
pada kondisi:
a. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
b. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
c. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
d. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
e. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
f. Deformitas organ.
C. Patofisiologi
11
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang
akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
c. Sistem respirasi
1. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot
intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
2. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan
terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi
hipoksia.
3. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.
d. Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai
pada pasien dengan immobilisasi.
2. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.
12
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
arteriol dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih
panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah
ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan
tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun
tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
e. Sistem Muskuloskeletal
1. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan
suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan
kelelahan otot.
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
3. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan
organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi
keropos.
f. Sistem Pencernaan
1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
13
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat peristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam
colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan
pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan:
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai
darah.
D. Jenis-jenis amputasi
14
sendi atau mendekati sendi. Contohnya adalah amputasi melewati sendi lutut dan
Syme’s amputation.
Berdasarkan teknik yang dipakai secara garis besar amputasi dibagi atas :
Ujung stump tidak ditutup dengan flap kulit dan amputasi ini dilakukan sebagai
tindakan sementara yang akan diikuti dengan penjahitan sekunder, re-amputasi,
revisi, dan rekonstruksi plastik. Open amputation bertujuan untuk mencegah atau
menghilangkan infeksi sehingga penutupan stump dapat dilakukan tanpa resiko
terbukanya kembali jahitan. Indikasinya adalah bagi luka yang terinfeksi dan
kerusakan jaringan lunak luas atau kontaminasi tinggi.
Open amputation terbagi dua jenis, yaitu open amputation with inverted skin flaps
dan circular open amputation. Pada jenis yang pertama penutupan luka dilakukan
kemudian setelah 10-14 hari tanpa memerlukan pemendekan stump. Pada jenis
kedua penyembuhan luka sering lama dan dipengaruhi oleh tarikan kulit terus
menerus diujung stump yang cenderung menarik seluruh jaringan ke ujung stump.
Circular open amputation juga diikuti oleh pembentukan parut diujung stump
yang akan menyulitkan pemasangan prosthesis. Untuk menghindari penyembuhan
yang lama dan letak parut yang tidak baik, circuler open amputation sering diikuti
dengan re-amptation yang lebih proksimal.
15
2. Amputasi tertutup (closed amputation)
16
E. Indikasi Amputasi
Adapun suatu penilaian apakah suatu ekstremitas dapat dipertahankan atau harus
diamputasi dapat dilakukan dengan penilaian Mangled Extremity Severity Score
(MESS) yang dapatdihitung dengan melakukan evaluasi terhadap ektremitas yang
terluka. Adapun evaluasi yang dilakukan ialah sebagai berikut:
17
Keterangan: poin kurang dari 7 menandakan bahwa ekstremitas dapat dipertahankan
dan skor 7 atau lebih mengindikasikan amputasi ekstremitas.
F. Lokasi
Kebanyakan amputasi pada anggota gerak bawah dilakukan pada lokasi dibawah dari
tempat paling distal dimana pulsasi arteri masih teraba. Kadangkala, khususnya pada
amputasi transtibial (below knee) level dapat dimodifikasi dengan pengukuran
transcutaneus oxygen pressure. Lokasi amputasi dilakukan oleh tuntutan desain
prothesis dan fungsi lokal. Stump yang terlalu pendek akan membuat prosthesis
cenderung tergelincir, stump yang terlalu panjang akan mendapatkan sirkulasi yang
tidak adekuat dan akan terasa nyeri atau mengalami ulserasi, disamping itu juga akan
menyulitkan pemasangan prosthesis. Namun dengan semakin meningkatnya
ketrampilan para ahli prosthesis, amputasi dapat dilakukan pada lokasi dimanapun.
18
Gambar 2. Lokasi penentuan amputasi
Torniquet selalu digunakan kecuali jika terdapat insufisiensi arterial. Flap kulit
dibuat sedemikian rupa sehingga panjang gabungan keseluruhan flap sama dengan
1,5 x lebar anggota gerak pada level amputasi. Sebagai suatu ketetapan, flap anterior
dan posterior dengan panjang yang sama dipakai untuk amputasi pada anggota gerak
19
atas dan amputasi transfemoral (above knee), uhntuk amputasi below knee flap
posterior dibuat lebih panjang.
Otot dipotong distal dari tempat pemotongan tulang, kelompok otot yang saling
berhadapan kemudian dijahit diatas ujung tulang dan juga keperiosteum (myoplasty)
sehingga memberikan kontrol otot yang lebih baik dan juga sirkulasi yang lebih baik.
Saraf dipotong proksimal dari tempat pemotongan tulang. Harus benar-benar
diperhatikan agar ujung saraf yang terpotong tidak mendapatkan tekanan karena
tumpuan berat badan.
Tulang dipotong pada tempat yang telah ditentukan. Pada amputasi transtibial bagian
depan tibia biasanya dibuat serong dan dikikir agar terbentuk tepi yang halus dan
membulat. Fibula dipotong 3 cm lebih pendek. Pembuluh darah utama diikat, dan
setiap sumber perdarahan diikat dengan baik. Pada closed amputation kulit dijahit
tanpa tegangan, drain dipasang dan kemudian stump dibalut erat. Jika terbentuk
hematoma, harus segera dievakuasi. Pembalutan berulang dengan pembalut elastis
dilakukan untuk membantu pengerutan stump dan menciptakan bentuk ujung yang
konikal. Otot-otot harus tetap dilatih, sendi tetap dijaga agar bergerak dan pasien
diajarkan untuk menggunakan prosthesisnya.
H. Tingkatan Amputasi
Amputasi dilakukan pada bagian terdistal yang masih berhasil sembuh. Prinsip
penentuan level amputasi adalah menyelamatkan alat gerak sepanjang mungkin dan
fungsi yang paling baik.
Penentuan level yang optimum untuk amputasi secara akurat sulit dilakukan hanya
berdasarkan pemeriksaan klinis (tidak adanya denyut nadi) dan viabilitas
(vaskularisasi) jaringan saja selama operasi. Saat ini, penilaian selain dilakukan
secara klinis dan pada saat operasi juga diperkuat dengan sejumlah metode-metode
uji pra operasi seperti; arteriografi pra amputasi, pengukuran tekanan darah segmental
dengan mempergunakan ultrasound Doppler dan teknik lainnya, penentuan aliran
darah ke kulit yang diukur oleh xenon radioactive clearance, dan pengukuran tekanan
20
oksigen secara transcutaneous. Seluruh hal tersebut bila dilakukan akan memberikan
hasil yang baik untuk menilai keberhasilan penyembuhan luka.
Ekstremitas Atas
21
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian
dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
Ekstremitas Bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya. Adapun amputasi
yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi yaitu:
22
sembuh dengan baik pada sebagian besar pasien dengan iskemia yang
memerlukan ablasi alat gerak.
23
b. Amputasi diatas lutut (above knee amputation)
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer.Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10
cm (selebar satu tangan). Gunakan spidol kulit untuk merencanakan insisi,
yang harus membuat flap anterior maupun flap posterior memiliki panjang
sama atau yang anterior sedikit lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan
subkutan sepanjang garis yang direncanakan. Hemostasis biasanya tidak
sukar pada anggota gerak yang iskemik namun bisa terjadi perdarahan hebat
pada anggota gerak yang septik. Ikat semua vena dengan menggunakan
jarum serap 2/0. Perdalam insisi anterior sampai tulang, sambil memotong
tendon quadriceps femoris. Vasa femoralis bersama-sama nervus poplitea
media dan lateral dijumpai pada posisi posteromedial. Ikat rangkap
pembuluh darah dengan benang serap.
Sebelum memotong saraf, beri tegangan pada saraf sehingga saraf tertarik
ke dalam puntung pada amputasi. Jika amputasi dilakukan pada tingkat
yang lebih tinggi, nervus sciaticus bisa dijumpai. Nervus sciaticus diikuti
oleh arteri yang harus didiseksi secara terpisah dan diikat sebelum saraf
dipotong. Setelah memotong semua otot di sekeliling femur, ikat pembuluh
yang tinggal dan hindari pemakaian diatermi. Periksa titik amputasi yang
tepat dari femur dan kerok periosteum dari tulang di daerah ini. Otot-otot
paha harus diretraksi ke arah proksimal untuk memberikan cukup ruang
dalam menggunakan gergaji. Ini bisa dilakukan dengan bantuan beberapa
pembalut abdomen atau retraktor khusus. Setelah memotong femur dan
melepas tungkai bawah, tempatkan handuk bersih di bawah puntung dan
istirahatkan puntung pada mangkok yang dibalik.
I. Jenis Amputasi
a. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat
penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan
sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada
trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
J. Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi. Ada
dua cara perawatan post amputasi yaitu :
a. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar
operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan
25
memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang
balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol.
Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan
mempercepat posisi berdiri. Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan
dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah luka
sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk
mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan,
kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan
prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi
program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post operasi
untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-
tanda infeksi local atau sistemik.
b. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut
steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup.
Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan
konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat
tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab
akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka diganti balutan dan drain
dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit dengan soft dressing dan
pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan.
Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas
lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal
ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
a. Perawatan luka pada umumnya dan penggunaan balutan yang halus akan
mengontrol udem, mencegah trauma, menurunkan nyeri, dan membuat
mobilisasi lebih awal demikian juga rehabilitasinya
b. Rehabilitasi dengan pembuatan prostesis yang sesuai
26
L. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
Disamping komplikasi operasi yang lazim (khususnya perdarahan sekunder
karena infeksi), terdapat 3 komplikasi khusus yaitu hematoma, terbukanya
kembali flap dan gangren gas.
Terbukanya kembali skin flap dapat disebabkan oleh iskemia, jahitan yang
terlalu tegang, atau (pada amputasi below knee) disebabkan oleh tibia yang
ditinggalkan terlalu panjang dan menekan flap. Clostridia dan spora penyebab
gangren gas yang berasal dari perineum dapat menginfeksi amputasi above
knee yang terletak tinggi (atau re-amputasi) khususnya jika dilakukan pada
jaringan yang sudah iskemik.
b. Komplikasi Lanjut
Komplikasi lanjut dapat terjadi pada kulit, otot, arteri, saraf, sendi, dan tulang.
Pada kulit komplikasi yang sering terjadi adalah eksim yang disertai
pembengkakan purulen yang nyeri di inguinal. Pada keadaan ini diindikasikan
untuk tidak memakai prothesis untuk sementara.
Ulserasi biasanya terjadi karena sirkulasi yang tidak baik, dan untuk itu
diperlukan amputasi pada level yang lebih tinggi. jika sirkulasi baik dan kulit
disekitar ulkus sehat, maka eksisi 2.5 cm tulang yang dilanjutkan dengan
penjahitan kembali sudah memadai. Jika terlalu banyak otot yang disisakan
diujung stump, efek bantalan yang tidak stabil akan menyebabkan pemakaian
prothesis terganggu. Pada keadaan ini jaringan lunak yang berlebihan harus
dibuang.
27
Sirkulasi yang tidak baik akan menyebabkan stump yang dingin dan kebiruan
yang mudah membentuk ulkus. Masalah seperti ini sering terjadi pada
amputasi below knee dan karenanya diperlukan amputasi ulang.
Sendi diatas level amputasi mungkin akan kaku atau mengalami deformitas.
Deformitas yang sering terjadi adalah fixed flexion atau fixed abduction pada
sendi panggul karena amputasi above knee (disebabkan otot adduktor dan
hamstring yang telah dipotong). Deformitas ini dapat dicegah dengan
melakukan latihan. Jika deformitas ini telah terlanjur terjadi, osteotomy
subtrochanteric mungkin diperlukan. Fixed flexion pada lutut juga dapat akan
menyebabkan kesulitan berjalan dan karenanya harus dicegah. Spur sering
terbentuk diujung tulang, tetapi biasanya tidak nyeri. Jika terdapat infeksi spur
mungkin akan berukuran besar dan nyeri sehingga mungkin diperlukan eksisi
ujung tulang bersamaan spur. Jika tulang akan menyebabkan sedikit
pembebanan maka akan terjadi osteoporosis yang dapat menimbulkaan fraktur.
Fraktur seperti ini paling baik ditangani dengan fiksasi interna.
28
BAB III
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
Apley A G, Solomon L. 1993. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures 7th ed.
Butterworth Heinmann; London.
Bentley G. 2014. European Surgical Orthopaedics and Traumatology. London:
Effort
Brunicardi FC. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, Ninth Edition. Access
Surgery
Sjamsuhidajat R, Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. 2008: Jakarta; EGC.
30