Unang Wirastri
NPM : 1106122915
Unang Wirastri
NPM : 1106122915
i Universitas Indonesia
NPM : 1106122915
Karya Ilmiah Akhir ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan di
hadapan Tim Penguji Karya Ilmiah Akhir Program Ners Spesialis Keperawatan
Anak Universitas Indonesia
Supervisor Utama,
Supervisor,
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya l lmiah Akhir :Aplikasi Teori Comfort Kolcaba dalarn Asuhan
Keperawatan pad a Anak dengan Demam di Ruang
Infeksi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah akhir dengan judul “Aplikasi Teori Comfort Kolcaba dalam Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Demam di Ruang Infeksi Anak RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Karya ilmiah akhir ini disusun sebagai syarat
memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa proses penyusunan karya ilmiah akhir ini banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1 Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., sebagai supervisor utama yang dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan selama penyusunan karya ilmiah akhir
2 Elfi Syahreni, SKp., M.Kep. Sp.Kep.An., sebagai supervisor yang juga telah
memberikan bimbingan selama penyusunan karya ilmiah akhir
3 dr. Yoga Devaera, SpA (K), sebagai penguji yang memberi masukan dalam
penulisan karya ilmiah akhir.
4 Meidiana Bangun, Ns., M.Kep. Sp.Kep.An., selaku penguji yang memberikan
masukan dalam penulisan karya ilmiah akhir.
5 Dra. Junaiti Sahar, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
6 Direktur RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo beserta seluruh staf yang telah
memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Universitas
Indonesia.
7 Para staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah memberikan fasilitas dan dukungan untuk kelancaran
pembuatan karya ilmiah akhir.
8 Seluruh perawat dan staf Ruang Infeksi Anak RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan fasilitas dan dukungan untuk
kelancaran pembuatan karya ilmiah akhir.
v Universitas Indonesia
Akhir kata saya berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan
anak dan bagi masyarakat yang menerima pemberian asuhan keperawatan.
Unang Wirastri
vi Universitas Indonesia
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 24 Desember 2014
vii
(
Universitas Indonesia
Abstrak
Demam merupakan gejala yang sering dialami anak dengan penyakit infeksi.
Kondisi demam tinggi berdampak merugikan anak. Demam tinggi membuat anak
tidak nyaman, serta meningkatkan kebutuhan kalori dan cairan. Teori Comfort
dari Kolcaba memberikan arahan dalam pemenuhan rasa nyaman pada pasien.
Karya ilmiah ini bertujuan memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak
demam dengan mengaplikasikan teori comfort Kolcaba yang berfokus pada
pemenuhan kebutuhan kenyamanan. Asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan
tahapan comfort yaitu pengkajian (kenyamanan fisik, psikospiritual, lingkungan
dan sosiokultural), merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan intervensi
(berdasarkan standar comfort, coaching, dan comfort food for the soul),
implementasi, dan evaluasi. Teori comfort Kolcaba dapat diterapkan dalam
asuhan anak demam. Dukungan dan keterlibatan dari orangtua juga sangat penting
dalam perawatan anak, sehingga terlihat bahwa ke empat aspek kenyamanan harus
saling mendukung untuk pencapaian kenyamanan secara holistik.
Abstract
ix Universitas Indonesia
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................ v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................ vii
ABSTRAK................................................................................................. viii
ABSTRACK.............................................................................................. ix
DAFTAR x
ISI...............................................................................................
DAFTAR SKEMA..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiii
1. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan...................................................................... 6
1.3. Sistematika Penulisan............................................................... 6
x Universitas Indonesia
4. PEMBAHASAN............................................................................... 49
4.1. Pembahasan Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan 49
Keperawatan.............................................................
4.1.1. Pengkajian............................................................................. 49
4.1.2. Diagnosis Keperawatan........................................................ 52
4.1.3. Intervensi dan Implementasi................................................. 53
4.1.4. Evaluasi................................................................................. 58
4.2. Pembahasan Pratik Spesialis keperawatan Anak dengan
Kompetensi........................................................................... 59
Daftar Pustaka
xi Universitas Indonesia
xv Universitas Indonesia
Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang
tua, di tempat praktek dokter maupun di Unit Gawat Darurat (UGD) anak,
meliputi 10-20% dari jumlah kunjungan (Kania, 2007). Demam merupakan
masalah yang sering dihadapi oleh tenaga kesehatan dan orang tua baik di
rumah sakit maupun di rumah. Demam menyebabkan orang tua atau
pengasuh merasa khawatir (Finkelstein, Christiansen, & Platt, 2000; Crocetti,
Moghbelli & Serwint, 2001). Menurut Purwoko, Ismail, dan Soetaryo (2003),
keluhan yang tersering disampaikan ibu saat membawa anaknya ke pelayanan
kesehatan adalah karena demam. Demam menyebabkan kekhawatiran 95%
ibu. Kekhawatiran tersebut disebabkan karena takut terjadi kejang dan
menjadi penyakit yang berat. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan,
Harahap dan Lubis (2007) di Rumah Sakit Pirngadi Medan juga menyebutkan
bahwa sebanyak 70% ibu merasa khawatir kalau anaknya menjadi kejang.
1 Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
2
Keluhan demam pada bayi dan balita merupakan salah satu alasan orang tua
untuk membawa anak ke dokter/berobat ke rumah sakit (Schmitt, 1991).
Kondisi demam yang dialami anak juga disertai gejala lain seperti takikardi,
takipnea serta anak menjadi gelisah dan rewel. Demam yang terus menerus
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
3
menyebabkan orang tua cemas. Hal ini tentu menimbulkan rasa tidak
nyaman pada pasien maupun orang tua.
Demam pada kondisi tubuh yang terinfeksi merupakan hal yang dapat dinilai
menguntungkan bagi tubuh. Kenaikan suhu tubuh akan dapat meningkatkan
aliran darah sehingga suplai makanan dan oksigen semakin lancar. Demam
juga berperan untuk meningkatkan imunitas dalam membantu pemulihan atau
pertahanan infeksi (Potter & Perry, 2005; Wong et al., 2009; Sherwood,
2012). Namun apabila suhu tubuh terlalu tinggi di atas 38,5oC dapat
berdampak merugikan bagi anak (Ismoejanto, 2000). Anak akan menjadi
gelisah, nafsu makan dan minum berkurang, tidak dapat tidur dan
menimbulkan kejang demam (Plipat, Hakim & Ahrens, 2002).
Anak akan mulai merasakan ketidaknyamanan dan akral teraba dingin ketika
suhu tubuh sudah di atas 38,5oC. Masalah lain pada kondisi demam tinggi
adalah meningkatnya laju metabolik. Laju metabolik meningkat 10% untuk
setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius dan meningkat tiga sampai
lima kali selama menggigil serta akan meningkatkan kebutuhan oksigen,
cairan, dan kalori (Ismoejanto, 2000; Potter & Perry, 2005).
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
5
Hal ini yang menjadi latar belakang penulis membuat karya ilmiah penerapan
aplikasi teori comfort Kolcaba untuk mengatasi masalah demam pada anak
yang mengalami infeksi di RUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN
(peningkatan suhu tubuh). Klien pulang tanggal 5 April 2014 atas ijin
dokter.
2.1.2 Kasus 2
Anak I.A.A, laki-laki, 10 tahun 6 bulan 21 hari, masuk RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta tanggal 5 November 2014 pukul 01.28 WIB
dengan diagnosis medis typhoid abdominalis. Klien demam hari ke tujuh,
demam naik turun, lebih tinggi terutama pada malam hari. Suhu tidak
diukur.
Hasil pengkajian didapatkan data: suhu tubuh 38,9oC, frekuensi nadi 160
kali per menit, frekuensi nafas 58 kali per menit, hidung terdapat sekret,
paru terdengar ronkhi dan wheezing, serta tampak retraksi dada. Bunyi
jantung terdengar murmur. BB 4,4 kg, PB 46 cm, lingkar kepala (LK) 34
cm dan lingkar lengan atas (LLA) 10,5 cm. Anak mendapatkan ASI dan
susu formula 8x75 ml/hari. Klien baru bisa duduk dan mengucapkan ma-
ma. Klien rewel dan maunya digendong. Hasil laboratorium menunjukkan
penurunan hemoglobin dan angka leukosit meningkat. Hasil rontgent
thorak menunjukkan infiltrat di kedua paru.
2.1.4 Kasus 4
Anak A.D, laki-laki, 15 tahun 2 bulan dirawat di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta sejak tanggal 22 September 2014 dengan
diagnosis medis Ensefalitis HSV. Hasil pengkajian didapatkan data klien
demam, kejang sejak 4 hari sebelum masuk RS, setelah kejang bicara tidak
nyambung. Tekanan darah 106/54 mmHg, suhu tubuh 39,1oC, frekuensi
nadi 90 kali per menit, frekuensi nafas 26 kali per menit. Pemeriksaan fisik
menunjukkan kesadaran somnolent, GCS: E2 M4 V3, kejang/spastik masih
sering, turgor kulit baik, bibir kering, mukosa mulut lembab, BB 50 kg,
dan TB 168 cm. Klien gelisah dan sering meronta/berontak sehingga
kadang diperlukan tindakan restrain di kedua kaki ataupun di tangan.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan angka leukosit.
2.1.5 Kasus 5
Anak A.P.B, perempuan, usia 11 bulan dirawat di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta sejak tanggal 13 Agustus 2014 dengan diagnosis
medis kolestasis ed causa pyelonefritis, infeksi saluran kemih. Klien
demam sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit, demam mendadak
tinggi, tidak ada batuk, tidak ada diare, dan tidak ada mual muntah,
selanjutnya klien dibawa berobat ke poli gastro dan diberi obat tetapi tidak
berkurang sakitnya. Selama di rumah demam naik turun , suhu kadang
mencapai 39ᵒ C. Klien sejak usia lima bulan kontrol rutin ke poliklinik
gastro.
Hasil pengkajian didapatkan data klien masih demam dan badan ikterik
serta ascites. Pemeriksaan fisik BB 6,4 kg, PB 64 cm. Suhu tubuh 38,5oC,
frekuensi nafas 40 kali per menit, frekuensi nadi 110 kali per menit. Hasil
laboratorium menunjukkan penurunan hemoglobin dan peningkatan angka
leukosit. Analisis urin terdapat bakteri, biakan aerob urin menunjukkan
positif klebsiela oxytoca dan proteus mirabili.
pada kisaran ini sel tubuh masih akan dapat berfungsi dengan normal
(Ismoedijanto, 2000; Potter & Perry, 2005). Pengaturan suhu tubuh
dipergunakan untuk menjaga keseimbangan antara panas yang diproduksi
dan yang dikeluarkan oleh tubuh agar tetap konstan dan berada pada
kisaran normal. Hal ini yang disebut dengan termoregulasi.
a. Produksi Panas
Panas diproduksi oleh tubuh melalui proses metabolisme. Proses
metabolisme membutuhkan bahan bakar yang berasal dari makanan.
Apabila metabolisme meningkat, maka prduksi panas juga akan
bertambah dan jika metabolisme menurun, maka produksi panas juga
akan berkurang (Potter & Perry, 2005).
b. Pengeluaran Panas
Tujuan pengeluaran panas tubuh adalah untuk mempertahankan agar
suhu tetap stabil. Pengeluaran panas tubuh terjadi melalui empat
mekanisme yaitu radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi (Potter &
Perry, 2005).
Kegiatan latihan fisik seperti olah raga dapat meningkatkan suhu tubuh.
Aktivitas otot akibat olah raga memerlukan peningkatan suplai aliran
darah serta pemecahan karbohidrat dan lemak. Kondisi seperti ini akan
meningkatkan metabolisme dan produksi panas. Kadar hormon juga
mempengaruhi suhu tubuh. Peningkatan kadar hormon progesteron pada
anak usia sekolah saat menstruasi akan meningkatkan suhu tubuh.
Demikian juga peningkatan kadar hormon testosteron juga akan
meningkatkan metabolisme pada pria sehingan produksi panas juga akan
meningkat. Selain itu suhu tubuh juga dipengaruhi oleh irama sirkandian.
Suhu tubuh akan berubah-ubah selama 24 jam. Suhu tubuh paling rendah
terjadi pada dini hari sekitar pukul 01.00-04.00, kemudian suhu tubuh akan
naik sepanjang hari sampai sekitar pukul 18.00 (Potter & Perry, 2005;
Berman et al., 2009).
Suhu tubuh dapat diukur pada beberapa lokasi di tubuh. Lokasi yang
paling umum digunakan adalah oral, rektal, timpani, dan aksila.
Pengukuran suhu di rektal menghasilkan nol koma lima derajat celsius
lebih tinggi dari suhu oral, sementara itu di aksila menghasilkan nol koma
lima derajat celsius lebih rendah dibanding suhu rektal. Sedangkan
pengukuran suhu tubuh di timpani menghasilkan 0,61-0,83oC (1,1-1,5oF)
lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran per oral (Berman et al, 2009).
2.2.4 Demam
Demam merupakan peningkatan suhu tubuh di atas 38oC per rektal akibat
infeksi atau peradangan (Wong et al., 2009). Demam terjadi karena
mekanisme pengeluaran panas tidak mampu mempertahankan kecepatan
pengeluaran kelebihan produksi panas yang mengakibatkan peningkatan
suhu abnormal (Potter & Perry, 2005; Wong et al., 2009; Sherwood,
2011).
a. Patofisiologi Demam
Demam sebenarnya terjadi akibat peningkatan set point hipotalamus.
Adanya infeksi bakteri dan virus menimbulkan demam karena
endotoksin bakteri dan virus merangsang sel polimorfonuklear (PMN)
untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin satu (IL-1),
b. Komplikasi Demam
Kondisi demam tinggi dapat merugikan anak. Masalah serius yang
dapat dialami anak adalah dehidrasi, karena demam tinggi
menyebabkan peningkatan kehilangan air melalui pernafasan dan
diaforesis. Masalah lain yang dapat muncul akibat demam adalah
kejang demam. Namun kemungkinan ini sangat sedikit. Angka
prevalensi kejang demam di Amerika hanya sekitar dua sampai lima
persen dari jumlah anak dan tiga sampai delapan persen kejang demam
terjadi pada anak usia dibawah tujuh tahun (Gunawan, Kari, &
Soetjiningsih, 2008). Namun demikian kejang demam sering membuat
orang tua mengalami cemas. Penelitian yang dilakukan Flury, Aebi
dan Donati (2001) menemukan 91% orang tua mengalami cemas berat
ketika anaknya mengalami kejang demam.
Makrofag
Demam
Risiko Injuri
d. Tatalaksana Demam
Tatalaksana demam dapat dilakukan melalui kombinasi farmakologi
dan non farmakologi. Tatalaksana farmakologi dilakukan dengan
pemberian obat antipiretik. Pemberian antipiretik bertujuan untuk
menurunkan set point hipotalamus dengan mencegah pembentukan
prostaglandin dengan cara menghambat enzim siklooksigenase. Obat-
obatan antipiretik di antaranya adalah asetaminofen dan ibuprofen.
Asetaminofen bekerja menekan pembentukan prostaglandin dengan
dosis terapeutik 10-15 mg/kgBB/kali tiap empat jam maksimal lima
kali sehari. Dosis maksimal 90 mg/kgBB/hari dan biasanya dengan
dosis tersebut dapat ditoleransi dengan baik. Obat lain Ibuprofen juga
bekerja menekan pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat
antipiretik, analgesik dan antiinflamasi dengan dosis terapeutik 5-10
mg/kgBB/kali tiap enam sampai delapan jam (Ismoedijanto, 2000;
Kania, 2007).
air yang ada dipermukaan kulit. Di samping itu adanya kompres air hangat
suam-suam kuku akan meningkatkan pengeluaran panas melalui konduksi.
(Ismoedijanto, 2000; Kania, 2007; Wong, 2009).
Kondisi nyaman perlu diberikan pada anak yang demam agar tidak
gelisah. Anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh namun belum
demam belum perlu diberikan antipiretik, namun cukup diberi rasa
nyaman dengan mengatur ruangan sejuk, mengenakan pakaian tipis, dan
diberikan cairan yang cukup. Obat antipiretik diberikan jika suhu tubuh
38,5oC atau lebih. Namun pada kondisi hiperpireksia dimana suhu tubuh
di atas 40oC perlu tatalaksana yang tepat. Tatalaksana hiperpireksia antara
lain memonitor TTV, asupan dan pengeluaran cairan, membuka pakaian
anak, memberikan oksigen, memberikan anti konvulsan bila kejang,
memberikan antipiretik, memberikan kompres es pada punggung serta
dapat diberikan NaCl 0,9% dingin ke dalam lambung melalui NGT untuk
mendinginkan organ dalam (Kania, 2007). Kondisi seperti ini dapat
meningkatkan kecemasan pada orang tua. Oleh karena itu perlu melibatkan
keluarga dalam perawatan anak di rumah sakit.
Asuhan yang berpusat pada keluarga didasari oleh dua konsep yaitu
memfasilitasi keterlibatan orang tua dalam perawatan anak dan
peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat anaknya. Perawat
berperan untuk memfasilitasi hubungan orang tua dengan anaknya selama
di rumah sakit. Perawat juga diharapkan meningkatkan kemampuan orang
tua dalam merawat anaknya. Orang tua dipandang sebagai subyek yang
punya potensi untuk melaksanakan perawatan pada anaknya. Sehingga
diharapkan selama perawatan anaknya di rumah sakit, orang tua belajar
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya terkait dengan
kondisi sakit anaknya. Pada akhirnya setelah anaknya pulang dari rumah
sakit, orang tua mampu meneruskan perawatan anaknya di rumah
(Supartini, 2004; Wong et al., 2009).
Penerapan family centered care pada anak yang dirawat dengan masalah
demam dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan orang tua untuk
belajar merawat anak yang mengalami demam. Perawat memberikan
pendidikan kesehatan tentang tatalaksana demam meliputi cara mengukur
suhu tubuh menggunakan termometer dengan benar, cara pemberian
antipiretik dengan aman, pemberian cairan pada anak yang demam serta
upaya yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh dengan berbagai
cara. Tujuan akhir yang diharapkan adalah orang tua mampu menjalankan
perannya merawat anak di rumah sakit dan setelah pulang dari perawatan
di rumah sakit mampu merawat anak demam di rumah dengan benar
(Supartini, 2004; Wong et al., 2009).
Physical
Psychospiritual
Environmental
Sociocultural
Kerangka comfort
Asuhan keperawatan pada anak ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan
pada anak dan keluarga. Berdasarkan teori comfort, ada beberapa konsep
teori yang harus dipahami oleh perawat dalam melakukan intervensi pada
anak dan keluarga, yaitu: 1) Anak-anak/keluarga memiliki respon holistik
terhadap rangsangan yang kompleks. 2) Rasa aman merupakan hasil yang
bersifat holistik yang berhubungan erat dengan disiplin ilmu keperawatan,
termasuk dalam keperawatan anak. 3) Rasa nyaman merupakan kebutuhan
dasar bagi anak dan keluarga, dan untuk memenuhinya diperlukan bantuan
perawat. 4) Kebutuhan rasa nyaman bagi anak-anak/keluarga bervariasi. 5)
Pemenuhan kenyamanan pada anak/keluarga baik secara fisiologis dan
psikologis, lebih mudah daripada mengobati ketidaknyamanan. 6) Ketika
ketidaknyamanan seperti kekacauan lingkungan atau sakit tidak dapat di
cegah, anak-anak/keluarga bisa dibantu untuk mengalami sebagian atau
melengkapi kenyamanan transendensi melalui intervensi yang
menyampaikan harapan, sukses, kepedulian, dan dukungan bagi ketakutan
mereka. 7) Ketika perawat menerapkan teori comfort dalam intervensi
keperawatan maka mereka harus mempertimbangkan keunikan dan
kompleksitas anak dalam konteks sistem keluarga. Dengan demikian teori
comfort menawarkan cara yang efisien dalam perencanaan keperawatan
(Kolcaba & Dimarco, 2005).
Pada kerangka di atas digambarkan aplikasi teori comfort yang dimulai dari
perawat mengidentifikasi kebutuhan kenyamanan pasien dan keluarga,
kemudian perawat membuat atau merencanakan intervensi berdasarkan
identifikasi kebutuhan kenyamanan yang ada dan perawat juga
mempertimbangkan variabel yang mempengaruhi kesuksesan intervensi
seperti usia anak, adanya kehadiran keluarga atau orang terdekat. Hasil
intervensi akan meningkatkan kenyamanan anak baik kenyaman fisik,
psikospiritual, sosialkultural, dan lingkungan. Keberhasilan dalam
meningkatan kenyamanan ini akan membuat anak dan keluarga percaya
terhadap tindakan perawatan. Anak dan keluarga mampu terlibat aktif dalam
perawatan dan perilaku mencari kesehatan yang lebih baik. Perawat, pasien,
dan keluarga mendapatkan kepuasan dengan meningkatnya kenyamanan
atau status kesehatan. Dampak jangka panjang dari kepuasan pasien dan
keluarga akan berpengaruh terhadap pengakuan masyarakat terhadap
pelayanan keperawatan pada institusi tersebut sehingga dapat meningkatkan
integritas institusi.
b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan tahap dimana perawat
menginterpretasikan atau menetapkan masalah dan kebutuhan klien
d. Implementasi
Tahap Implementasi adalah menguji hipotesis. Perawat menggunakan
hipotesis dalam memberikan perawatan langsung sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah disusun berdasarkan masalah dan
tujuan keperawatan (Aligood & Thomey, 2006). Perawat
menggunakan pendekatan intervensi berdasarkan prinsip comfort
Kolcaba yaitu intervensi dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
pasien baik dari segi fisik, psikospiritual, sosial budaya dan
lingkungan.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan dalam mengobservasi respon pasien terhadap
intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi didasarkan pada
tujuan dan kriteria hasil pada perencanaan keperawatan. Evaluasi
dilakukan dengan mengkaji tingkat kenyamanan fisik, psikospiritual,
social kultural dan lingkungan (Aligood & Thomey, 2006).
Skema 2.3 Integrasi Teori Comfort Katharine Kolcaba dan konsep keperawatan dalam asuhan keperawatan pada anak dengan masalah nyeri
Jalur 1
Hearth Hearth
Nursing Intitutional
Care
Needs + Interventions + Intervening
Variables
Enhansed
Comfort
Seeking
Behaviors Integrity
Jalur 2
Variabel Intervening:
1. Budaya
Outcome Comfort:
2. Usia
1. Rasa nyaman fisik 1. Kepuasan
3. Perilaku 1. Daya tahan
Pengalaman : Intervensi Comfort : 2. Rasa nyaman keluarga
4. Makna nyeri tubuh kuat
1. Fisikal ( Atraumatik care) psikospiritual segera tera-
2. Keluarga
2. Psikospiritual 1. Tehnikal 5. Dukungan keluar- 3. Rasa nyaman tasi
menjalankan
3. Sosialkultura 2. Coaching ga/sosial sosiokultural 2. Tindakan
pola hidup
4. Lingkungan 3. Comforting 6. koping 4. Rasa nyaman medis berku-
sehat
lingkungan rang
3. Pulang
Jalur 3
1. Memantau nyeri,(relaksi,
distraksi, terapi music) 1. Nyeri terkontrol/
2. Membantu pasien dalam hilang
menggunakan teknik 1. Catat usia dan 2. Perilaku anak 1. Percana pada
Nyeri terkontrol/ jenis kelamin anak tenaga kesehatan 1. LOS minimal
managemen nyeri saat menunjukkan rasa
hilang 2. Anak dapat be- 2. Anak tidak me- 2. Analgenik
nyeri muncul nyaman
Tanda vital dalam radaptasi ter- nangis/takut berkurang
3. Kolaborasi pemberian 3. Penilaian rasa nyaman
batas normal hadap nyeri 3. Tidak terjadi 3. Keluarga puas
analgetik disesuaikan dengan
Anak dan keluarga 3. Jaminan/Asuransi komplikasi penya- dengan pela-
4. Empati dan sentuhan usia dan kondisi anak
merasa nyaman kesehatan kit dan penyeba- yanan rumah
5. Lingkungan yang tenang 4. Adanya support
6. Music kesukaan anak 4. Libatkan keluarga ran infeksi sakit
a. Kenyamanan fisik
Keadaan umum saat pengkajian didapatkan pada anak A.P.B adalah
kesadaran compos mentis, perut ascites, anak terbaring di tempat tidur.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 38,5oC, nadi 110
kali per mnt, frekuensi pernafasan 40 kali per mnt, tekanan darah
40/12 mmHg. Berat Badan 6,1 kg, panjang badan 64 cm.
batuk, tidak terdapat suara ronhki atau wheezing di kedua lapang paru,
pola nafas normal, frekuensi nafas 28 kali per mnt.
b. Kenyamanan psikospiritual
Orang tua bergantian dalam menemani pasien. Orang tua terlihat ingin
selalu memberikan perawatan yang terbaik buat anaknya. Pemberian
waktu untuk kunjungan dari sibling dan orang terdekat merupakan
suatu bentuk memenuhi kebutuhan psikospiritual.
c. Kenyamanan sosiokultural
Pasien hanya ditunggui ibu dan ayah pasien. Pasien dihibur dan
ditenangkan oleh orang tuanya. Tidak ada keyakinan khusus yang
berhubungan dengan kesehatan. Tidak ada budaya yang dianut yang
bertentangan dengan kesehatan. Tidak ada hambatan dalam
berkomunikasi. Orangtua menggunakan bahasa yang sama dengan
bahasa perawat. Orang tua klien sudah diberi informasi tentang
kondisi anaknya.
d. Kenyamanan lingkungan
Pasien dirawat di ruang kelas tiga dengan enam tempat tidur.
Meskipun ruangan kelas tiga tetapi tidak begitu terdengar gaduh dan
berisik karena posisi tempat tidur pasien berada di ujung dan pojok
ruangan. Adapun klasifikasi Taksonomi Comfort dapat di lihat dalam
tabel 2.2
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan pada kenyamanan fisik adalah :
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh behubungan
dengan faktor biologis
c. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
tubuh
3. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan setelah dilakukan intervensi selama tiga kali 24 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan suhu tubuh normal dengan kriteria hasil
suhu tubuh antara 36-37ᵒC, badan tidak teraba panas dan kulit tidak
kemerahan.
4. Implementasi
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada An A.P.B sesuai dengan
rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat adalah:
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit:
1) Memantau suhu tubuh setiap empat jam
5. Evaluasi
a. Evaluasi hari perawatan keenam tanggal 22-09-2014, untuk masalah
keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit:
Subyektif: ibu klien mengatakan anaknya masih demam naik turun
Obyektif: keadaan umum lemah, badan teraba hangat, suhu tubuh
37ºC, nadi 112 kali per menit, pernafasan 30 kali per menit.
Assessment: masalah teratasi sebagian/masih ada
Planning: intervensi dilanjutkan
Intervensi: memberikan intervensi sama dengan intervensi pada hari -
hari sebelumnya
Evaluasi: tanggal 27 September 2014 masalah teratasi karena klien
tidak demam, badan tidak teraba panas, suhu tubuh 36,3ºC, nadi: 106
kali per menit, pernafasan 26 kali per menit.
b. Evaluasi tanggal 22 September 2014 untuk masalah keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis.
Subyektif: ibu mengatakan berat badan anak turun
Obyektif: berat badan 6,08 kg, perut buncit, ascites, makan dan
minum lewat naso gastric tube, toleransi baik,tidak ada muntah
Assessment: masalah masih ada
Planning: lanjutkan intervensi
Intervensi: kolaborasi dietisien untuk peningkatan jumlah dan
frekuensi pemberian susu.
Evaluasi tanggal 2 Oktober 2014 masalah ketidakseimbangan nutrisi
teratasi, dibuktikan dengan berat badan klien meningkat.
Subyektif: ibu mengatakan bahwa klien makan nasi tim saring habis
seperempat porsi, makan biskuit 6 keping, dan makanan cair yang
diberikan juga selalu dihabiskan.
Kompetensi ners spesialis pada ranah praktik profesional, legal dan etis
berupa praktik akuntabilitas, menerapkan prinsip etis dan menghormati serta
menjaga kerahasiaan klien. Pada praktik legal seorang ners spesialis harus
melakukan praktik sesuai peraturan perundangan yang ada. Kompetensi
pada ranah pemberi asuhan dan manajemen, ners spesialis harus
menerapkan berfikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan dari
pengkajian sampai evaluasi serta kemampuan untuk menjadi manajer.
Sedangkan kompetensi pada ranah pengembangan profesi diantaranya
adalah meningkatkan kualitas dengan melakukan penelitian dan pendidikan
berkelanjutan (PPNI, 2012).
42
temuan riset serta kebijakan pemerintah yang berlaku pada anak sehat
maupun sakit dengan penyakit akut, kronik dan neonatus pada saat
melakukan praktik residensi keperawatan (Tim Ners Spesialis Keperawatan
Anak, 2013).
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
45
3.2.2 Advokat
Sebagai advokat, perawat membantu anak dan keluarga untuk menentukan
pilihan dan bertindak yang terbaik untuk klien dan keluarga. Perawat
menjamin keluarga mengetahui pengobatan dan prosedurnya serta
dilibatkan dalam perawatan anak (Wong et al., 2009). Dalam hal ini,
Residen keperawatan anak memastikan tindakan yang diberikan aman bagi
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
46
3.2.3 Konsultan
Perawat sebagai counselor bertugas memberikan pemahaman bagi klien
tentang perkembangan kondisi kesehatan yang dialami klien. Perilaku
kondisi klien yang dialami,dan semua intervensi yang sudah ditetapkan,
dan dilakukan untuk menghasilkan perilaku adaptif (James, Nelson, &
Ashwill, 2013). Peran sebagai konsultan dilakukan dengan memberikan
penjelasan kepada keluarga klien mengenai kondisi klien sesuai hasil
pemeriksaan tanda – tanda vital, dan pemeriksaan fisik yang didapat serta
tindakan perawatan yang akan dilakukan pada klien. Beberapa konsultasi
yang dilakukan antara lain memberikan alternatif tindakan untuk
menurunkan suhu tubuh klien karena ibu mengeluh anaknya tidak
berespon dengan pemberian obat penurun panas. Peran sebagai konsultan
yang diberikan kepada perawat ruangan adalah tindakan penilaian pada
anak demam berdasarkan Yale Observation Scale (YOS) untuk
menentukan demam disebabkan oleh proses infeksi atau bukan infeksi.
3.2.4 Pendidik
Peran sebagai pendidik berarti memberikan pendidikan pada orang lain
sesuai dengan kepakaran dalam bidang ilmunya (PPNI, 2012). Residen
keperawatan anak melakukan pendidikan kesehatan pada klien dan
keluarganya berdasarkan permasalahan yang muncul. Pendidikan
kesehatan dilakukan sebagai upaya mempersiapkan keluarga agar mampu
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
47
3.2.5 Kolaborator
Kolaborasi dilakukan residen dengan tim kesehatan lain yaitu dengan
dokter, ahli gizi, terapis rehabilitasi, farmasi dan laboran. Residen
mengkomunikasikan kebutuhan klien kepada tim kesehatan lain yang
sesuai dengan kebutuhan klien. Residen keperawatan anak dan tim
kesehatan lain bersama-sama merawat klien. Tindakan kolaborasi yang
dilakukan antara lain dengan dokter tentang kejelasan instruksi pemberian
terapi dan pemberian dosis obat. Kolaborasi dengan ahli gizi yaitu
tentang diet yang mudah diserap pada klien typoid abdominalis. Pada
proses kolaborasi, residen melakukan komunikasi dengan dasar dari
perkembangan kondisi klien, respon dan toleransi klien terhadap tindakan
yang telah diberikan.
3.2.6 Peneliti
Selama praktik residensi, residen keperawatan anak menerapkan hasil
penelitian. Hasil penelitian yang diterapkan oleh residen keperawatan anak
antara lain di unit neonatologi tentang penutupan mata menggunakan kasa
dan karbon pada neonatus yang menjalani terapi sinar. Selain itu juga
residen keperawatan anak menerapkan perawatan neonatus menggunakan
metode kanguru. Di ruang bedah anak tentang penatalaksanaan perawatan
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
48
luka post operasi dan manajemen nyeri. Di ruang infeksi tentang penilaian
pada anak demam berdasarkan Yale Observation Scale (YOS).
3.2.7 Agen Pembaharu
Residen keperawatan anak melaksanakan proyek inovasi untuk melakukan
perbaikan asuhan keperawatan yang ada. Proyek inovasi yang dilakukan
yaitu pada residensi I di ruang bedah anak secara berkelompok membuat
media berupa starterkit rencana keperawatan bedah anak. Sedangkan pada
residensi II secara individu melakukan proyek inovasi berdasarkan
evidance based practice tentang penilaian pada anak demam berdasarkan
Yale Observation Scale (YOS). Proyek inovasi pada residensi II dilakukan
di ruang infeksi anak.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab pembahasan akan diuraikan tentang analisis penerapan teori Comfort
Kolcaba pada anak yang mengalami masalah demam, serta pembahasan tentang
praktik spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target kompetensi.
49
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
51
Pengkajian lain yang juga perlu dilakukan terkait demam pada klien
adalah usia, jenis kelamin, aktivitas, kadar hormon, stres, kerusakan
organ dan lingkungan. Faktor – faktor tersebut dapat mempengaruhi
suhu tubuh seseorang (Potter & Perry, 2005).
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
52
(kasus tiga) laki-laki berusia tujuh bulan, An. A.D (kasus empat) laki-
laki berusia 15 tahun dan An. A.P.B (kasus lima) perempuan berusia
11 bulan. Terdapat tiga kasus kelolaan yang lebih rentan terhadap
perubahan suhu tubuh karena berusia di bawah satu tahun. Usia bayi
sampai kanak-kanak mempunyai regulasi suhu tubuh yang belum
stabil karena mekanisme kontrol suhu yang masih imatur terutama
anak di bawah dua tahun (Potter & Perry, 2005; Berman et al., 2009;
Fuadi et al, 2010).
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
53
Kondisi stres atau cemas yang dialami anak juga dapat berpengaruh
terhadap peningkatan suhu tubuh. Stres akan menstimulasi sistem saraf
simpatis untuk meningkatkan epineprin dan norepineprin sehingga
terjadi peningkatan BMR dan produksi panas (Potter & Perry, 2005;
Berman et al., 2009). Hampir semua orang tua mengalami cemas
ketika anak harus dirawat di rumah sakit. Anak mempunyai ikatan
batin dengan ibunya, sehingga kalau anak sakit ibu akan mengalami
kecemasan. Begitu juga sebaliknya apabila ibu cemas, anakpun
menjadi semakin cemas (Supartini, 2004). Kecemasan yang dialami
orang tua akan berpengaruh pada perawatan anaknya. Orang tua sering
membuat keputusan tidak rasional saat cemas sehingga tidak efektif
dalam memberikan perawatan yang tepat untuk anak (Perlagerlov,
Loeb, Slettvoll, Lingjaerde, & Fetveit, 2006). Hal ini merupakan salah
satu reaksi hospitalisasi bagi orang tua yang anaknya di rawat di rumah
sakit. Padahal menurut Supartini (2004) peran orang tua sangat
penting dalam perawatan untuk kesembuhan anak yang sakit. Orang
tua dihadapkan pada lingkungan baru yang asing dan pengalaman yang
tidak menyenangkan terhadap perawatan sebelumnya seperti trauma,
sehingga menjadi stress, takut dan cemas menghadapi situasi
hospitalisasi (Hatfield, 2008; Salmela, Aronen & Salantera, 2010).
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
54
produksi panas (Potter & Perry, 2005; Berman et al., 2009). Demam
juga akan meningkatkan IWL sebanyak 12% setiap satu derajat
kenaikan suhu tubuh (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
56
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
57
anak akan muncul berbeda-beda karena anak adalah individu yang unik
(Supartini, 2004). Meskipun dengan pemberian tindakan yang sama yaitu
kompres tepid water sponge, namun respon menangis, gelisah, menggigil
atau bahkan respon tenang bisa ditunjukkan secara berbeda oleh
individu/anak. Respon yang berbeda-beda tersebut juga muncul pada
kasus yang dikelola. Hal ini bisa terjadi karena usia berpengaruh terhadap
kemampuan kognitif anak sehingga perkembangan kognitif sudah mulai
matang dan anak mampu menerima penjelasan yang diberikan oleh
perawat maupun orang tua.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
58
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
59
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
60
pada anak diberikan pada orang tua agar orang tua mampu merawat
anaknya. Pendidikan kesehatan yang diberikan antara lain teknik mencuci
tangan, mengukur suhu tubuh, memberikan kompres, memberikan makan
melalui NGT, memberikan obat melalui NGT serta bagaimana cara
mengobservasi gejala panas atau masalah pernafasan pada anak. Pada
kelima kasus kelolaan hampir semua orang tua terutama ibu klien mengerti
dan mampu memberikan perawatan pada anaknya yang dirawat di rumah
sakit. Penelitian Hamid (2011) menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan
pada orang tua tentang tepid water sponge menjadikan orang tua mampu
melakukan tindakan tersebut dengan benar pada anaknya. Edukasi ulang,
penjelasan secara tertulis, dan menggunakan gambar tentang tatalaksana
demam akan meningkatkan pengetahuan ibu sebanyak lebih dari 95%
untuk melakukan perawatan anak dengan demam (Sarrel & Kahan, 2000
dalam Tumbelaka et al., 2005). Levine juga menjelaskan bahwa tujuan
intervensi pada konservasi integritas sosial adalah memfasilitasi dukungan
keluarga dan memberikan pendidikan kesehatan (Tomey & Alligood,
2006). Namun demikian edukasi yang dilakukan hendaknya
memperhatikan budaya dan nilai – nilai yang dianut oleh keluarga
(Walsh, Edward, & Fraser, 2008).
4.1.4 Evaluasi
Evaluasi yang residen keperawatan anak lakukan pada kelima kasus
kelolaan adalah dengan menggunakan empat tipe pengalaman kenyamanan
dibandingkan dengan tiga tingkat kenyamanan anak (Kolcaba, 2005).
Evaluasi yang dilakukan pada An. A.Z.S (kasus satu) setelah lima hari
perawatan menunjukkan masalah keperawatan teratasi. Hal ini dibuktikan
An. A.Z. telah bebas demam dan menunjukkan proses perbaikan. Evaluasi
didapatkan hasil klien sudah tidak demam lagi dengan suhu tubuh 36,3oC.
Masalah bersihan jalan nafas dan pola nafas tidak efektif juga sudah
teratasi. Ibu sudah mengerti dan mampu merawat anaknya yang
mengalami demam. Kecemasan yang dialami ibu telah teratasi seiring
dengan kondisi anak yang membaik dan diperbolehkan pulang.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
61
Hasil evaluasi pada kasus ketiga (An. R.A) masalah hipertermi sudah
teratasi. Suhu tubuh klien berkisar 36-37oC dan ibu sudah mampu
merawat anak dengan demam. Masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas dan perubahan proses keluarga juga sudah teratasi. Namun disaat
beberapa hari perawatan juga muncul masalah pola nafas tidak efektif.
Masalah ini mungkin disebabkan karena klien mengalami kelainan jantung
bawaan yaitu Double Outlet Right Ventikel (DORV). Kelainan tersebut
menyebabkan darah mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, sehingga
muncul masalah penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung
mengakibatkan menurunnya suplai oksigen, sehingga klien akan
mengalami sesak nafas (Wong, 2004: Wong et al., 2009). Pada kasus
keempat (An. A.D), masalah keperawatan teratasi dan pasien boleh
pulang atas ijin dokter pada tanggal 2 Oktober 2014.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
62
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
63
dirinya karena kodisi An. A.P.B masih demam naik turun. Ease yaitu
kemajuan kenyamanan An. A. P.B yang dapat dilihat dari kondisi An. Ek
yaitu tidak mengalami demam setiap saat dan anak sudah berespon pada
saat diajak bicara/bermain.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
64
Dukungan dari supervisor dan pembimbing klinik serta kepala ruang dan
perawat ruangan sangat membantu dalam kelancaran proyek inovasi.
Namun kelemahan yang ditemukan saat melakukan proyek inovasi di ruang
infeksi adalah bahwa proyek inovasi hanya dilakukan pada sembilan klien
anak. Pada saat pelaksanaan proyek inovasi, di ruang rawat infeksi jarang
dijumpai anak dengan peningkatan suhu tubuh. Hal ini terjadi karena anak
stagnan di IGD hampir satu minggu, sehingga ketika dipindah ke ruang
infeksi anak sudah tidak mengalami demam. Meskipun proyek inovasi
hanya dilakukan pada sembilan anak, namun hasil menunjukkan tindakan
tersebut efektif dalam menilai penyebab demam pada anak. Kelemahan lain,
sosialisasi proyek inovasi perlu ditingkatkan agar semua perawat dapat
melakukannya. Pelaksanaan proyek inovasi membantu residen keperawatan
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
65
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.1.1. Berdasarkan gambaran kasus, masalah keperawatan yang ditemukan
secara umum dari lima kasus adalah hipertermi, ketidakadekuatan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko defisit volume cairan. Sedangkan
masalah keperawatan pada sosiokultural adalah cemas pada orang tua.
Masalah keperawatan lain muncul sesuai dengan penyakit yang dialami
anak. Intervensi dan implementasi yang dilakukan untuk masalah demam
adalah dengan pemberian antipiretik dan peningkatan pengeluaran panas
melalui berbagai metode. Intervensi lainnya adalah dengan meningkatkan
istirahat, asupan nutrisi dan cairan, pemantauan keseimbangan cairan
serta memfasilitasi interaksi anak dan keluarga melalui family centered
care.
5.1.2. Teori comfort Kolcaba dapat diaplikasikan pada pemberian asuhan
keperawatan dengan demam pada anak yang mengalami infeksi. Teori ini
dapat membantu meningkatkan kenyamanan terhadap proses perubahan
yang terjadi pada anak akibat penyakit yang dialaminya. Pendekatan teori
comfort Kolcaba dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
demam secara umum dapat diterapkan. Teori comfort dapat juga
diterapkan dalam mengatasi kecemasan yang dipengaruhi oleh faktor
sosiokultural akibat dukungan keluarga. Kepuasan keluarga menjadi
meningkat dengan keterlibatan keluarga dalam perawatan pada anak
demam.
5.1.3. Pencapaian kompetensi pada beberapa area praktik telah memperkaya
pengalaman residen keperawatan anak. Berbagai peran perawat baik
sebagai pemberi asuhan, advokat, konselor, pendidik, kolaborator,
konsultan dan agen pembaharu telah dilakukan selama praktik dalam
rangka mencapai kompetensi ners spesialis anak. Hal ini sebagai bekal
untuk dikembangkan lebih lanjut di kemudian hari. Selama menjalani
praktek residensi, residen telah mencapai target kompetensi sebagai ners
60
5.2. Saran
5.2.1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Penerapan teori comfort Kolcaba dapat dijadikan acuan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien di ruang infeksi anak, terutama pasien
demam yang mengalami pada masalah kenyamanan. Teori ini dapat
diaplikasikan dan berfokus pada tingkat kenyamanan pasien secara fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural sehingga mampu memenuhi
kebutuhan kenyamanan secara menyeluruh.
Behrman, R. E., Kliegman, R. M., & Arvin, A. M. (2000). Ilmu kesehatan anak.
(A. Samik Wahab, penerjemah). Jakarta: EGC.
Crocetti, M., Moghbelli, N., & Serwint, J. (2001). Fever phobia revisited: Have
parental misconceptions about fever changed in 20 years. Pediatric, (107),
1241-6.
Flury, T., Aebi, C., & Donati, F. (2001). Febrile seizures and parental anxiety:
does information help?. Swiss Med Wkly, 131 (37-38), 556-60.
Gunawan. W., Kari, K., & Soetjiningsih. (2008). Knowledge, attitude, and
practices of parents with children of first time and recurrent febrile seizure.
Paediatric Indonesia, 48 (4), 193-198.
James, S. R., Nelson, K. A., & Ashwill, J. W. (2013). Nursing care for children.
Fourth Edition. Missouri: Elsevier.
Kolcaba, K., & DiMarco, M. A. (2005). Comfort theory and its application to
pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3), 187-194.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
Kolcaba, K., Tilton, C., & Drouin, C.(2006). Comfort theory a unifying
framework to enhance the practice environment. The Journal of Nursing
Administration, 36 (11), 538-544.
Neal, A., Frost, M., Kuhn J., Green A., Cleveland B.G., & Kersten, R. ( 2007).
Family centered care whitin a infant-toddler unit. Pediatric Nursing, 33
(6), 481-485.
Peters, M. J., Dobson, S., Novelli, V., Balfour, J., & Macnab, A. (1999). Sepsis
and fever. Dalam: Macnab, A.J., Henning, R, penyunting. Care of the
critically ill child. Philadelphia: Churchill livingstone.
Peterson, S.J & Bredon, T.S. (2004). Middle range theories: Aplication to nursing
research. Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses, dan praktik. (Yasmin Asih, Made Sumarwati, Dian Evriyani, Laily
Mahmudah, Ellen Panggabean, Kusrini S, Sari Kurniasih, & Enie
Noviestari, penerjemah). Jakarta: EGC.
Purwoko, Ismail, D., & Soetaryo. (2003). Demam pada anak: Perabaan kulit,
pemahaman dan tindakan ibu. Berkala Ilmu Kedokteran, 35 (2), 111-118.
Plipat, N., Hakim, S., & Ahrens, W. R. (2002). The febrile child. Dalam: pediatric
education for prehospital professionals. American academy of pediatric.
Sudbury massachusett. Jones and Bartlet publisher. 98-113.
Siefert, M.L. (2002). Concept analysis of comfort. Nursing Forum, 37 (4), 16-23.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
Tarigan, T., Harahap, C.H., & Lubis, S. (2007). Pengetahuan, sikap dan perilaku
orangtua tentang demam dan pentingnya edukasi oleh dokter. Sari Pediatri,
8 (3), 27-31.
Thomas, S., Vijaykumar, C., Naik, R., Moes, P.D., & Bntonisamy, B. (2009).
Comparative effectiveness of tepid sponging and antipieretic drug versus
only antipieretic drug in the management of fever among childrenn:
randomized controlled triall. Indian Pediatric Journal, 46 (2), 133-136.
th
Tomey, M.A., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory and their work. (6
edition). Philadelphia: Elsevier.
Tumbelaka, A.R., Trihono, P.P., Kurniati, N., & Widodo, D.P. (2005).
Penanganan demam pada anak secara profesional. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Victor, N., Vinci, R.J., & Lovejoy, F. H. (1994). Fever in children. Pediatric rev,
(15), 127-34.
Wilkinson, J.M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. (Widyawati, Syahirul Alimi, Elsi Dwihapsari &
Intan Sari Nurjannah, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Wong, D.L, Eaton, M.H, Wilson, D, Winkelstein, M.L & Schwartz. (2009).
Wong’s essential pediatric nursing. St. Louis: Mosby Elsevier.
Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014