KTI JD
KTI JD
PENDAHULUAN
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan karya tulis ilmiah ini
yaitu dapat menambah pengetahuan penulis tentang semua hal yang berkaitan
dengan Gastro Esofageal Refluks terutama yang berkaitan dengan anamnesa
dan penegakan diagnose dari penyakit tersebut.
2.1 Definisi
Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high
pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi LES (lower esophageal sphincter/LES).
Dalam keadaan normal, LES yang berkontraksi secara tonik membentuk sawar yang
efektif terhadap refluks asam gaster dari gaster kedalam esophagus. Hal ini diperkuat
oleh gelombang peristaltic esophagus sekunder sebagai respon terhadap relaksasi
transien LES. Pada individu normal, pemisah atau sawar ini akan dipertahankan
kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan atau aliran
retrograde yang terjadi saat sendawa atau muntah. Efektivitas pemisah ini dapat
terganggu dimana aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi
bila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg), peningkatan frekuensi
relaksasi transien, ketiadaan peristalsis sekunder setelah relaksasi transien,
meningkatnya volume atau tekanan gaster atau meningkatnya produksi asam, yang
kesemuanya meningkatkan kemungkinan refluks isi gaster yang asam untuk
menimbulkan nyeri atau erosi. Refluks berulang dapat merusak mukosa, yang
menimbulkan peradangan sehingga muncul istilah “esofagitis refluks. Refluks
rekuren itu sendiri mempermudah terjadinya refluks berikutnya akibat pembentukan
jaringan parut setelah penyembuhan peradangan epitel yang membuat LES semakin
kurang kompeten sebagai sawar. Kerusakan mukosa berulang menyebabkan infiltrasi
granulosit dan eosinofil, hyperplasia sel basal, dan akhirnya pembentukan tukak
rapuh yang mudah berdarah serta eksudat di permukaan mukosa. Perubahan-
perubahan patologis ini mempermudah terbentuknya jaringan parut dan inkompetensi
sfingter sehingga dapat terjadi siklus peradangan berulang(Ganong, et all. 2011).
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme,
yaitu : 1) refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2) aliran
retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, 3)
meningkatnya tekanan intra abdomen. Dengan demikian, dapat diterangkan bahwa
pathogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara factor defensive
dari esophagus dan factor ofensif dari bahan refluksat(Aru W Sudoyo, et all. 2010).
Ada 4 faktor penting yang memegang peranan untuk terjadinya GERD dan esofagitis
refluks :
Pemeran terbesar rintangan anti refluks adalah tonus LES (lower esophageal
sphincter). Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde
pada saat terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen.
Hiatus hernia adalah herniasi organ abdomen, biasanya lambung melalui hiatus
esophagus diaphragma (Dorland. 2002) merupakan faktor penunjang untuk terjadinya
GERD karena kantong hernia mengganggu fungsi sfingter esophagus bagian distal
terutama waktu mengejan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang
dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta menurunkan tonus LES.
Dewasa ini LES terbukti memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya
GERD. Tonus LES (lower esophageal sphincter) <6 mmHg hampir selalu disertai
GERD yang cukup berarti. Namun, harus diingat bahwa refluks bisa saja terjadi pada
tekanan LES yang normal. Ini yang dinamakan inappropriate atau transient LES
Relaxation (TLESR) (Hadi Sujono. 2002) yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan
dan berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa di dahului proses menelan. Belum
diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui
ada hubungannya dengan pengosonga gaster lambat (delayed Gastric emptying) dan
dilatasi gaster.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi tonus LES (lower esophageal distal).
GERD lebih sering terjadi sewaktu selesai makan daripada keadaan puasa, oleh
karena isi gaster merupakan factor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi gaster
lebih sering terjadinya refluks. Selanjutnya pengososngan gaster yang lamban akan
menambah kemungkinan terjadinya refluks (delayed gastric emptying ) (Hadi Sujono.
2002).
Berbeda dengan gaster dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mucus yang
melindungi mukosa esophagus (Aru W Sudoyo, et all. 2010).
a. Membrane sel
b. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esophagus.
c. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrient, oksigen dan
bikarbonat, serta mengelurakan ion H+ dan CO2.
d. Sel-sel esophagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H+
dan Cl- intracellular dengan Na+ dan bikarbonat extracellular.
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus, sedangkan
alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. yang dimaksud
dengan factor offensive adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan gaster yang
menambah potensi daya rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu,
enzim pancreas.
Factor offensive dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya.
Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada pH < 2, atau adanya
pepsin atau garam empedu. Namun, dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya
rusak yang paling tinggi adalah asam.
Factor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan
di gaster yang meningkatkan terjadinya refluks fiiologis, antara lain : dilatasi gaster
atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.
Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltic, eksresi liur dan bikarbonat.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan di alirkan kembali ke
gaster oleh kontraksi peristaltic esophagus yang dirangsang oleh proses menelan dan
pengaruh gaya gravitasi. Proses membersihkan esophagus dari asam ( esophageal
acid clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltic
esophagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi
esophagus, kemudian air liur yang mengandung bikarbonat terbentuk sebanyak 0,5
ml/menit akan menetralkan asam yang masih tersisa. Mekanisme bersihan ini sangat
penting, karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esophagus (waktu
transit esophagus) makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian
pasien GERD, ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga
kelainan yang timbul disebab kan karena peristaltic esophagus yang minimal. Refluks
malam hari (nocturnal refluks )lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan
esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan esophagus tidak
aktif.
Keluhan GERD umumnya tidak khas, dan ditemukan berbagai macam kelainan pada
saluran makan bagian atas, kadang-kadang juga dapat pada orang normal yaitu sekitar
7%. Walaupun demikian ada 3 keluhan utama yang sering di ajukan para penderita
yaitu nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri
biasanya di deskripsikan sebagai rasa terbakar (heart burn), kadang-kadang
bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi
dan rasa pahit di lidah (Aru W Sudoyo, et all. 2010). Sebagai penyebab dari keluhan
tersebut diatas sebagai akibat gangguan motilitas di esophagus dan di gaster. Selain
daripada itu ialah akibat meningkatnya asam gaster. Gangguan motilitas di esophagus
yang sering terjadi karena tonus sfingter esophagus bagian distal menurun, sehingga
peristaltic ditempat tersebut menurun. Sedangkan gangguan motilitas di gaster
terutama berkurangnya peristaltic terutama di antrum dan di pylorus yang menurun
sehingga waktu pengosongan gaster menurun. Gejala-gejala lain pada
gastroesophageal reflux termasuk nyeri dada, luka tenggorokan, suara parau, ludah
berlebihan (water brash), rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus), dan
peradangan pada sinus (sinusitis). Dengan iritasi lama pada bagian bawah
kerongkongan dari refluks berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah
(menghasilkan sebuah kondisi yang disebut Barrett’s esophagus). Perubahan bisa terjadi
bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan
berkembang menjadi kanker pada beberapa orang(www.
Scribd.com/doc/57625415/GERD).
2.5 Diagnosa
2.5.1 anamnesa
Tujuan utama suatu anamnesis adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar
yang berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap
penyakitnya.Komunikasi adalah kunci untuk berhasilnya suatu wawancara.Prinsip
utama dalam anamnesis adalah membiarkan pasien mengutarakan riwayat
penyakitnya dalam kata-katanya sendiri (Swartz H Mark, 1995). Dalam karya tulis
ilmiah ini akan dipaparkan bentuk-bentuk anamnesa yang berkaitan dengan penyakit
Gastroesofageal Refluks (GERD. Informasi yang diperoleh pewawancara disusun
menjadi suatu pernyataan komprehensif mengenai kesehatan pasien. Format
penyusunan riwayat penyakit meliputi :
a. Sumber informasi
Sumber informasi biasanya pasien. Jika pasien memerlukan penerjemah,
sumbernya adalah pasien dan penerjemah. Jika anggota keluarga membantu
dalam dalam wawancara ini, namanya harus dicantumkan dalam satu kalimat.
Dalam kasus Gastroesofageal Refluks misalnya, sumber informasi bisa dari
pasien itu sendiri atau anggota keluarga.
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah pernyataan singkat pasien yang menjelaskan mengapa
ia mencari bantuan medis. Pewawancara bisa menanyakan “Apa problem
yang membawa anda datang ke rumah sakit?”.Jawaban dari pertanyaan ini
merupakan keluhan utama. Pada kasus Gastroesofageal Refluks keluhan
utama bisa berupa:
“nyeri/rasa tidak enak di ulu hati, rasa nyeri seperti rasa terbakar sejak
beberapa hari yang lalu”
“nyeri di ulu hati disertai kesulitan menelan makanan”
“nyeri ulu hati disertai rasa mual dan rasa pahit di lidah dan memburuk pada
malam hari dan saat berbaring”
g. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga memberi informasi mengenai kesehatan seluruh keluarga,
hidup atau mati. Harus diberikan perhatian khusus terhadap kemungkinan
aspek genetic dan lingkungan dari penyakit yang mungkin berdampak
terhadap pasien. Umur dan kesehatan semua anggota keluarga dekat harus
dicatat.
h. Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial memberikan informasi pendidikan, pengalaman hidup,
dan hubungan pribadi pasien. Pernyataan mengenai pengetahuan pasien
tentang gejala-gejala dan penyakitnya mengganggu waktu kerja pasien?Apa
pengertian pasien mengenai gejala-gejala penyakitnya? Apakah ia
memikirkan masa depan?Apakah ada hal tertentu yang membuat pasien
stress?
i. Tinjauan Sistem
Tinjauan system meringkas semua gejala dalam bentuk system-sistem tubuh
yang mungkin terlupakan dalam riwayat penyakit-penyakit sekarang atau
riwayat medis yang lalu. Pasien diberitahukan bahwa mereka akan ditanya
apakah pernah mempunyai gejala tertentu, dan mereka hanya menjawab ‘ya’
atau ‘tidak’. Jika jawabannya ‘ya’, sebaiknya diajukan pertanyaan langsung
selanjutnya. Pewawancara dapat menyatakan dalam riwayat penyakit tertulis
atau presentasi verbalnya bahwa “ Pasien mempunyai jawaban positif
terhadap tinjauan system”. Perhatikan semua hal spesifik yang terkaitdengan
penyakit pasien.
Menurut perjanjian kalau pemeriksaan system disebutkan atau dituliskan,
semua gejala yang dialami pasien dituliskan pada kesempatan pertama. Gejala
positif terkait adalah gejala-gejala yang mungkin mempunyai relevansi
dengan penyakit sekarang. Gejala negative terkait adalah gejala-gejala yang
tidak ada tetapi mungkin sering berkaitan dengan penyakit sekarang.
Jika informasi pada tinjauan system telah diuraikan sebelumnya di riwayat
penyakit sekarang, dibawah tinjauan system gejala itu tuliskanlah, “Lihat
riwayat penyakit sekarang.”
d. Auskultasi :
a. Suara terdengar serak
b. Bising usus <12 detik per menit
c. Suara jantung S1/S2 reguler
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
(Tabel 2 : Dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid I, Aru W.Sudoyo,
Hal.482)
3. Tes provokatif
a. Tes perfusi asam dari Bernstein untuk evaluasi kepekaan mukosa
esophagus terhadap asam. Disini digunakan 0,1 N HCl yang diteteskan
dengan kecepatan 6-8 ml/menit ke dalam esophagus melalui kateter.
Bila ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami
penderita, sedangkan larutan NaCl tidak nyeri, maka tes ini disebut
positive. Tes Bernstein yang negative tidak memiliki arti diagnostic
dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esophagus. Kepekaan tes
perfusi asam nyeri dada asal esogafus berkisar 80-90%.
b. Tes farmakologik ini menggunakan obat Edrophonium yang
disuntikkan IV dengan dosis 80Hgv/Kg BB untuk mementukan
adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak
peristaltic esophagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada
asal esophagus.
1. Pengelolaan konservatif
Pengelolaan konservatif ini lebih dititik beratkan memperbaiki perilaku
penderita, diantaranya :
a. Setelah makan jangan cepat berbaring
b. Hindari mengangkat barang berat
c. Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan seryta menghindari
pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggangsehinga dapat
mengurangi tekanan intra abdomen.
d. Biasakan tidur dengan perut tidak terisi penuh
e. Meninggikan posisi kepala saat tidur serta menghindari makan
sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam
selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus
f. Hindari makanan berlemak serta mengurangi jumlah makanan yang
dimakan karena dapat menimbulkan distensi lambung.
g. Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol karena kedua hal ini
akan menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi
sel-sel epitel
h. Kurangi atau hentikan minum kopi, coklat, makanan yang banyak
mengandung rempah-rempah, peppermint dan minuman bersoda
karena dapat menstimulasi sekresi asam
i. Menghindari menggunakan obat yang menurunkan tonus di LES.
2. Terapi medikamentosa
Untuk mengobati penderita dengan GERD perlu diperhatikan beberapa factor
patogenik, diantaranya :
a. Meningkatkan penghalang (barrier) anti-refluks
1) Mengatur diit (hindari makan berlemak, kopi, alcohol, coklat,
makanan yang banyak rempah)
2) Berhenti merokok
3) Obat prokinetik (betanichol, metoclopramid, domperidon, cisapride)
4) Antaside
5) Asam alginik
b. Meningkatkan pengosongan atau pembersihan esophagus
1) Meninggikan posisi kepala waktu tidur
2) Betanechol
3) Cisapride
c. Meningkatkan pengosongan gaster
1) Antaside
2) Histamin H2 antagonist
3) Omeprazol
d. Meningkatkan daya tahan mukosa
1) Carbenoxolon
2) Obat sitoprotektif
a. Obat prokinetik
b. Obat anti sekretorik
c. Antasida
d. Obat sitoprotektif
Terdapat 2 alur pendekatan terapi medikamentosa yaitu step up dan step down. Pada
pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obatan yang tergolong kurang
kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik,
bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam lebih kuat dengan masa
terapi lebih lama ( penghambat pompa proton/PPI) sedangkan dengan pendekatan
step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan
dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atauantagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.
1. Obat Prokinetik
Yang temasuk golongan ini ialah betanechol, metoclopramid, domperidon dan
cisapride. Obat prokinetik mempunyai sifat memperbaiki motilitas dan mempercepat
peristaltic saluran makanan disamping meninggikan tonus LES (lower esophageal
distal).
a. Betanechol : mempunyai sifat meningkatkan tonus LES dan kontraksi
gaster, tetapi pada stasis gaster, ternyata tidak mempercepat
pengososngan gaster, bahkan dapat menyebabkan kejang abdomen dan
meningkatkan frekwensi BAK karena mengurangi kapasitas kandung
kemih dan menambah peristalsis ureter. Tidak mempunyai efek anti
muntah. Selain itu akan merangsang sekresi asam dan kelenjar ludah.
b. Metoclopramid : merupakan senyawa golongan benzamid. Mekanisme
kerjanya yaitu potensiasi efek kolinergik, efek langsung pada otot polos
dan penghambatan dopamine (antagonis reseptor dopamine).
Secara farmakodinamik, obat ini memperkuat tonus sfingter esofagus
distal dan meningkat kan amplitude kontraksi esophagus. Di gaster,
memperbaiki koordinasi kontraksi antrum dan duodenum, sehingga
mempercepat pengosongan gaster. Berbeda dengan obat kolinomimetik
pada umumnya, ia tidak meningkatkan sekresi asam gaster maupun
pelepasan gastrin endogen. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat
tumbuh efek pada SSP berupa menhgantuk, pusing, agitasi, tremor dan
diskinesia. Dosis : 3 x 10 mg
c. Domperidon : adalah derivate benzilimidazol, dan merupakan antagonis
dopamine perifer yang merangsang motilitas saluran makan serta
mempunyai khsiat anti muntah. Obat ini berkhasiat untuk pengobatan
refluks gastroesofageal, sindroma dyspepsia, gastroparesis, anoreksia
nervosa. Pemberian domperidon akan meningkatkan tonus LES sehingga
akan mencegah terjadinya GERD. Disamping itu akan meningkatkan
koordinasi antro-duodenal yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktilitas
serta manghambat relaksasi gaster sehingga pengososngan gaster lebih
dipercepat. Efek samping dari domperidon lebih rendah dari
metoclopramid karena tidak memperngaruhi reseptor saraf pusat. Dosis :
3 x 10-20 mg /hari
d. Cisapride : merupakan derivate benzidamid dan tergolong obat prokinetik
baru yang mempunyai khasiat memperbaiki gangguan motilitas seluruh
saluran makan
Gangguan motilitas pada saluran makan bagian atas, sering memberikan
keluhan berupa GERD, dyspepsia, gastroparesis, obat ini bermanfaat
untuk memperbaikinya. Hal ini disebabkan karena cisapride akan
meningkat tonus sfingter esophageal distal, peristaltic esophagus dan
pengososngan esophagus. Disamping akan meningkatkan peristaltik
antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan mempercepat
pengosongan gaster.
3. Antasida
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala
GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.
Obat ini ada yang berbentuk tablet kunyah atau berupa cairan suspense yang
dianjurkan dimakan atau diminum diantara waktu makan. Antasida berupa
suspense lebih efektif karena kapasitas buffering lebih baik daripada yang
berbentuk tablet kunyah.
Pengobatan GERD dengan antasida kurang memuaskan karena waktu
kerjanya yang singkat dan tidak dapat diandalkan untuk menetralisir sekresi
asam pada waktu tengah malam. Selanjutnya ada resiko sekresi asam yang
melambung kembali (rebound acid secretion), serta dapat menimbulkan efek
samping diare atau konstipasi. Dosis : 4 x 1 sendok makan.
4. Obat-obat sito-protektif
Dikenal 2 golongan obat sito-protektif, yaitu :
a. Golongan prostaglandin E yang mempunyai sifat selain sito-protektif
juga anti-sekretorik
b. Golongan sito-protektif lokal, yang mempunyai sifat selain sito-
protektif juga mampu membentuk rintangan mekanik, sehingga akan
melindungi mukosa dari asam dan pepsin
5. Antagonis Reseptor H2
Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan
nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam
pengobatan penyakit refluks
Berdasarkan gejala yang ada, seperti jika makan sedikit saja perut terasa penuh,
dadanya terasa panas, dan terasa asam di mulut. Batuk dan sesak sertamempunyai
riwayat astma. Pada penderita astma sekitar 40-70% mengalami gastroesophageal
refluks. Maka diagnosis kerjanya adalah GERD.
2.10 Pencegahan
2.11 Prognosis
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut
atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang menyebabkan kematian) .
Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat kerusakan esofagus masih rendah dan
pengobatan yang diberikan benar pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus
dengan esofagitis grade D dapat masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barret’s
Esofagus dan pada akhirnya Ca Esofagus.
BAB III
Kesimpulan dan Saran
3.1 Kesimpulan
GERD adalah gangguan berupa regurgitasi isi lambung yang menyebabkan heartburn
dan gejala lain. Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif
(esofagitis erosif ), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan kerusakan
mukosa esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk
diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas.Yang kedua adalah
penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease, NERD), yang juga disebut
endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai GERD dengan gejala-gejala
refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran
cerna.
3.2 Saran
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, W, Aru dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi V. 2010.
Interna Publishing : Jakarta
2. Konsensus nasional penatalaksanaan penyakit reflux
gastroesophangeal/GERD di
indonesia 2004
3. Zarling EJ. A review of reflux esophangitis around the world. WJG, 1998 ;
1996; 2-24
4. Stanhellini V.gastro-esophangeal reflux disease ; therapuetic strategies for the
new millenium. European Journal Of clinical research 1997
5. Triadafilopous MD. Endoscopic therapies for gastroesophangeal reflux
disease . current gastroenterology reports 2002
6. Zhang TC. Endoskopic studies of reflux esophangitis .JAMA south east asia
1996
7. Price, A, Sylvia, dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. 2006.EGC : Jakarta
8. Hadi, Sujono. Gastroenterologi.2002. Alumni : Bandung
9. Cody, R, Thane,D, dkk.Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan.1991.
EGC : Jakarta
10. Mc Phee, J, Stephen, dkk. Patofiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran
Klinis. 2011. EGC : Jakarta
11. Dorland. Kamus Kedokteran Edisi 29. 2002. EGC : Jakarta
12. Swartz, H, Mark. Buku Ajar Diagnostik Fisik. 1995. EGC : Jakarta
13. www. Scribd. Com/doc/44359177/Gastroesofageak-Refluks-GERD
14. www. Midguidelines.com/gastroesophageal-reflux/differential-diagnoseis
15. www. Scribd.com/doc/57625415/GERD
BAB I
PENDAHULUAN
Lipid adalah salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam
tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia
ialah lipid. Untuk memberikan defenisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab
senyawa yang termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau
mirip. Para ahli biokimia sepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang
mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan kedalam satu kelompok yang
disebut lipid. Di dalam darah kita ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolestrol,
trigliserida dan fosfolipid. Oleh karena sifat lipid yang susah larut dalam lemak ,
maka perlu dibuat bentuk yang terlarut. Untuk itu butuh suatu zat pelarut yaitu suatu
protein yang dikenal dengan nama apolipoprotein yang sering diberi nama secara
alfabetis yaitu Apo A, Apo B, Apo C dan Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein
ini sering disebut sebagai lipoprotein. Setiap lipoprotein terdiri atas Kolestrol
(bebas/ester), Trigliserid, Fosfolipid dan Apoprotein. Lipoprotein berbentuk sferik
(bentuk bulat agak melonjong) dan mempunyai inti trigliserid dan kolestrol ester dan
dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolestrol bebas. Apoprotein ditemukan pada
permukaan lipoprotein (lihat gambar).
Definisi
Orang dengan kelebihan berat badan (obesitas) dan pola makan tinggi lemak
(terutama lemak hewani)
↓
Menyebabkan sintesis kolestrol di hati meningkat
↓
konsentrasi LDL (yang kaya kolestrol) ikut meningkat
↓
LDL akan berikatan dengan reseptor scavenger yaitu reseptor perantara
pengumpulan kolestrol di makrofag, kulit dan pembuluh darah
↓
Menyebabkan menumpuknya kolesterol di sel makrofag, kulit dan pembuluh
darah
↓
Memicu terjadinya penyakit aterosklerosis dan penyakit jantung koroner
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan non-farmakologik
Meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisik serta beberapa upaya lain seperti
berhenti merokok, menurunkan berat badan bagi yang gemuk dan mengurangi asupan
alkohol. Penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan
kadar trigliseridaa dan meningkatkan kadar HDL kolesterol serta sedikit menurunkan
kadar LDL kolesterol.
Terapi Nutrisi
Tujuan Diet
Syarat Diet :
- Energi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien menurut berat badan dan
aktivitas fisiknya.
- Lemak cukup 20 – 30% total kebutuhan energi, diutamakan lemak tak jenuh.
- Protein cukup yaitu 10 – 20% dari kebutuhan energi total. Sumber protein
hewani diutamakan ikan yang banyak menggunakan lemak omega 3. Sumber
protein nabati lebih dianjurkan.
- Serat tinggi, terutama serat larut air yang banyak terdapat pada apel dan
kacang-kacangan.
b. Aktivitas fisik
1. Penatalaksanaan farmakologik
Hasil dari beberapa studi klinis mendukung rekomendasi ADA, bahwa kadar
LDL kolesterol dibawah 100 mg/dl merupakan sasaran utama penatalaksanaan
dislipidemia diabetik. Disamping itu penurunan kadar trigliseridaa dengan
menggunakan gemfibrozil seperti yang ditunjukkan dalam VA-HIT secondary
prevention study, dapat pula menurunkan angka kejadian komplikasi kardiovaskular
berulang sebesar 24%.
a. Terapi Kombinasi
Banyak studi yang membuktikan bahwa terapi kombinasi antara statin dan
berbagai obat lain seperti bile acid resin, fibrat dan niacin memberikan manfaat
yang lebih baik dalam hal penurunan kadar LDL kolesterol, namun
pemakaiannya terkendala oleh meningkatnya kejadian efek samping dan interaksi
obat. Kombinasi ezetimibe dengan statin merupakan strategi baru dalam
memperbaiki profil lipid pada pasien DM tipe 2. Studi terbaru menunjukkan
bahwa kombinasi ezetimibe dengan simvastatin pada dosis 10/10, 10/20, 10/40
dan 10/80 mg menghasilkan penurunan kadar LDL kolesterol, total kolesterol,
trigliseridaa, non HDL cholesterol dan apolipoprotein (Apo) B yang lebih besar
dibandingkan simvastatin monoterapi serta ditoleransi dengan baik.
Pada kedua tahap diet terapeutik, lemak tak jenuh rantai tunggal, terutama
asam oleat, dapat mencapai 15% kalori total. Asam oleat adalah asam lemak
utama yang terdapat pada kacang tanah, minyak zaitun, minyak canofa. Selama
bertahun-tahun, asam oleat dianggap netral terhadap kolesterol total, tidak
meningkatkan maupun menurunkan kadar kolesterol. Narnun demikian bukti
terbaru menunjukkan bahwa asam oleat dapat menyebabkan penurunan kadar
kol-LDL hampir sebesar asam linoleat yang tidak jenuh dan berantai ganda jika
salah satunya menggantikan lemak jenuh dalam diet.
Ada dua kelompok utama lemak tak jenuh rantai ganda, yang biasa disebut
asam lemak omega-6 dan omega-3. Asam lemak omega-6 utama adalah asam
linoleat. Substitusi lemak jenuh tinggi dengan makanan kaya asam linoleat
menghasilkan penurunan kadar kol-LDL. Beberapa minyak nabati kaya akan
asam linoleat, misalnya minyak kedelai, minyak jagung, minyak safflower dan
biji bunga matahari. Minyak ini, sebagaimana yang tinggi asam lemak tak jenuh
tunggal, mempunyai densitas kalori yang tinggi sehingga dapat menaikkan
asupan kalori dan menaikkan berat badan. lkan dan kerang adalah sumber utama
asam lemak omega-3. Asam lemak utama pada kelompok ini adalah asam
eikosapentaenoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Keduanya
mempunyai efek yang kecil terhadap kadar kol- LDL pada pasien dengan kadar
trigliserida normal. Beberapa data epidemiologis menunjukkan bahwa
konsumsi ikan jenis apa pun, yang mengandung asam lemak omega-3,
berhubungan dengan penurunan resiko PKV ; belum jelas apakah hubungan nyata
ini disebabkan oleh lemak ikan itu sendiri atau faktor lain. Karena mengandung
lemak jenuh yang rendah, ikan baik sebagai sumber protein dalam diet.
f. Kolesterol
g. Protein
Asupan protein pada Diet Tahap I dan Diet Tahap II rata-rata adalah 15% dari
kalori total. Pada beberapa hewan penelitian, protein nabati (contohnya protein
kedelai) menurunkan kadar kolesterol dibandingkan dengan protein hewan; efek
ini tidak ditemukan pada manusia dengan jumlah asupan protein yang biasa.
h. Karbohidrat
j. Serat
Serat makanan adalah polimer karbohidrat yang tak dapat dicerna. Satu jenis
serat dapat larut dalam air; jenis ini menambah massa feces (tinja) dan membantu
menormalkan fungsi kolon. Serat makanan yang tidak larut misalnya bekatul
tidak menurunkan kadar kolesterol serum, meskipun memberikan manfaat yang
lain bagi kesehatan. Serat yang larut dalam air, misalnya pektin, beberapa jenis
gum, dan psyllium seed husks, mempunyai potensi menurunkan kolesterol.
Asupan serat dalam menu sehari-hari sebaiknya 20-30g/hari untuk orang dewasa.
Rekomendasi ini dibuat terutama untuk mencapai fungsi gastro-intestinal yang
normal dan mungkin memberikan manfaat yang lain bagi kesehatan. Sekitar 25%
(6 g) sebaiknya berupa serat yang dapat larut. Bahan makanan yang mengandung
banyak pektin adalah apel, kesemek dll. Perbanyak konsumsi sayuran dan
buah- buahan.
k. Alkohol
l. Garam
Tabel 1
Efek Terhadap
Golongan Obat dan Dosis Efek Samping
Lipid