Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penggunaan obat sintesis kimia dikalangan masyarakat sudah merajalela,
dikarenakan efek farmakologinya yang cepat. Akan tetapi kesadaran masyarakat
mengenai efeksamping yang serius dari obat sintesis masih sangatlah minim.
Sehingganya kita sebagai seorang farmasis dituntut agar mampu menemukan,
mengembangkan, sertamem berikan informasi mengenai obat-obat tradisional
yang mampu memberikan efek farmakologi yang bagus serta efek samping yang
kurang. Sehingganya pengetahuan mengenai bagaimana cara menemukan serta
mengembangkan obat tradisional ini sangatlah penting guna dalam keamanan,
kenyamanan masyarakt serta pengelolahan kekayaan alam kita sendiri.
Memperoleh obat tradisional yang bisa terjamin mutu dan khasiatnya dengan
uji secara praklinik dan klinik, maka harus dilakukan pengisolasian suatu
senyawa aktif pada suatu tanaman atau tumbuhan. Dalam hal ini, langkah yang
harus dilakukan ialah melakukan proses ekstraksi terlebih dahulu.
Ekstraksi dimaksudkan untuk memperoleh suatu senyawa kimia pada suatu
tumbuhan atau tanaman yang nantinya dapat berguna sebagai obat. Dalam
memperoleh suatu senyawa dapat dilakukan dengan beberapa metode ekstraksi,
diantaranya metode maserasi, perkolasi, destilasi, refluks, sokletasi, infus, dan
dekok.
Beberapa macam metode ekstraksi memiliki prinsip dasar yang utama,
dimana Menurut Tobo (2001) pelarut organik akan menembus dinding sel dan
masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut
sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan
pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel, dan
proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbang anantara konsentrasi zat
aktif di dalamdan di luar sel.
Metode maserasi sendiri tergolong dalam metode yang sangat sederhana dan
simpel, dimana sampel hanya direndam dalam pelarut pada suatu wadah. Pada
1
metode refluks, menggunakan sampel yang tahan terhadap pemanasan langsung,
dimana sampel direndam dengan pelarut di dalam labu alas bulat dan dipanaskan
langsung pada hiting plate. Pada metode soklet, sampel yang digunakan ialahs
ampel yang tidak tahan terhadap pemanasan langsung, berbeda dengan refluks
sampel dan pelarut terpisah, dimana sampel terdapat di dalam klonsong dan
pelarut pada Erlenmeyer atau labu alas bulat sebagai wadah ekstrak. Pada metode
perkolasi, hampir sama dengan metode maserasi, yang berbeda hanyalah pada
perkolasi pelarut dialiri kebawah dan pelarut cenderung diganti, sedangkan
maserasi hanya direndam tanpa dialiri kebawah. Pada destilasi, menggunakan
sampel yang memiliki senyawa yang mudah menguap, sedangkan untuk metode
infus dan dekok, sampel yang digunakan adalah sampel yang bertekstur keras dan
tahan terhadap pemanasan langsung sesuai waktu yang telah ditentukan
berdasarkan SOP. Jika infus membutuhkan waktu selama 15 menit dalam proses
pemanasan pada suhu 90oC, sedangkan dekok membutuhkan waktu selama 30
menit.
Metode ekstraksi yang akan dilakukan dalam praktikum kali ini ialah metode
perkolasi, refluks dan sokletasi. Oleh karena itu dilakukan percobaan ekstraksi ini
guna dalam memperoleh obat tradisional dari senyawa-senyawa kimia metabolit
sekunder yang akan diekstraksi, sekaligus dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan, khususnya bagi bidang farmasi.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui bagaimana proses ekstraksi
dengan menggunakan metode maserasi, perkolasi, refluks dan sokletasi.
I.2.2 Tujuan
1. Untuk memahami dan mengetahui teknik ekstraksi dengan metode maserasi
Untuk memahami dan mengetahui teknik ekstraksi dengan metode sokhletasi
2. Untuk memahami dan mengetahui teknik ekstraksi dengan metode refluks
2
I.3 Prinsip
Pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zata ktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di
luar sel. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga
sel yang mengandung zata ktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel, dan proses ini akan berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di
luar sel (Tobo, 2001).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun
tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia (Ansel, 2008)
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat
dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat
padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar
muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
(Ansel, 2008).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyaring
simplisia nabati dan hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh matahari
yang langsung. Ekstrak kering harus lebih mudah digerus menjadi serbuk.
Terdapat beberapa jenis ekstrak baik ditinjau dari segi pelarut yang digunakan
ataupun hasil akhir dari ekstrak tersebut (Wijaya,1992).
Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tumbuhan maupun hewan lebih
mudah tarut dalam petarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dimulai ketika
pelarut organik menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga set yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi ke luar sel, dan proses ini akan berulang
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di
luar sel (Tobo F, 2001).
II.2 Pembagian Jenis Ekstraksi
II.2.1 Ekstraksi Secara Dingin
Proses ektraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan
pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung
komponen kimia yang tidak tahan pemanasan dan bahan alam yang
mempunyai tekstur yang lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin
adalah maserasi dan perkolasi (Ditjen POM, 1986).
4
II.2.1.2 Metode Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya
(Ditjen POM, 1986).
Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan
lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun,
contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan
lemak/lipid (Ditjen POM, 1986).
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara memasukkan simplisia
yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian
dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian
ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah
penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari
lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh
sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat
yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan
dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain
itu, kerusakan pada komponen kimia sangat minimal. Adapun kerugian
cara maserasi ini adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang
sempurna (Ditjen POM, 1986).
II.2.1.2 Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan metode
5
perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana
silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam
keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya, dikurangi
dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah.
(Ditjen POM, 1986).
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena
(Ditjen POM, 1986):
1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
2. Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler
tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang
mengadung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi
pekat dan berhenti mengalir (Ditjen POM, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi) (Ditjen POM, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan
yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau
menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau
perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas
atau sisa perkolasi (Ditjen POM, 1986).
6
II.2.2. Ekstraksi Secara Panas
Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen
kimia yang tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin dan
minyak-minyak menguap yang mempunyai titik didih yang tinggi, selain
itu pemanasan juga diperuntukkan untuk membuka pori-pori sel simplisia
sehingga pelarut organik mudah masuk ke dalam sel untuk melarutkan
komponen kimia. Yang termasuk metode ekstraksi cara panas yaitu
refluks dan soxhclet (Tobo : 2001)
II.2.2.1 Metode Refluks
Metode refluks termasuk metode berkesinambungan dimana cairan
penyari secara kontinyu menyari komponen kimia dalam simplisia
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut
dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke labu alas bulat
sambil menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara
berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam.
(Ditjen POM, 1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai
komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai
tekstur yang keras seperti akar, batang, buah, biji dan herba (Ditjen
POM, 1986).
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
ditambahkan pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk
simplisia terendam kurang lebih 2 cm di atas permukaaan simplisia atau
2/3 dari volume labu, kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif
pada waterbath atau heating mantel, lalu kondendor dipasang pada labu
alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif.
Aliran air dan pemanas (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu
pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam dilakukan penyarian. Filtratnya
7
ditampung pada wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut
dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan selama 3-4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor,
kemudian dilakukan pengujian selanjutnya (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari metode ini adalah (Ditjen POM, 1986):
1. Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh penguapan selama proses
pemanasan jika digunakan pelarut yang mudah menguap atau
dilakukan ekstraksi jangka panjang.
2. Dapat digunakan untuk ekstraksi sampel yang tidak mudah rusak
dengan adanya pemanasan.
Kerugian dari metode ini adalah (Ditjen POM, 1986):
1. prosesnya sangat lama dan
2. diperlukan alat – alat yang tahan terhadap pemanasan
1) Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap
cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh
pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam timbal dan
selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati
pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna
yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa
sifon atau jika diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis tidak
memberikan noda lagi (Ditjen POM, 1986).
Metode soxhletasi bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara
panas, karena pelarut atau cairan penyarinya dipanaskan agar dapat
menguap melalui pipa samping dan masuk ke dalam kondensor,
walaupun pemanasan yang dilakukan tidak langsung tapi hanya
menggunakan suatu alat yang bersifat konduktor sebagai penghantar
panas. Namun, proses ekstraksinya secara dingin karena pelarut yang
masuk ke dalam kondensor didinginkan terlebih dahulu sebelum turun
8
ke dalam tabung yang berisi simplisia yang akan dibasahi atau di sari.
Hal tersebutlah yang mendasari sehingga metode soxhlet digolongkan
dalam cara dingin. Pendinginan pelarut atau cairan penyari sebelum
turun ke dalam tabung yang berisi simplisia dilakukan karena simplisia
yang disari tidak tahan terhadap pemanasa (Ditjen POM, 1986).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu
diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam timbal
yang telah dilapisi dengan kertas saring sedemikian rupa (tinggi
sampel dalam timbal tidak boleh melebihi pipa sifon), karena dapat
mempengaruhi kesetimbangan pergerakan eluen yang telah terelusi
keluar dari pipa sifon, dimana jika tinggi sampel melebihi kertas saring
(pipa sifon), maka eluen hasil elusi akan keluar melalui pipa aliran uap
yang berada diatas sampel, bukan keluar melalui pipa sifon .
Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai
kemudian ditempatkan di atas waterbath atau heating mantel dan
diklem dengan kuat kemudian timbal yang telah diisi sampel dipasang
pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari
ditambahkan untuk membasahkan sampel yang ada dalam timbal.
Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif
dengan kuat. Aliran air dan pemanas dijalankan hingga terjadi proses
ekstraksi dimana pada saat pelarut telah mendidih, maka uapnya akan
melalui pipa samping lalu naik ke kondensor. Di sini uap akan
didinginkan sehingga uap mengembun dan menjadi tetesan- tetesan
cairan yang akan menetes turun ke timbal dan membasahi simplisia.
Tetesan-tetesan uap air cairan penyari ini akan ditampung di dalam
klongsong hingga suatu ketika ekstrak mencapai ketinggian ujung
sifon sehingga pelarut ini akan turun kembali ke dalam wadah pelarut
secara cepat. Proses ini berulang hingga penyarian yang dilakukan
sempurna dalam hal ini, cairan penyari yang pada awalnya berwarna,
di dalam pipa sifon sudah tidak berwarna lagi atau jika cairan penyari
9
pada awalnya memang tidak berwarna maka biasanya dilakukan 20-25
kali sirkulasi. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
dengan rotavapor (Ditjen POM, 1986).
Adapun keuntungan dari proses soxhletasi ini adalah cara ini lebih
menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia,
tetapi melalui pipa samping. Kerugiannya adalah jumlah ekstrak yang
diperoleh lebih sedikit dibandingkan dengan metode maserasi (Ditjen
POM, 1986).
II.3 Pelarut Ekstraksi
Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui berkaitan dengan proses
ekstraksi adalah ekstraktan/menstrum yaitu pelarut/campuran pelarut yang
digunakan dalam proses ekstraksi dan rafinat yaitu sisa/residu dari proses
ekstraksi (Ansel, 2008).
Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
(Ansel, 2008).
1. Jumlah simplisia yang akan diesktrak
2. Derajat kehalusan simplisia
3. Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar sehingga proses
ekstraksi akan lebih optimal.
4. Jenis pelarut yang digunakan
5. Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang
memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut
yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Berkaitan dengan polaritas dari
pelarut, terdapat tiga golongan pelarut yaitu (Ansel, 2008).
a) Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak
senyawa-senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal
digunakan karena biasanya walaupun polar, tetap dapat menyari senyawa-
10
senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh pelarut
polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
b) Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan
senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah: aseton,
etil asetat, kloroform.
c) Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk
mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut
polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh:
heksana, eter.
II.4 Uraian Sampel
II.4.1 Bulu Babi (Diadema setosum)
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Echinoidea
Ordo : Cidaroidea
Family : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum
II.4.2 Bintang Laut (Linckia laevigata)
Kingdom : Animalia
Phyllum : Echinodermata
Class : Asteroidea
Ordo : Paxillosida
Family : Ophidlasteridae
Genus : Linckia
Species : Linckia laevigata
11
II.5 Uraian Bahan
II.5.1 Alkohol (Dirjen POM, 1989).
12
BAB III
METODE KERJA
III.1 ALAT DAN BAHAN
III.1.1 ALAT
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini berupa: gelas ukur,
gelas kimia, corong kaca, alat soxhlet, wadah maserasi.
III.1.2 BAHAN
Adapun bahan-bahan yang diggunakan dalam praktikum kali ini berupa:
aluminium foil, es batu, metanol, alkohol 70%, selotip hitam, sampel Bulu
babi (Diadema setosum), Bintang laut (Linckia laevigata), dan Teripang
(Holothuria scabra).
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Maserasi Bulu babi (Diadema setosum)
1. Disiapkan alat dan bahan beserta sampel Bulu babi (Diadema setosum)
2. Dimasukkan sampel ke dalam wadah maserasi (toples) sebanyak 100 gr
3. Dimasukkan dan direndam dengan metanol 500 ml
4. Didiamkan selama 24 jam
5. Disaring dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dievaporasi hingga
mendapatkan hasil ekstrak kering
III.2.2 Maserasi Teripang (Holothuria scabra)
1. Disiapkan alat dan bahan beserta sampel Teripang (Holothuria scabra)
2. Dimasukkan sampel ke dalam wadah maserasi (toples) sebanyak 100 gr
3. Dimasukkan dan direndam dengan metanol 500 ml
4. Didiamkan selama 24 jam
5. Disaring dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dievaporasi hingga
mendapatkan hasil ekstrak kering
III.2.3 Sokhlet Bulu babi (Diadema setosum)
1. Disiapkan alat dan bahan beserta sampel gonad Bulu babi (Diadema
setosum)
2. Dibungkus ke dalam kertas saring sebanyak 50 gr
13
3. Dimasukkan ke dalam pipa sifon
4. Dimasukkan metanol 500 ml ke dalam labu alas bulat
5. Diambil wadah untuk labu alas bulat dan ditambahkan air
6. Dihubungkan dengan rotary evaporator
7. Diamati siklus yang terjadi sebanyak 24 siklus
III.2.3 Refluks Bintang laut (Linckia laevigata)
1. Disiapkan alat dan bahan beserta sampel Teripang (Holothuria scabra)
2. Dimasukkan sampel ke dalam labu alas bulat sebanyak 50 gr
3. Dimasukkan metanol sebanyak 500 ml sampai terendam
4. Diletakkan di atas heat mantle
5. Dilakukan pemanasan selama 3 jam
6. Disaring dan ditampung lalu diupkan hingga mendapatkan hasil ekstrak
kering
14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
No. Nama Sampel Metode B/V Hasil Gambar
15
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang
telah ditentukan (Ditjen POM, 1995).
IV.2.1 Ekstraksi Cangkang Bulu Babi Metode Maserasi
Percobaan pertama menggunakan metode maserasi, dimana maserasi
menurut Nuraisiah (2010) merupakan ekstraksi dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari selama 3 x 24 jam pada temperatur suhu kamar
dan terlindung dari cahaya. Cangkang bulu babi diekstraksi dengan metode
maserasi karena sampel tersebut tidak tahan terhadap pemanasan langsung
karena akan menghilangkan senyawa yang dikandung akibat kontak dengan
pemanasan. Sampel yang digunakan ialah cangkang bulu babi (Diadema
setosum cortex) yang telah dirajang kecil-kecil dengan tujuan untuk
memperkecil permukaan sampel yang kontak dengan pelarut (Tobo, 2001).
Sebanyak 100 gr sampel dan Metanol 500 ml, penggunaan Metanol
sebagai pelarut karena Metanol merupakan pelarut universal yang dapat
melarutkan hampir semua senyawa kimia baik polar dan non polar (Fitriyadi
2008). Sampel dan Metanol lalu dimasukkan ke dalam toples untuk didiamkan
selama 3x24 jam dengan tujuan agar cairan penyari masuk ke dalam sel dan
kontak dengan zat aktif yang selanjutnya akan melarutkan zat aktif yang
terdapat pada sampel Bulu babi (Diadema setosum). Konsentrasi zat aktif di
dalam sel yang tinggi akan semakin berkurang karena cairan penyari
membawa zat aktif ke luar sel yang dikenal dengan istilah difusi (Nuraisiah,
2010).
Perendaman ini bertujuan agar senyawa metabolit sekunder dapat larut
secara maksimal dalam metanol. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh
hasil berupa ektrak cair metanol cangkang bulu babi (Diadema setosum)
sebanyak 500 ml. Warna larutan ekstrak yang dihasilkan selama 3 x 24 jam
berwarna kuning yang dikarenakan hasil kontak antara pelarut dan sampel
bulu babi. Metanol akan melarutkan senyawa yang terkandung dalam sampel
dan tertarik bersamaan dengan cairan penyari, larutan berwarna inilah yang
16
akan diteliti lebih lanjut senyawa metabolit sekunder yang dikandung dari
sampel tersebut (Gilbert, 2000).
IV.2.2 Ekstraksi Gonad Bulu Babi Metode Soxhletasi
Tahap selanjutnya menggunakan metode sokhletasi yang merupakan
suatu metode untuk komponen dalam zat padat dengan cara penyarian
berulang-ulang menggunakan pelarut tertentu sehingga komponen yang
diinginkan akan terisolasi (Dirjen POM. 1986). Metode soxhlet biasanya
mengekstraksi simplisia yang mempunyai komponen kimia yang tahan
terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras sehingga digunakan
cangkang dan gonad bulu babi (Diadema setosum) (Dirjen POM. 1986).
Sama halnya pada metode maserasi, masing-masing sampel sebelumnya
telah diserbukan, kemudian pada klonsong dimasukkan sampel yang sudah
diubah tadi menjadi bentuk serbuk dan ditimbang sebanyak 50gr yang
selanjutnya dibungkus dengan menggunakan kertas saring, lalu digunakan
pelarut metanol sebanyak 500 ml dimasukkan pada labu alas bulat. Labu alas
bulat yang telah berisi metanol dimasukkan dalam wadah stainless yang
dihubungkan dengan alat pemanas air agar dapat menghantarkan panas pada
pipa sifon sehingga membasahi sampel simplisia dalam klonsong tersebut,
untuk meminimalisir pemanasan tinggi digunakan kondensor bola 5 sebagai
pendingin atau percepatan proses pengembunan.
Ekstraksi menggunakan metode ini dibutuhkan 24 siklus dengan
mengamati hasil siklus yang terjadi pada sokhlet dan diharapkan pada 24
siklus telah terjadi penyarian sempurna (Dirjen POM. 1986). Apabila ekstraksi
tidak mencapai 24 siklus selama larutan telah jenuh, maka dapat diberhentikan
proses ekstraksi tersebut. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh
ekstrak cair metanol gonad bulu babi (Diadema setosum) 500 ml
menghasilkan warna yang bening. Hasil ini didapatkan karena kontak antara
pelarut Metanol dan sampel. Serbuk gonad bulu babi memiliki warna awal
putih terang, sehingga saat proses ekstraksi tidak menimbulkan warna selain
warna bening (Aziz, A. 1993).
17
IV.2.3 Ekstraksi Bintang Laut Metode Refluks
Metode Refluks mengunakan sampel bintang laut (Linckia laevigata).
Sampel ditimbang sebanyak 50 gr dan dilarutkan dengan metanol 500 ml pada
labu alas bulat. Dasar penentuan ekstraksi menggunakan B/V (Bobot/Volume)
menurut Martin (1993) karena dengan mengetahui bobot jenis kita dapat
mengetahui kemurnian dari suatu sampel khususnya yang akan berbentuk
larutan, dan mempermudah penarikan senyawa yang ada dalam sampel
(bobot) dengan penggunaan pelarut yang sesuai (volume) yang nantinya
pelarut tersebut akan masuk dan menembus dinding sel dalam sampel hingga
mencapai titik jenuh pelarut.
Adapun hal yang harus diperhatikan ialah sebelum sampel dimasukkan ke
dalam labu alas bulat, dimasukkan batu didih terlebih dahulu, dimana batu
didih ini menurut Tobo (2001) bertujuan untuk mempercepat proses
pendidihan sampel dengan menahan tekanan atau menekan gelembung panas
pada sampel serta menyebarkan panas yang ada ke seluruh bagian sampel.
Sampel di ekstraksi selama ±4 jam, dimana lama penyarian ini telah
diperkirakan bahwa pelarut telah jenuh sehingga proses penyarian dikatakan
selesai (Ansel, 1989). Dari hasil yang diperoleh didapatkan ekstrak cair
metanol bintang laut (Linckialae vigata) sebanyak 500 ml berwarna kuning
terang. Warna bintang laut pada umumnya berwarna biru. Namun saat
dilakukan metode refluks berubah warna menjadi kuning terang hal ini karena
terjadi kontak antara pelarut yang digunakan dan sampel bintang laut yang
diekstraksi (Fitriyadi, 2008).
IV.2.4 Ekstraksi Teripang Metode Maserasi
Percobaan pada praktikum selanjutnya menggunakan sampel Teripang
Pasir (Holothuria scabra) dengan metode maserasi. Ekstraksi dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama 3 x 24 jam pada
temperatur suhu kamar dan terlindung dari cahaya. Teripang diekstraksi
dengan metode maserasi karena tidak tahan terhadap pemanasan langsung
18
karena akan menghilangkan senyawa yang dikandung akibat kontak dengan
pemanasan.
Sebanyak 100 gr sampel Teripang dan Metanol 500 ml, sampel dan
metanol dimasukkan ke dalam toples untuk didiamkan selama 3x24 jam
dengan tujuan agar cairan penyari masuk ke dalam sel dan kontak dengan zat
aktif yang selanjutnya akan melarutkan zat aktif yang terdapat pada sampel
Teripang (Holothuria scabra). Konsentrasi zat aktif di dalam sel yang tinggi
akan semakin berkurang karena cairan penyari membawa zat aktif ke luar sel
yang dikenal dengan istilah difusi (Nuraisiah, 2010). Perendaman ini
bertujuan agar senyawa metabolit sekunder dapat larut secara maksimal dalam
metanol. Dari percobaan yang dilakukan diperoleh hasil berupa ektrak cair
metanol teripang (Holothuria scabra) sebanyak 500 ml. Warna larutan ekstrak
yang dihasilkan selama 3 x 24 jam berwarna kuning. Perubahan warna
teripang dan hasil ekstrak saat dilakukan metode maserasi menjadi kuning
dikarenakan terjadi kontak antara pelarut yang digunakan dan sampel teripang
yang diekstraksi (Fitriyadi, 2008).
19
20
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan pada kali ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Metode maserasi dengan sampel cangkang Bulu babi (Diadema setosum)
merupakan ekstraksi dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari selama 3 x 24 jam pada temperatur suhu kamar dan terlindung dari
cahaya.
2) Metode sokhletasi dengan sampel gonad Bulu babi (Diadema setosum)
merupakan suatu metode, mengekstraksi simplisia yang mempunyai
komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur
yang keras sehingga digunakan cangkang dan gonad bulu babi (Diadema
setosum) untuk diekstraksi selama 3-4 jam menghasilkan 24 siklus
3) Metode Refluks mengunakan sampel bintang laut (Linckia laevigata)
dengan pelarut metanol 500 ml ialah karena memiliki tekstur yang keras dan
tahan terhadap pemanasan langsung. Refluks berlangsung selama 3-4 jam
untuk mendapatkan suatu hasil ekstrak.
V.2 Saran
V.2.1 Untuk praktikan
Diharapkan untuk pratikkan agar lebih dapat bekerja sama dalam
pelaksanaan praktikum, menjaga kekompakkan dalam kelompok serta teliti
pada saat melakukan percobaan.
V.2.2 Untuk Laboratorium
Diharapakan percobaan selanjutnya berlangsung lebih optimal mengingat
akan ketersediaan alat dan bahan yang masih minim
21
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
A. Skema kerja
1. Metode Maserasi Cangkang Bulu Babi
HASIL
23
2. Metode Maserasi Cangkang Bulu Babi
HASIL
24
3. Metode Refluks
HASIL
25
A. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
26
Heat mantle Labu alas bulat Selang
Toples
27
b. Bahan
Aquades Tissue
pengaduk
28
LAMPIRAN
B. Dokumentasi
29