Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR INTERTROKHANTER FEMUR

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan
tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi
sebagai tempat penyimpanan garam mineral. Namun fungsi tersebut bisa
saja hilang karena terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan
fraktur.
Fraktur atau patah tulang adalah suatu peristiwa terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidajat, 1997).
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
baik yang bersifat total maupun sebagian yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012)
Fraktur femur adalah fraktur yang terjadi pada batang femur dan di
daerah lutut(Smeltzer dan Bare, 2002).
Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
a. Fraktur Intrakapsuler
Fraktur femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
kapsula.
1) Melalui kepala femur (capital fraktur)
2) Hanya di bawah kepala femur
3) Melalui leher dari femur
b. Fraktur Ekstrakapsuler;
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang
lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih

1
dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
Fraktur intertrokhanter terjadi diantara 2 trokhanter dimana
trokhanter mayor terdapat musculus gluteus medius dan minimus (ekstensi
dan abduksi panggul) dan trochanter minor dimana terdapat musculus
iliopsoas (fleksi panggul)
2. Etiologi
Sebagian besar patah tulang disebabkan oleh cedera seperti
kecelakaan mobil, olahraga atau karena jatuh. Fraktur terjadi jika tenaga
yang melawan tulang lebih besar dari kekuatan tulang pukulan langsung,
kekuatan yang berlawanan, gerakan pemuntiran tiba-tiba dan kontraktur
otot yang berlebih.
Penyebab dari fraktur (Arief Mansjoer, 2000) sebagai berikut:
a. Benturan dan cidera atau trauma (jatuh pada kecelakaan)
b. Kelemahan tulang akibat osteoporosis (pada orang tua), penderita
kanker atau infeksi yang disebut fraktur patologis.
c. Faktor stress/ fatigue fraktur akibat peningkatan drastis latihan pada
seorang atlit atau pada permulaan aktivitas fisik baru sehingga kekuatan
otot meningkat secara lebih dibandingkan kekuatan tulang.
3. Manfestasi klinik
Manifestasi klinik pada pasien yang mengalami fraktur menurut
Brunner dan Suddarth (2002) antara lain:
a. Nyeri
b. Deformitas tulang (perubahan struktur atau bentuk yang tidak sesuai
dengan anatomisnya)
c. Pemendekan tulang
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
f. Pergerakan abnormal
g. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan syaraf,
dimana syaraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.

2
h. Spasme otot karena kontraksi involunter di sekitar fraktur
i. Hasil foto rontgen yang abnormal.
Pada fraktur daerah panggul terdapat ciri:
a. Pada pasien muda dengan riwayat kecelakaan berat sedangkan pada
pasien tua biasanya dengan riwayat hanya trauma ringan, misalnya
terpeleset
b. Pasien tidak dapat berdiri
c. Posisi pinggul dalam keadaan fleksi dan endorotasi
d. Tungkai yang cedera dalam posisi abduksi, fleksi dan eksorotasi,
kadang terjadi pemendekan
e. Palpasi panggul adanya hematoma
4. Komplikasi
Komplikasi awal fraktur antara lain:
a. Kerusakan Arteri
b. Kompartement Syndrom
c. Fat Embolism Syndrom
d. Infeksi
e. Avaskuler Nekrosis
f. Shock
Komplikasi lambat fraktur yaitu:
a. Delayed union : proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari waktu
yang diharapkan
b. Non union : kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat dan stabil
c. Mal union : terjadi penyembuhan tetapi tidak memuaskan
d. Nekrosis avaskuler tulang
e. Kekakuan sendi
f. Gangguan saraf perifer
5. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 2003). Tapi

3
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 2000).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black, J.M, et al, 2003)
Tingkatan pertumbuhan tulang.
a. Hepatoma formotion (pembentukan hematom)
Karena pembuluh darah cidera maka terjadi perdarahan pada daerah
fraktur dan ke dalam jaringan di sekitar tulang tersebut. Reaksi
peradangan hebat timbul setelah fraktur, sel-sel darah putih dan sel
mast, terakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut. Darah menumpuk dan mengeratkan ujung-ujung tulang yang
patah dan fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
b. Firbin mesk work (pembentukan fibrin)
Hematoma menjadi terorganisir karena fibroblast masuk lokasi cidera,
membentuk fibrin. Fibrin mesk work (gumpalan fibrin) dan berfungsi
sebagai jala untuk melekatkan sel-sel baru.
c. Invasi osteoblast
Osteoblast masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahankan
penyambungan tulang dan merangsang pembentukan tulang baru imatur
(callus) pembuluh darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk
membentuk collagen, untaian collagen terus disatukan dengan kalsium.
d. Callus formation (pembentukan kalus)
1) Osteoblast terus membuat jalan untuk membangun tulang

4
2) Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensitesa tulang
baru.
3) Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit calcium.
e. Remodelling
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan akan
berubah membentuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan callus
dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan
waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat
terganggu atau terlambat apabila hematom fraktur atau callus rusak
sebelum tulang sejati terbentuk atau apabila sel-sel tulang baru rusak
selama proses kalsifikasi dan pengerasan (Arief Mansjoer, 2000).
Intervensi medis dengan penatalaksanaan pembedahan
menimbulkan luka insisi yang menjadi pintu masuknya organisme patogen
serta akan menimbulkan masalah resiko tinggi infeksi pascabedah, nyeri
akibat trauma jaringan lunak.(Muttaqin, 2012).

5
Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan Kerusakan frakmen


sekitar tulang

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tek sumsum tulg lebih


tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan
tekanan kapiler Melepaskan katekolamin

Gangg Fungsi ekstremitas Metabolisme asam lemak


Pelepasan histamin

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh drh Menyumbat


pembuluh darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas kulit Ketidakefektifan


perfusi jaringan

Perdarahan
Kehilangan volume Resiko syok
cairan (hipovolemik)

6
6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi
dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur
Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan
reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih tergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual.
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
Reduksi terbuka yaitu dengan pendekatan pembedahan, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
b. Imobilisai fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau di
pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau
inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal
dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di
butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra
trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-
15 minggu.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;

7
- Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
- Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
- Memantau status neurologi.
- Mengontrol kecemasan dan nyeri
- Latihan isometrik dan setting otot
- Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
- Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
a. Imobilisasi fragmen tulang.
b. Kontak fragmen tulang minimal.
c. Asupan darah yang memadai.
d. Nutrisi yang baik.
e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
f. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik.
g. Potensial listrik pada patahan tulang.
(Brunner, Suddarth. 2002)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Jalan nafas paten , benda asing, darah dari mulut
b. Breathing
Pengkajian isnpeksi pernafasan, auskultasi paru, palpasi adanya krepitasi,
irama nafas
c. Circulation
Pengkajian adanya perdarahan external, warna kulit, CRT, nadi
d. Diasability
Pengjkajian kesadaran ( GCS) Ukuran dann reaksi pupil
e. Ekprosure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan

8
2. Pengkajian Sekunder
a. Full Set of Vital sign
Pengkajian TTV
b. Give comfort measure.
Pengkajian Nyeri (P,Q,R,S,T)
c. History and head to toe
1). History menggunakan prinsip Sample
S : Subyektif, A: Allergic, M: Medication, P: Past Meddical History, L:
Last oral Intake, Event : Riwayat masuk RS
2). Head too Toe
Kepala, Leher , Dada Abdomen, Ektrimitas, Pengkajian syaraf kranial
a. Pemeriksaan Penunjang
3. Pemeriksaan Radiologi (Rontgen)
Untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi maka diperlukan dua proyeksi
yaitu lateral dan AP.
4. Pemeriksaan Laboratorium
- Kalsium Seru dan Fosfor Serum
- Alkalin Fosfat
- Enzim otot (Kreatinin Kinase, LDH-5, AST)
5. Diagnosis Keperawatan
Beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
a. Nyeri akut b.d agent injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke
jaringan
c. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
e. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volue darah akibat trauma
(fraktur)

9
1. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agent injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi
NOC :
 Pain Level
 Pain Control
 Comfort Level
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri
 Melaporkan nyeri berkurang
 Mampu mengenali nyeri
 Menyatakan rasa nyaman
 Tanda vital dalam rentang normal
NIC :
1) Kaji ulang nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, skala nyeri dan faktor pencetus.
2) Observasi respon verbal dan nonverbal tentang ketidaknyamanan.
3) Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
5) Ajarkan penggunaan kontrol nyeri saat nyeri berlangsung dengan
teknik non farmakologi
6) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
7) Tingkatkan istirahat
8) Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
pengurangan nyeri tidak berhasil
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke
jaringan
NOC :
 Circulation status
 Tissue perfusion; serebral

10
Kriteria hasil :
 Tekanan sistole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
 Tidak ada ortostatik hipertensi
 Tidak ada tanda peningkatan tekanan intra kranial
NIC:
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tumpul
2) Monitor adanya paratese
3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi
4) Gunakan sarung tangan untuk proteksi
5) Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
6) Mnitor kemampuan BAB
7) Kolaborasi penggunaan analgetik
8) Monitor adanya troboplebitis
9) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
c. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
NOC :
 Tissue integrity : skin atau mucous
 Wound healing
Kriteria hasil :
 Perfusi jaringan normal
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 Ketebalan dan tekstur jaringan normal
 Menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka
NIC :
1) Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
3) Monitor status nutrisi klien
4) Observasi luka ; lokasi, dimensi, kedalaman luka, jaringan nekrotik

11
5) Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka
6) Kolaborasi ahli gizi untuk pemberian diet TKTP
7) Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
8) Lakukan tehnik perawatan luka dengan tehnik steril
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
NOC :
 Joint movement
 Mobility level
 Self care
Kriteria hasil :
 Klien meningkat dalam aktifitas fisik
 Mengerti tujuan dari peningkatan aktifitas fisik
 menverbalisasikan perasaan dalam peningkatan kekuatan dan
kemampuan berpindah
NIC :
1) Monitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat
responnya
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
4) Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi
5) Dampingi klien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
6) Berikan alat bantu jika klien memerlukan
7) Ajarkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
e. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volue darah akibat trauma
(fraktur)
NOC :
 Syok prevention

12
 Syok managemen
Kriteria hasil :
 Nadi dalam batas yang dihaapkan
 Irama jantung dalam batas yang diharapkan
 Frekwensi nafas dalam batas yang diharapkan
NIC :
1) Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung,
HR dan ritme
2) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
3) Monitor suhu dan pernafasan
4) Monitor input dan output
5) Pantau nilai labor ; Hb, HT, AGD dan elektrolit
6) Monitor hemodinamik invasi yang sesuai
7) Monitor tanda dan gejala asietas
8) Monitor tanda awal syok
9) Tempatkan klien pada posisi supine, kaki elevasi untuk peningkatan
preload dengan tepat
10) Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
11) Berikan cairan intravena yang tepat
12) Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala datangnya syok

2. Evaluasi
Evaluasi perkembangan dapat dilihat dari hasil implementasi.
Tujuannya adalah untk mengetahui sejauh mana tujuan keperawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.
Langkah-langkah evaluasi :

13
a. Daftar tujuan pasien
b. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien
d. Diskusikan dengan pasien apakah tujuan dapat tercapai atau tidak jika
tujuan tidak tercapai maka perlu dikaji ulang. Kemudian dicatat apa
yang ditemukan serta apakah perlu dilakukan perubahan itervensi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham. (2003) Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika
Arif, et al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Helmi, Z. N. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika
Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta :
Media Action.
Muttaqin, A.(2012).Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Muttaqin, A& Sari. K. (2009). Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep,
Proses dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi:Konsep Klinis Proses –Proses Penyakit, vol
2, ed 6. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & Suddarth; alih
bahasa Agung Waluyo dkk. Jakarta: EGC
Suratun, dkk. (2008). Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Sjamshidayat, Wim de Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC

15

Anda mungkin juga menyukai