Anda di halaman 1dari 32

Bagian Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus & Referat

Fakultas Kedokteran Maret 2017


Universitas Hasanuddin

ODS GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER

Oleh:
Daniel Susilo Lawrence
C111 12 890

Pembimbing
dr. Rezka Wildan Nur Putra

Supervisor
dr. Miftahul Akhyar Latief, Ph.D, Sp.M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS HASANUDDIN
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan
referat dengan judul ODS Glaukoma Sudut Terbuka Primer, yang disusun oleh:

Nama : Daniel Susilo Lawrence


NIM : C111 12 890
Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas pada
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada
waktu yang telah ditentukan.

Makassar, Maret 2017

Supervisor Pembimbing Pembimbing

dr.Miftahul Akhyar Latief, Ph.D,Sp.M, M.Kes dr. Rezka Wildan Nur Putra

ii
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 25-07-1950 / 66 tahun
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Bugis
Pekerjaan : IRT
Alamat : BTN Antara Blok C7/10
No. Register Pasien : 001907
Tanggal Pemeriksaan : 14 Maret 2016
Pemeriksa : dr. O
Rumah Sakit : Poliklinik Mata RS UNHAS

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kabur
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, terutama di pagi hari. Keluhan
juga disertai dengan penurunan penglihatan secara perlahan-lahan. Pasien
merasakan bahwa pandangannya berasap, kemudian bertambah gelap dari
pinggir dan makin lama makin tengah. Keluhan juga dirasakan dengan
adanya sakit kepala. Silau tidak ada. Mata merah tidak ada. Air mata
berlebih ada. Gatal tidak ada. Kotoran mata berlebih tidak ada. Riwayat
penggunaan kacamata ada, kacamata jarak jauh. Riwayat diabetes melitus
(-). Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat keluarga dengan keluhan yang
sama tidak diketahui pasien. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat penyakit
mata lain sebelumnya tidak ada. Riwayat asma tidak ada.
.

3
III. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit Ringan/Gizi cukup/Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,7o C

IV. FOTO KLINIS

Oculus Dextra Oculus Sinistra

V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
A. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus Hiperlakrimasi (+) Hiperlakrimasi (+)
lakrimalis
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-),
Bola Mata Normal Normal

4
Mekanisme
muscular

Kornea Jernih Jernih


Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat Bulat
Lensa Jernih Jernih

B. Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tekanan Okular Tn+1 Tn+1
Nyeri tekan (-) (-)
Massa Tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikular Pembesaran (-) Pembesaran (-)

C. Tonometri
NCT : 23/22 mmHg

D. Visus
VOD : 20/50 f  S+2.50  20/20f
VOS : 20/50 f  S+2.50  20/20f

E. Sensitivitas Kornea
Tampak normal pada sensitivitas kornea.

F. Color Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.

5
G. Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC (+) Bulat, sentral, RC (+)
Lensa Keruh. Iris shadow (-) Keruh. Iris Shadow (-)

H. Funduskopi
FOD : Refleks fundus (+), Papil N.II batas tegas, CDR 0.4, A/V :
2/3, macula reflex fovea (+), retina perifer kesan normal
FOS : Refleks fundus (+), Papil N.II batas tegas, CDR 0.4, A/V :
2/3, macula reflex fovea (+), retina perifer kesan normal
I. Gonioskopi
OD : Superior : Trabekular meshwork
Inferior : Trabekular meshwork
Medial : Trabekular meshwork
Lateral : Schwalbe Line
OS : Superior : Trabekular meshwork
Inferior : Schwalbe Line
Medial : Trabekular meshwork
Inferior : Trabekular meshwork
J. Slit Lamp
SLOD : Palpebra edema (-). Konjungtiva hiperemis (-). Kornea jernih.
BMD normal. Iris coklat, kripte (+). Pupil bulat, sentral, refleks cahaya
(+). Lensa jernih. Iris shadow (-)
SLOS : Palpebra edema (-). Konjungtiva hiperemis (-). Kornea jernih.
BMD normal. Iris coklat, kripte (+). Pupil bulat sentral, refleks cahaya
(+). Lensa jernih. Iris shadow (-)

6
K. Perimetri
Perimetri 2012
OD

7
OS

8
Perimetri 2014

OD

9
OS

10
Perimetri 2016

OD

11
OS

OD : Dapat terlihat adanya progresifitas penurunan defek lapangan


pandang dari tahun 2012 hingga 2016
OS : Dapat terlihat adanya progresifitas penurunan defek lapangan
pandang dari tahun 2012 hingga 2016

L. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan pemeriksaan

12
M. RESUME
Seorang pasien perempuan usia 66 tahun datang dengan keluhan sakit
kepala yang dialami sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, terutama di pagi
hari. Keluhan juga disertai dengan penurunan visus yang progresif. Pasien
merasakan bahwa pandangannya berasap, kemudian bertambah gelap dari
perifer dan makin lama makin ke sentral. Hiperlakrimasi berlebih ada.
Riwayat penggunaan kacamata ada hipermetrop. Riwayat hipertensi dan
DM disangkal.
VOD : 20/50 f  S+2.50  20/20f
VOS : 20/50 f  S+2.50  20/20f
Pada pemeriksaan fisis ditemukan :
NCT : 23/22 mmHg
Gonioskopi :
OD : Superior : Trabekular meshwork
Inferior : Trabekular meshwork
Medial : Trabekular meshwork
Lateral : Schwalbe Line
OS : Superior : Trabekular meshwork
Inferior : Schwalbe Line
Medial : Trabekular meshwork
Perimetri : ODS : GHT Borderline.
N. DIAGNOSIS
ODS Glaukoma sudut terbuka primer

O. PENATALAKSANAAN
 Timol 0.5% 2x1 gtt ODS
 Glaucon 2x 250 mb tab
 KSR 1x1

P. RENCANA PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, GDS GD2PP.

13
 Follow up tiap bulan TIO.
 Follow up perimetri bulan depan.

Q. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanationem : Bonam
Qua ad visum : Bonam
Qua ad kosmeticum : Bonam

14
DISKUSI KASUS

Seorang pasien perempuan usia 66 tahun datang dengan keluhan sakit


kepala yang dialami sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, terutama di pagi hari.
Keluhan juga disertai dengan penurunan visus yang progresif. Pasien merasakan
bahwa pandangannya berasap, kemudian bertambah gelap dari perifer dan makin
lama makin ke sentral. Hiperlakrimasi berlebih ada. Riwayat penggunaan kacamata
ada hipermetrop. Riwayat hipertensi dan DM disangkal.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan :

OD: edema palpebra (-) konjungtiva hiperemis (-) hiperlakrimasi (+) sekret (-)
kornea jernih, iris coklat, kripte (+). Lensa keruh, iris shadow (+). Pergerakan bola
mata normal. VOD : 20/50 f  S+2.50  20/20f. Tekanan OD 23 mmHg.

OS: edema palpebra (-) konjungtiva hiperemis (+) hiperlakrimasi (-) sekret (-)
kornea jernih, iris coklat, kripte (+). Lensa keruh, iris shadow (+).Pergerakan bola
mata normal. VOS 20/50 f  S+2.50  20/20f. Tekanan OS 22 mmHg.

Funduskopi :
FOD : Refleks fundus (+), Papil N.II batas tegas, CDR 0.4, A/V :
2/3, macula reflex fovea (+), retina perifer kesan normal
FOS : Refleks fundus (+), Papil N.II batas tegas, CDR 0.4, A/V :
2/3, macula reflex fovea (+), retina perifer kesan normal

Gonioskopi :

OD: Superior : Trabekular meshwork


Inferior : Trabekular meshwork
Medial : Trabekular meshwork
Lateral : Schwalbe Line
OS: Superior : Trabekular meshwork
Inferior : Schwalbe Line
Medial : Trabekular meshwork

15
Lateral : Trabekular meshwork

Perimetri :

OD : Dapat terlihat adanya progresifitas defek lapangan pandang dengan natal


step secara minimal dari tahun 2012 hingga 2016

OS : Dapat terlihat adanya progresifitas defek lapangan pandang dengan natal step
secara minimal dari tahun 2012 hingga 2016

Diagnosis kerja yang ditegakkan pada pasien tersebut berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik adanya peningkatan tekanan intra okuler disertai dengan
penurunan visus maka pasien terdiagnosa dengan Glaukoma sudut terbuka
primer.

16
GLUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER

A. PENDAHULUAN
Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut yang
memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan obyek. Mata terletak di dalam struktur tengkorak yang melindunginya,
yaitu orbita. Banyak sekali penyakit yang bisa menyerang pada mata, walaupun
mata berukuran sangat kecildibandingkan dengan ukuran bagian tubuh yang lain.
Penyakit mata ini sangat mengganggu penderitanya karena dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan.1
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan
pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma
dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos. 1

B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk.
Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun,
tingkat resiko menderita glaukoma meningkat sekitar 10%. Hampir separuh
penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.2
Beberapa faktor resiko untuk timbulnya glaukoma akut adalah usia diatas 40
tahun, riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma. Untuk glaukoma jenis
tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar
untuk terkena glaucoma. Tekanan bola mata > 21 mmHg berisiko tinggi terkena
glaukoma. Pemakai steroid secara rutin misalnya:pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita
asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid
secara rutin lainnya. Riwayat trauma (luka kecelakaan) pada mata. Penyakit lain
seperti riwayat penyakit katarak, diabetes, hipertensi dan migren.3

17
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI HUMOR AQUOUS
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan antara kornea dan iris
perifer,yang diantaranya terdapat jalinan trabekular. Jalinan trabekular
(trabecular meshwork) sendiri terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Jalinan uveal (uveal meshwork)
2. Jalinan korneosklera (corneoscleral meshwork )
3. Jalinan endothelial ( juxtacanalicular atau endothelial meshwork ) 4

Gambar 1. Fisiologi Aliran Humor Aquous


Ketiga bagian ini terlibat dalam proses outflow Aquos Humor. Struktur lain
yang terlibat adalah kanalis sklem. Kanalis berbentuk sirkumfensial dan
dihubungkan oleh septa-septa. Bagian dalam kanalis dilapisi olehsel-sel endotel
berbentuk kumparan yang mengandung vakuol-vakuol besar, dan di bagian luar
dilapisi oleh sel-sel datar halus yang mengandung ujung dari kanalis-kanalis
kolektor.Bagian selanjutnya yang berperan adalah kanalis kolektor. Kanalisini
meninggalkan kanalis sklem dan berhubungan dengan vena episklera.
Aquos Humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik anterior dan
posterior mata. Diproduksi oleh korpus siliare dan bervariasi diurnal. 4

18
Setelah memasuki bilik mata belakang, humor akuos melewati pupil dan
masuk ke bilik mata depan dan kemudian ke perifer menuju ke sudut bilik mata
depan dan nantinya akan dikeluarkan melalui dua jalur outflow berbeda yaitu:
1. Outflow melalui jalur trabekulum (jalur konvensional). Yang merupakan
jalur utama, dimana sekitar 90% outflow Aquos Humor melalui jalinan
trabekular menuju kanalis sklem dan berlanjut ke sistem vena kolektor.
2. Outflow melalui jalur uveoscleral (jalur unkonvensional). Dimana sekitar
10% outflow akuos humor melalui jalur ini. 4

D. ETIOLOGI
Glaukoma meskipun etipatogenesisnya belum jelas, berbagai faktor yang
dapat menyebabkannya.4,5
1. Herediter. Resiko mendapatkan glaukoma sudut terbuka primer ialah 10% pada
saudara kandung dan 4% dari kerabat keluarga lainnya.
2. Umur. Resiko akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Biasanya
ditemukan pada usia dekade ke-5 keatas.
3. Diabetes memiliki resiko tinggi terkena dibanding yang non diabetes
4. Merokok
5. Hipertensi

E. PATOFISIOLOGI GLAUKOMA

Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
keadaan fisiologis bagian ini merupakan tempat pengaliran keluarnya cairan bilik
mata. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal
Schlemm, baji sklera, garis Schwalbe dan iris root. Garis Schwalbe merupakan
akhir perifer endotel dan membran descement, kanal schlemm yang menampung
cairan mata ke salurannya. Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan
dengan sklera kornea dan disini ditemukan spur sklera yang membuat cincin
melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat
insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut

19
filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Tekanan
intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata (Aquos Humor)
bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada trabekular meshwork.
Aquos Humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang,
kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan terus kesudut bilik mata
depan, tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui
saluran ini keluar dari bola mata.

Pada glaukoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan


trabekular,sedangkan sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intraokuler
meningkat karena adanya hambatan outflow Aquos Humor akibat kelainan
mikroskopis pada jalinan trabekular. Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan
trabekular normal, sedangkan tekanan intraokuler meningkat karena obstruksi
mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata, sehingga outflow Aquos Humor
terhambat saat menjangkau jalinan trabekular.Keadaan seperti ini sering terjadi
pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadangdisebut dengan “dangerous
angle”).

Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut
terbuka luas, perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik
mata depan tidak tertutup dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini
merupakan perbedaan dasar antara glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut
tertutup. Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata
maka keadaan ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder. Jika
glaukoma sudut tertutup tidak diketahui penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan
glaukoma sudut tertutup primer. 4,5

Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel


ganglion retina. Optik disk menjadi atropi, dengan pembesaran cup optik. Efek dari
peningkatan tekanan intraokuler dipengaruhi oleh waktu dan besarnya peningkatan
tekanan tersebut. Pada glaukoma akut sudut tertutup, Tekanan Intra Okuler (TIO)
mencapai 60-80 mmHg, mengakibatkan iskemik iris, dan timbulnya edem kornea

20
serta kerusakan saraf optik. Pada glaukoma primer sudut terbuka, TIO biasanya
tidak mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion retina berlangsung
perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.4,5

F. KLASIFIKASI GLAUKOMA
Glaukoma diklasifikasikan menjadi :
1. Glaukoma Kongenital dan Developmental
2. Glaukoma Primer Dewasa
i. Glaukoma Sudut terbuka primer
ii. Glaukoma sudut tertutup primer
iii. Glaukoma campuran
3. Glaukoma Sekunder.4

G. MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik sudut
terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat
terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada
glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan
memberikan gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan 4.
A. Peningkatan TIO
Normal TIO berkisar 10-21 mmHg (rata-rata 16 mmHg). Tingginya TIO
menyebabkan kerusakan saraf optik tergantung beberapa faktor, meliputi tingginya
TIO dan apakah glaukoma dalam tahap awal atau lanjut. Secara umum, TIO dalam
rentang 20-30 mmHg biasanya menyebabkan kerusakan dalam tahunan. TIO yang
tinggi 40-50 mmHg dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang cepat dan
mencetuskan oklusi pembuluh darah retina.
B. Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
Kornea akan tetap jernih dengan terus berlangsungnya pergantian cairan oleh
sel-sel endotel. Jika tekanan meningkat dengan cepat (glaukoma akut sudut
tertutup), kornea menjadi penuh air, menimbulkan halo di sekitar cahaya.
C. Penyempitan lapang pandang

21
Tekanan yang tinggi pada serabut saraf dan iskemia kronis pada saraf optik
menimbulkan kerusakan dari serabut saraf retina yang biasanya menghasilkan
kehilangan lapang pandang (skotoma). Pada glaukoma stadium akhir kehilangan
lapang penglihatan terjadi sangat berat (tunnel vision), meski visus pasien masih
6/6.

Gambar 2. Tunnel Vision


D. Perubahan pada diskus optik.
Kenaikan TIO berakibat kerusakan optik berupa penggaungan dan
degenerasi papil saraf optik.5
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penderita dengan dugaan glaukoma harus dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
4,5

1. Tonometri
Alat ini digunakan untuk pengukuran TIO. Beberapa tonometri yang
digunakan antara lain tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman.
2. Perimetri
Alat ini berhuna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optik. Penurunan lapang pandang
diperhatikan di Bjerrum’s Area (10-20 derajat dari area fiksasi) dan
berhubungan dengan perubahan optic disc.
Perjalanan penurunan defek visual berjalan pada glaukoma diuraikan
sebagai berikut :
a. Kontraksi isopter: menunjukkan konstriksi ringan area central dan
perifer. Ini merupakan tanda awal penurunan visus pada glaukoma

22
b. Baring of blind spot . Dikatakan tanda awal dari glaukoma dimana area
blind spot melebar dari sentral.
c. Small wing-shaped paracentral scotoma. Dapat muncul di atas maupun
dibawah dari Bjerrum’s Area.
d. Seidel’s Scotoma. Seiring bertambahnya waktu, paracentral scotoma
menyatu dengan blind spot membentuk scotoma seperti sabit.
e. Arcuate Scotoma or Bjerrum’s Scotoma. Terbentuk pada fase akhir dari
seidel’s scotoma pada area atas maupun bawah dari titik fiksasi hingga
garis horizontal.
f. Ring Scotoma or Roenne’s nasal step. Terbentuk ketika dua skotoma
arkuata bertemu pada garis horizontal

23
Gambar3. A.
Baring if blind
spot.

B. Superior
paracentral
scotoma

C. Seidel’s
Scotoma

D. Bjerrum’s
Scotoma

E. Double
arcuate
scotoma and
Roenne’s
central nasal
step

3. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung
keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi
dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka
atau glaukoma sudut tertutup dan mungkin dapat menerangkan penyebab
suatu glaukoma sekunder. Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai edem
kornea berkurang, salah satunya dengan obat yang dapat menurunkan

24
tekanan intraocular, misalnya dengan gliserin topical atau saline hipertonik
salep mata.

Gambar 4. Gonioskopi
4. Slit Lamp
Digunakan untuk menyingkirkan glaukoma sekunder
5. Funduskopi
Papil saraf optik menunjukan penggaungan dan atrofi, seperti pada
glaukoma simpleks. Sehingga cup disk ratio membesar (N = <0,4) (gambar
5 dan 6). Sering juga ditemukan optic-disk edema dan hiperemis.

Gambar 5 : saraf optik normal (kiri), penggaungan saraf optik pada glaukoma
akibat peningkatan TIO (kanan).

25
Gambar 6: Terlihat cup-disk ratio membesar akibat penggaungan saraf optik pada
funduskopi (kanan)

I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
1.1. Agen osmotik
1.2. Karbonik anhidrase inhibitor
1.3. Miotik kuat (Parasimpatomimetik)
1.4. Beta-blocker
1.5. Alpha adrenergic agonist
1.6. Analog Prostaglandin
2. Argon or diode laser trabeculoplasty
3. Filteration Surgery
1. Terapi medikamentosa

1.1. Agen osmotic


Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intraokuler dan efeknya
menjernihkan kornea, pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang tidak
mengalami emesis. Agen-agen hiperosmotik berguna untuk mengurangi volume
vitreus, yang,kebalikannya, menurunkan tekanan intraokular. Penurunan tekanan
intra okular memulihkan iskemia iris dan memperbaiki kepekaan terhadap
pilokarpin dan obat-obat lainnya. Agen-agen osmotic menyebabkan diuresis

26
osmotic dan mengurangi cairan tubuh total. Agen-agen tersebut tidak boleh
digunakan pada pasien penyakit jantung dan penyakit ginjal.4,5
•Gliserin
Dosis efektif 1-1,5 gr/kgBB dalam 50% cairan. Selama penggunaanya gliserin
dapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap pasien diabetes
dan lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskular karena agen ini sendiri
dapat menyebabkan mual muntah. Menurunkan tekanan intraokular dalam waktu
30-90 menit setelah pemberian. 4,5
• Manitol
Dosis 1-2 gram/kgBB dalam 50% cairan. Aman digunakan pada pasien diabetes
karena tidak dimetabolisme. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1-3
jam. Bila tidak dapat diberikan oral (mis : pasien mual-muntah) dapat diberikan
secara intravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit.
Maksimal penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian IV. Pada
penderita payah jantung pemberian manitol berbahaya, karena volume darah
yang beredar meningkat sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal.
Pemberian manitol juga dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan
anuria, kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat, dan perdarahan
intra kranial, kecuali bila akan dilakukan kraniotomi, serta pada pasien yang
hipersensitivitas terhadap manitol. 4,5

•Ureum intravena
Dosis 1-1,5 g/kg IV Tidak seefektif manitol karena berat molekulnya lebih
rendah sehingga lebih cepat dipenetrasi pada mata. Penggunaannya harus
dengan pengawasan ketat untuk menghindari komplikasi kardiovaskuler.

1.2.Karbonik Anhidrase Inhibitor


Mengurangi produksi akuos humor dengan menghambat karbonik anhidrase di
badan siliar sehingga cepat mengurangi TIO
•Asetazolamide

27
Merupakan pilihan yang sangat tepat untuk pengobatan darurat pada glaucoma
akut. Acetazolamide sebaiknya diberikan dengan dosis awal 500 mg IV yang
diikuti dengan 500 mg per oral. sekarang diketahui bahwa karbonik anhidrase
inhibitor oral sedikit atau tidak ada sama sekali efek samping sistemik.
•Methazolamide
Dosis 50-100 mg p.o. 2 atau 3 kali sehari ( total tidak lebih dari 600mg/hari)
• Dorzolamide
Berbeda dengan obat-obat yang lebih tua, Dorzolamide sanggup menerobos
kedalam mata dengan aplikasi topical.
• Dichlorphenamide
Dosis awal 100-200mg per oral, diikuti 100 mg setiap 12 jam sampai tercapai
respons yang diinginkan. Dosis pemeliharaan (maintenance) yang biasa
untuk glaukoma adalah 25-50 mg 3 atau 4 x/hari. Dosis harian total tidak
melebihi 300mg.
• Brinzolamide
Brinzolamide adalah penghambat karbonik anhidrasi yang digunakan pada
mata dengan kadar 1 %. Brinzolamide digunakan untuk mengobati tekanan
yang meningkat pada mata karena glaukoma sudut terbuka. Brinzolamide
jugadigunakan untuk mengatasi kondisi yang disebut hipertensi pada mata4,5

1.3. Miotik kuat (Parasimpatomimetik)


• Pilokarpin 2% atau 4%
Setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai inisial terapi. Tidak efektif pada
serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Hal ini karena musculus sphincter pupil
sudah iskemik sehingga tidak dapat merespon pilokarpin

1.4. Beta blocker


Bekerja dengan cara mengurangi produksi Aquos Humor.
• Levobunolol 0,25%, 0,5%
• Betaxolol HCl

28
Betaxolol HCl adalah penghambat reseptor beta-1 selektif yang digunakan
untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan gel untuk mata dengan kadar
0,1% dan tetes mata dengan kadar 0,5%.
•Timolol maleat
Merupakan beta bloker tetes mata nonselektif. Sebagai inisial terapi dapat
diberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8
dan12 jam kemudian. Tersedia dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,25%,
0,5% dan 0,68%.

1.5.Alpha adrenergic agonist


Dapat ditambahkan untuk lebih mengurangi produksi Aquos Humor
• Brimonidine
•Apraclonidine 0,5%, 1%

1.6.Analog Prostaglandin
• Latanoprost 0,005%
Senyawa analog prostaglandin yang dapat menurunkan tekanan intraokuler
dengan cara meningkatkan outflow Aquos Humor. Dosis 1 tetes/ hari. Tersedia
dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,005%, dan juga dikombinasi dengan
Timolol maleate. 4,5

2. Argon atau dioda laser trabekuloplasti (ALT atau DLT)


Metode ini dapat dipertimbangkan ketika TIO masih tidak terkontrol
walaupun sudah diberikan terapi medikamentosa secara maksimal.
Cara kerja dari metode ini membuat efek hipotensi akibat meningkatnya
outflow humor aquous dengan cara membuat penyusutan kolagen pada inner
aspect dari trabecular meshwork dan membuka intratrabecular spaces. Metode ini
terbukti menurunkan TIO sebesar 8-10mmHh pada pasien dengan terapi obat, dan
12-16 mmHg pada pasien yang tidak mendapat terapi medikamentosa.

29
Komplikasinya yaitu terjadinya peningkatan TIO secara akut. Hal ini dapat
dicegah dengan premedikasi dengan pilocarpine atau azetazolamide. Inflamasi
dapat dikurangi dengan topikal steroid selama 3-4 hari. Komplikasi yang jarang
yaitu pendarahan, uveitis, sinekia anterior perifer, dan penurunan akomodasi. 4,5
3. Terapi Bedah
Indikasi :
a. Glaukoma tidak terkontrol walaupun sudah menggunkan terapi
medikamentosa maksimal dan laser trabeculoplasty
b. Penderita dengan tekanan intra okuli yang sangat tinggi, kerusakan cup dan
hilangsangnya lapangan pandang yang luas harus diterapi dengan bedah
filtrasi sebagai tindakan primer.
Trabekulektomi
Dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sklera.Dapat
menurunkan TIO hingga 21mmHg Dilakukan dengan melakukan diseksi flap
ketebalan setengah (half-tickness) sclera dengan engsel di limbus. Satu segmen
jaringan trabekula diangkat, flap sklera ditutup kembali dan konjungtiva dijahit
rapat untuk mencegah kebocoran cairan Aquos. Trabekulektomi meningkatkan
aliran keluar Aquos Humor dengan memintas struktur pengaliran yang
alamiah. Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini, akan terbentuk bleb
(gelembung). Dapat diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva. Persiapan
sebelum operasi yaitu pembahasan ditujukan untuk memperbaiki penglihatan
dan biasanya dikerjakan secara berencana, kecuali pada kasus-kasus yang tidak
biasa, misalnya lensa hipermature yang sejak awal telah memberikan ancaman
terjadinya ruptura. (Gambar 7). 4,5

30
Gambar 7: Trabekulektomi

Indikasi
Tindakan trabekulektomi dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang berat
atau setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer.
Komplikasi
Setelah prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal),
hifema(darah di kamera anterior mata), infeksi dan kegagalan filtrasi. 4,5

J. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada stadium mana glaukoma sudut terbuka primer
terdiagnosa. Terapi akan lebih efektif apabila dilakukan sedini mungkin.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidartha, dkk. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3,


Jakarta,BalaiPenerbit FKUI, 2002, hal 212-217.
2. Anonim. Glaukoma. Diunduh dan
http://www.oocities.com/infokeben/glaukoma.htm.Diakses Januari 2014.
3. Wijaya, Nana. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya Nana,
cet.6,Jakarta, Abadi Tegal, 1993, hal : 219-232.
4. Khurana AK, editor. Comprehensive Ophthalmology. In: Diseases of the
lens. 4th Edition. New Delhi: New Age International; 2007.p.167-201.
5. Lang, Gerhard K. Opthalmology A Short Textbook. In: Lens. Thieme
Stuttgart: New York. 2000.p.165-179

32

Anda mungkin juga menyukai