Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Proses berpikir berkaitan dengan tingkah laku dan memerlukan ke-terlibatan aktif pemikirnya.
Produk berpikir seperti pikiran, pengetahuan, alasan, serta proses yang lebih tinggi seperti penilaian
dapat juga dihasil-kan. Kaitan kompleks dikembangkan melalui berpikir ketika digunakan sebagai
bukti dari waktu ke waktu. Kaitan ini dapat dihubungkan pada struktur yang terorganisasi dan
diekspresikan oleh pemikir dalam beragam cara. Jadi definisi ini menunjukkan bahwa berpikir
merupakan suatu upa-ya kompleks dan reflektif dan juga pengalaman kreatif.
Kemampuan berpikir inilah yang merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran siswa.
Kemampuan berpikir seseorang dapat dikem-bangkan melalui belajar, bertanya terus pada diri sendiri,
memiliki ke-inginan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berkemauan memanfa-atkan sesuatu
yang ada di sekitar, sehingga menghasilkan sesuatu yang berguna bagi dirinya maupun bagi orang
lain. Kemampuan berpikir ini dimungkinkan untuk berkembang karena manusia memiliki rasa ingin
ta-hu yang selalu terus berkembang. Berarti keterampilan berpikir setiap orang akan selalu
berkembang dan dapat dipelajari. Depdiknas (2003a) menegaskan salah satu kecakapan hidup (life
skill) yang perlu dikembang-kan melalui proses pendidikan adalah keterampilan berpikir. Berarti hal
ini menunjukkan bahwa seseorang untuk dapat berhasil dalam kehidupan-nya antara lain ditentukan
oleh keterampilan berpikirnya, terutama dalam upaya memecahkan masalah kehidupan yang
dihadapinya.
Literatur baru tentang berpikir menyajikan daftar ganda tentang proses kognitif yang dapat
dipertimbangkan sebagai keterampilan berpi-kir. Beyer menekankan pentingnya mendefinisikan
keterampilan secara akurat dan menyarankan untuk mere-view kerja para peneliti seperti Blo-om,
Guilford, dan Feuerstein untuk menemukan definisi yang bermakna tentang berpikir. Agar tidak
bingung membedakan proses seperti inkuiri dan mengingat sederhana. Beyer konsisten dengan para
peneliti sebelum-nya tentang proses kognitif, untuk membedakan keterampilan berpikir tingkat
rendah, dan keterampilan berpikir kompleks. Sebagai contoh, ada perbedaan besar antara
mendapatkan contoh identik dari insekta tertentu dengan menemukan perbedaan dari insekta yang
sama. Tugas yang perta-ma melibatkan proses dasar mengidentifikasi dan membandingkan. Se-
dangkan tugas satunya lagi memerlukan tahap yang kompleks, canggih, berulang dan berurutan dari
pemecahan masalah.
Makalah ini bertujuan untuk membahas masalah pengembangan berpikir tingkat tinggi (high
order thinking) dalam pembelajaran. Kajian-nya bersifat kualitatif teoretis dengan mengajukan
sejumlah teori para pakar di bidang ini. Diharapkan paparan ini dapat menambah wawasan pembaca
dalam mengembangan berpikir tinggi dalam proses belajar me-ngajar.

PEMBAHASAN
Keterampilan Berpikir
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan keterampilan berpikir da-sar atau esensial? Banyak
definisi berpikir yang telah diungkapkan para ahli. Tingkatan kemampuan berpikir menurut
taksonomi Bloom adalah ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreatifvitas. Tingkat
berpikir ini kemudian direvisi kembali oleh Bloom (Anderson dan Krat-hohl, 2001) dengan
mengelompokkan proses yang digunakan siswa untuk memperoleh pengetahuan terdiri atas dimensi
pengetahuan dan proses. Di-mensi pengetahuan mencakup pengetahuan faktual, konseptual, prose-
dural, dan pengetahuan metakognitif. Proses terdiri atas kategori mengi-ngat, memahami, aplikasikan,
analisis, evaluasi, dan menciptakan.
Berpikir merupakan proses kognitif dan aktivitas mental sehingga pengetahuan dapat diperoleh.
Taylor sebagai mana dikutip Kurniawan (2002) mendefiniskan berpikir sebagai proses penarikan
kesimpulan. Ed-ward de Bono (dalam Mustapha, 2005) mendefinisikan berpikir sebagai satu proses
yang kompleks yang berlaku dalam pikiran seseorang apabila orang itu menceritakan pengalamannya
secara terperinci untuk mencapai sesuatu tujuan. Menurut Ruch (1996, dalam Kurniawan 2002)
berpikir itu sendiri merupakan manipulasi atau organisasi unsur lingkungan dengan menggunakan
lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Berpikir merujuk pada
pelbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan lambang dan konsep, sebagai pengganti objek dan
peristiwa.
Berdasarkan pendapat para peneliti tersebut dapat dilihat beberapa dimensi urutan keterampilan
berpikir. Tugas berpikir secara umum berge-rak dari operasi sederhana menuju operasi yang lebih
kompleks, dari di-mensi konkrit menuju abstrak, dan dari penekanan bekerja dengan materi yang
diketahui menuju kreasi atau penemuan sesuatu yang baru. Guilford tertarik pada operasi berpikir
konvergen dan divergen, yang tujuan akhir-nya adalah pemaparan yang teliti tentang hakekat
intelegensi.

Proses Berpikir Dasar


Dalam merencanakan pembelajaran, penting sekali mempertim-bangkan tingkat perkembangan
siswa, metode menyampaikan informasi kepada mereka serta relevansinya dengan materi pelajaran.
Sedikitnya ada lima kategori keterampilan berpikir yang dapat dipertimbangkan, hasil kerja Bloom
dan Guilford, yang merupakan kerangka berpikir dasar, yang secara ringkas diperlihatkan dalam tabel
1.

Proses Berpikir Kompleks


Kelima kategori berpikir dasar di atas merupakan keterampilan ber-pikir yang esensial. Proses
yang kompleks melibatkan program keteram-pilan berpikir yang disebut strategi makro didasarkan
pada keterampilan esensial tersebut tetapi digunakan untuk tujuan khusus.
Cohen (1995), membedakan proses berdasarkan eksternal stimuli dan upaya untuk produktif
seperti membuat penilaian atau pemecahan ma-salah, dari proses yang bergantung pada persamaan
stimulus eksternal dan internal dan pencarian kreatif. Cohen mengemukakan empat proses berpi-kir
kompleks yaitu (1) memecahkan masalah; (1) membuat keputusan; (3) berpikir kritis; dan (4) berpikir
kreatif.

Memecahkan Masalah (Problem Solving)


Memecahkan masalah melibatkan aktivitas seperti menggunakan proses berpikir dasar untuk
memecahkan kesulitan tertentu, merakit fakta tentang informasi tambahan yang diperlukan,
memprediksi atau menya-rankan alternatif solusi dan menguji ketepatannya, mereduksi ke tingkat
penjelasan yang lebih sederhana, mengeliminasi kesenjangan, memberi uji solusi ke arah nilai yang
dapat digeneralisasi. Kemampuan untuk mela-kukan pemecahan masalah adalah ketrampilan yang
dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam setiap aspek kehidupannya. Jarang sekali se-seorang tidak
menghadapi masalah dalam kehidupannya sehari-hari kare-na masalah telah menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam kehidupan kita, baik kehidupan sosial, maupun kehidupan profesional kita.
Untuk itulah penguasaan atas metode pemecahan masalah menjadi sangat pen-ting, agar kita terhindar
dari tindakan jump to conclusion, yaitu proses pe-narikan kesimpulan terhadap suatu masalah tanpa
melalui proses analisa masalah secara benar, serta didukung oleh bukti atau informasi yang aku-rat.
Pemecahan masalah yang tidak optimal dapat memunculkan masalah baru yang lebih rumit
dibandingkan dengan masalah awal.

Tabel 1. Model keterampilan berpikir dasar menurut Bloom dan Guiford

No Keterampilan Berpikir Dasar Proses Dasar


1 Sebab Prediksi; Inferensi;
- memantapkan sebab dan akibat, Pertimbangan;
- menguji Evaluasi
2 Transformasi Analogi
- mengaitkan karakteristik yang Metafor
sudah dan belum diketahui, Induksi logis
menciptakan makna
3 Relasi Fakta dan pola; Analisis dan
- mendeteksi operasi reguler sintesis; Urutan dan
pilihandeduksi logis
4 Klasifikasi Persamaan dan perbedaan
- menentukan ciri umum pengelompokan dan
pemilahan perbandingan dan
pemisahan
5 Kualifikasi Unit identitas dasar
- menentukan karakteristik unik definisi, fakta-fakta
pengenalan masalah

Pemecahan masalah dapat dilakukan melalui dua metode yang ber-beda, yaitu analitis dan
kreatif. Tahapan pemecahan masalah secara anali-tis dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu (1)
mendefinisikan masalah; (2) membuat akternatif pemecahan masalah; (3) evaluasi alter-natif peme-
cahan masalah; dan (4) solusi dan tindak lanjut.
Mendefinisikan masalah adalah langkah pertama yang perlu dila-kukan dalam metode analitis
adalah mendefinisikan masalah yang terjadi. Pada tahap ini, dilakukan diagnosis terhadap sebuah
situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya, dan bukan
pada gejala yang muncul. Agar dapat memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya, dan bukan
pada gejala yang muncul, maka dalam proses mendefiniskan suatu masalah, diperlukan upaya untuk
mencari in-formasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya, agar masalah dapat dide-finisikan dengan
tepat.
Beberapa karakteristik dari pendefinisian masalah yang baik ada-lah (1) Fakta dipisahkan dari
opini atau spekulasi, dan data objektif dipi-sahkan dari persepsi; (2) Semua pihak yang terlibat
diperlakukan sebagai sumber informasi; (3) Masalah harus dinyatakan secara eksplisit/ tegas. Hal ini
seringkali dapat menghindarkan kita dari pembuatan definisi yang tidak jelas; (4) Definisi yang dibuat
harus menyatakan dengan jelas ada-nya ketidaksesuaian antara standar atau harapan yang telah
ditetapkan se-belumnya dan kenyataan yang terjadi; (5) Definisi yang dibuat harus me-nyatakan
dengan jelas, pihak-pihak yang terkait atau berkepentingan de-ngan terjadinya masalah; dan (6)
Definisi yang dibuat bukanlah seperti sebuah solusi yang samar.
Langkah kedua yang perlu dilakukan adalah membuat alternatif pe-nyelesaian masalah. Pada
tahap ini, diharapkan dapat menunda untuk me-milih hanya satu solusi, sebelum alternatif yang ada
diusulkan. Penelitian yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan pemecahan masalah men-
dukung pandangan bahwa kualitas solusi yang dihasilkan akan lebih baik bila mempertimbangkan
berbagai alternatif.
Karakteristik dari pembuatan alternatif masalah yang baik adalah (1) Semua alternatif yang ada
sebaiknya diusulkan dan dikemukakan ter-lebih dahulu sebelum kemudian dilakukannya evaluasi
terhadap me-reka; (2) Alternatif yang ada, diusulkan oleh semua orang yang terlibat dalam
penyelesaian masalah. Semakin banyaknya orang yang mengusulkan al-ternatif, dapat meningkatkan
kualitas solusi dan penerimaaan kelompok; (3) Alternatif yang diusulkan harus sejalan dengan tujuan
atau kebijakan organisasi. Kritik dapat menjadi penghambat baik terhadap proses orga-nisasi maupun
proses pembuatan alternatif pemecahan masalah; (4) Alter-natif yang diusulkan perlu
mempertimbangkan konsekuensi yang muncul dalam jangka pendek, maupun jangka panjang; (5)
Alternatif yang ada sa-ling melengkapi satu dengan lainnya. Gagasan yang kurang menarik, bisa
menjadi gagasan yang menarik bila dikombinasikan dengan gagasan-gagasan lainnya. Contoh:
Pengurangan jumlah tenaga kerja, namun kepa-da karyawan yang terkena dampak diberikan paket
kompensasi yang me-narik; dan (6) Alternatif yang diusulkan harus dapat menyelesaikan ma-salah
yang telah didefinisikan dengan baik. Masalah lainnya yang mun-cul, mungkin juga penting. Namun
dapat diabaikan bila, tidak secara lang-sung mempengaruhi pemecahan masalah utama yang sedang
terjadi.
Langkah ketiga dalam proses pemecahan masalah adalah mela-kukan evaluasi terhadap
alternatif yang diusulkan atau tersedia. Dalam ta-hap ini, kita perlu berhati-hati dalam memberikan
bobot terhadap keun-tungan dan kerugian dari masing-masing alternatif yang ada, sebelum membuat
pilihan akhir.
Seorang yang terampil dalam melakukan pemecahan masalah, akan memastikan bahwa dalam
memilih alternatif yang ada dinilai berdasarkan (1) Tingkat kemungkinannya untuk dapat
menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan terjadinya masalah lain yang tidak diperkirakan sebelum-
nya; (2) Tingkat penerimaan dari semua orang yang terlibat di dalamnya; (3) Tingkat kemungkinan
penerapannya; (4) Tingkat kesesuaiannya de-ngan batasan yang ada di dalam organisasi; misalnya
budget, kebijakan perusahaan.
Karakteristik dari evaluasi alternatif pemecahan masalah yang baik adalah (1) Alternatif yang
ada dinilai secara relatif berdasarkan suatu stan-dar yang optimal, dan bukan sekedar standar yang
memuaskan; (2) Penila-ian terhadap alternatif yang ada dilakukan secara sistematis, sehingga se-mua
alternatif yang diusulkan akan dipertimbangkan; (3) Alternatif yang ada dinilai berdasarkan
kesesuaiannya dengan tujuan organisasi dan mempertimbangkan preferensi dari orang-orang yang
terlibat didalamnya; (4) Alternatif yang ada dinilai berdasarkan dampak yang mungkin ditim-
bulkannya, baik secara langsung, maupun tidak langsung; dan (5) Alterna-tif yang paling dipilih
dinyatakan secara eksplisit/tegas.
Langkah terakhir dari metode ini adalah menerapkan dan menin-daklanjuti solusi yang telah
diambil. Dalam upaya menerapkan berbagai solusi terhadap suatu masalah, perlu lebih sensitif
terhadap kemungkinan terjadinya resistensi dari orang yang mungkin terkena dampak dari pene-rapan
tersebut. Hampir pada semua perubahan, terjadi resistensi. Karena itulah seorang yang piawai dalam
melakukan pemecahan masalah akan secara hati-hati memilih strategi yang akan meningkatkan
kemungkinan penerimaan terhadap solusi pemecahan masalah oleh orang yang terkena dampak dan
kemungkinan penerapan sepenuhnya dari solusi yang ber-sangkutan (Whetten & Cameron, 2002).
Karakteristik dari penerapan dan langkah tindak lanjut yang efektif adalah (1) Penerapan solusi
dilakukan pada saat yang tepat dan dalam urutan yang benar. Penerapan tidak mengabaikan faktor
yang membatasi dan tidak akan terjadi sebelum tahap 1, 2, dan 3 dalam proses pemecahan masalah
dilakukan; (2) Penerapan solusi dilakukan dengan menggunakan strategi "sedikit demi sedikit"
dengan tujuan untuk meminimalkan terjadi-nya resistensi dan meningkatkan dukungan; (3) Proses
penerapan solusi meliputi juga proses pemberian umpan balik. Berhasil tidaknya penerapan solusi,
harus dikomunikasikan, sehingga terjadi proses pertukaran infor-masi; (4) Keterlibatan dari orang-
orang yang akan terkena dampak dari penerapan solusi dianjurkan dengan tujuan untuk membangun
dukungan dan komitmen; (5) Adanya sistim monitoring yang dapat memantau pene-rapan solusi
secara berkesinambungan. Dampak jangka pendek, maupun jangka panjang diukur; dan (6) Penilaian
terhadap keberhasilan penerapan solusi didasarkan atas terselesaikannya masalah yang dihadapi,
bukan karena adanya manfaat lain yang diperoleh dengan adanya penerapan so-lusi ini. Sebuah solusi
tidak dapat dianggap berhasil bila masalah yang menjadi pertimbangan yang utama tidak terselesaikan
dengan baik, walau-pun mungkin muncul dampak positif lainnya

Membuat Keputusan (Decision Making)


Membuat keputusan melibatkan aktivitas seperti menggunakan pro-ses berpikir dasar untuk
memilih respons terbaik diantara beberapa pilih-an, merakit informasi yang diperlukan dalam satu
topik area, memban-dingkan keuntungan dan kerugian dari berbagai pendekatan alternatif, me-
nentukan informasi tambahan yang diperlukan, menilai respons yang pa-ling efektif dan mampu
mengujinya.
Keputusan yang dilakukan anak-anak dipengaruhi oleh pola pendi-dikan yang diperoleh anak.
Karena itu perlu diberikan perhatian yang be-sar terhadap lingkungan anak, perkembangan, perlakuan
dan pola asuh. Karena anak-anak inilah yang nantinya akan menjalani kehidupan di ma-syarakat. Hal
lain yang tidak kalah penting adalah memperkuat kepribadi-an melalui pendidikan yang tepat sejak
dini.
Secara sederhana pengambilan keputusan merupakan peristiwa yang senantiasa terjadi dalam
setiap aspek kehidupan manusia. Hal ter-sebut sebagai konsekuensi logis dari dinamika
perkembangan kehidupan yang senantiasa berubah dan bersifat sangat kompleks. Dalam konteks ini,
proses pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk respon manu-sia terhadap
lingkungannya. Keputusan yang diambil oleh manusia akan menjadi awal bagi penentuan kehidupan
selanjutnya.
Luthans dan Davis (1996) mengemukakan bahwa, decision making is almost universally
defined as choosing between alternatives. Artinya, bahwa secara umum pengertian dari pengambilan
keputusan adalah me-milih di antara berbagai alternatif. Pengertian ini diperkuat oleh Garry Deslerr
(2001) yang mengatakan bahwa, decision is a choice made bet-ween available alternatives. Ditinjau
dari sudut pandang lain dinyatakan pula bahwa, decision making is the process of developing and
analyzing alternatives and choosing from among them.
Hay dan Miskel (1982) menyatakan bahwa pengambilan keputusan merupakan siklus kegiatan
yang melibatkan pemikiran rasional baik se-cara individu maupun kelompok dalam semua tingkat dan
bentuk organi-sasi. Pendapat ini menyebutkan pemikiran rasional sebagai hal yang pen-ting.
Pemikiran yang rasional merupakan landasan dalam membuat kepu-tusan, karena pilihan terhadap
berbagai alternatif yang tersedia didasarkan pada pertimbangan plusminus, atau manfaat dan
konsekuensi yang me-nyertai setiap pilihan. Setiap pilihan memiliki konsekuensi. Dan rasio-nalitas
berperan utama dalam menemukan konsekuensi tersebut sebelum keputusan diimplementasikan.
Dari beberapa pengertian yang disebutkan di atas, terdapat satu kata kunci yang penting untuk
memahami makna pengambilan keputusan yak-ni memilih (choice). Memilih berarti menentukan satu
hal dari beberapa hal yang ada atau tersedia. Sesuatu yang dipilih ditentukan oleh pertim-bangan
selera dan rasionalitas individu (Simon, 1997). Biasanya, selera dan rasionalitas tersebut merujuk
pada hal-hal yang menyenangkan atau menguntungkan individu dan masyarakat.

Berpikir Kritis (Critical Thinking)


Berpikir kritis bukan berarti menjadi kritis atau menjadi negatif. Berpikir kritis lebih tepat
diartikan sebagai berpikir evaluatif. Hasil eva-luasi dapat berentang mulai dari positif menuju negatif,
penerimaan me-nuju penolakan, atau apapun diantaranya. Menurut Ennis & Beyer berpi-kir kritis
dapat didefinisikan sebagai memutuskan apa yang harus diyakini atau dilakukan secara masuk akal
dan reflektif. Jadi berpikir kritis artinya membuat pertimbangan yang masuk akal. Pada dasarnya
berpikir kritis juga berarti menggunakan kriteria untuk mempertimbangkan kualitas se-suatu, dalam
makalah ilmiah hal ini diperlukan untuk mengolah infor-masi menuju kesimpulan tertentu.
Proses berpikir kritis meliputi penggunaan proses berpikir dasar untuk menganalisis argumen
dan menghasilkan wawasan menuju makna dan interpretasi khusus, mengembangkan pola-pola
penalaran kohesif, lo-gis, memahami asumsi dan bias, menandai tanda-tanda khusus, memper-oleh
gaya penyajian yang kredibel, padat, dan meyakinkan.

Berpikir Kreatif (Creative Thinking)


Kreativitas bukan merupakan kemampuan yang diturunkan, bukan juga merupakan bakat alami
yang dibawa sejak lahir. Kreativitas meru-pakan sesuatu yang bisa dipelajari oleh siapapun. Pada
dasarnya setiap orang bisa menjadi kreatif. Selama manusia bisa berpikir dengan baik, maka dia
kreatif. Kreatif merupakan proses berpikir dalam menghasilkan sesuatu. Menghasilkan bukan berarti
dari yang tidak ada menjadi ada, kita bisa menghasilkan bentuk baru, format baru, bahan baru, dan hal
lain yang baru. Dengan kata lain kreativitas merupakan suatu perjalanan menemu-kan sesuatu yang
belum ditemukan oleh orang lain.
Menurut Coleman & Hammen (1974) berpikir kreatif merupakan cara berpikir yang
menghasilkan sesuatu yang baru dalam bentuk konsep, penemuan maupun karya seni. Salah satu cara
untuk mengembangkan dan menguatkan kemampuan kita untuk berpikir kreatif adalah percaya bahwa
sesuatu itu dapat dilakukan. Sehingga akan muncul adanya suatu dorong-an untuk menggerakkan
pikiran untuk mencari dan melaksanakan sesuatu yang diinginkan.

Tabel 2: Suatu model keterampilan berpikir: Proses-proses lompleks

Berpikir
Memecahkan Membuat Berpikir
Tingkat Berpikir Kreatif
Masalah Keputusan Kritis
Tinggi
Memilih Memahami Menciptakan
Memecahkan
Tugas alternatif makna ide atau produk
kesulitan
terbaik spesifik baru
Keterampil- Kualifikasi,
Kaitan,
an esensial Transformasi Klasifikasi, kaitan,
transformasi,
yang Sebab akibat kaitan transformasi
sebab akibat
ditekankan
Solusi, Alasan, Makna baru,
Hasil Respons
generalisasi bukti, teori produk baru

Berpikir kreatif melibatkan aktivitas seperti menggunakan proses berpikir dasar untuk
mengembangkan atau menciptakan ide atau produk yang baru, estetis, konstruktif, berhubungan
dengan persepsi dan konsep, serta menekankan aspek berpikir intuitif serasional mungkin. Peneka-
nannya adalah pada penggunaan informasi atau materi yang telah dike-tahui untuk menghasilkan
kemungkinan dan mengelaborasi perspektif original pemikirnya. Tabel 3 menyajikan suatu model
proses berpikir kompleks. Kaitan satu proses berpikir dengan proses berpikir esensial lainnya
digambarkan secara tentatif dan relatif terhadap keterampilan ber-pikir dasar seperti telah
dikemukakan terdahulu.

SIMPULAN
Proses kompleks ini secara jelas menggambarkan dan mengelabo-rasi keterampilan esensial.
Beberapa keterampilan esensial tertentu dapat lebih signifikan terhadap proses kompleks yang lain,
namun penelitian terbaru tidak menjelaskan pemahaman diskrit tentang relasi ini. Yang paling penting
adalah bahwa siswa mengembangkan kompetensi kete-rampilan esensial pada awal tahun pertama
sekolah dan kemudian ketika memasuki sekolah menengah pertama mulailah dikenalkan pada proses
berpikir yang lebih kompleks pada materi tertentu yang spesifik yang sa-ngat dekat dengan
penggunaan beberapa keterampilan. Saat para siswa berada di sekolah menengah pertama awal
merupakan waktu yang tepat untuk mengenalkan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau proses ber-
pikir kompleks ini. Semakin dewasa maka terjadi pertumbuhan kemampu-an kognitif yang menantang
berpikir lebih kompleks.
Beberapa proses berpikir kompleks memang lebih relevan dengan bidang studi tertentu
daripada dengan bidang studi lainnya. Misalnya ke-terampilan berpikir memecahkan masalah tampak
ideal untuk matematika atau sains. Membuat keputusan lebih relevan dengan bidang sosial dan
kejuruan. Berpikir kritis lebih relevan dengan bahasa, seni, masalah de-mokrasi. Sedangkan berpikir
kreatif dapat memperkaya semua bidang stu-di. Yang paling penting adalah bahwa tujuan dari proses
berpikir kom-pleks itu harus saling menguatkan dalam belajar.

Anda mungkin juga menyukai