Anda di halaman 1dari 87

UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI TEORI COMFORT KOLCABA


DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DEMAM DI RUANG INFEKSI ANAK
RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO
JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

Unang Wirastri
NPM : 1106122915

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
DESEMBER, 2014

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


UNIVERSITAS INDONESIA

APLIKASI TEORI COMFORT KOLCABA


DALAM ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DEMAM DI RUANG INFEKSI ANAK
RSUPN Dr. CIPTOMANGUNKUSUMO
JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR


Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis
Keperawatan Anak

Unang Wirastri
NPM : 1106122915

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
DESEMBER, 2014

i Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Unang Wirastri

NPM : 1106122915

Tanda Tangan :<~~

Tanggal : 24 Desember 2014

iii Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Akhir ini telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan di
hadapan Tim Penguji Karya Ilmiah Akhir Program Ners Spesialis Keperawatan
Anak Universitas Indonesia

Depok, Desember 2014

Supervisor Utama,

Supervisor,

Elfi Syahreni, SKp., M.Kep., Sp. Kep. An

iii Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


iv

HALAMAN PENGESAHAN

Karya l lmiah Akhir ini diajukan oleh:


Nama : Unang Wirastri
N PM : 1106122915
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak

Judul Karya l lmiah Akhir :Aplikasi Teori Comfort Kolcaba dalarn Asuhan
Keperawatan pad a Anak dengan Demam di Ruang
Infeksi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterirna


sebagai bagian persvaratan yang diperhikan untuk memperoleh gelar Ners
Spesialis Keperawatan Anak pad a Program Ners Spesialis Keperawatan
Anak Fakultas Ilrnu Keperawatan Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Supervisor Utama: Dr. Nani Nurhaeni. S.Kp .. M.N

Supervisor : Elf Syahreni, SKp .. MKep. Sp.Kep.An

Penguj i : Dr. Yoga Devaera .. SpA (K)

Penguj i : Meidiana Bangun, SKp .. MKep. Sp.Kep.An

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 24 Desernber 2014

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah akhir dengan judul “Aplikasi Teori Comfort Kolcaba dalam Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Demam di Ruang Infeksi Anak RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta”. Karya ilmiah akhir ini disusun sebagai syarat
memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan karya ilmiah akhir ini banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1 Dr. Nani Nurhaeni, S.Kp., M.N., sebagai supervisor utama yang dengan penuh
kesabaran memberikan bimbingan selama penyusunan karya ilmiah akhir
2 Elfi Syahreni, SKp., M.Kep. Sp.Kep.An., sebagai supervisor yang juga telah
memberikan bimbingan selama penyusunan karya ilmiah akhir
3 dr. Yoga Devaera, SpA (K), sebagai penguji yang memberi masukan dalam
penulisan karya ilmiah akhir.
4 Meidiana Bangun, Ns., M.Kep. Sp.Kep.An., selaku penguji yang memberikan
masukan dalam penulisan karya ilmiah akhir.
5 Dra. Junaiti Sahar, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
6 Direktur RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo beserta seluruh staf yang telah
memberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Universitas
Indonesia.
7 Para staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah memberikan fasilitas dan dukungan untuk kelancaran
pembuatan karya ilmiah akhir.
8 Seluruh perawat dan staf Ruang Infeksi Anak RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta yang telah memberikan fasilitas dan dukungan untuk
kelancaran pembuatan karya ilmiah akhir.

v Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


9 Keluarga saya yang dengan tulus selalu mendo’akan dan memberikan
dukungan baik moral maupun material.
10 Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis dalam penyusunan karya ilmiah akhir.

Akhir kata saya berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak
yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan
anak dan bagi masyarakat yang menerima pemberian asuhan keperawatan.

Depok, 24 Desember 2014

Unang Wirastri

vi Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


HALAMAN PERNYAT AAN PERSETUJUAN PUBLlKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia,saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : UNANG WIRASTRI


NPM : 1106122915
Program Studi : Ners Spesialis
Departemen : Keperawatan Anak
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada .,:..

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-


Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjuduI: Aplikasi Teori Comfort
Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Demam di Ruang
Infeksi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, beserta perangkat yang
ada (jika diperlukan). Dengan Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas
Indonesia berhak menyimpan, mengalihmediakanlformatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 24 Desember 2014

vii
(
Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


Nama : Unang Wirastri
Program Studi : Program Ners Spesialis Keperawatan Anak
Judul : Aplikasi Teori Comfort Kolcaba dalam Asuhan Keperawatan
pada Anak dengan Demam di Ruang Infeksi Anak RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo Jakarta

Abstrak

Demam merupakan gejala yang sering dialami anak dengan penyakit infeksi.
Kondisi demam tinggi berdampak merugikan anak. Demam tinggi membuat anak
tidak nyaman, serta meningkatkan kebutuhan kalori dan cairan. Teori Comfort
dari Kolcaba memberikan arahan dalam pemenuhan rasa nyaman pada pasien.
Karya ilmiah ini bertujuan memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak
demam dengan mengaplikasikan teori comfort Kolcaba yang berfokus pada
pemenuhan kebutuhan kenyamanan. Asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan
tahapan comfort yaitu pengkajian (kenyamanan fisik, psikospiritual, lingkungan
dan sosiokultural), merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan intervensi
(berdasarkan standar comfort, coaching, dan comfort food for the soul),
implementasi, dan evaluasi. Teori comfort Kolcaba dapat diterapkan dalam
asuhan anak demam. Dukungan dan keterlibatan dari orangtua juga sangat penting
dalam perawatan anak, sehingga terlihat bahwa ke empat aspek kenyamanan harus
saling mendukung untuk pencapaian kenyamanan secara holistik.

Kata kunci :Teori Comfort Kolcaba, anak demam, infeksi

viii Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


Name : Unang Wirastri
Program Study: Specialist Pediatric Nurse Program
Title :Application of Kolcaba’s Nursing Theory in Nursing Care on
Children with Fever at Children Infection Ward RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta.

Abstract

Fever is a symptom that is often experienced by children with infectious diseases.


High fever condition adversely affects the child. High fever makes the child
uncomfortable, and increase calorie and fluid needs. Comfort Theory of Kolcaba
provides direction in compliance with comfort to the patient. This paper aims to
provide an overview of nursing care in febrile children with comfort Kolcaba
apply theory that focuses on meeting the needs of comfort. Nursing care is done
by stages comfort assessment (physical comfort, psychospiritual, environmental
and sociocultural), formulate nursing diagnoses, interventions set (based on
standard comfort, coaching, and comfort food for the soul), implementation, and
evaluation. Kolcaba comfort theory can be applied in the care of the child's fever.
Support and involvement of parents is also very important in the care of children,
so it appears that all four aspects must be mutually supportive comfort for the
achievement of holistic comfort.

Keywords : Theory of Comfort Kolcaba, the child's fever, infection

ix Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................... iv
KATA PENGANTAR................................................................................ v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................ vii
ABSTRAK................................................................................................. viii
ABSTRACK.............................................................................................. ix
DAFTAR x
ISI...............................................................................................
DAFTAR SKEMA..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiii
1. PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan...................................................................... 6
1.3. Sistematika Penulisan............................................................... 6

2. APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN


KEPERAWATAN...................................................... 8
2.1. Gambaran Kasus................................................................... 8
2.1.1. Kasus 1................................................................................. 8
2.1.2. Kasus 2.................................................................................. 9
2.1.3. Kasus 3.................................................................................. 10
2.1.4. Kasus 4.................................................................................. 11
2.1.5. Kasus 5.................................................................................. 12
2.2. Tinjauan Teoritis................................................................... 13
2.2.1. Termoregulasi........................................................................ 13
2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh.............................. 16
2.2.3. Pengukuran Suhu Tubuh...................................................... 17
2.2.4. Demam.................................................................................. 18
2.2.5. Peran Perawat pada Anak yang Mengalami Demam............ 21
2.2.6. Konsep Family Centered Care pada Anak dengan Demam. 23
2.3. Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses
Keperawatan......................................................................... 24
2.3.1. Teori Comfort....................................................................... 24
2.3.2. Proses Keperawatan.............................................................. 29

2.4. Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih................. 33


2.4.1. Pengkajian............................................................................. 33
2.4.2. Diagnosa Keperawatan.......................................................... 35
2.4.3. Intervensi Keperawatan......................................................... 36
2.4.4. Implementasi......................................................................... 38
2.4.5. Evaluasi................................................................................. 40

x Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


3. PENCAPAIAN KOMPETENSI.................................................. 42
3.1. Target Unit Kompetensi Praktik
Residensi............................................................................... 42
3.1.1. Pencapaian Target di Unit Perinatologi................................ 43
3.1.2. Pencapaian Target di Ruang Bedah Anak.......................... 44
3.1.3. Pencapaian Target di Ruang Infeksi .................................... 44
3.2. Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak.............................. 45
3.2.1. Pemberi Asuhan Keperawatan.............................................. 45
3.2.2. Advokat................................................................................. 45
3.2.3. Konsultan.............................................................................. 46
3.2.4. Pendidik................................................................................. 46
3.2.5 Kolaborasi........................................................................... 47
3.2.6. Peneliti................................................................................... 47
3.2.7. Agen Pembaharu................................................................... 48

4. PEMBAHASAN............................................................................... 49
4.1. Pembahasan Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan 49
Keperawatan.............................................................
4.1.1. Pengkajian............................................................................. 49
4.1.2. Diagnosis Keperawatan........................................................ 52
4.1.3. Intervensi dan Implementasi................................................. 53
4.1.4. Evaluasi................................................................................. 58
4.2. Pembahasan Pratik Spesialis keperawatan Anak dengan
Kompetensi........................................................................... 59

5. SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 60


5.1 Simpulan.................................................................................. 60
5.2 Saran........................................................................................ 61

Daftar Pustaka

xi Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 : Proses Terjadinya Demam


Skema 2.2 : Integrasi teori comfort Kolcaba dan konsep keperawatan

xii Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. : Kontrak Belajar Residensi I


Lampiran 2. : Kontrak Belajar Residensi II
Lampiran 3. : Laporan Hasil Proyek Inovasi

xiii Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Taksonomi Comfort .........................................


Gambar 2.2 Kerangka Kerja Kolcaba pada Pasien Anak .....................

xiv Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Taksonomi Comfort ...........................................

xv Universitas Indonesia

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam merupakan peningkatan suhu tubuh di atas normal (98,6º F/37˚C)
(Kania, 2007). Demam merupakan respon fisiologis tubuh terhadap penyakit
yang diperantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat
tubuh dan aktifitas kompleks imun. Demam dapat didefinisikan sebagai
peningkatan suhu tubuh di atas 38oC per rektal atau 37,5oC per aksila
(Wilkinson, 2007) dan diatas 38,2˚C dengan pengukuran membran timpani
(Kayman, 2003), sedangkan demam tinggi bila suhu tubuh diatas 39,5˚C dan
hiperpireksia bila suhu diatas 41,1˚C (Peters, Dobson, Novelli, Balfour, &
Macnab, 1999; Plipat, Hakim, & Ahrens 2002). Pada umumnya demam
merupakan salah satu gejala yang menyertai suatu penyakit infeksi (Wong,
Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2009).

Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang
tua, di tempat praktek dokter maupun di Unit Gawat Darurat (UGD) anak,
meliputi 10-20% dari jumlah kunjungan (Kania, 2007). Demam merupakan
masalah yang sering dihadapi oleh tenaga kesehatan dan orang tua baik di
rumah sakit maupun di rumah. Demam menyebabkan orang tua atau
pengasuh merasa khawatir (Finkelstein, Christiansen, & Platt, 2000; Crocetti,
Moghbelli & Serwint, 2001). Menurut Purwoko, Ismail, dan Soetaryo (2003),
keluhan yang tersering disampaikan ibu saat membawa anaknya ke pelayanan
kesehatan adalah karena demam. Demam menyebabkan kekhawatiran 95%
ibu. Kekhawatiran tersebut disebabkan karena takut terjadi kejang dan
menjadi penyakit yang berat. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan,
Harahap dan Lubis (2007) di Rumah Sakit Pirngadi Medan juga menyebutkan
bahwa sebanyak 70% ibu merasa khawatir kalau anaknya menjadi kejang.

Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang berfungsi untuk mengatur


keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. Produksi panas
tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas

1 Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
2

terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi, dan konveksi (Kania, 2007).


Demam terjadi karena adanya kenaikan set point di hipotalamus akibat
infeksi atau ketidakseimbangan antara produksi dan pengeluaran panas. Anak
sebagai makhluk homeotermik selalu berusaha menjaga keseimbangan suhu
tubuh. Termostat hipotalamus akan mempertahankan set point pada sekitar
suhu 37oC dengan rentang sekitar satu derajat celsius. Informasi tentang suhu
selanjutnya diolah di hipotalamus kemudian ditentukan pembentukan dan
pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point (Victor, Vinci, &
Lovejoy 1994; Kayman, 2003). Namun pada kondisi tertentu kestabilan suhu
tubuh tidak bisa dipertahankan pada suhu 37oC, seperti pada kondisi penyakit
metabolik, keganasan, dan infeksi (Ismoedijanto, 2000). Umumnya
peningkatan suhu tubuh/demam terjadi akibat peningkatan set point.

Demam merupakan gejala yang paling sering menyertai infeksi. Infeksi


bakteri menimbulkan demam karena endotoksin bakteri merangsang sel Poli
Morfo Nuclear (PMN) untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin -
satu, interleukin enam atau tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerja di
hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase membentuk
prostaglandin selanjutnya prostaglandin meningkatkan set point hipotalamus.
Pelepasan pirogen endogen juga diikuti oleh pelepasan cryogens (antipiretik
endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhu tubuh dan mencegah
peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam jiwa (Victor, Vinci, &
Lovejoy 1994; Kayman, 2003). Menurut Jevon (2010) sebagian besar demam
berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi lokal atau sistemik.
Demam paling sering sekitar 50% disebabkan oleh penyakit infeksi dan
diikuti oleh penyakit vaskuler, neoplasma serta penyakit lainnya.

Keluhan demam pada bayi dan balita merupakan salah satu alasan orang tua
untuk membawa anak ke dokter/berobat ke rumah sakit (Schmitt, 1991).
Kondisi demam yang dialami anak juga disertai gejala lain seperti takikardi,
takipnea serta anak menjadi gelisah dan rewel. Demam yang terus menerus

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
3

menyebabkan orang tua cemas. Hal ini tentu menimbulkan rasa tidak
nyaman pada pasien maupun orang tua.

Demam pada kondisi tubuh yang terinfeksi merupakan hal yang dapat dinilai
menguntungkan bagi tubuh. Kenaikan suhu tubuh akan dapat meningkatkan
aliran darah sehingga suplai makanan dan oksigen semakin lancar. Demam
juga berperan untuk meningkatkan imunitas dalam membantu pemulihan atau
pertahanan infeksi (Potter & Perry, 2005; Wong et al., 2009; Sherwood,
2012). Namun apabila suhu tubuh terlalu tinggi di atas 38,5oC dapat
berdampak merugikan bagi anak (Ismoejanto, 2000). Anak akan menjadi
gelisah, nafsu makan dan minum berkurang, tidak dapat tidur dan
menimbulkan kejang demam (Plipat, Hakim & Ahrens, 2002).

Anak akan mulai merasakan ketidaknyamanan dan akral teraba dingin ketika
suhu tubuh sudah di atas 38,5oC. Masalah lain pada kondisi demam tinggi
adalah meningkatnya laju metabolik. Laju metabolik meningkat 10% untuk
setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius dan meningkat tiga sampai
lima kali selama menggigil serta akan meningkatkan kebutuhan oksigen,
cairan, dan kalori (Ismoejanto, 2000; Potter & Perry, 2005).

Kondisi peningkatan laju metabolik dapat membahayakan anak terutama jika


sistem kardiovaskuler, respirasi, dan neurologi anak sudah memburuk (Potter
& Perry, 2005). Demam yang lama dan tinggi akan melelahkan anak dengan
menghabiskan simpanan energi dan oksigen. Jika kebutuhan oksigen tidak
terpenuhi, maka akan terjadi hipoksia miokardium yang dapat berakibat nyeri
dada dan hipoksia serebral yang mengakibatkan konfusi. Selain itu kondisi
demam akan meningkatkan insensible water loss (IWL) sehingga dapat
menyebabkan dehidrasi akibat banyak kehilangan air melalui peningkatan
frekuensi pernafasan dan peningkatan pengeluaran keringat (diaphoresis)
akibat meningkatnya laju metabolik. Kekurangan cairan dapat menyebabkan
penurunan perfusi jaringan yang berakibat terjadinya kerusakan jaringan.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
4

Oleh karena itu anak dengan demam tinggi harus mendapatkan


penatalaksanaan yang tepat (Ismoejanto, 2000; Potter & Perry, 2005).

Demam menyebabkan gangguan rasa nyaman yang perlu diatasi. Rasa


nyaman merupakan bagian dari keperawatan yang penting untuk
diperhatikan. Kenyamanan diartikan sebagai kondisi sejahtera dan merupakan
tahap berakhirnya tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien.
Kenyamanan merupakan nilai dasar yang menjadikan tujuan keperawatan
pada setiap waktu (Siefert, 2002). Pendekatan teori comfort yang
dikembangkan oleh Kolcaba menawarkan kenyamanan sebagai bagian
terdepan dalam proses keperawatan. Kolcaba memandang bahwa
kenyamanan holistik adalah kenyamanan yang menyeluruh meliputi
kenyamanan fisik, psikospiritual, lingkungan, dan psikososial. Tingkat
kenyamanan terbagi menjadi tiga yaitu relief dimana pasien memerlukan
kebutuhan kenyamanan yang spesifik, ease yaitu terbebas dari rasa
ketidaknyamanan atau meningkatkan rasa nyaman, dan transcendence yaitu
mampu mentoleransi atau dapat beradaptasi dengan ketidaknyamanan
(Kolcaba & Dimarco, 2005; Tomey & Alligood, 2006). Pada studi kasus ini
dijelaskan contoh pengkajian kenyamanan berdasarkan teori comfort,
pengelompokkan masalah ke dalam kolom taksonomi untuk memudahkan
intervensi dalam pemenuhan kebutuhan kenyamanan pada anak.

Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan yang holistik yaitu kenyamanan


fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosiokultural diperlukan kerja sama
antara tenaga perawat dan keluarga pasien. Perawat perlu melibatkan
keluarga baik orang tua pasien maupun keluarga besar. Keterlibatan keluarga
mutlak diperlukan pada perawatan anak karena keluarga adalah bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari anak. Anggota keluarga terutama orang tua
mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan atau
kesejahteraan pasien. Keluarga menjadi sumber utama dalam memberikan
kekuatan dan dukungan kepada anak (Neal, Frost, Kuhn, Green, Cleveland, &
Kersten, 2007).

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
5

Tindakan tersebut merupakan salah satu tindakan perawat dalam perannya


sebagai pemberi asuhan. Selain peran sebagai pemberi asuhan, perawat
sebagai tenaga profesional juga mempunyai peran sebagai advokat, konselor,
pendidik, kolaborator, koordinator, konsultan, dan agen pembaharu (Wong et
al., 2009). Agen pembaharu dalam perawatan diperlukan untuk meningkatkan
kualitas asuhan keperawatan. Sebagai agen pembaharu, perawat perlu
menerapkan proyek inovasi berdasarkan evidence based practice.

Teori keperawatan comfort Kolcaba dapat diaplikasikan dalam pemberian


asuhan keperawatan melalui pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas diperlukan
pendekatan aplikasi teori comfort Kolcaba dalam upaya memenuhi kebutuhan
rasa nyaman pasien yang berfokus pada kebutuhan kenyamanan pasien
demam. Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan yang holistik yaitu
kenyamanan fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosiokultural diperlukan
kerja sama antara tenaga perawat dan keluarga pasien. Perawat perlu
melibatkan keluarga baik orang tua pasien maupun keluarga besar.
Keterlibatan keluarga mutlak diperlukan pada perawatan anak karena
keluarga adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari anak. Anggota
keluarga terutama orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam
meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan pasien. Keluarga menjadi sumber
utama dalam memberikan kekuatan dan dukungan kepada anak (Neal, Frost,
Kuhn, Green, Cleveland, & Kersten, 2007).

Hal ini yang menjadi latar belakang penulis membuat karya ilmiah penerapan
aplikasi teori comfort Kolcaba untuk mengatasi masalah demam pada anak
yang mengalami infeksi di RUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
6

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum karya ilmiah ini adalah untuk memberikan gambaran
menyeluruh praktik residensi spesialis keperawatan anak dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan menerapkan
teori keperawatan comfort Kolcaba dalam asuhan keperawatan pada anak
demam yang mengalami penyakit infeksi di ruang infeksi anak RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus karya ilmiah ini adalah memberikan gambaran:
1) Asuhan keperawatan dengan pelaksanaan teori keperawatan comfort
Kolcaba dan pendekatan family centered care dalam memberikan
asuhan keperawatan pada anak dengan masalah demam pada anak
yang mengalami penyakit infeksi di ruang rawat infeksi anak RSUPN
Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta
2) Pencapaian kompetensi dan peran perawat sebagai pemberi asuhan,
advokat, konselor, pendidik, kolaborator, konsultan, dan agen
pembaharu dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak di ruang
infeksi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
3) Menganalisis pelaksanaan pemenuhan kebutuhan kenyamanan dengan
pendekatan teori comfort Kolcaba dan family centered care pada anak
demam di ruang infeksi anak RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Jakarta
4) Pembahasan kesenjangan antara teori dan praktik pada kasus,
kompetensi, dan penerapan teori keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada anak demam dengan menerapkan model
teori comfort Kolcaba.

1.3 Sistematika Penulisan


Penulisan karya ilmiah akhir ini terdiri dari lima bab. Bab satu berisi
pendahuluan yang mencakup latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan.
Bab dua berisi aplikasi teori keperawatan dalam praktik meliputi lima

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
7

gambaran kasus kelolaan, tinjauan teoritis dan integrasi mengenai keamanan,


integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan, aplikasi
teori comfort Kolcaba dalam kasus terpilih. Bab tiga menjelaskan pencapaian
kompetensi selama praktik residensi. Bab empat berisi pembahasan analisis
penerapan teori comfort Kolcaba dalam asuhan keperawatan kasus terpilih.
Bab lima berisi simpulan dan saran untuk perbaikan praktik residensi
keperawatan anak. Lampiran pendukung yang terkait dengan pelaksanaan
praktik residensi juga disertakan dalam penulisan karya ilmiah ini.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN
PADA ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Gambaran Kasus


Sebanyak lima kasus akan digambarkan secara ringkas sebagai berikut:
2.1.1 Kasus 1
Klien anak A.Z.S, perempuan, usia 5 bulan 27 hari dirawat di ruang in
feksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta sejak tanggal 9 Maret
2014 dengan diagnosis medis pneumonia. Klien dibawa ke rumah sakit
dengan keluhan satu minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
mengalami batuk, pilek, dan demam naik turun. Saat pengkajian tanggal
20 Maret 2014, klien demam dengan suhu tubuh 38,5oC, frekuensi nadi
160 kali per menit, frekuensi nafas 48 kali per menit, produksi sputum
banyak dan kental. Klien batuk, dan bunyi nafas terdengar ronkhi. Berat
badan (BB) 5,5 kg, panjang badan (PB) 65 cm serta diuresis cukup dua
ml/kgBB/jam. Ibu mengatakan anaknya baru bisa tengkurap, rewel,
gelisah, dan badannya pucat saat menangis. Hasil laboratorium
menunjukkan ada peningkatan angka leukosit dan fungsi hati, sedangkan
elektrolit dalam batas normal.

Masalah keperawatan yang teridentifikasi berada dalam tipe relief dan


termasuk kedalam konteks physical yaitu jalan nafas tidak efektif, pola
nafas tidak efektif, hipertermia (peningkatan suhu tubuh). Implementasi
yang telah dilakukan adalah mengobservasi tanda-tanda vital setiap tiga
jam, memonitor status pernafasan dan status hidrasi, melakukan fisioterapi
dada dan suction serta memberikan kompres hangat. Implementasi berupa
kolaborasi yang sudah dilakukan adalah memberikan inhalasi ventolin dan
memastikan oksigen sudah diberikan sesuai program. Klien mendapat
terapi antibiotik, dan antipiretik.
Evaluasi setelah dua minggu perawatan, masalah yang teratasi bersihan
jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, dan hipertermi

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


9

(peningkatan suhu tubuh). Klien pulang tanggal 5 April 2014 atas ijin
dokter.

2.1.2 Kasus 2
Anak I.A.A, laki-laki, 10 tahun 6 bulan 21 hari, masuk RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta tanggal 5 November 2014 pukul 01.28 WIB
dengan diagnosis medis typhoid abdominalis. Klien demam hari ke tujuh,
demam naik turun, lebih tinggi terutama pada malam hari. Suhu tidak
diukur.

Pengkajian dilakukan tanggal 6 November 2014. Klien mengeluh lemas,


badan panas, mual, muntah dua kali per hari selama dua hari, tidak nafsu
makan, makan bubur habis dua sampai tiga sendok. Klien juga mengeluh
diare lebih dari lima kali per hari, konsistensi cair, dan nyeri perut tengah
atas dengan skala numerik tiga. Tekanan darah 106/60 mmHg, suhu tubuh
39,2oC, frekuensi nadi 120 kali per menit, frekuensi pernafasan 20 kali per
menit. BB 27 kg, tinggi badan (TB) 107 cm. Hasil laboratorium
menunjukkan peningkatan angka leukosit dan pemeriksaan widal
menunjukkan peningkatan titer salmonella typhi.

Masalah keperawatan yang teridentifikasi termasuk kedalam tipe relief dan


tergolong dalam konteks physical yaitu hipertermia, nyeri akut, risiko
defisit volume cairan dan risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Intervensi yang telah dilakukan berupa memonitor TTV dan tanda
dehidrasi, memberi minum air sedikit demi sedikit, melakukan tepid water
sponge, dan menganjurkan bedrest. Klien mendapatkan terapi antimikroba,
antipiretik, dan zink. Selain itu juga menganjurkan klien untuk
mengekspresikan perasaan dan mengajarkan teknik manajemen nyeri
distraksi, relaksasi, tata laksana demam serta berkolaborasi untuk
penyediaan diet makanan lunak 1600 Kkal.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


10

Evaluasi setelah hari kelima perawatan, didapatkan data suhu tubuh


36,3oC, frekuensi nadi 92 kali per menit, frekuensi pernafasan 20 kali per
menit dan BB 27 Kg. Klien tidak diare, tidak muntah, makan nasi tim
habis satu porsi, dan tidak nyeri perut. Masalah yang teratasi yaitu
hipertermi, dan nyeri serta risiko perubahan nutrisi dan risiko defisit
volume cairan tidak menjadi aktual. Klien pulang tanggal 11 November
2014, keluarga diberi penjelasan untuk kontrol tanggal 20 November 2014
dan ke IGD segera jika demam disertai nyeri perut hebat, penurunan
kesadaran, atau muntah berwarna hijau.
2.1.3 Kasus 3
Anak RA, laki-laki, usia 7 bulan 18 hari, dirawat di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta sejak 16 Oktober 2014 dengan diagnosis medis
Double Outlet Right Ventricel (DORV), dan Pneumonia. Dua minggu
sebelum masuk rumah sakit, klien dirawat di PICU dengan pneumonia.
Pada saat pulang klien masih batuk tetapi jarang, dan tidak ada demam.
Setelah tiga hari dirumah batuk bertambah, terkadang muntah sehabis
minum atau saat batuk disertai demam naik turun dan sesak nafas,
kemudian klien dibawa ke UGD lagi dan indikasi rawat inap. Anak
mengalami kelainan jantung kongenital dan pernah dilakukan operasi PA
binding tetapi belum berhasil.

Hasil pengkajian didapatkan data: suhu tubuh 38,9oC, frekuensi nadi 160
kali per menit, frekuensi nafas 58 kali per menit, hidung terdapat sekret,
paru terdengar ronkhi dan wheezing, serta tampak retraksi dada. Bunyi
jantung terdengar murmur. BB 4,4 kg, PB 46 cm, lingkar kepala (LK) 34
cm dan lingkar lengan atas (LLA) 10,5 cm. Anak mendapatkan ASI dan
susu formula 8x75 ml/hari. Klien baru bisa duduk dan mengucapkan ma-
ma. Klien rewel dan maunya digendong. Hasil laboratorium menunjukkan
penurunan hemoglobin dan angka leukosit meningkat. Hasil rontgent
thorak menunjukkan infiltrat di kedua paru.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


11

Masalah keperawatan yang teridentifikasi adalah termasuk kedalam tipe


relief dan tergolong kedalam konteks physical yaitu bersihan jalan nafas
tidak efektif, hipertermi, dan masalah yang tergolong dalam konteks
psychospiritual yaitu perubahan proses keluarga. Intervensi yang sudah
dilakukan adalah memonitor TTV, status pernafasan dan status hidrasi,
memantau aliran oksigen, dan melakukan fisioterapi dada. Tindakan lain
yaitu melakukan tindakan kolaborasi berupa memberi inhalasi. Klien
mendapat terapi antibiotik, antipiretik, dan diuretic. Selain itu juga
melakukan kompres hangat, memonitor balance cairan, memberikan susu
75 ml/hari. Edukasi juga diberikan pada keluarga berupa cara pemberian
makan melalui naso gastrick tube (NGT), tatalaksana demam, fisioterapi
dada, tanda distress pernafasan serta penggunaan oksigen.

Evaluasi setelah seminggu perawatan, didapatkan hasil suhu tubuh 36,3


o
C, frekuensi nafas 40 kali per menit, frekuensi nadi 146 kali per menit,
tidak ada edema. Masalah yang sudah teratasi yaitu hipertermi,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan perubahan proses keluarga. Klien
pulang tanggal 26 Oktober 2014 atas ijin dokter.

2.1.4 Kasus 4
Anak A.D, laki-laki, 15 tahun 2 bulan dirawat di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta sejak tanggal 22 September 2014 dengan
diagnosis medis Ensefalitis HSV. Hasil pengkajian didapatkan data klien
demam, kejang sejak 4 hari sebelum masuk RS, setelah kejang bicara tidak
nyambung. Tekanan darah 106/54 mmHg, suhu tubuh 39,1oC, frekuensi
nadi 90 kali per menit, frekuensi nafas 26 kali per menit. Pemeriksaan fisik
menunjukkan kesadaran somnolent, GCS: E2 M4 V3, kejang/spastik masih
sering, turgor kulit baik, bibir kering, mukosa mulut lembab, BB 50 kg,
dan TB 168 cm. Klien gelisah dan sering meronta/berontak sehingga
kadang diperlukan tindakan restrain di kedua kaki ataupun di tangan.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan angka leukosit.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


12

Masalah keperawatan yang teridentifikasi termasuk kedalam tipe relief dan


termasuk dalam konteks physical yaitu perubahan perfusi jaringan
serebral, hipertermi, risiko cedera, dan risiko aspirasi. Intervensi yang
telah dilakukan berupa memonitor TTV, monitor status neurologi, monitor
kejang, menjaga kepatenan jalan nafas, monitor status hidrasi dan balance
cairan. Intervensi lainnya yaitu melakukan tindakan restrain bila
diperlukan, memasang pagar sisi tempat tidur, menempatkan klien pada
posisi miring saat kejang dan kolaborasi berupa pemberian obat anti
konvulsan sesuai program. Selain itu klien juga mendapat terapi antivirus,
dan antipiretik. Tindakan lain yang juga dilakukan adalah melakukan
kompres hangat.

Evaluasi setelah 14 hari perawatan, didapatkan data keadaan umum


membaik, kesadaran compos mentis, orientasi baik, suhu tubuh 37,3oC,
tekanan darah 106/58 mmHg, dan frekuensi nadi 96 kali per menit.
Masalah yang sudah teratasi yaitu perfusi jaringan cerebral dan hipertermi
serta masalah risiko cedera maupun risiko aspirasi tidak terjadi. Namun
ibu mengatakan klien akan rawat jalan, sehingga muncul masalah risiko
ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan. Tanggal 2 Oktober 2014, klien
pulang atas ijin dokter.

2.1.5 Kasus 5
Anak A.P.B, perempuan, usia 11 bulan dirawat di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta sejak tanggal 13 Agustus 2014 dengan diagnosis
medis kolestasis ed causa pyelonefritis, infeksi saluran kemih. Klien
demam sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit, demam mendadak
tinggi, tidak ada batuk, tidak ada diare, dan tidak ada mual muntah,
selanjutnya klien dibawa berobat ke poli gastro dan diberi obat tetapi tidak
berkurang sakitnya. Selama di rumah demam naik turun , suhu kadang
mencapai 39ᵒ C. Klien sejak usia lima bulan kontrol rutin ke poliklinik
gastro.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


13

Hasil pengkajian didapatkan data klien masih demam dan badan ikterik
serta ascites. Pemeriksaan fisik BB 6,4 kg, PB 64 cm. Suhu tubuh 38,5oC,
frekuensi nafas 40 kali per menit, frekuensi nadi 110 kali per menit. Hasil
laboratorium menunjukkan penurunan hemoglobin dan peningkatan angka
leukosit. Analisis urin terdapat bakteri, biakan aerob urin menunjukkan
positif klebsiela oxytoca dan proteus mirabili.

Masalah keperawatan yang teridentifikasi masuk kedalam tipe relief dan


tergolong kedalam konteks physical yaitu hipertermi, ketidakseimbangan
nutrisi, dan risiko penyebaran infeksi. Intervensi yang telah dilakukan
adalah memonitor TTV, melakukan tepid water sponge, menimbang berat
badan setiap hari, monitor status nutrisi, dan monitor intake output.
Tindakan lainnya adalah memberikan makanan cair 150 ml. klien
mendapat terapi antibiotik, antimikroba, antipiretik, dan juga roboransia.
Edukasi diberikan mengenai tatalaksana demam.

Evaluasi setelah dua minggu perawatan didapatkan hasil klien tidak


demam, BB 6,19 kg. Masalah yang sudah teratasi adalah hipertermi dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Risiko
penyebaran infeksi tidak menjadi aktual. Klien pulang tanggal 2 Oktober
2014 atas ijin dokter.

2.2 Tinjauan Teoritis


2.2.1 Termoregulasi
Proses termoregulasi terjadi melalui mekanisme neurologis dan
kardiovaskuler (Berman, Snyder, Kozier, & Erb, 2009; Potter & Perry,
2005). Suhu tubuh merupakan selisih antara jumlah panas yang
diproduksi oleh tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar
(Potter & Perry, 2005). Suhu tubuh manusia dipertahankan pada kisaran
normal dengan cara mengatur antara produksi panas dan pengeluaran
panas. Suhu tubuh normal yang masih dapat diterima berkisar 36-38oC,

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


14

pada kisaran ini sel tubuh masih akan dapat berfungsi dengan normal
(Ismoedijanto, 2000; Potter & Perry, 2005). Pengaturan suhu tubuh
dipergunakan untuk menjaga keseimbangan antara panas yang diproduksi
dan yang dikeluarkan oleh tubuh agar tetap konstan dan berada pada
kisaran normal. Hal ini yang disebut dengan termoregulasi.

Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara


produksi panas dan kehilangan panas. Hipotalamus anterior mengontrol
pengeluaran panas dan hipotalamus posterior mengontrol produksi panas.
Apabila saraf di hipotalamus anterior mengalami panas melebihi set point,
maka impuls akan dikirim untuk menurunkan suhu tubuh. Panas tubuh
akan dikeluarkan melalui vasodilatasi pembuluh darah, keringat, dan
menghambat produksi panas serta darah akan diedarkan ke seluruh
pembuluh darah superfisial untuk meningkatkan evaporasi. Apabila
hipotalamus posterior mengalami suhu tubuh lebih rendah dari set point,
maka tubuh akan memproduksi panas dengan cara meningkatkan
metabolism, dan aktifitas otot rangka dalam bentuk menggigil dan
mengurangi aliran darah ke perifer, serta vasokonstriksi kulit agar suhu
tubuh tetap bisa dipertahankan (Potter & Perry, 2005).

a. Produksi Panas
Panas diproduksi oleh tubuh melalui proses metabolisme. Proses
metabolisme membutuhkan bahan bakar yang berasal dari makanan.
Apabila metabolisme meningkat, maka prduksi panas juga akan
bertambah dan jika metabolisme menurun, maka produksi panas juga
akan berkurang (Potter & Perry, 2005).

Metabolisme basal akan menghasilkan panas yang diproduksi oleh


tubuh pada saat istirahat. Basal Metabolisme Rate (BMR) dipengaruhi
oleh luas permukaan tubuh dan hormon. Hormon yang dapat
meningkatkan BMR adalah hormon tiroid, dimana hormon ini akan
bekerja dengan cara meningkatkan pemecahan glukosa dan lemak

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


15

tubuh sehingga produksi panas juga akan meningkat. Hormon lain


yang juga meningkatkan BMR adalah hormon testosteron, hal ini yang
menyebabkan pria memiliki BMR lebih tinggi dibanding wanita.
Selain oleh BMR, panas tubuh juga diproduksi oleh gerakan volunter
seperti aktivitas otot saat latihan fisik. Gerakan ini akan dapat
meningkatkan produksi panas hingga 50 kali dari kondisi normal
(Potter & Perry, 2005). Pada kondisi demam BMR juga akan
meningkat tujuh persen setiap derajat Farenheit diatas 98,6 (Dudek,
2014).

Gerakan involunter seperti menggigil juga dapat meningkatkan


produksi panas hingga empat sampai lima kali dibandingkan dengan
kondisi yang normal (Potter & Perry, 2005). Menggigil biasanya
dialami oleh orang dewasa dan anak besar untuk mempertahankan
panas (shivering thermogenesis). Pada bayi baru lahir panas
dihasilkan di jaringan lemak coklat terutama yang berada daerah leher
dan skapula (non shivering thermogenesis). Jaringan tersebut terdapat
banyak pembuluh darah dan mitokondria, sehingga dapat
menghasilkan panas sampai dua kali lipat (Sumarmo, Garna,
Hadinegoro, & Satari, 2010).

b. Pengeluaran Panas
Tujuan pengeluaran panas tubuh adalah untuk mempertahankan agar
suhu tetap stabil. Pengeluaran panas tubuh terjadi melalui empat
mekanisme yaitu radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi (Potter &
Perry, 2005).

Radiasi merupakan perpindahan panas dari permukaan suatu objek


hangat ke pemukaan objek lain yang lebih dingin tanpa keduanya
bersentuhan. Tindakan pengeluaran panas melalui radiasi dapat
dilakukan dengan cara mengenakan pakaian tipis dan membuka
selimut (Potter & Perry, 2005; Sherwood, 2012).

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


16

Konduksi merupakan perpindahan panas antara benda yang berbeda


suhunya dengan kontak langsung. Panas tubuh akan hilang jika kulit
bersentuhan dengan obyek yang lebih dingin. Ketika kedua obyek
mempunyai suhu sama, maka pengeluaran panas melalui konduksi
akan berhenti. Perawat dapat meningkatkan pengeluaran panas melalui
konduksi dengan cara memberikan kompres air es atau air hangat
dengan suhu lebih rendah dibanding suhu tubuh klien (Potter & Perry,
2005; Sherwood, 2012).

Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan udara. Tindakan


pengeluaran panas melalui konvektif dapat dilakukan dengan
menghidupkan kipas angin (Potter & Perry, 2005; Sherwood, 2012).
Sedangkan evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika cairan
berubah menjadi gas. Tindakan pengeluaran panas melalui evaporasi
dengan cara mengatur untuk berkeringat. Keringat akan menguap dari
kulit untuk meningkatkan kehilangan panas (Potter & Perry, 2005;
Sherwood, 2012).

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Suhu Tubuh


Suhu tubuh dapat meningkat atau menurun karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Perawat harus memahami hal tersebut saat mengkaji suhu
tubuh klien. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh antara
lain usia, olah raga, kadar hormon, irama sirkandian, stress, dan kerusakan
organ serta lingkungan (Potter & Perry, 2005; Berman et al., 2009).

Usia bayi sampai kanak-kanak mempunyai regulasi suhu tubuh yang


belum stabil, terutama anak di bawah dua tahun. Hal ini terjadi karena
mekanisme kontrol suhu yang masih imatur (Potter & Perry, 2005;
Berman et al., 2009; Fuadi, Bahtera, dan Wijayahadi, 2010). Penurunan
metabolisme berpotensi terjadi hipotermi. Sebaliknya keadaan peningkatan
metabolisme akan meningkatkan produksi panas seperti latihan fisik.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


17

Kegiatan latihan fisik seperti olah raga dapat meningkatkan suhu tubuh.
Aktivitas otot akibat olah raga memerlukan peningkatan suplai aliran
darah serta pemecahan karbohidrat dan lemak. Kondisi seperti ini akan
meningkatkan metabolisme dan produksi panas. Kadar hormon juga
mempengaruhi suhu tubuh. Peningkatan kadar hormon progesteron pada
anak usia sekolah saat menstruasi akan meningkatkan suhu tubuh.
Demikian juga peningkatan kadar hormon testosteron juga akan
meningkatkan metabolisme pada pria sehingan produksi panas juga akan
meningkat. Selain itu suhu tubuh juga dipengaruhi oleh irama sirkandian.
Suhu tubuh akan berubah-ubah selama 24 jam. Suhu tubuh paling rendah
terjadi pada dini hari sekitar pukul 01.00-04.00, kemudian suhu tubuh akan
naik sepanjang hari sampai sekitar pukul 18.00 (Potter & Perry, 2005;
Berman et al., 2009).

Kondisi stres dapat meningkatkan suhu tubuh. Stres akan menstimulasi


sistem saraf simpatis untuk meningkatkan epineprin dan norepineprin
sehingga terjadi peningkatan BMR dan produksi panas. Saat anak
mengalami stress atau cemas yang berlebihan, perawat dapat
mempertimbangkan alasan tersebut jika anak mengalami peningkatan
suhu tubuh (Potter & Perry, 2005; Berman et al., 2009).

Penyakit gangguan organ seperti kerusakan organ akibat trauma atau


keganasan pada hipotalamus juga dapat mengganggu regulasi suhu tubuh.
Adanya zat pirogen akibat proses infeksi dapat meningkatkan suhu tubuh.
Selain itu lingkungan juga dapat mempengaruhi suhu tubuh. Paparan udara
pada ruangan dengan air conditioner (AC) dapat menyebabkan suhu
tubuh anak lebih rendah, sehingga dapat menyebabkan hipotermi (Potter &
Perry, 2005; Berman et al., 2009).

2.2.3 Pengukuran Suhu Tubuh

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


18

Suhu tubuh dapat diukur pada beberapa lokasi di tubuh. Lokasi yang
paling umum digunakan adalah oral, rektal, timpani, dan aksila.
Pengukuran suhu di rektal menghasilkan nol koma lima derajat celsius
lebih tinggi dari suhu oral, sementara itu di aksila menghasilkan nol koma
lima derajat celsius lebih rendah dibanding suhu rektal. Sedangkan
pengukuran suhu tubuh di timpani menghasilkan 0,61-0,83oC (1,1-1,5oF)
lebih tinggi dibandingkan hasil pengukuran per oral (Berman et al, 2009).

Menurut Hill (2011), suhu tubuh diklasifikasikan menjadi normal,


hipotermia, demam, hipertermia dan hiperpireksia. Suhu tubuh normal
berkisar 36,5-37,5oC (97,7-99,5oF), hipotermia jika suhu kurang dari 35oC
(95oF), demam pada suhu lebih dari 37,2-37,6oC (99,5-100,9oF),
hipertermia jika suhu lebih dari 37,5-38,30C (100-1010F) dan hiperpireksia
jika suhu lebih dari 40-41,5oC (104-106,7oF). Sedangkan Jevon (2010)
mengklasifikasikan pireksia menjadi tiga golongan. Pireksia rendah bila
suhu tubuh 37,5oC sampai 38oC, pireksia sedang tinggi jika suhu tubuh
lebih dari 38oC sampai 40oC dan hiperpireksia jika suhu tubuh lebih dari
40oC.

2.2.4 Demam
Demam merupakan peningkatan suhu tubuh di atas 38oC per rektal akibat
infeksi atau peradangan (Wong et al., 2009). Demam terjadi karena
mekanisme pengeluaran panas tidak mampu mempertahankan kecepatan
pengeluaran kelebihan produksi panas yang mengakibatkan peningkatan
suhu abnormal (Potter & Perry, 2005; Wong et al., 2009; Sherwood,
2011).

a. Patofisiologi Demam
Demam sebenarnya terjadi akibat peningkatan set point hipotalamus.
Adanya infeksi bakteri dan virus menimbulkan demam karena
endotoksin bakteri dan virus merangsang sel polimorfonuklear (PMN)
untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin satu (IL-1),

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


19

interleukin enam (IL-6), tumor necrotizing factor (TNF) dan interferon


(INF). Pirogen endogen bekerja di hipotalamus dengan bantuan enzim
siklooksigenase membentuk prostaglandin. Prostaglandin inilah yang
meningkatkan set point hipotalamus (Ismoedijanto, 2000; Potter &
Perry, 2005; Kania, 2007; Sherwood, 2012).

Adanya peningkatan set point hipotalamus menyebabkan tubuh


memberikan sinyal untuk memproduksi dan menghemat panas. Selama
periode ini, orang akan merasa kedinginan dan menggigil meskipun
suhu tubuh meningkat. Episode ini terjadi sampai suhu tubuh mencapai
set point. Selanjutnya orang akan merasa hangat dan berhenti
menggigil. Apabila set point baru melampaui batas atau pirogen telah
dihilangkan, maka akan terjadi penurunan set point dan pengeluaran
panas sampai pasien menjadi afebris (Potter & Perry, 2005).

b. Komplikasi Demam
Kondisi demam tinggi dapat merugikan anak. Masalah serius yang
dapat dialami anak adalah dehidrasi, karena demam tinggi
menyebabkan peningkatan kehilangan air melalui pernafasan dan
diaforesis. Masalah lain yang dapat muncul akibat demam adalah
kejang demam. Namun kemungkinan ini sangat sedikit. Angka
prevalensi kejang demam di Amerika hanya sekitar dua sampai lima
persen dari jumlah anak dan tiga sampai delapan persen kejang demam
terjadi pada anak usia dibawah tujuh tahun (Gunawan, Kari, &
Soetjiningsih, 2008). Namun demikian kejang demam sering membuat
orang tua mengalami cemas. Penelitian yang dilakukan Flury, Aebi
dan Donati (2001) menemukan 91% orang tua mengalami cemas berat
ketika anaknya mengalami kejang demam.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


20

c. Web Of Causation Demam


Mikroorganisme

Makrofag

Pirogen endogen (IL-1, IL-6, tumor nekrosis faktor


(TNF) dan Interferon)

Merangsang produksi prostaglandin

Peningkatan set point hipotalamus

Inisiasi “respon dingin”

Peningkatan produksi panas


Penurunan pengeluaran panas

Demam

Mengubah keseimbangan membran Peningkatan insesible water loss


sel neuron (IWL)

Melepaskan muatan listrik yang besar Risiko kekurangan volume cairan

Kejang Cemas pada orang tua

Risiko Injuri

Skema 2.1 Proses Terjadinya Demam


Sumber: (Ismoedijanto, 2000; Potter & Perry, 2005; Kania, 2007; Wong, Eaton, Wilson,
Winkelstein, & Schwartz, 2009; Sherwood, 2012).

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


21

d. Tatalaksana Demam
Tatalaksana demam dapat dilakukan melalui kombinasi farmakologi
dan non farmakologi. Tatalaksana farmakologi dilakukan dengan
pemberian obat antipiretik. Pemberian antipiretik bertujuan untuk
menurunkan set point hipotalamus dengan mencegah pembentukan
prostaglandin dengan cara menghambat enzim siklooksigenase. Obat-
obatan antipiretik di antaranya adalah asetaminofen dan ibuprofen.
Asetaminofen bekerja menekan pembentukan prostaglandin dengan
dosis terapeutik 10-15 mg/kgBB/kali tiap empat jam maksimal lima
kali sehari. Dosis maksimal 90 mg/kgBB/hari dan biasanya dengan
dosis tersebut dapat ditoleransi dengan baik. Obat lain Ibuprofen juga
bekerja menekan pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat
antipiretik, analgesik dan antiinflamasi dengan dosis terapeutik 5-10
mg/kgBB/kali tiap enam sampai delapan jam (Ismoedijanto, 2000;
Kania, 2007).

Tatalaksana non farmakologi pada kasus demam dapat dilakukan


dengan cara pemantauan TTV, peningkatan pengeluaran panas dengan
berbagai metode yaitu radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
Tindakan yang penting lainnya adalah pemberian cairan yang cukup
untuk mencegah dehidrasi (Ismoedijanto, 2000; Kania, 2007).
Tatalaksana nonfarmakologi pada pasien demam merupakan tindakan
mandiri perawat dalam melaksanakan perannya sebagai pemberi
asuhan keperawatan.

2.2.5 Peran Perawat pada Anak yang Mengalami Demam


Pemantauan TTV termasuk frekuensi nafas, frekuensi nadi dan suhu tubuh
penting dilakukan untuk menilai kondisi anak dan menilai keefektifan
tindakan yang telah diberikan. Pemantauan TTV dapat dilakukan tiap tiga
sampai empat jam. Disamping itu perawat juga perlu memperhatikan
apakah anak gelisah, irritable, mengigau atau bahkan kejang. Kondisi
kejang yang lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea. Adanya

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


22

kontraksi otot skelet saat kejang akan berdampak terjadinya hiperpireksia


sekunder yang akan meningkatkan kebutuhan energi dan oksigen sehingga
dapat terjadi hipoksia. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan metabolisme,
metabolisme berjalan anaerob sehingga menyebabkan asidosis metabolik.
Kondisi kegagalan metabolisme dan hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kerusakan otak (Ngastiyah, 2005; Hasan & Alatas, 2002
dalam Purwanti & Maliya, 2008). Selain itu saat kejang dapat timbul
masalah risiko injuri pada anak. Oleh karena itu perawat perlu melakukan
tindakan pencegahan injuri saat kejang. Tindakan tersebut antara lain
merebahkan anak di tempat tidur yang datar dan tidak sempit,
melonggarkan pakaian, memiringkan anak untuk mencegah aspirasi, tidak
memasukkan apapun ke dalam mulut serta tidak menahan tubuh anak saat
kejang (Ngastiyah,2005; Betz & Sowden, 2009).

Anak diusahakan agar cukup istirahat tidur agar metabolisme menurun.


Pemberian cairan perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan kebutuhan
cairan 10% dari kebutuhan normalnya. Kebutuhan cairan normal pada
anak dihitung berdasarkan berat badan, yaitu 100 ml/kgBB untuk 10 kg
pertama, 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya dan 25 ml/kgBB untuk
setiap penambahan kg BB (WHO, 2005). Perawat perlu memonitor status
hidrasi seperti produksi urin, mukosa mulut, dan turgor kulit serta
melakukan tindakan untuk mengeluarkan panas (Ismoedijanto, 2000).

Pengeluaran panas dapat ditingkatkan dengan cara memberikan aliran


udara yang baik, misalnya dengan kipas angin, mempertahankan suhu
lingkungan yang sejuk, membuka selimut yang tebal serta mengenakan
pakaian yang tipis dan menyerap keringat. Tindakan yang lain dapat
dilakukan dengan cara menyeka anak dengan air hangat (tepid water
sponge) dan pemberian kompres dengan air hangat untuk melebarkan
pembuluh darah perifer. Tepid water sponge akan membantu pengeluaran
panas dengan cara evaporasi. Panas tubuh akan hilang untuk menguapkan

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


23

air yang ada dipermukaan kulit. Di samping itu adanya kompres air hangat
suam-suam kuku akan meningkatkan pengeluaran panas melalui konduksi.
(Ismoedijanto, 2000; Kania, 2007; Wong, 2009).

Kondisi nyaman perlu diberikan pada anak yang demam agar tidak
gelisah. Anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh namun belum
demam belum perlu diberikan antipiretik, namun cukup diberi rasa
nyaman dengan mengatur ruangan sejuk, mengenakan pakaian tipis, dan
diberikan cairan yang cukup. Obat antipiretik diberikan jika suhu tubuh
38,5oC atau lebih. Namun pada kondisi hiperpireksia dimana suhu tubuh
di atas 40oC perlu tatalaksana yang tepat. Tatalaksana hiperpireksia antara
lain memonitor TTV, asupan dan pengeluaran cairan, membuka pakaian
anak, memberikan oksigen, memberikan anti konvulsan bila kejang,
memberikan antipiretik, memberikan kompres es pada punggung serta
dapat diberikan NaCl 0,9% dingin ke dalam lambung melalui NGT untuk
mendinginkan organ dalam (Kania, 2007). Kondisi seperti ini dapat
meningkatkan kecemasan pada orang tua. Oleh karena itu perlu melibatkan
keluarga dalam perawatan anak di rumah sakit.

2.2.6 Konsep Family Centered Care pada Anak dengan Demam


Pada dasarnya perawatan anak sakit memerlukan keterlibatan orang tua.
Selama proses hospitalisasi, anak membutuhkan orang tua. Oleh karena itu
perlu asuhan yang berpusat pada keluarga, dimana fokus perencanaan
asuhan keperawatan anak harus mencerminkan kerjasama orang tua
dengan perawat dan tim kesehatan lain (Supartini, 2004; Wong et al.,
2009).

Asuhan yang berpusat pada keluarga didasari oleh dua konsep yaitu
memfasilitasi keterlibatan orang tua dalam perawatan anak dan
peningkatan kemampuan keluarga dalam merawat anaknya. Perawat
berperan untuk memfasilitasi hubungan orang tua dengan anaknya selama
di rumah sakit. Perawat juga diharapkan meningkatkan kemampuan orang

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


24

tua dalam merawat anaknya. Orang tua dipandang sebagai subyek yang
punya potensi untuk melaksanakan perawatan pada anaknya. Sehingga
diharapkan selama perawatan anaknya di rumah sakit, orang tua belajar
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya terkait dengan
kondisi sakit anaknya. Pada akhirnya setelah anaknya pulang dari rumah
sakit, orang tua mampu meneruskan perawatan anaknya di rumah
(Supartini, 2004; Wong et al., 2009).

Penerapan family centered care pada anak yang dirawat dengan masalah
demam dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan orang tua untuk
belajar merawat anak yang mengalami demam. Perawat memberikan
pendidikan kesehatan tentang tatalaksana demam meliputi cara mengukur
suhu tubuh menggunakan termometer dengan benar, cara pemberian
antipiretik dengan aman, pemberian cairan pada anak yang demam serta
upaya yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh dengan berbagai
cara. Tujuan akhir yang diharapkan adalah orang tua mampu menjalankan
perannya merawat anak di rumah sakit dan setelah pulang dari perawatan
di rumah sakit mampu merawat anak demam di rumah dengan benar
(Supartini, 2004; Wong et al., 2009).

2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan


2.3.1. Teori Comfort
Teori comfort merupakan middle range theory yang dikembangkan oleh
Katharine Kolcaba sejak tahun 1990. Teori comfort merupakan middle
range theory karena mempunyai batasan konsep dan proposisi, tingkat
abtraksinya rendah dan mudah untuk diterapkan pada pada pelayanan
keperawatan (Kolcaba, 2003). Teori comfort mengedepankan kenyamanan
sebagai kebutuhan semua manusia. Kenyamanan adalah kebutuhan yang
diperlukan pada rentang sakit sampai sehat dan kenyamanan merupakan
lebel tahap akhir dari tindakan terapeutik perawat terhadap pasien (Siefert,
2002). Menurut Kolcaba, comfort mempunyai arti yang holistik dan
kompleks. Kolcaba dalam teori comfort yang dikembangkan menyebutkan

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


25

holistic comfort merupakan bentuk keyamanan yang meliputi tiga tipe


comfort yaitu relief, ease dan transcendence yang digabungkan dalam
empat konteks yaitu physical, psychospiritual, sociocultural dan
environmental (Kolcaba & Dimarco, 2005).

Relief didefinisikan sebagai keadaan dimana rasa tidak nyaman berkurang


atau menemukan kebutuhan yang spesifik. Ease diartikan sebagai keadaan
tenang atau kepuasan. Transcendence merupakan tahapan dimana seseorang
mampu beradaptasi terhadap masalahnya.

Physical comfort atau kenyamanan fisik meliputi kebutuhan pasien akan


status hemodinamik (kebutuhan cairan, elektrolit, pernafasan, suhu tubuh,
eliminasi, sirkulasi, metabolisme, nutrisi dan lain-lain), nyeri dan
kenyamanan manajemen nyeri, ketidaknyamanan fisik lainnya (yang
dirasakan saat ini atau potensial), kurangnya sensori (alat bantu dengar,
kacamata, bicara pelan, proses berfikir lama). Psychospiritual comfort atau
kenyamanan psikospiritual antara lain kebutuhan dihadirkan rohaniawan,
kecemasan, ketakutan, berdoa dengan perawat atau yang lainnya, persepsi
terhadap penyakit, persepsi terhadap hidup dan pengalaman hidup.
Sociocultural comfort atau kenyamanan sosial budaya meliputi keuangan,
perencanaan pulang, rutinitas dirumah sakit, kebutuhan pendidikan
kesehatan atau informasi kesehatan, kunjungan teman atau kerabat,
hubungan dengan orang lain, dukungan atau kekuatan, ketersediaan tenaga
untuk keberlanjutan perawatan di rumah. Environmental comfort atau
kenyamanan lingkungan meliputi privasi, bau, kebisingan, pencahayaan,
tempat tidur yang nyaman, hiasan ruangan dan lain-lain (Kolcaba, Tilton, &
Drouin, 2006).

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


26

Kolcaba menggambarkan kebutuhan kenyamanan dalam taksonomi struktur


sebagai berikut :
Gambar 2.1 Struktur Taksonomi Comfort
Relief Ease Transcendence

Physical

Psychospiritual

Environmental

Sociocultural

(Adapted with permission from Kolcaba, K & Fisher, E. A Holistic


perspective on comfort care as an advance directive. Crit Care Nurs
Q.18(4):66-67, (c) 1996. Aspen Publishers.

Kerangka comfort
Asuhan keperawatan pada anak ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan
pada anak dan keluarga. Berdasarkan teori comfort, ada beberapa konsep
teori yang harus dipahami oleh perawat dalam melakukan intervensi pada
anak dan keluarga, yaitu: 1) Anak-anak/keluarga memiliki respon holistik
terhadap rangsangan yang kompleks. 2) Rasa aman merupakan hasil yang
bersifat holistik yang berhubungan erat dengan disiplin ilmu keperawatan,
termasuk dalam keperawatan anak. 3) Rasa nyaman merupakan kebutuhan

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


27

dasar bagi anak dan keluarga, dan untuk memenuhinya diperlukan bantuan
perawat. 4) Kebutuhan rasa nyaman bagi anak-anak/keluarga bervariasi. 5)
Pemenuhan kenyamanan pada anak/keluarga baik secara fisiologis dan
psikologis, lebih mudah daripada mengobati ketidaknyamanan. 6) Ketika
ketidaknyamanan seperti kekacauan lingkungan atau sakit tidak dapat di
cegah, anak-anak/keluarga bisa dibantu untuk mengalami sebagian atau
melengkapi kenyamanan transendensi melalui intervensi yang
menyampaikan harapan, sukses, kepedulian, dan dukungan bagi ketakutan
mereka. 7) Ketika perawat menerapkan teori comfort dalam intervensi
keperawatan maka mereka harus mempertimbangkan keunikan dan
kompleksitas anak dalam konteks sistem keluarga. Dengan demikian teori
comfort menawarkan cara yang efisien dalam perencanaan keperawatan
(Kolcaba & Dimarco, 2005).

Menurut teori, peningkatan kenyamanan dapat memperkuat penerimaan


anak dan keluarga untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang di perlukan
dalam mencapai kesehatan dan memelihara kesehatan. Perawat dapat
memfasilitasi lingkungan yang mendukung pemulihan dan rehabilitasi
dengan meyakinkan anak/keluarga bahwa dia bisa pulih, memberikan rasa
aman, melindungi dari bahaya, dan mampu untuk berpartisipasi dalam
rencana pengobatan yang sesuai dengan tahap perkembangannya.

Gambar 2.1 menggambarkan hubungan antara konsep-konsep penting


dalam teori comfort. Baris pertama menggambarkan konsep teori di
generalisasi dan merupakan middle range theory. Baris ini adalah tingkat
tertinggi yang bersifat abstrak dan setiap baris berikutnya lebih konkret.
Baris kedua adalah tingkat praktik comfort pada kasus perawatan anak.
Baris ketiga adalah cara dimana masing-masing konsep dilaksanakan. Di
baris keempat adalah operasionalisasi, yang berarti untuk dimasukkan ke
dalam praktik (seperti sebuah panduan) atau untuk mengukur (seperti
dengan instrumen kenyamanan) yang bertujuan untuk menunjukkan

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


28

bagaimana kerangka ini membantu perawat menerapkan teori kedalam


praktik dan penelitian.

Gambar 2.2 Kerangka Kerja Kolcaba pada Pasien Anak

Pada kerangka di atas digambarkan aplikasi teori comfort yang dimulai dari
perawat mengidentifikasi kebutuhan kenyamanan pasien dan keluarga,
kemudian perawat membuat atau merencanakan intervensi berdasarkan
identifikasi kebutuhan kenyamanan yang ada dan perawat juga
mempertimbangkan variabel yang mempengaruhi kesuksesan intervensi
seperti usia anak, adanya kehadiran keluarga atau orang terdekat. Hasil
intervensi akan meningkatkan kenyamanan anak baik kenyaman fisik,
psikospiritual, sosialkultural, dan lingkungan. Keberhasilan dalam
meningkatan kenyamanan ini akan membuat anak dan keluarga percaya
terhadap tindakan perawatan. Anak dan keluarga mampu terlibat aktif dalam

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


29

perawatan dan perilaku mencari kesehatan yang lebih baik. Perawat, pasien,
dan keluarga mendapatkan kepuasan dengan meningkatnya kenyamanan
atau status kesehatan. Dampak jangka panjang dari kepuasan pasien dan
keluarga akan berpengaruh terhadap pengakuan masyarakat terhadap
pelayanan keperawatan pada institusi tersebut sehingga dapat meningkatkan
integritas institusi.

2.3.2 Proses Keperawatan


a. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data atau hal-hal yang
menunjang perawat untuk melakukan tindakan. Pengkajian dilakukan
melalui wawancara dan observasi dengan mempertimbangkan aplikasi
teori comfort. Perawat mengobservasi respon organismik pasien,
membaca catatan medis, mengevaluasi hasil pemeriksaan diagnosis,
dan menanyakan pasien akan kebutuhan yang memerlukan bantuan.
Perawat mengkaji lingkungan internal dan eksternal pasien. Pengkajian
menurut teori comfort meliputi 1) Kenyamanan fisik meliputi
kebutuhan hemodinamik dan masalah kenyamanan yang dirasakan
berhubungan dengan kondisi fisik pasien 2) Kenyamanan
psikospiritual meliputi kenyamanan berhubungan dengan kondisi
psikologis dan spiritual pasien misalnya kecemasan, ketakutan, harga
diri, identitas diri, 3) Kenyamanan lingkungan yaitu berhubungan
dengan lingkungan fisik pada perawatan di rumah sakit, termasuk
situasi dan kondisi yang mempengaruhi lingkungan misalnya
pencahayaan, kegaduhan dan suhu lingkungan, 4) Kenyamanan sosial
kultural yaitu dukungan sosial kultural seperti adanya kerabat atau
teman, hubungan dengan orang di sekitar, nilai yang dianut dan budaya
yang menjadi keyakinan dalam perawatan.

b. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan tahap dimana perawat
menginterpretasikan atau menetapkan masalah dan kebutuhan klien

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


30

yang akan diatasi. Interpretasi dan penetapan masalah ini dilakukan


berdasarkan data hasil pengkajian yang dilakukan sebelumnya
(Aligood & Thomey, 2006).
c. Intervensi
Tahapan Intervensi yaitu perencanaan asuhan keperawatan yang akan
dilakukan. Pada tahap intervensi perawat menyusun rencana asuhan
keperawatan berdasarkan masalah yang telah ditetapkan. Rencana
asuhan keperawatan yang dibuat perawat mengacu pada tujuan yaitu
untuk membantu mengatasi masalah pasien (Aligood & Thomey,
2006). intervensi pada teori comfort dikategorikan kedalam tiga tipe
intervensi yaitu: 1) Intervensi untuk kenyamanan standar (standar
comfort) adalah intervensi untuk mempertahankan hemodinamik dan
mengontrol nyeri; 2) Intervensi untuk pembinaan (choaching) yaitu
intervensi yang digunakan untuk menurunkan kecemasan,
menyediakan informasi kesehatan, mendengarkan harapan pasien dan
membantu pasien untuk sembuh; 3) Intervensi yang berhubungan
dengan memberikan kenyamanan jiwa (comfort food for the soul) yaitu
melakukan sesuatu yang menyenangkan untuk membuat keluarga dan
pasien merasa diberikan kepedulian dan meningkatkan semangat,
contohnya melakukan massage dan melakukan imajinasi terbimbing
(Kolcaba & Dimarco, 2005).

d. Implementasi
Tahap Implementasi adalah menguji hipotesis. Perawat menggunakan
hipotesis dalam memberikan perawatan langsung sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah disusun berdasarkan masalah dan
tujuan keperawatan (Aligood & Thomey, 2006). Perawat
menggunakan pendekatan intervensi berdasarkan prinsip comfort
Kolcaba yaitu intervensi dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
pasien baik dari segi fisik, psikospiritual, sosial budaya dan
lingkungan.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


31

e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan dalam mengobservasi respon pasien terhadap
intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi didasarkan pada
tujuan dan kriteria hasil pada perencanaan keperawatan. Evaluasi
dilakukan dengan mengkaji tingkat kenyamanan fisik, psikospiritual,
social kultural dan lingkungan (Aligood & Thomey, 2006).

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


32

Skema 2.3 Integrasi Teori Comfort Katharine Kolcaba dan konsep keperawatan dalam asuhan keperawatan pada anak dengan masalah nyeri

Jalur 1

Hearth Hearth
Nursing Intitutional
Care
Needs + Interventions + Intervening
Variables
Enhansed
Comfort
Seeking
Behaviors Integrity

Jalur 2

Variabel Intervening:
1. Budaya
Outcome Comfort:
2. Usia
1. Rasa nyaman fisik 1. Kepuasan
3. Perilaku 1. Daya tahan
Pengalaman : Intervensi Comfort : 2. Rasa nyaman keluarga
4. Makna nyeri tubuh kuat
1. Fisikal ( Atraumatik care) psikospiritual segera tera-
2. Keluarga
2. Psikospiritual 1. Tehnikal 5. Dukungan keluar- 3. Rasa nyaman tasi
menjalankan
3. Sosialkultura 2. Coaching ga/sosial sosiokultural 2. Tindakan
pola hidup
4. Lingkungan 3. Comforting 6. koping 4. Rasa nyaman medis berku-
sehat
lingkungan rang
3. Pulang

Jalur 3
1. Memantau nyeri,(relaksi,
distraksi, terapi music) 1. Nyeri terkontrol/
2. Membantu pasien dalam hilang
menggunakan teknik 1. Catat usia dan 2. Perilaku anak 1. Percana pada
Nyeri terkontrol/ jenis kelamin anak tenaga kesehatan 1. LOS minimal
managemen nyeri saat menunjukkan rasa
hilang 2. Anak dapat be- 2. Anak tidak me- 2. Analgenik
nyeri muncul nyaman
Tanda vital dalam radaptasi ter- nangis/takut berkurang
3. Kolaborasi pemberian 3. Penilaian rasa nyaman
batas normal hadap nyeri 3. Tidak terjadi 3. Keluarga puas
analgetik disesuaikan dengan
Anak dan keluarga 3. Jaminan/Asuransi komplikasi penya- dengan pela-
4. Empati dan sentuhan usia dan kondisi anak
merasa nyaman kesehatan kit dan penyeba- yanan rumah
5. Lingkungan yang tenang 4. Adanya support
6. Music kesukaan anak 4. Libatkan keluarga ran infeksi sakit

Sumber Plipat (2002); Soedjatmiko (2005); Tomy &Alligood (2006);


Wilmana&Gan (2007); Hockemberre (2009); Sitzman&Eichelberger (2011)

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


33

2.3.3 Aplikasi Teori Keperawatan pada Kasus Terpilih


1. Pengkajian
Anak A.P.B, jenis kelamin perempuan, usia 11 bulan. Klien dirawat di
ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta sejak tanggal 13
Agustus 2014 dengan diagnosis medis kolestasis, infeksi saluran kemih ec
pyelonefritis akut. Saat pengkajian tanggal 16 September 2014, klien
demam dengan suhu tubuh 38,5oC, frekuensi nadi 110 kali per menit,
frekuensi nafas 28 kali per menit, perut ascites dan kulit ikterus. Hasil
laboratorium menunjukkan penurunan hemoglobin, peningkatan angka
leukosit, dan peningkatan fungsi hepar, sedangkan elektrolit dalam batas
normal.

Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 16-09-2014 dengan


pendekatan pengkajian teori comfort didapatkan data sebagai berikut:

a. Kenyamanan fisik
Keadaan umum saat pengkajian didapatkan pada anak A.P.B adalah
kesadaran compos mentis, perut ascites, anak terbaring di tempat tidur.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan suhu 38,5oC, nadi 110
kali per mnt, frekuensi pernafasan 40 kali per mnt, tekanan darah
40/12 mmHg. Berat Badan 6,1 kg, panjang badan 64 cm.

Pada pemeriksaan sistem respirasi didapatkan bentuk dada normal,


gerakan nafas teratur dan simetris, hidung simetris, napas spontan
tanpa bantuan oksigen, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak ada

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


34

batuk, tidak terdapat suara ronhki atau wheezing di kedua lapang paru,
pola nafas normal, frekuensi nafas 28 kali per mnt.

Pada pemeriksaan kardiovaskuler didapatkan suara jantung normal,


irama jantung teratur, tidak ada murmur dan galop, waktu pengisian
kapiler kurang dari tiga detik, kualitas nadi kuat, akral teraba hangat.

Pada status nutrisi didapatkan data BB klien 6,1 kg, PB 64 cm.


Permukaan abdomen buncit/ascites, lingkar perut atas 49 cm dan
lingkar perut bawah 45 cm, terdapat venektasi, hepar menonjol, teraba
enam centimeter bawah arcus costae, enam centimeter bawah
procesus xiphoideus, dan bising usus normal. Pada pemeriksaan sistem
eliminasi didapatkan pasien BAB berwarna seperti dempul, BAK
produksi berwarna kuning keruh. Kebutuhan cairan elektolit
didapatkan masukan per oral toleransi baik, muntah tidak ada, edema
ektremitas tidak ada, tidak terdapat gangguan elektrolit.

Pemeriksaan fungsi neurologis didapatkan pemeriksaan kepala dan


leher: bentuk kepala normal, fontanela anterior/posterior telah
menutup, tidak ada kaku kuduk, dan tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe. Distribusi rambut merata dan warna agak kemerahan.
Pemeriksaan genetalia tidak ada kelainan.

b. Kenyamanan psikospiritual
Orang tua bergantian dalam menemani pasien. Orang tua terlihat ingin
selalu memberikan perawatan yang terbaik buat anaknya. Pemberian
waktu untuk kunjungan dari sibling dan orang terdekat merupakan
suatu bentuk memenuhi kebutuhan psikospiritual.

c. Kenyamanan sosiokultural

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


35

Pasien hanya ditunggui ibu dan ayah pasien. Pasien dihibur dan
ditenangkan oleh orang tuanya. Tidak ada keyakinan khusus yang
berhubungan dengan kesehatan. Tidak ada budaya yang dianut yang
bertentangan dengan kesehatan. Tidak ada hambatan dalam
berkomunikasi. Orangtua menggunakan bahasa yang sama dengan
bahasa perawat. Orang tua klien sudah diberi informasi tentang
kondisi anaknya.

d. Kenyamanan lingkungan
Pasien dirawat di ruang kelas tiga dengan enam tempat tidur.
Meskipun ruangan kelas tiga tetapi tidak begitu terdengar gaduh dan
berisik karena posisi tempat tidur pasien berada di ujung dan pojok
ruangan. Adapun klasifikasi Taksonomi Comfort dapat di lihat dalam
tabel 2.2

2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan pada kenyamanan fisik adalah :
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh behubungan
dengan faktor biologis
c. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas
tubuh

Masalah keperawatan pada kenyamanan psikospiritual dan lingkungan


tidak ada. Masalah kenyamanan pada sosiokultural juga tidak ada.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


36

Tabel 2.1 Klasifikasi Taksonomi Comfort


Relief Ease Transcendence
 Mendapat
 Kesadaran terapi
compos mentis paracetamol 4x
2,5 ml
Physical  Perut ascites Diperlukan
ceftazidim 3 x
 Suhu: 38,50C peningkatan
150 mg dan
 Nadi: 110x/menit kebersihan diri
metronidazole
 Pernafasan: 3x 60 mg
28x/menit
Ibu dan ayah
Psychospiritual bergantian
menemani
pasien

Environmental Ruangan ber-


AC, tidak
berbau, bersih,
tidak berisik.
Bahasa yang
digunakan sama
dengan bahasa
perawat. Anak
bisa menerima
Sociocultural kehadiran
perawat dan
tidak menangis
waktu perawat
memberikan
obat atau
mengukur TTV

3. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan setelah dilakukan intervensi selama tiga kali 24 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan suhu tubuh normal dengan kriteria hasil

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


37

suhu tubuh antara 36-37ᵒC, badan tidak teraba panas dan kulit tidak
kemerahan.

Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah sebagai


berikut:
Standard Comfort :
1. Kaji suhu tubuh setiap empat jam
2. Pantau warna kulit dan suhu
3. Berikan kompres hangat/water tepid sponge
Coaching :
1. Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan minum lebih
banyak
2. Anjurkan kepada orang tua untuk melakukan kompres hangat bila
suhu tubuh anak lebih dari 38,5ᵒC
Comfort food for the soul :
Bantu/libatkan orang tua untuk membuat rencana kedaruratan bila
pasien mengalami demam
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis
Tujuan setelah dilakukan intervensi selama tiga kali 24 jam
diharapkan keseimbangan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria BB
tidak turun, nafsu makan meningkat, porsi makan yang disediakan
habis, hemoglobin dalam batas normal.

Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah sebagai


berikut:
Standard comfort :
1) Monitor intake nutrisi
2) Timbang BB tiap hari
Coaching :
1) Kolaborasi pemenuhan kebutuhan nutrisi tambahan jika diperlukan
2) Berikan pengertian pentingnya masukan makanan pada orang tua
3) Berikan cairan nutrisi parenteral bila diperlukan

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


38

Comfort food for the soul :


1) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai
anak
2) Libatkan keluarga untuk memonitor perubahan status nutrisi
c. Risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas
tubuh
Tujuan setelah dilakukan intervensi keperawatan selama tiga kali 24
jam diharapkan penyebaran infeksi tidak terjadi dengan kriteria tidak
ada tanda-tanda infeksi, dan suhu tubuh dalam batas normal (36,5 –
37,5)oC.
Intervensi yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah sebagai
berikut:
Standard comfort :
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Monitor tanda-tanda infeksi
3) Lakukan tindakan pencegahan dengan hand hygiene
Coaching :
1) Jelaskan kepada orang tua pentingnya kebersihan diri
2) Anjurkan orang tua untuk menjaga kebersihan diri untuk
melindungi tubuh dari infeksi misalnya dengan mencuci tangan
3) Ajarkan kepada keluarga cara mencuci tangan yang benar untuk
menghindari penyebaran infeksi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
Comfort food for the soul :
1) Anjurkan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan
2) Batasi jumlah pengunjung, bila diperlukan

4. Implementasi
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada An A.P.B sesuai dengan
rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat adalah:
a. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit:
1) Memantau suhu tubuh setiap empat jam

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


39

2) Memantau suhu kulit dan kemerahan


3) Membantu orang tua untuk membuat rencana kedaruratan bila
pasien mengalami demam
4) Mengukur tanda-tanda vital
5) Memonitor tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu tubuh
6) Melakukan kompres hangat/water tepid sponge
7) Memberikan antipiretik paracetamol 2,5 ml
8) Memberikan injeksi ceftazidim 150 mg dan metronidazol 60 mg.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


1) Menimbang Berat Badan klien setiap hari
2) Memonitor perubahan status nutrisi
3) Mengkaji toleransi klien untuk intake nutrisi melalui NGT dan oral
4) Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan yang
sesuai dengan diet klien
5) Memberikan pengertian kepada keluarga tentang pentingnya
masukkan makanan
6) Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet
klien
7) Membantu keluarga dalam mengidentifikasi perubahan status
nutrisi
c. Risiko penyebaran infeksi
1) Memonitor tanda-tanda vital
2) Memonitor tanda-tanda infeksi
3) Melakukan tindakan pencegahan dengan hand hygiene
4) Menjelaskan kepada orang tua pentingnya kebersihan diri
5) Menganjurkan orang tua untuk menjaga kebersihan diri untuk
melindungi tubuh dari infeksi misalnya dengan mencuci tangan
6) Mengajarkan kepada keluarga cara mencuci tangan yang benar
untuk menghindari penyebaran infeksi.
7) Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
8) Menganjurkan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


40

9) Membatasi jumlah pengunjung, bila diperlukan

5. Evaluasi
a. Evaluasi hari perawatan keenam tanggal 22-09-2014, untuk masalah
keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit:
Subyektif: ibu klien mengatakan anaknya masih demam naik turun
Obyektif: keadaan umum lemah, badan teraba hangat, suhu tubuh
37ºC, nadi 112 kali per menit, pernafasan 30 kali per menit.
Assessment: masalah teratasi sebagian/masih ada
Planning: intervensi dilanjutkan
Intervensi: memberikan intervensi sama dengan intervensi pada hari -
hari sebelumnya
Evaluasi: tanggal 27 September 2014 masalah teratasi karena klien
tidak demam, badan tidak teraba panas, suhu tubuh 36,3ºC, nadi: 106
kali per menit, pernafasan 26 kali per menit.
b. Evaluasi tanggal 22 September 2014 untuk masalah keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis.
Subyektif: ibu mengatakan berat badan anak turun
Obyektif: berat badan 6,08 kg, perut buncit, ascites, makan dan
minum lewat naso gastric tube, toleransi baik,tidak ada muntah
Assessment: masalah masih ada
Planning: lanjutkan intervensi
Intervensi: kolaborasi dietisien untuk peningkatan jumlah dan
frekuensi pemberian susu.
Evaluasi tanggal 2 Oktober 2014 masalah ketidakseimbangan nutrisi
teratasi, dibuktikan dengan berat badan klien meningkat.
Subyektif: ibu mengatakan bahwa klien makan nasi tim saring habis
seperempat porsi, makan biskuit 6 keping, dan makanan cair yang
diberikan juga selalu dihabiskan.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


41

Obyektif: berat badan 6,19 kg, toleransi makan baik


Assessment: masalah teratasi
Planning: intevensi dihentikan
c. Evaluasi tanggal 22 september 2014 untuk masalah keperawatan
risiko penyebaran infeksi berhubungan dengan menurunnya imunitas
tubuh:
Subyektif: ibu klien mengatakan anak masih demam naik turun, badan
kelihatan semakin kuning dan pucat, perut semakin buncit
Obyektif: keadaan umum lemah, ascites, lingkar perut 49 cm, suhu
tubuh 37ºC, nadi 110 kali per menit, pernafasan 30 kali per menit,
hemoglobin menurun, angka leukosit meningkat dan fungsi hati
menurun. Antibiotik diganti lini dua.
Assessment: risiko perluasan infeksi
Planning: lanjutkan intervensi
Intervensi: berikan antibiotik sesuai program
Evaluasi tanggal 2 Oktober 2014 masalah teratasi karena klien sudah
tidak ada demam, hemoglobin meningkat dan angka leukosit menurun.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI

3.1 Target Unit Kompetensi Praktik Residensi


Praktik residensi keperawatan dilaksanakan untuk menghasilkan ners
spesialis. Menurut PPNI (2012) yang disebut ners spesialis adalah perawat
yang telah menyelesaikan pendidikan spesialis keperawatan. Sebagai ners
spesialis keperawatan anak dituntut memiliki kompetensi ners spesialis.
Kompetensi adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi
mencakup pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan standar kinerja yang ditetapkan (PPNI, 2012). Sedangkan
kompetensi ners spesialis keperawatan anak mencakup praktik profesional,
legal dan etis, pemberian asuhan dan manajemen asuhan serta
pengembangan profesional (PPNI, 2012).

Kompetensi ners spesialis pada ranah praktik profesional, legal dan etis
berupa praktik akuntabilitas, menerapkan prinsip etis dan menghormati serta
menjaga kerahasiaan klien. Pada praktik legal seorang ners spesialis harus
melakukan praktik sesuai peraturan perundangan yang ada. Kompetensi
pada ranah pemberi asuhan dan manajemen, ners spesialis harus
menerapkan berfikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan dari
pengkajian sampai evaluasi serta kemampuan untuk menjadi manajer.
Sedangkan kompetensi pada ranah pengembangan profesi diantaranya
adalah meningkatkan kualitas dengan melakukan penelitian dan pendidikan
berkelanjutan (PPNI, 2012).

Dalam rangka mencapai kompetensi tersebut, program pendidikan residensi


keperawatan anak dilaksanakan dengan tujuan menghasilkan lulusan yang
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada klien anak dan
keluarganya secara mandiri. Kompetensi yang ditetapkan meliputi praktik
profesional, legal dan etis, pemberian asuhan dan manajemen asuhan serta
pengembangan profesional. Untuk mencapai kompetensi tersebut,
mahasiswa dituntut menerapkan berbagai konsep dan teori kesehatan,

42

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


43

temuan riset serta kebijakan pemerintah yang berlaku pada anak sehat
maupun sakit dengan penyakit akut, kronik dan neonatus pada saat
melakukan praktik residensi keperawatan (Tim Ners Spesialis Keperawatan
Anak, 2013).

Praktik residensi keperawatan anak dilaksanakan dalam 2 tahapan yaitu


praktik residensi I dan II. Kontrak belajar dibuat residen sebelum praktik
dimulai sebagai acuan kompetensi di masing-masing ruangan. Residen
keperawatan anak praktik di area yang sesuai dengan peminatan yang telah
dipilih. Dalam praktik ini residen memilih unit perinatologi, bedah anak dan
infeksi dengan peminatan utama yaitu ruang infeksi. Pelaksanaan praktik
residensi I dilaksanakan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
selama 16 minggu mulai tanggal 24 Februari 2014 sampai 13 Juni 2014.
Adapun pelaksanaannya 6 minggu di ruang infeksi, 6 minggu di ruang
bedah anak dan 4 minggu di unit perinatologi. Praktik residensi II juga
dilaksanakan di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
selama 11 minggu mulai tanggal 15 September 2014 sampai 28 November
2014.

3.1.1 Pencapaian Target Kompetensi di Unit Perinatologi


Praktek residensi I diruang perinatologi dilaksanakkan tanggal 19 Mei
sampai 13 Juni 2014. Kompetensi ners spesialis keperawatan anak di unit
neonatologi sebagai pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan
meningkatkan ketrampilan profesional pada pengelolaan neonatus dengan
masalah respirasi, termoregulasi, gangguan metabolisme yaitu hipoglikemi
dan hiperbilirubinemia serta neonatus dengan penyakit infeksi.
Kompetensi lainnya yang diperoleh adalah melakukan perawatan metode
kanguru, menilai masa gestasi dan usia koreksi bayi, manajemen laktasi,
resusitasi bayi, menerapkan asuhan perkembangan, memasang fototerapi,
mengoperasikan alat bantu nafas mekanik, radian warmer, incubator,
infusion pump, syringe pump serta mengoperasikan alat pemantau
jantung dan pernafasan.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
44

3.1.2 Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Bedah Anak


Praktek residensi I di ruang BCh dilaksanakan tanggal 7 April sampai 16
Mei 2014. Kompetensi prosedural sebagai pemberi asuhan yang didapat di
ruang bedah anak adalah melakukan perawatan luka post operasi
kolostomi, uretroplasty. Melakukan edukasi dan beberapa tindakan khusus
di ruang rawat bedah anak, merawat anak dengan kelainan kongenital yang
membutuhkan tindakan pembedahan. Kasus yang dikelola adalah merawat
klien dengan gangguan pada sistem pencernaan dan perkemihan.

Kompetensi yang didapatkan selama praktik di ruang bedah anak antara


lain melakukan manajemen nyeri, persiapan pre operasi yaitu baik
persiapan fisik dan mental seperti memberikan informasi tentang tindakan
yang akan dilakukan, memantau kondisi post operasi yaitu tingkat
kesadaran dan kondisi luka operasi. Sebagai agen pembaharu di ruang
bedah anak, residen keperawatan anak membuat proyek inovasi kelompok.
Proyek inovasi kelompok yang telah dilaksanakan adalah pembuatan
starterkit rencana keperawatan bedah anak.

3.1.3 Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Infeksi


Praktik di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dilaksanakan
selama 16 minggu. Beberapa variasi kasus yang dikelola yaitu merawat
klien dengan masalah infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
persyarafan, perkemihan, gastrohepatologi, dan kardiovaskuler.
Kompetensi lain yaitu merawat klien dengan gangguan keseimbangan
cairan, termoregulasi dan gangguan nutrisi. Kasus yang dikelola pada anak
yang mengalami infeksi pada sistem pernafasan adalah pneumonia,
bronchiolitis dan TBC, kasus tersebut yang paling sering ditemui selama
praktek. Pada kasus gangguan sistem gastrohepatologi yaitu merawat
klien dengan atresia billier dan tipoid abdominalis, dan merawat klien

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
45

dengan gangguan sistem persarafan yaitu meningitis, encepalitis dan


cerebral palsi serta kejang demam.

Kompetensi yang didapatkan selama praktik di ruang infeksi diantaranya


adalah melakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi oksigen
menggunakan berbagai macam alat bantu nafas, melakukan inhalasi,
melakukan fisioterapi dada, dan melakukan prosedur hisap lendir.
Kompetensi lainnya adalah memantau tingkat kesadaran, tanda-tanda
peningkatan TIK, membantu posisi pemeriksaan dan prosedur
pengambilan spesimen serta menilai status dehidrasi. Kompetensi lain
yang dicapai selama praktek residensi adalah mengoperasikan infusion
pump, syringe pump,alat – alat suction, penggunaan alat – alat emergency,
dan bedside monitor.

3.2 Peran Ners Spesialis Keperawatan Anak


3.2.1 Pemberi Asuhan Keperawatan
Selama praktik residensi I dan II, residen memberikan asuhan keperawatan
langsung pada klien. PPNI (2012) menjelaskan peran perawat sebagai
pemberi asuhan berarti perawat menerapkan kemampuan berfikir kritis
dan pendekatan sistem untuk menyelesaikan masalah serta pembuatan
keputusan keperawatan yang kompresehensif berdasarkan aspek legal dan
etis. Asuhan keperawatan yang dilakukan residen menggunakan teori
keperawatan comfort Kolcaba. Beberapa asuhan keperawatan yang telah
dicapai digambarkan pada pencapaian target di masing-masing ruang
perawatan.

3.2.2 Advokat
Sebagai advokat, perawat membantu anak dan keluarga untuk menentukan
pilihan dan bertindak yang terbaik untuk klien dan keluarga. Perawat
menjamin keluarga mengetahui pengobatan dan prosedurnya serta
dilibatkan dalam perawatan anak (Wong et al., 2009). Dalam hal ini,
Residen keperawatan anak memastikan tindakan yang diberikan aman bagi

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
46

klien termasuk pemberian obat. Residen keperawatan anak memfasilitasi


klien dan keluarga untuk menerima informasi/penjelasan tentang kondisi
kesehatannya dari dokter. Residen keperawatan anak memfasilitasi hak
klien untuk menolak dilakukan perawatan. Selama praktik, residen
melaksanakan peran ini melalui beberapa tindakan yaitu memeriksa dan
memastikan bahwa kondisi klien stabil sebelum dibawa ke ruang
pemeriksaan diagnostik. Tindakan terkait atraumatic care yang
berhubungan dengan peran ini adalah meminta orang tua selalu
mendampingi klien dalam setiap tindakan perawatan.

3.2.3 Konsultan
Perawat sebagai counselor bertugas memberikan pemahaman bagi klien
tentang perkembangan kondisi kesehatan yang dialami klien. Perilaku
kondisi klien yang dialami,dan semua intervensi yang sudah ditetapkan,
dan dilakukan untuk menghasilkan perilaku adaptif (James, Nelson, &
Ashwill, 2013). Peran sebagai konsultan dilakukan dengan memberikan
penjelasan kepada keluarga klien mengenai kondisi klien sesuai hasil
pemeriksaan tanda – tanda vital, dan pemeriksaan fisik yang didapat serta
tindakan perawatan yang akan dilakukan pada klien. Beberapa konsultasi
yang dilakukan antara lain memberikan alternatif tindakan untuk
menurunkan suhu tubuh klien karena ibu mengeluh anaknya tidak
berespon dengan pemberian obat penurun panas. Peran sebagai konsultan
yang diberikan kepada perawat ruangan adalah tindakan penilaian pada
anak demam berdasarkan Yale Observation Scale (YOS) untuk
menentukan demam disebabkan oleh proses infeksi atau bukan infeksi.

3.2.4 Pendidik
Peran sebagai pendidik berarti memberikan pendidikan pada orang lain
sesuai dengan kepakaran dalam bidang ilmunya (PPNI, 2012). Residen
keperawatan anak melakukan pendidikan kesehatan pada klien dan
keluarganya berdasarkan permasalahan yang muncul. Pendidikan
kesehatan dilakukan sebagai upaya mempersiapkan keluarga agar mampu

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
47

merawat anaknya setelah pemulangan dari perawatan di rumah sakit.


Pendidikan kesehatan yang dilakukan di unit neonatologi antara lain
perawatan metode kanguru dan teknik pemberian ASI pada bayi. Di ruang
bedah anak antara lain memberikan pendidikan kesehatan tentang
pencegahan infeksi, manajemen nyeri dan tatalaksana perdarahan pada
anak dengan post operasi serta perawatan kolostomi/luka. Sedangkan di
ruang infeksi antara lain memberikan pendidikan kesehatan tentang
manajemen nyeri, tatalaksana demam, fisioterapi dada dan range of motion
(ROM). Selain memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan
keluarganya, residen keperawatan anak juga memberikan pendidikan pada
perawat baru yang berada di ruang non infeksi dan infeksi.

3.2.5 Kolaborator
Kolaborasi dilakukan residen dengan tim kesehatan lain yaitu dengan
dokter, ahli gizi, terapis rehabilitasi, farmasi dan laboran. Residen
mengkomunikasikan kebutuhan klien kepada tim kesehatan lain yang
sesuai dengan kebutuhan klien. Residen keperawatan anak dan tim
kesehatan lain bersama-sama merawat klien. Tindakan kolaborasi yang
dilakukan antara lain dengan dokter tentang kejelasan instruksi pemberian
terapi dan pemberian dosis obat. Kolaborasi dengan ahli gizi yaitu
tentang diet yang mudah diserap pada klien typoid abdominalis. Pada
proses kolaborasi, residen melakukan komunikasi dengan dasar dari
perkembangan kondisi klien, respon dan toleransi klien terhadap tindakan
yang telah diberikan.

3.2.6 Peneliti
Selama praktik residensi, residen keperawatan anak menerapkan hasil
penelitian. Hasil penelitian yang diterapkan oleh residen keperawatan anak
antara lain di unit neonatologi tentang penutupan mata menggunakan kasa
dan karbon pada neonatus yang menjalani terapi sinar. Selain itu juga
residen keperawatan anak menerapkan perawatan neonatus menggunakan
metode kanguru. Di ruang bedah anak tentang penatalaksanaan perawatan

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
48

luka post operasi dan manajemen nyeri. Di ruang infeksi tentang penilaian
pada anak demam berdasarkan Yale Observation Scale (YOS).
3.2.7 Agen Pembaharu
Residen keperawatan anak melaksanakan proyek inovasi untuk melakukan
perbaikan asuhan keperawatan yang ada. Proyek inovasi yang dilakukan
yaitu pada residensi I di ruang bedah anak secara berkelompok membuat
media berupa starterkit rencana keperawatan bedah anak. Sedangkan pada
residensi II secara individu melakukan proyek inovasi berdasarkan
evidance based practice tentang penilaian pada anak demam berdasarkan
Yale Observation Scale (YOS). Proyek inovasi pada residensi II dilakukan
di ruang infeksi anak.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan akan diuraikan tentang analisis penerapan teori Comfort
Kolcaba pada anak yang mengalami masalah demam, serta pembahasan tentang
praktik spesialis keperawatan anak dalam pencapaian target kompetensi.

4.1 Pembahasan Penerapan Teori Keperawatan dalam Asuhan


Keperawatan
4.1.1 Pengkajian
Langkah awal asuhan keperawatan menggunakan teori Comfort Kolcaba
adalah pengkajian. Pengkajian dilakukan untuk mengumpulkan data klien.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengkajian keperawatan dilakukan
dengan pendekatan teori comfort yaitu dengan melakukan penilaian
terhadap struktur taksonomi antara tiga kenyamanan yang dikaitkan
dengan empat pengalaman kenyamanan.

Residen keperawatan anak melakukan pengkajian terhadap lima kasus


kelolaan dan semuanya mengalami demam. Hasil pengukuran suhu tubuh
terhadap kelima kasus menunjukkan suhu tubuh di atas 38,5oC. Untuk
mengetahui penyebab masalah demam dilakukan pemeriksaan penunjang.
Demam yang dirasakan oleh pasien berdampak pada ketidaknyamanan
fisik, gangguan psikospiritual yang tercermin pada kekhawatiran keluarga
terhadap kondisi anak, gangguan sosiokultural dan lingkungan.
1. Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman fisik
Pengkajian dalam teori comfort Kolcaba meliputi pengumpulan data
yang diperoleh melalui wawancara dan pemeriksaan fisik. Residen
melakukan pengkajian kenyamanan fisik terkait dengan keluhan utama
anak dirawat di rumah sakit, sikap tubuh dan perilaku anak yang
menunjukkan ketidaknyamanan. Pengkajian keperawatan dilakukan
secara menyeluruh dengan pemeriksaan head to toe, namun
difokuskan pada masalah demam. Masalah tersebut ditemukan pada

49

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


50

semua kasus berdasarkan hasil pengukuran suhu tubuh yang dilakukan


residen pada saat pengkajian adalah sebagai berikut: An. A.Z.S suhu
tubuh 38,5ᵒC, An. I. A. A suhu tubuh 39,2ᵒC, An. R. A suhu tubuh
38,9ᵒC, An. A.D suhu tubuh 39,1ᵒC dan An. A.P.B Me suhu tubuh
38,5ᵒC. Untuk mengetahui penyebab masalah demam perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang. Tumbelaka, Trihono, Kurniati, dan Widodo
(2005) menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang laboratorium harus
direncanakan dengan baik pada anak demam. Pemeriksaan yang
disarankan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap dan biakan darah,
pemeriksaan urin rutin dan biakan urin serta foto thorak, pungsi lumbal
dan biakan tinja bila diindikasikan.
Hasil pemeriksaan penunjang pada kelima kasus kelolaan bermacam-
macam. Pada An. I.A.A (kasus dua) dilakukan pemeriksaan widal
menunjukkan positif thypoid. Kedua pemeriksaan tersebut
menunjukkan bahwa An. I.A.A mengalami infeksi Salmonella
(Sumarmo, 2010). Pada An. R.A (kasus tiga) dilakukan pemeriksaan
hematologi menunjukkan peningkatan jumlah leukosit dan hasil
pemeriksaan rontgen thorak menunjukkan infiltrat di kedua paru.
Anak A.D (kasus empat) dilakukan pemeriksaan hematologi
menunjukkan peningkatan leukosit dan positif Herpes Simplex Virus
(HSV). Hasil pemeriksaan analisis urin pada An. A.P.B (kasus lima)
menunjukkan peningkatan jumlah leukosit pada urin dan biakan urin
positif terdapat bakteri. Sedangkan pemeriksaan hematologi pada An.
A.Z.S (kasus satu) didapatkan peningkatan jumlah leukosit, CRP, dan
prokalsitonin. Dapat disimpulkan bahwa pada kelima kasus kelolaan,
peningkatan suhu tubuh terjadi karena proses inflamasi.

Adanya bakteri dan virus akan mengeluarkan endotoksin yang


merangsang sel polimorfonuklear (PMN) untuk membuat pirogen
endogen yaitu interleukin satu (IL-1), interleukin enam (IL-6), tumor
necrotizing factor (TNF) dan interferon (INF). Pirogen endogen akan
membentuk prostaglandin. Prostaglandin akan meningkatkan set point

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
51

hipotalamus, sehingga terjadi demam (Ismoedijanto, 2000; Potter &


Perry, 2005; Kania, 2007; Avner, 2009; Sherwood, 2012).
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan individu karena
mikroorganisme, virus penyebab penyakit hidup di lingkungan.
Lingkungan operasional merupakan lingkungan eksternal seseorang
yang tidak dapat dirasakan oleh indra seperti mikroorganisme dan
radioaktif. Adanya mikroorganisme dari luar tubuh dapat berpengaruh
pada kesehatan individu (Tomey & Alligood, 2006).

Selain karena proses inflamasi, demam juga bisa terjadi karena


kerusakan otak. Keadaan seperti ini disebut hipertermi. Hipertermi
adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur dan disebabkan
ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas (Soedarmo
et al., 2010). Pada kasus kelolaan hipertermi yang dialami An. A.P.B,
selain mengalami infeksi saluran kemih, An.A.P.B mempunyai
riwayat kuning sejak berumur dua setengah bulan. Sejak saat itu An.
A.P.B mengalami demam terus sampai dengan dirawat saat ini.

Adanya peningkatkan suhu tubuh (demam) dapat dikaji melalui tanda-


tanda yang menyertainya seperti takikardia, takipnea, kulit teraba
hangat serta kulit dan bibir tampak kemerahan (Potter & Perry, 2005).
Tanda dan gejala tersebut dapat ditemukan saat melakukan pengkajian
pada aspek kenyamanan fisik.

Pengkajian lain yang juga perlu dilakukan terkait demam pada klien
adalah usia, jenis kelamin, aktivitas, kadar hormon, stres, kerusakan
organ dan lingkungan. Faktor – faktor tersebut dapat mempengaruhi
suhu tubuh seseorang (Potter & Perry, 2005).

Hasil pengkajian pada kelima kasus kelolaan menunjukkan usia yang


berbeda-beda. An. A.Z.S (kasus satu) perempuan berusia lima bulan,
An. I.A.A (kasus dua) laki-laki berusia 10 tahun 6 bulan, An. R.A

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
52

(kasus tiga) laki-laki berusia tujuh bulan, An. A.D (kasus empat) laki-
laki berusia 15 tahun dan An. A.P.B (kasus lima) perempuan berusia
11 bulan. Terdapat tiga kasus kelolaan yang lebih rentan terhadap
perubahan suhu tubuh karena berusia di bawah satu tahun. Usia bayi
sampai kanak-kanak mempunyai regulasi suhu tubuh yang belum
stabil karena mekanisme kontrol suhu yang masih imatur terutama
anak di bawah dua tahun (Potter & Perry, 2005; Berman et al., 2009;
Fuadi et al, 2010).

2. Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman psikospiritual.


Pengkajian ketidaknyamanan terkait pengalaman psikospiritual
mencakup kepercayaan diri, motivasi dan kepercayaan terhadap Tuhan
disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Hal ini karena dapat
mempengaruhi kepercayaan diri anak.

Pada ke lima kasus diatas, residen keperawatan anak tidak dapat


melakukan pengkajian kebutuhan rasa ketidaknyamanan psikospiritual
secara mendalam, dikarenakan anak mengalami penurunan kesadaran
dan usia kurang dari 1 tahun (Infant). Penurunan kesadaran terjadi
pada anak A.D dan usia kurang 1 tahun pada anak A.Z.S, R.A, dan
A.P.B.

3. Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman sosiokultural


Pengkajian kenyamanan sosiokultural dilihat dari sosial anak meliputi
hubungan interpersonal dan intra personal.

Lingkungan sosial yang banyak berinteraksi dengan anak adalah


keluarga. Mengkaji kondisi anak dengan keluarga merupakan hal yang
penting selain hubungan antara pemberi asuhan dengan anak. Masalah
tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan sosial pada anak.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
53

Dari kelima kasus yang dikelola residen keperawatan anak, pada


umumnya orang tua mengalami kecemasan karena kurangnya
pengetahuan dan informasi tehadap penyakit anaknya dan merasa
khawatir terharap penyakit anaknya.

Kondisi stres atau cemas yang dialami anak juga dapat berpengaruh
terhadap peningkatan suhu tubuh. Stres akan menstimulasi sistem saraf
simpatis untuk meningkatkan epineprin dan norepineprin sehingga
terjadi peningkatan BMR dan produksi panas (Potter & Perry, 2005;
Berman et al., 2009). Hampir semua orang tua mengalami cemas
ketika anak harus dirawat di rumah sakit. Anak mempunyai ikatan
batin dengan ibunya, sehingga kalau anak sakit ibu akan mengalami
kecemasan. Begitu juga sebaliknya apabila ibu cemas, anakpun
menjadi semakin cemas (Supartini, 2004). Kecemasan yang dialami
orang tua akan berpengaruh pada perawatan anaknya. Orang tua sering
membuat keputusan tidak rasional saat cemas sehingga tidak efektif
dalam memberikan perawatan yang tepat untuk anak (Perlagerlov,
Loeb, Slettvoll, Lingjaerde, & Fetveit, 2006). Hal ini merupakan salah
satu reaksi hospitalisasi bagi orang tua yang anaknya di rawat di rumah
sakit. Padahal menurut Supartini (2004) peran orang tua sangat
penting dalam perawatan untuk kesembuhan anak yang sakit. Orang
tua dihadapkan pada lingkungan baru yang asing dan pengalaman yang
tidak menyenangkan terhadap perawatan sebelumnya seperti trauma,
sehingga menjadi stress, takut dan cemas menghadapi situasi
hospitalisasi (Hatfield, 2008; Salmela, Aronen & Salantera, 2010).

Menurut Akib (2005, dalam Tumbelaka et al., 2005) menjelaskan


bahwa demam dikenal sebagai mekanisme yang boros energi. Setiap
kenaikan suhu satu derajat Celsius akan meningkatkan laju
metabolisme sekitar 10%. Sedangkan aktivitas anak memerlukan
peningkatan suplai aliran darah serta pemecahan karbohidrat dan
lemak. Kondisi seperti ini akan meningkatkan metabolisme dan

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
54

produksi panas (Potter & Perry, 2005; Berman et al., 2009). Demam
juga akan meningkatkan IWL sebanyak 12% setiap satu derajat
kenaikan suhu tubuh (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).

4. Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman lingkungan


Pengkajian kenyamanan terkait pengalaman lingkungan mencakup
respon adaptasi anak dan keluarga terhadap lingkungan fisik di rumah
sakit. Lingkungan yang berbeda dapat menjadi stressor tersendiri bagi
anak dan keluarga seperti cahaya lampu kamar, kebisingan, suhu
kamar yang panas/dingin. Peterson dan Bredow (2004): Kolcaba
(2003) mengatakan apabila anak dan keluarga tidak dapat beradaptasi
maka akan timbul rasa ketidaknyamanan terhadap lingkungan.

Ketidaknyamanan tidak terlihat pada semua kasus anak dan keluarga,


dikarenakan suhu ruangan yang cukup dingin dan ruangan yang
tenang.

4.1.2 Diagnosa keperawatan


Merumuskan diagnosa keperawatan dilakukan dengan mengidentifikasi
masalah berdasarkan struktur taksonomi comfort Kolcaba. Belum adanya
pengelompokkan intervensi, maka residen keperawatan anak melakukan
secara mandiri dengan melihat batasan karakteristik masalah keperawatan
berdasarkan buku diagnosa keperawatan. Residen keperawatan anak
melakukan analisa terhadap tiga tingkat kenyamanan dikaitkan dengan
empat pengalaman kenyamanan.

Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan masalah kenyamanan


fisik pada pasien antara lain hipertermi, bersihan jalan nafas tidak efektif,
risiko aspirasi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
risiko infeksi dan risiko jatuh.

Masalah risiko penyebaran infeksi merupakan salah satu masalah yang


perlu diperhatikan pada pasien. Infeksi bisa menjadi aktual bila perawatan

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
55

tidak mempertimbangkan tehnik septik dan antiseptik. Pasien dengan


imunitas rendah rentan terhadap risiko penyebaran infeksi berhubungan
dengan risiko kontak dengan agen penyebab infeksi pada lingkungan.
Infeksi biasanya diawali dari virus, kemudian terjadi infeksi tambahan
bakteri, dan kejadian infeksi yang disebabkan bakteri sering menjadi
penyebab kematian pada balita (Kartasasmita, 2010). Perawatan yang bisa
dilakukan agar pasien terhindar dari infeksi adalah dengan memonitor
tanda-tanda infeksi, meningkatkan kebersihan diri melakukan perawatan
dengan menjaga teknik septik dan antiseptik dalam berbagai tindakan,
mengajarkan keluarga cara mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah
bersentuhan dengan pasien, meningkatkan masukan nutrisi yang tinggi
kalori dan protein.

Diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan sosiokultural adalah


kecemasan keluarga yang dialami oleh orang tua An. A.P.B dan An.
I.A.A. Hal ini merupakan salah satu reaksi hospitalisasi bagi orang tua
yang anaknya dirawat di rumah sakit. Orang tua dihadapkan pada
lingkungan baru yang asing dan pengalaman yang tidak menyenangkan
terhadap perawatan sebelumnya seperti trauma, sehingga menjadi stess,
takut, dan cemas menghadapi situasi hospitalisasi (Hatfield, 2008;
Salmela, Aronen, & Salantera, 2010).

4.1.3 Intervensi dan Implementasi Keperawatan


Residen keperawatan anak dalam menentukan intervensi keperawatan
berfokus pada peningkatan rasa nyaman anak dan keluarga. Comfort
Kolcaba memegang prinsip bahwa perawat harus secara intens berinteraksi
dan berkomunikasi pada anak sebagai pasien. Respon anak selama
intervensi akan mempengaruhi intervensi keperawatan yang akan
diberikan kepada pasien berdasarkan tujuan dari asuhan keperawatan yang
diberikan. Intervensi keperawatan berpedoman kepada tiga tipe
kenyamanan yang dikelompokkan berdasarkan kebutuhan rasa nyaman

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
56

pasien meliputi; 1) intervensi yang dilakukan secara standar (tehnikal)


untuk mengatasi kebutuhan rasa nyaman fisik, 2) intervensi
pelatihan/ajakan (coaching) untuk kenyamanan sosiokultural, 3) intervensi
comforting untuk kebutuhan rasa nyaman psikospiritual dan lingkungan.

Intervensi untuk kenyamanan standar adalah intervensi untuk


mempertahankan hemodinamik, mengontrol nyeri, dan mengatasi demam.
Intervensi untuk pembinaan yaitu intervensi yang digunakan untuk
menurunkan kecemasan, menyediakan informasi kesehatan,
mendengarkan harapan pasien dan membantu pasien untuk sembuh.
Sedangkan intervensi yang berhubungan dengan memberikan kenyamanan
jiwa yaitu melakukan sesuatu yang menyenangkan untuk membuat
keluarga dan pasien merasa diberikan kepedulian dan meningkatkan
semangat, contohnya melakukan massage dan melakukan imajinasi
terbimbing (Kolcaba & Dimarco, 2005).

Pada masalah keperawatan hipertermi tindakan keperawatan yang


dilakukan terkait dengan kenyamanan antara lain memakaikan pakaian
yang tipis dan menyerap keringat, memberikan kipas, melakukan alih
baring tiap satu sampai dua jam, pemberian cairan sesuai kebutuhan dan
pemantauan keseimbangan cairan. WHO (2005) menjelaskan kondisi anak
demam memerlukan penambahan cairan sebanyak 10% setiap kenaikan
suhu satu derajat celsius. Tindakan lainnya adalah melakukan kompres
hangat/ tepid water sponge. Pakaian yang tipis akan memudahkan aliran
panas tidak tertahan didalam tubuh sehingga menjadi lebih mudah untuk
menurunkan suhu yang tinggi (Widagdo, 2012).

Tindakan kompres tepid water sponge terkadang membuat anak menjadi


tidak nyaman dan gelisah (Thomas, et al., 2009). Kondisi gelisah bahkan
menangis akan meningkatkan BMR dan produksi panas (Potter & Perry,
2005; Berman et al., 2009). Oleh karena itu dalam memberikan kompres
tepid water sponge, residen sangat memperhatikan respon anak. Respon

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
57

anak akan muncul berbeda-beda karena anak adalah individu yang unik
(Supartini, 2004). Meskipun dengan pemberian tindakan yang sama yaitu
kompres tepid water sponge, namun respon menangis, gelisah, menggigil
atau bahkan respon tenang bisa ditunjukkan secara berbeda oleh
individu/anak. Respon yang berbeda-beda tersebut juga muncul pada
kasus yang dikelola. Hal ini bisa terjadi karena usia berpengaruh terhadap
kemampuan kognitif anak sehingga perkembangan kognitif sudah mulai
matang dan anak mampu menerima penjelasan yang diberikan oleh
perawat maupun orang tua.

Respon lain ditunjukkan berbeda pada anak meskipun tindakan kompres


dilakukan oleh ibunya, namun anak- anak berespon gelisah dan menangis
saat dilakukan kompres tepid water sponge. Akhirnya tindakan kompres
tidak dilakukan dengan kompres blok, tetapi hanya dengan menyeka
seluruh tubuh anak menggunakan air hangat. Tindakan ini dilakukan atas
usulan orang tua, karena menurut ibu klien, anaknya senang jika diseka
tubuhnya menggunakan air hangat. Respon evaluasi saat anak diseka
seluruh tubuhnya menggunakan air hangat, ternyata anak kooperatif dan
tenang. Masalah nutrisi tindakan dilakukan dengan berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan kalori.

Intervensi berdasarkan standar comfort adalah memantau tingkat


kesadaran, refleks batuk, muntah dan kemampuan menelan, memantau
tanda-tanda aspirasi selama proses pemberian makan. Intervensi
berdasarkan coaching adalah dengan menganjurkan kepada orang tua
tentang teknik pemberian makan dan menelan, dan memonitor bersama
pasien dan orang tua tentang tanda dan gejala aspirasi dan tindakan
pencegahannya. Interveni ini juga dilakukan dengan menganjurkan kepada
orang tua untuk mengompres anaknya dengan teknik tepid water sponge
setiap kali anaknya demam. Sedangkan intervensi comfort food for the
soul adalah dengan membantu orang tua untuk membuat rencana
kedaruratan bila pasien mengalami demam ataupun aspirasi, contohnya

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
58

dengan mengajarkan pada keluarga untuk melakukan kompres saat anak


demam.

Intervensi keperawatan berdasarkan standar comfort pada masalah


ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi pada pasien demam adalah
memonitor masukan/intake nutrisi dan melakukan penghitungan balance
cairan. Intervensi berdasarkan coaching adalah melakukan kolaborasi
pemenuhan kebutuhan nutrisi parenteral tambahan jika diperlukan dan
memberikan pengertian pentingnya masukan nutrisi pada pasien.
Sedangkan intervensi berdasarkan comfort food for the soul adalah dengan
memberikan nutrisi sesuai kebutuhan pasien, meningkatkan masukan
cairan per oral, dan pengawasan tanda-tanda dehidrasi meliputi
kelembaban membran mukosa serta keadekuatan nadi.

Intervensi keperawatan berdasarkan standar comfort pada masalah risiko


penyebaran infeksi pada pasien demam adalah memonitor tanda-tanda
vital, memonitor tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan dengan
memperhatikan sterilitas. Intervensi untuk memonitor tanda terjadinya
demam yaitu kulit kemerahan, bibir kemerahan, ruam, takikardi, dan
takipnea.

Intervensi berdasarkan coaching adalah menjelaskan kepada orang tua


untuk menjaga kebersihan diri dan mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan anaknya, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
antibiotik. Pemberian antipiretik bertujuan untuk mengatasi demam dan
antibiotik bertujuan untuk mengatasi infeksi yang ada. Pemberian jenis
antibiotik sebaiknya diberikan berdasarkan pemeriksaan terhadap
sensitifitas kuman.

Intervensi berdasarkan comfort food for the soul adalah menganjurkan


kepada orang tua agar menjaga lingkungan pasien tetap bersih dan kering.
Penyebaran kuman dapat terjadi antar klien di RS lewat tangan melalui

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
59

kontak langsung dengan reservoar, pencernaan atau makanan dan


minuman yang terkontaminasi (Mayasari, 2005). Oleh karena itu
intervensi tentang cuci tangan yang benar penting diberikan pada klien dan
keluarganya. Selain itu petugas kesehatan harus saling mengingatkan
untuk selalu cuci tangan baik sebelum maupun setelah kontak dengan
klien.

Implementasi merupakan tahapan perawat memberikan perawatan


langsung sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun
berdasarkan masalah dan tujuan keperawatan (Aligod & Tomey, 2006).
Perawat menggunakan pendekatan intervensi berdasarkan prinsip comfort
Kolcaba yaitu intervensi dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman baik
dari segi fisik, psikospiritual, sosiokultural, dan lingkungan.

Tindakan yang diberikan untuk coaching antara lain dengan melakukan


komunikasi terapeutik pada anak dan keluarga, memberikan penjelasan
atas prosedur yang akan dilakukan serta menjelaskan kondisi kesehatan
anak. Penjelasan mekanisme demam penting diberikan pada orang tua
sehingga mereka menjadi lebih siap untuk menangani saat anak demam.
Demam merupakan proses alamiah dan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap rangsangan infeksi. Suhu tubuh kurang dari 38,5oC merupakan
kondisi yang tidak berbahaya bagi anak (Ismoedijanto, 2000; Akib, 2005
dalam Tumbelaka et al., 2005). Penjelasan tersebut akan mengurangi
kecemasan orang tua pada anak dengan demam. Peran serta keluarga harus
dilibatkan dalam perawatan anak. Menurut Supartini (2004) orang tua
dapat memberikan asuhan yang efektif selama perawatan anak di rumah
sakit dan anak akan merasa aman dan nyaman berada di samping orang
tuanya. Oleh karena itu konsep family centered care harus dilaksanakan
dalam perawatan anak.

Pada kasus kelolaan, residen keperawatan anak selalu melibatkan keluarga


dalam perawatan anak. Pendidikan kesehatan terkait dengan perawatan

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
60

pada anak diberikan pada orang tua agar orang tua mampu merawat
anaknya. Pendidikan kesehatan yang diberikan antara lain teknik mencuci
tangan, mengukur suhu tubuh, memberikan kompres, memberikan makan
melalui NGT, memberikan obat melalui NGT serta bagaimana cara
mengobservasi gejala panas atau masalah pernafasan pada anak. Pada
kelima kasus kelolaan hampir semua orang tua terutama ibu klien mengerti
dan mampu memberikan perawatan pada anaknya yang dirawat di rumah
sakit. Penelitian Hamid (2011) menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan
pada orang tua tentang tepid water sponge menjadikan orang tua mampu
melakukan tindakan tersebut dengan benar pada anaknya. Edukasi ulang,
penjelasan secara tertulis, dan menggunakan gambar tentang tatalaksana
demam akan meningkatkan pengetahuan ibu sebanyak lebih dari 95%
untuk melakukan perawatan anak dengan demam (Sarrel & Kahan, 2000
dalam Tumbelaka et al., 2005). Levine juga menjelaskan bahwa tujuan
intervensi pada konservasi integritas sosial adalah memfasilitasi dukungan
keluarga dan memberikan pendidikan kesehatan (Tomey & Alligood,
2006). Namun demikian edukasi yang dilakukan hendaknya
memperhatikan budaya dan nilai – nilai yang dianut oleh keluarga
(Walsh, Edward, & Fraser, 2008).

4.1.4 Evaluasi
Evaluasi yang residen keperawatan anak lakukan pada kelima kasus
kelolaan adalah dengan menggunakan empat tipe pengalaman kenyamanan
dibandingkan dengan tiga tingkat kenyamanan anak (Kolcaba, 2005).
Evaluasi yang dilakukan pada An. A.Z.S (kasus satu) setelah lima hari
perawatan menunjukkan masalah keperawatan teratasi. Hal ini dibuktikan
An. A.Z. telah bebas demam dan menunjukkan proses perbaikan. Evaluasi
didapatkan hasil klien sudah tidak demam lagi dengan suhu tubuh 36,3oC.
Masalah bersihan jalan nafas dan pola nafas tidak efektif juga sudah
teratasi. Ibu sudah mengerti dan mampu merawat anaknya yang
mengalami demam. Kecemasan yang dialami ibu telah teratasi seiring
dengan kondisi anak yang membaik dan diperbolehkan pulang.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
61

Pada kasus kedua (An. I.A.A), setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama lima hari perawatan, evaluasi masalah keperawatan hipertermi
belum teratasi. Namun sudah menunjukkan perbaikan, hal ini dibuktikan
klien hanya mengalami demam satu kali dalam sehari. Hasil kultur darah
positif Salmonella Typhosa dan sensitif klorampenikol. Kejadian ini
mungkin disebabkan karena proses penyakit yang belum teratasi. Demam
typhoid biasanya menunjukkan manifestasi klinis berupa demam selama
tiga minggu (Suriadi & Yuliani, 2001). Sementara demam yang dialami
klien saat ini memasuki minggu kedua. Masalah keperawatan nyeri sudah
teratasi dan risiko kekurangan volume cairan dan ketidakadekuatan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh tidak menjadi aktual. Rencana selanjutnya
klien diperbolehkan pulang, dan pengobatan klorampenikol tetap
dilanjutkan sampai 10 hari.

Hasil evaluasi pada kasus ketiga (An. R.A) masalah hipertermi sudah
teratasi. Suhu tubuh klien berkisar 36-37oC dan ibu sudah mampu
merawat anak dengan demam. Masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas dan perubahan proses keluarga juga sudah teratasi. Namun disaat
beberapa hari perawatan juga muncul masalah pola nafas tidak efektif.
Masalah ini mungkin disebabkan karena klien mengalami kelainan jantung
bawaan yaitu Double Outlet Right Ventikel (DORV). Kelainan tersebut
menyebabkan darah mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, sehingga
muncul masalah penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung
mengakibatkan menurunnya suplai oksigen, sehingga klien akan
mengalami sesak nafas (Wong, 2004: Wong et al., 2009). Pada kasus
keempat (An. A.D), masalah keperawatan teratasi dan pasien boleh
pulang atas ijin dokter pada tanggal 2 Oktober 2014.

Hasil evaluasi pada kasus kelima (An. A.P.B) menunjukkan masalah


peningkatan suhu tubuh teratasi pada hari keempat perawatan. Namun
evaluasi tindakan pada hari sebelumnya menunjukkan setelah pemberian

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
62

antipiretik dan pemberian kompres tepid water sponge, suhu menurun


sebentar tetapi dua jam kemudian suhu tubuh sudah meningkat kembali.
Kondisi ini dapat terjadi karena klien mengalami hipertermi akibat infeksi
berat/sepsis. Klien terdiagnosa kolestasis sejak usia dua setengah bulan
klien dan mengalami demam naik turun sampai saat ini. Masalah lain
seperti ketidakadekuatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh juga teratasi.
Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya berat badan dan nafsu makan.

Asuhan keperawatan yang diberikan kepada lima klien kelolaan


menunjukkan masalah keperawatan yang bervariasi dan semuanya dapat
teratasi. Keberhasilan implementasi keperawatan tergantung keunikan
masing-masing individu dalam merespon kondisi tubuhnya.

Kendala yang ditemui residen keperawatan anak antara lain terbentur


dengan masalah teknis yang ada. Residen keperawatan anak merasa
kesulitan untuk mengkondisikan lingkungan seperti orang tua/keluarga
pasien yang berasal dari berbagai daerah sehingga seringkali terkendala
oleh kebiasaan mereka untuk membiasakan cuci tangan. Selain kebiasaan,
tingkat pengetahuan juga mempengaruhi mereka untuk membiasakan cuci
tangan. Hal ini dapat berdampak kurang baik pada perawatan yang
diberikan karena bisa meningkatkan risiko kejadian infeksi nosokomial,
sehingga masa rawat menjadi semakin memanjang terutama pada klien
yang berisiko tinggi mengalami infeksi. Namun demikian residen
keperawatan anak tetap memotivasi keluarga untuk melakukan cuci tangan
pada air mengalir dengan menggunakan sabun sebelum dan sesudah
kontak dengan klien.

Evaluasi dari kasus kelolaan utama residen keperawatan anak secara


keseluruhan penerapan proses keperawatan dengan teori comfort Kolcaba
dapat dilakukan sesuai dengan struktur taksonomi yang telah dibuat
residen keperawatan anak. Relief dimana An. A.P.B B belum dapat
menemukan keempat pengalaman kenyamanan secara spesifik dari

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
63

dirinya karena kodisi An. A.P.B masih demam naik turun. Ease yaitu
kemajuan kenyamanan An. A. P.B yang dapat dilihat dari kondisi An. Ek
yaitu tidak mengalami demam setiap saat dan anak sudah berespon pada
saat diajak bicara/bermain.

Tingkat kenyaman transendence dapat dicapai dengan melihat lama hari


rawat dan kondisi An. A.P.B sehingga sudah diperbolehkan pulang.
Perkembangan kesehatan An. A.P.B membuat An. A. P.B dan keluarga
senang dan keluarga merasakan kepuasan dari pelayanan tenaga kesehatan
yang memberikan perawatan.

4.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Kompetensi


Target kompetensi telah ditetapkan oleh akademik agar dicapai selama
menjalani praktik residensi keperawatan anak di rumah sakit dalam rangka
mencapai kompetensi ners spesialis. Residen keperawatan anak dapat
mencapai target kompetensi tersebut sesuai kontrak belajar pada setiap area
praktik yaitu di unit perinatologi, ruang bedah anak dan ruang infeksi anak
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Pada target kompetensi pemberi asuhan, residen keperawatan anak


memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada klien anak yang
dirawat. Beragamnya kasus yang dikelola menambah pengalaman dan
wawasan yang luas bagi residen keperawatan anak. Di samping itu ketika
praktik di unit bedah anak, residen keperawatan anak mendapat tambahan
pengetahuan dengan mengikuti kuliah pakar oleh dokter konsultan tentang
diet pada pasien post operasi saluran pencernaan. Pembahasan beberapa
materi menambah pengetahuan dan menjadi dasar bagi residen keperawatan
anak dalam mengelola klien.

Selain adanya penambahan materi dari para pakar, residen keperawatan


anak juga melakukan pembelajaran mandiri selama praktik dengan

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
64

melakukan reflective practice. Permasalahan yang ditemukan residen di


lapangan kemudian dicari solusinya dengan mencari literatur terkait.
Melalui reflective practice serta bantuan dari pembimbing dan supervisor
menambah rasa percaya diri residen dalam mengelola klien.

Pencapaian peran perawat sebagai agen pembaharu dapat dilaksanakan


residen keperawatan anak di dua ruangan yaitu ruang bedah anak dan ruang
infeksi. Residen keperawatan anak melakukan proyek inovasi berdasarkan
evidence base practice di ruang infeksi berupa penilaian berdasarkan Yale
Obervation Scale (YOS) untuk menilai demam bersumber dari proses
infeksi atau bukan infeksi pada anak yang mengalami demam lebih dari atau
sama dengan 38,5oC. Proyek inovasi ini dilatarbelakangi dari hasil temuan
residen keperawatan anak selama praktik bahwa tindakan yang dilakukan
untuk penatalaksanaan peningkatan suhu tubuh sebagian besar hanya
pemberian antipiretik dan antibiotik pada suhu lebih dari atau sama dengan
38oC tanpa melihat jenis kuman yang ada. Tindakan ini dapat
meminimalkan efek samping pemberian antibiotik dan antipiretik yang
berlebihan di kemudian hari. dapat Oleh karena itu residen keperawatan
anak melakukan proyek inovasi tersebut.

Dukungan dari supervisor dan pembimbing klinik serta kepala ruang dan
perawat ruangan sangat membantu dalam kelancaran proyek inovasi.
Namun kelemahan yang ditemukan saat melakukan proyek inovasi di ruang
infeksi adalah bahwa proyek inovasi hanya dilakukan pada sembilan klien
anak. Pada saat pelaksanaan proyek inovasi, di ruang rawat infeksi jarang
dijumpai anak dengan peningkatan suhu tubuh. Hal ini terjadi karena anak
stagnan di IGD hampir satu minggu, sehingga ketika dipindah ke ruang
infeksi anak sudah tidak mengalami demam. Meskipun proyek inovasi
hanya dilakukan pada sembilan anak, namun hasil menunjukkan tindakan
tersebut efektif dalam menilai penyebab demam pada anak. Kelemahan lain,
sosialisasi proyek inovasi perlu ditingkatkan agar semua perawat dapat
melakukannya. Pelaksanaan proyek inovasi membantu residen keperawatan

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
65

anak dalam pencapaian kompetensi sebagai pengelola dan pengembangan


profesi (PPNI, 2012).

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
5.1.1. Berdasarkan gambaran kasus, masalah keperawatan yang ditemukan
secara umum dari lima kasus adalah hipertermi, ketidakadekuatan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dan risiko defisit volume cairan. Sedangkan
masalah keperawatan pada sosiokultural adalah cemas pada orang tua.
Masalah keperawatan lain muncul sesuai dengan penyakit yang dialami
anak. Intervensi dan implementasi yang dilakukan untuk masalah demam
adalah dengan pemberian antipiretik dan peningkatan pengeluaran panas
melalui berbagai metode. Intervensi lainnya adalah dengan meningkatkan
istirahat, asupan nutrisi dan cairan, pemantauan keseimbangan cairan
serta memfasilitasi interaksi anak dan keluarga melalui family centered
care.
5.1.2. Teori comfort Kolcaba dapat diaplikasikan pada pemberian asuhan
keperawatan dengan demam pada anak yang mengalami infeksi. Teori ini
dapat membantu meningkatkan kenyamanan terhadap proses perubahan
yang terjadi pada anak akibat penyakit yang dialaminya. Pendekatan teori
comfort Kolcaba dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien
demam secara umum dapat diterapkan. Teori comfort dapat juga
diterapkan dalam mengatasi kecemasan yang dipengaruhi oleh faktor
sosiokultural akibat dukungan keluarga. Kepuasan keluarga menjadi
meningkat dengan keterlibatan keluarga dalam perawatan pada anak
demam.
5.1.3. Pencapaian kompetensi pada beberapa area praktik telah memperkaya
pengalaman residen keperawatan anak. Berbagai peran perawat baik
sebagai pemberi asuhan, advokat, konselor, pendidik, kolaborator,
konsultan dan agen pembaharu telah dilakukan selama praktik dalam
rangka mencapai kompetensi ners spesialis anak. Hal ini sebagai bekal
untuk dikembangkan lebih lanjut di kemudian hari. Selama menjalani
praktek residensi, residen telah mencapai target kompetensi sebagai ners

60

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


61

spesialis keperawatan anak. Dalam pencapaian kompetensi residen


mendapat dukungan penuh dari lahan praktek dan pihak rumah sakit
sehingga pencapaian kompetensi dalam melaksanakan praktik
professional, etis, legal dan peka budaya; melaksanakan pemberian asuhan
dan manajemen asuhan keperawatan; dan melaksanakan pengembangan
professional, dapat dijalankan.
5.1.4. Analisa dari teori comfort Kolcaba dalam asuhan keperawatan klien
dengan demam, bahwa teori comfort mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Kelebihannya hampir semua aspek pengkajian dapat
diterapkan. Kelemahannya adalah pada anak yang belum bisa berbicara
maka untuk psikososialnya sulit dinilai karena perawat hanya bisa menilai
secara non verbal. Pada usia ini anak masih dalam proses tumbuh kembang
sehingga kemampuan bahasa dan kognitifnya belum berkembang
sempurna.

5.2. Saran
5.2.1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Penerapan teori comfort Kolcaba dapat dijadikan acuan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien di ruang infeksi anak, terutama pasien
demam yang mengalami pada masalah kenyamanan. Teori ini dapat
diaplikasikan dan berfokus pada tingkat kenyamanan pasien secara fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosiokultural sehingga mampu memenuhi
kebutuhan kenyamanan secara menyeluruh.

Dalam melakukan intervensi keperawatan yang berhubungan dengan


kebutuhan kenyamanan pasien demam sangat disarankan untuk
melibatkan keluarga. Hal ini karena kehadiran dan keterlibatan keluarga
terbukti efektif dalam membantu mengantisipasi kejadian yang tidak
diinginkan saat anak demam.

Perawat hendaknya lebih meningkatkan perannya, tidak hanya sebagai


pemberi asuhan keperawatan, namun juga peran sebagai advokator,

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


62

edukator, konselor, dan inovator. Melalui peran tersebut, perawat dapat


meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga dalam merawat anak
dengan demam dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

Perawat diharapkan meneruskan proyek inovasi yang telah dilaksanakan


yaitu tentang penilaian pada anak demam berdasarkan Yale Obervational
Score (YOS), sehingga hasilnya dapat dijadikan dasar dalam mengambil
keputusan untuk pembuatan SOP. Keberhasilan YOS dapat diusulkan
menjadi kebijakan rumah sakit. Tindakan ini akan lebih efektif dan
memberikan dampak yang positif jika dilaksanakan di ruang IGD dan
Poliklinik.

5.2.2. Bagi Peneliti Keperawatan


Peneliti keperawatan diharapkan mampu mengembangkan pendekatan
teori comfort Kolcaba mulai dari pengkajian, intervensi dan evaluasi
menggunakan skala kenyamanan yang telah dikembangkan.

5.2.3. Bagi Institusi Pendidikan


Institusi pendidikan diharapkan terus mampu memfasilitasi lahan praktik
yang kondusif terhadap perkembangan pencapaian kompetensi ners
spesialis keperawatan anak dalam melaksanakan praktik professional, etis,
legal dan peka budaya, melaksanakan pemberian asuhan dan manajemen
asuhan keperawatan dan melaksanakan pengembangan professional.

Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014


DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E., Kliegman, R. M., & Arvin, A. M. (2000). Ilmu kesehatan anak.
(A. Samik Wahab, penerjemah). Jakarta: EGC.

Crocetti, M., Moghbelli, N., & Serwint, J. (2001). Fever phobia revisited: Have
parental misconceptions about fever changed in 20 years. Pediatric, (107),
1241-6.

Finkelstein, J.A., Christiansen, C. L., & Platt, R. (2000). Fever in pediatric


primary care: Occurrence, management and outcome. Pediatric, (105), 260-
6.

Flury, T., Aebi, C., & Donati, F. (2001). Febrile seizures and parental anxiety:
does information help?. Swiss Med Wkly, 131 (37-38), 556-60.

Gunawan. W., Kari, K., & Soetjiningsih. (2008). Knowledge, attitude, and
practices of parents with children of first time and recurrent febrile seizure.
Paediatric Indonesia, 48 (4), 193-198.

Ismoedijanto. (2000). Demam pada anak. Sari Pediatri, 2 (2), 103-108.

James, S. R., Nelson, K. A., & Ashwill, J. W. (2013). Nursing care for children.
Fourth Edition. Missouri: Elsevier.

Jevon, P. (2010). How to ensure patient observations lead to effective


management of patients with pyrexia. Nursing Times, 106 (1), early online
publication.

Kania, N. (2007). Penatalaksaan demam pada anak. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-


content/uploads/2010/02/penatalaksanaan_demam_pada_anak.pdf.
Diperoleh 10 September 2014.

Kartasasmita, R.E (2010). Docking study of quercetin derivatives on inducible


nitric oxide synthase and prediction of their absorptionand distribution
properties. Journal of Applied Sciences, 10 (23),3098-3109.

Kayman, H. (2003). Management of fever: Making evidence-based decisions.


Child Pediatr, 6 (42), 383.

Kolcaba, K., & DiMarco, M. A. (2005). Comfort theory and its application to
pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3), 187-194.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
Kolcaba, K., Tilton, C., & Drouin, C.(2006). Comfort theory a unifying
framework to enhance the practice environment. The Journal of Nursing
Administration, 36 (11), 538-544.

Kolcaba, K., & Fisher, E. (1996). A Holistic perspective on comfort care as an


advance directive. Crit Care Nurs Q,18 (4), 66-67.

Neal, A., Frost, M., Kuhn J., Green A., Cleveland B.G., & Kersten, R. ( 2007).
Family centered care whitin a infant-toddler unit. Pediatric Nursing, 33
(6), 481-485.

Peters, M. J., Dobson, S., Novelli, V., Balfour, J., & Macnab, A. (1999). Sepsis
and fever. Dalam: Macnab, A.J., Henning, R, penyunting. Care of the
critically ill child. Philadelphia: Churchill livingstone.

Peterson, S.J & Bredon, T.S. (2004). Middle range theories: Aplication to nursing
research. Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses, dan praktik. (Yasmin Asih, Made Sumarwati, Dian Evriyani, Laily
Mahmudah, Ellen Panggabean, Kusrini S, Sari Kurniasih, & Enie
Noviestari, penerjemah). Jakarta: EGC.

Purwoko, Ismail, D., & Soetaryo. (2003). Demam pada anak: Perabaan kulit,
pemahaman dan tindakan ibu. Berkala Ilmu Kedokteran, 35 (2), 111-118.

Plipat, N., Hakim, S., & Ahrens, W. R. (2002). The febrile child. Dalam: pediatric
education for prehospital professionals. American academy of pediatric.
Sudbury massachusett. Jones and Bartlet publisher. 98-113.

PPNI (2013). Pendidikan Keperawatan. Kutipan dari Naskah Akademik


Pendidikan keperawatan Indonesia oleh PPNI, AIPNI, AIPDIKI dan
dukungan dari Kemendiknas (Project HPEQ 2009-2015). http://www.inna-
ppni.or.id/index.php/keperawatan-di-indonesia/pendidikan-keperawatan.
diakses 10 Juni 2013.

PPNI (2005). Standar Kompetensi Perawat Indonesia. http//:www.inna-ppni.or.id.


diakses 10 Juni 2013.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. (Brahm U. Pendit,


penerjemah). Jakarta: EGC.

Schmitt, B.D. (1991). Behavioral aspect of temperature- taking. Clin pediatric, 30


(4), 8-10.

Siefert, M.L. (2002). Concept analysis of comfort. Nursing Forum, 37 (4), 16-23.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014
Tarigan, T., Harahap, C.H., & Lubis, S. (2007). Pengetahuan, sikap dan perilaku
orangtua tentang demam dan pentingnya edukasi oleh dokter. Sari Pediatri,
8 (3), 27-31.

Thomas, S., Vijaykumar, C., Naik, R., Moes, P.D., & Bntonisamy, B. (2009).
Comparative effectiveness of tepid sponging and antipieretic drug versus
only antipieretic drug in the management of fever among childrenn:
randomized controlled triall. Indian Pediatric Journal, 46 (2), 133-136.
th
Tomey, M.A., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory and their work. (6
edition). Philadelphia: Elsevier.

Tumbelaka, A.R., Trihono, P.P., Kurniati, N., & Widodo, D.P. (2005).
Penanganan demam pada anak secara profesional. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM.

Victor, N., Vinci, R.J., & Lovejoy, F. H. (1994). Fever in children. Pediatric rev,
(15), 127-34.

Wilkinson, J.M. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC
dan kriteria hasil NOC. (Widyawati, Syahirul Alimi, Elsi Dwihapsari &
Intan Sari Nurjannah, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Wong, D.L, Eaton, M.H, Wilson, D, Winkelstein, M.L & Schwartz. (2009).
Wong’s essential pediatric nursing. St. Louis: Mosby Elsevier.

Universitas Indonesia. (2008). Pedoman teknis penulisan tugas akhir mahasiswa


Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia
Aplikasi Teori..., Unang Wirastri, FIK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai