Anda di halaman 1dari 27

PANDUAN PRAKTIKUM

BASIC SCIENCE IN NURSING II

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2013
Praktikum II

PENGARUH CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, & HIPERTONIS TERHADAP

JARINGAN TUBUH

Tujuan Praktikum :

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan yang terjadi

pada sel akibat adanya cairan hipotonis, isotonis, dan cairan hipertonis yang berada

dilingkungan sel.

Alat yang diperlukan

1. Tabung reaksi 3 (tiga) buah

2. Berbagai cairan dengan kekuatan yang berbeda terdiri dari :

Cairan hipotonis : Nacl 0.45%

Cairan isotonis : NaCl 0.9%

Caairan hipertonis NaCl 3%

3. Spuit disposible 5 ml

4. Kapas alcohol

5. Basin Kidney

Pergerakan Cairan Tubuh

Cairan tubuh walaupun didistribusikan pada kompartemen tertentu, pada kenyataannya

tidaklah terikat pada satu kompartemen saja. Cairan akan bergerak dan terjadi pertukaran

antara cairan intrasel, cairan interstisial, dan cairan intravaskuler secara menetap.

Cairan intrasel dipisahkan oleh membran sel dari cairan interstisial, dan cairan

intravaskular dipisahkan oleh dinding kapler dari cairan interstitial. Perbedaan struktur

pemisah ini memungkinkan perbedaan dalam cara perpindahan cairan diantara kompartemen

ini.

Pergerakan Cairan Antara Interstitial dengan Intravaskuler

Untuk mempertahankan kehidupan sel yang sehat, harus terjadi perpindahan cairan

diantara intravaskuler (plasma = bagian dari darah) dengan interstitial secara menetap.

Darah berperan dalam pengangkutan zat ke dan dari sel. Zat-zat yang akan di kirim ke sel

harus melewati interstisial, begitu juga sisa metabolisme dari sel yang akan dikirim ke organ

pembuangan melewati cairan interstitial akan dipindahkan ke plasma. Tanpa adanya

1
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
mekanisme yang bertanggung jawab dalam pertukaran ini, zat-zat tersebut akan bertumpuk

di interstitial dan akan membahayakan bagi kehidupan sel.

Perpindahan cairan antara interstisial dengan intravaskuler dipengaruhi oleh :

 Permiabilitas dinding kapiler ; yaitu kemampuan dinding kapiler untuk dilewati oleh suatu

zat. Dalam keadaan normal dinding kapiler adalah semipermiabel, artinya tidak semua zat

bisa melewatinya. Zat yang melewatinya dengan mudah adalah O2, H2O, CO2, glukosa,

elektrolit, urea, sedangkan molekul-molekul besar seperti protein tak dapat melewatinya.

Molekul-molekul akan berpindah dari konsentrasi yang tinggi menuju konsentrasi yang

rendah. Proses perpindahan seperti ini disebut difusi.

Permiabilitas ini dapat berubah menjadi lebih permiabel atau kurang permiabel.

Peningkatan permiabilitas dapat terjadi oleh adanya zat-zat yang keluar dari area cedera

atau oleh karena reaksi alergi, seperti histamin, kinin, serotonin, dan prostaglandin.

Keadaan ini memungkinkan molekul protein dapat melewati dinding kapiler dan

menyebabkan edema. Sedangkan penurunan permiabilitas kapiler dapat terjadi karena

adanya zat kimia seperti antihistamin, steroid dan salisilat.

 Tekanan darah kapiler ; yaitu dorongan atau desakan yang berasal dari darah pada dinding

kapiler yang mendesak air keluar dari pembuluh darah dan cenderung mendorong molekul-

molekul keluar dari pembuluh kapiler. Proses perpindahan seperti ini dikenal dengan

filtrasi.

Tekanan darah kapiler ini dipengaruhi oleh banyaknya darah yang ada dalam kapiler.

Jumlah darah yang ada dalam kapiler tergantung dari besarnya curah jantung dan

diameter pembuluh darah yang memperdarahi kapiler tersebut. Oleh karena itu tekanan

darah disepanjang kapiler tidak sama, makin ke bagian distal makin kecil. Tekanan darah

kapiler proksimal adalah 35 mmHg sedangkan tekanan kapiler bagian distal adalah 15

mmHg.

 Tekanan osmotik koloid ; tarikan pada air yang berasal dari protein yang berada pada

pembuluh darah, cenderung menarik air yang berada di interstisial untuk masuk ke dalam

pembuluh darah kapiler, jadi berlawanan dengan tekanan darah kapiler, proses

perpindahan seperti ini dikenal dengan proses osmosa Dalam keadaan normal yaitu

konsentrasi plasma protein terutama plasma albumin > 3.5 gr%, besarnya tekanan osmotik

koloid ini adalah 25 mmHg, dan penurunan konsentrasi plasma protein menyebabkan

tekanan osmotik koloid menurun pula.

Adanya ketiga hal tersebut menyebabkan pergerakan cairan antara interstisial dan

cairan intravaskuler. Pada bagian proksimal karena tekanan darah kapiler lebih besar dari

2
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
tekanan osmotik koloid maka cairan dan beberapa zat yang dapat melewati dinding kapiler

keluar dari kapiler menuju interstisial. Cairan ini yang akan memberikan makanan dan oksigen

bagi kehidupan sel. Dengan keluarnya cairan maka tekanan darah kapiler makin ke ujung

kapiler makin kecil, sementara tekanan osmotik koloid tidak berubah, sehingga pada ujung

kapiler (distal kapiler) tekanan osmotik koloid lebih besar dari tekanan darah kapiler. Hal ini

menyebabkan cairan beserta molekul-molekul yang berada di interstisial (sisa metabolisme :

CO2, urea) bergerak masuk ke intravaskular. Untuk menghindari penumpukan cairan di

interstisial tidak semua cairan interstisial masuk ke kapiler melalui cara ini, sebagian akan

masuk ke pembuluh darah vena yang besar melalui kapiler limfe. Adanya perubahan dari

ketiga hal diatas dapat menyebabkan penumpukan cairan di interstitial yang dikenal dengan

edema.

Pergerakan Cairan Antara Intrsel dengan Interstisial

Dalam upaya mempertahankan homeostasis, cairan intrasel harus mendapatkan

kebutuhannya dan mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme yang bukan saja tidak berguna bagi

sel tetapi juga membahayakan kehidupan sel. Oleh karena itu CIS melakukan pertukaran

cairan dengan interstisial untuk mendapatkan O2, nutrien, dan mengeluarkan sisa

metabolisme.

Membran sel yang memisahkan CIS dengan cairan interstisial terbentuk dari 2 lapisan

lemak. Struktur ini menyebabkan tidak semua zat bisa melewatinya dengan mudah. Terdapat

3 mekanisme perpindahan zat saat melintasi membran sel yaitu:

1) Difusi sederhana (simple diffusion) :

zat-zat yang larut dalam lemak saja yang dapat keluar masuk dengan mudah seperti O2,

CO2, urea, alkohol, Cl dan molekul kecil bermuatan negatif lainnya.

2) Difusi difasilitasi (facilitated diffusion) : beberapa zat tak dapat menembus membran

tanpa bantuan zat lain. Sebagai contoh : glukosa pindah dari interstitial ke intrasel

melalui ikatan dengan carrier phosphat pada membran sel, setelah glukosa dilepaskan ke

intrasel, carrier phosphat kembali ke membrane dan mengambil glukosa lainnya dan

seterusnya.

3) Transport Aktif

Beberapa zat dapat bergerak antara interstisial dan intrasel melewati membrane sel

dengan melawan gradient konsentrasi melalui mekanisme pompa aktif misalnya pompa

untuk mengatur natrium dan kalium di interstisial dan di ekstrasel.

3
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Dalam keadaan normal natrium banyak dijumpai dalam cairan ekstrasel, sedangkan

kalium paling banyak berada di intrasel. Jika kalium keluar ke ekstrasel & natrium masuk

ke intrasel pompa Na–K akan menariknya kembali ke kompartemen semula. Mekanisme

ini membantu distribusi komponen cairan dalam keadaan normal dan membantu dalam

mempertahankan homeostasis.

4) Osmosis :

Osmosis adalah pergerakan cairan melewati membran semipermiabel dari konsentrasi

yang rendah menuju konsentrasi tinggi.

Tata Kerja Praktikum

1. Siapkan 3 buah tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml NaCl 0.45%, NaCl

0.9% dan NaCl 3%

2. Mintalah salah satu mahasiswa untuk secara sukarela diambil darah vena sejumlah 3

ml

3. Masukkan darah volunteer kedalam tabung reaksi yang sudah berisi cairan tadi

4. Kocok campuran tadi secara perlahan-lahan

5. Perhatikan perubahan apa yang terjadi pada ketiga tabung reaksi tersebut ?

6. Jelaskan mengapa dan bagaimana terjadinya perubahan tersebut !

4
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Laporan Praktikum II

Nama : …………………………….

NPM : …………………………….

Tanggal Praktikum : …………………………….

Tujuan Praktikum : .............................................................................................................

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Campuran darah dengan cairan NaCl 0.45% menghasilkan :

…………………...............................................................................................................................

......................................................................................................................................................

Kesimpulan : ......................................................................................................................

......................................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Campuran darah dengan cairan NaCl 0.9% menghasilkan :

…………………...............................................................................................................................

......................................................................................................................................................

......................

Kesimpulan : .......................................................................................................................

......................................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Campuran darah dengan cairan NaCl 3% menghasilkan ............................

......................................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Kesimpulan

…………………………………………………………………...................................................................

......................................................................................................................................................

......................................................................................................................................................

.......................................................

5
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Praktikum IV

SUHU TUBUH & PENGUAPAN

Tujuan Praktikum :

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mendemonstrasikan pengaruh lemak

terhadap kehilangan panas

Alat yang diperlukan

a. Thermometer air

b. Gelas dengan ukuran 200 ml 3 buah

c. Minyak goreng 100 ml

b. Kain wool untuk penutup gelas

c. Kain tipis dari katun penutup gelas

d. Panci berisi air dan kompor untuk memasak air

Suhu Tubuh Normal

Tidak ada tingkat suhu yang dianggap normal, karena pengukuran pada banyak orang

normal suhu memperlihatkan rentang suhu normal, yaitu mulai dari 36 oC (97oF) samapai lebih

dari 37,5oC (99oF). Bila diukur per rektal nilainya kira-kira 0,6oC (1ºF) lebih tinggi dari suhu

oral (Guyton&Hall, 1997). Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa suhu tubuh normal

berkisar antara 36,5-37,5oC (Scheifele, 1989 yang dikutip oleh Iskandar, 2002).

Suhu tubuh sedikit bervariasi pada kerja fisik dan pada lingkungan yang ekstrim, karena

pada pengaturan suhu tidak 100% tepat. Bila bentuk panas yang berlebihan karena kerja fisik

yang berat maka suhu rektal akan meningkat sampai setinggi 34-40ºC. Sebaiknya ketika tubuh

terpapar dengan suhu yang dingin maka suhu rektal dapat turun dibawah 35,6ºC.

Mekanisme Keseimbangan Suhu Tubuh

Menurut Kozier (1991) menyatakan bahwa suhu tubuh merupakan keseimbangan

antara produksi panas yang dihasilkan oleh tubuh dengan kehilangan panas dalam tubuh.

Mekanisme keseimbangan suhu ini sangat berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.

Mekanisme Produksi Panas

Produksi panas adalah produk tambahan metabolisme yang utama. Faktir-faktor yang

berperan penting dalam metabolisme tubuh. Diantaranya yaitu: (1) laju metabolisme basal

dari semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan karena konstruksi otot

6
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
yang disebabkan oleh menggigil; (3) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh

trioksin (dan oleh sebagian kecil hormon pertimbuhan dan testosteron) terhadap sel; (4)

metabolisme tambahan yang disebabkan efek epnefrin dan norepinefrin; (5) metabolisme

tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktifitas kimiawi dalam sel.

Mekanisme Kehilangan Panas

Sebagian besar produksi panas dalam tubuh dihasilkan pada organ dalam terutama hati,

otak, jantung, dan otot rangka terutama selama kerja. Kemudian panas ini dari jaringan

dalam tubuh ke kulit melalui sistem penghubung arteriovenosus ( arteriovenous shunt).

Penghubung dapat terbuka untuk menghantarkan panas dari kulit ke lingkungan sekitarnya

atau tertutup untuk menhambat panas keluar dari tubuh. Membuka atau mentupnya

arteriovenosus ini diatur oleh sistem saraf simpatis yang berespon terhadap perubahan

lingkungan. Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan yaitu:

(1) Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari area permukaan benda yang satu denga

permukaan yang lain tanpa adanya kontak langsung antara dua buah benda (Kozier, 1991).

Orang yang telanjang pada suhu kamar normal kehilangan panas kira kira 60% dari

kehilangan panas total (sekitar 15%) melalui radiasi (Guyton, 1997). Kehilangan panas

melalui radiasi berarti kehilangan dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis

gelombang elektromagnetik.

(2) Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas dari suatu molekul ke molekul lain yang disertai

kontak langsung antara dua buah benda (Taylor, 1997). Darah membawa atau

mengkondiksikan panas dari inti tubuh ke permukaan kulit. Normalnya, hanya sedikit

jumlah panas yang dilepaskan melalui proses konduksi ke permukaan kulit. Selimut

pendingin atau kasur pendingin dapat digunakan untuk menurunkan demam melalui

konduksi panas dari kulit ke kasur/selimut pendingin. Perpindahan panas juga dapat

terjadi melalui pemaparan dengan air. Air memiliki panas khusus beberapa ribu kali lebih

besar daripada udara, sehingga setiap unit bagian air yang berdekatan ke kulit dapat

mengabsorbsi jumlah kuantitas panas yang lebih besar dari pada udara. Juga

konduktifitas air terhadap panas berbeda dengan konduktifitas udara. Oleh karena itu,

kecepatan kehilangan panas ke air pada suhu yang cukup rendah jauh lebih besar dari

pada kecepatan kehilangan panas ke udara pada suhu yang sama.

(3) Konveksi

7
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Konveksi adalah perpindahan panas melalui pergerakan udara diantara dua area yang

berbeda kepadatannya (Taylor, 1997). Ada dua macam konveksi yaitu konveksi alamiah

dan konveksi paksa. Konveksi alamiah adalah kehilangan panas akibat suhu udara sekitar

lebih dingin dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan konveksi paksa terjadi dari

pendingin ruangan seperti AC dan kipas angin.

(4) Evaporasi

Kehilangan panas melalui penguapan yang terjadi terus menerus dari traktus

respiratorius, mukosa mulut dan dari kulit (Kozier, 1991). Evaporasi dapat terjadi melalui

kulit dan paru-paru (insensible waterloss). Evaporasi air yang tidak kelihatan ini tidak

dapat dikendalikan untuk tujuan pengaturan suhu karena evaporasi tersebut dihasilkan

dari difusi molekul air terus menerus melalui kulit dan permukaan sistem pernafasan.

Akan tetapi kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat diatur dengan pengaturan

kecepatan berkeringat. Berkeringat terjadi melalui kelenjar keringat yang diatur oleh

sistim saraf simpatis

Pengaturan Suhu Tubuh

Konsep Set-Point Dalam pengaturan Suhu Tubuh

Pada tingkat yang hampir tepat 37,1oC terjadi perubahan drastis pada kecepatan

kehilangan panas dan kecepatan pembentukan panas. Pada suhu diatas tingkat ini,

kecepatan kehilangan panas lebih besar dari pada kecepatan pembentukan panas sehingga

suhu tubuh turun dan mencapai kembali tingkat 37,1oC. Sebaliknya pada suhu dibawah

tingkat ini, kecepatan pembentukan panas lebih besar dari pada kecepatan kehilangan suhu

panas sehingga suhu tubuh meningkat dan kembali mencapai suhu 37,1 oC. Tingkat

temperatur kritis ini disebut set-point dari mekanisme pengaturan suhu tubuh, yaitu semua

mekanisme pengaturan temperatur yang terus menerus berupaya untuk mengembalikan suhu

tubuh ke tingkat set-point (Guyton&Hall, 1997)

Mekanisme pengaturan Suhu Tubuh

Sistem yang mengatur suhu tubuh terdiri dari tiga bagian, yaitu: deteksi suhu kulit dan

suhu inti tubuh, penggabungan di hippotalamus, dan sistem efektor yang mengatur produksi

panas dan kehilangan panas.

Sistem deteksi suhu tubuh terdiri dari dua bagian yaitu deteksi suhu tubuh di kulit dan

deteksi suhu tubuh di jaringan dalam (inti tubuh). Kulit memiliki reseptor dingin dan panas.

Reseptor dingin jauh lebih banyak dari pada reseptor panas, tepatnya terdapat sepuluh kali

8
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
lebih banyak di seluruh kulit. Oleh karena itu, deteksi suhu bagian perifer terutama

menyangkut deteksi suhu sejuk dan dingin dari pada suhu hangat (Guyton&Hall, 1997).

Reseptor suhu tubuh bagian dalam ditemukan pada bagian tertentu dalam tubuh.

Terutama di medulla spinalis, di organ dalam abdomen, atau disekitar vena-vena besar.

Reseptor dalam ini berbeda fungsinya dengan reseptor kulit karena reseptor tersebut lebih

banyak terpapar dengan suhu inti dari peda suhu permukaan tubuh, reseptor inti tubuh

lebih banyak mendeteksi dingin dari pada hangat. Hal ini dimungkinkan karena reseptor kulit

dan reseptor bagian dalam tubuh berperan mencegah hipotermi, yaitu mencegah suhu tubuh

yang rendah.

Integrator hipotalamus merupakan pusat yang mengatur suhu inti tubuh, terletak di area

pre-optik dari hipotalamus bagian anterior (Kozier, 1991). Pusat ini berfungsi untuk

mengintegrasikan antara input yang bearasal dari berbagai macam reseptor suhu yang

terletak di tubuh dengan output yang merespon terjadinya peningkatan pembentukan panas

tubuh atau peningkatan kehilangan panas tubuh (Porth, 1990). Area-pre-optik ini

mengandung sejumlah neuron-neuron yang sensitif terhadap panas kira-kira sepertiga dari

jumlah neuron yang sensitif terhadap dingin. Neuron-neuron ini berfungsi mjengantarkan

sinyal dan reseptor suhu kulit dan meresponnya kembali melalui mekanisme umpan balik.

Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi panas (set-point berada di atas

tingkat temperatur kritis), maka sistem efektor segera mengirim sinyal untuk menurunkan

set-point dengan cara menghambat produksi panas tubuh dan meningkatkan pelepasan panas
tubuh ke lingkungan. Akibatnya suhu tubuh menurun dan mencapai tingkat temperatur

kritis (Guyton&Hall, 1997). Respon fisiologis yang timbul dari stimulus suhu panas adalah

berupa vasodilatasi pembuluh darah di seluruh tubuh, berkeringat, dan penghambatan

termogenesis kimia seperti hormon epinefrin dan tiroksin oleh sistim saraf pusat (Kozier,

1991).

Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi dingin (set-point berada di bawah

tingkat temperatur kritis)maka sistem efektor segera mengirim sinyal untuk menaikkan

produksi panas tubuh dan menghambat pelepasan pelepasan panas tubuh ke lingkungan.

Akibatnya suhu tubuh meningkat dan mencapai kembali tingkat temperatur kritis

(Guyton&Hall, 1997). Respon fisiologis yang timbul dari adanya stimulus suhu dingin adalah

terjadinya vasokontriksi pembuluh darah perifer sehingga kulit telihat pucat, piloereksi

(rambut berdiri pada akarnya), menggigil, pelepasan epinefrin dan norepinefrin, pelepasan

trioksin oleh hormon tiroid yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh (Kozier, 1991).

9
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Selain mekanisme bawah sadar untuk pengaturan suhu tubuh, tubuh memiliki mekanisme

pengaturan temperatur lain berupa perilaku pengaturan suhu tubuh. Perilaku ini meliputi

pemilihan jenis pakaian, pengaturan suhu lingkungan dengan menggunakan mesin penghangat

atau AC, minum minuman hangat disaat tubuh kedinginan, posisi tubuh “meringkuk” yang

bertujuan untuk menghambat pelepasan panas disaat udara dingin dan sebagainya (Porth,

1990).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

(1) Usia

Baik usia yang lebih muda maupun yang lebih tua, sangat sensitif terhadap perubahan

suhu lungkungan. Bayi dan anak-anak lebih cepat berespon terhadap perubahan suhu

udara baik panas maupun dingin. Menurut Donna (1993) menyatakan bahwa pengaturan

suhu tubuh pada usia toodler sudah mulai stabil dibandingkan dengan infant. Orang

berusia lanjut (diatas 75 tahun) lebih mudah terjadi hipotermi dikarenakan faktor

penuaan sehingga kontrol pengaturan suhu tubuh kurang optimal (Taylor, 1997)

(2) Variasi diurnal

Suhu tubuh secara normal mengalami perubahan setiap hari bervariasi sebesar 2 oC

diantara pagi hari dan siang hari. Suhu tubuh berada pada tingkat paling tinggi diantara

pukul 20.00 dan 24.00 WIB dan berada pada tingkat paling rendah diantara pukul 04.00

dan 06.00 (Kozier, 1991).

(3) Exercise

Kerja yang berlebihan dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 38,3-40oC diukur secara

rektal (Kozier, 1991).

(4) Hormon

Wanita memiliki pengaturan suhu tubuh yang berfluktuatif dibandingkan laki-laki. Hal ini

terjadi karena adanya perubahan hormonal pada waita terutama peningkatan

progesteron pada saat ovulasi. Perubahan hormon meningkatkan suhu tubuh sebesar

0,5-1oC (Taylor, 1997).

(5) Stress

Tubuh berespon baik terhadap stress fisik dan stress emosional. Adanya stress

menyebabkan rangsangan terhadap epinefrin dan norepinefrin sehingga kecepatan

metabolisme akan meningkat yang pada akhirnya juga akan meningkatkan suhu tubuh

(Kozier, 1991).

(6) Suhu Lingkungan

10
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Suhu tubuh yang ekstrim dapat berpengaruh terhadap sistem pengaturan suhu tubuh

seseorang. Pada dasarnya, ketika tubuh terpapar udara dingin yang ekstrim tanpa baju

pelindung yang adekuat maka terjadi kehilangan panas yang dapat meningkatakan

hipotermi, jika tubuh terpapar pada udara panas yang ekstrim maka akan terjadi

hipertermi (Taylor, 1997).

(7) Cairan

Salah satu fungsi cairan dalam pengaturan sirkulasi darah adalah menghantarkan panas

yang merupakan hasil metabolisme tubuh. Yang dimaksud cairan disini adalah darah.

Aliran darah ke kulit menentukan kehilangan panas dari tubuh dan dengan cara ini

mengatur suhu tubuh. Kehilangan sejumlah besar cairan dari traktus gastrointestinal,

kulit, atau ginjal yang berlangsung secara abnromal dan dehidrasi dapat menyebabkan

menurunnya volume cairan intravaskuler. Berkurangnya cairan intravaskuler akan

menyebabkan menurunnya volume darah. Penurunan volume darah akan menggangu

proses transportasi dari tubuh ke lingkungan. Akibatnya temperatur tubuh akan

meningkat (Guyton&Hall, 1997).

Tata Kerja Praktikum

A. SUHU TUBUH DAN TATA PANAS

1. Suhu pada Ketiak

Orang percobaan berbaring dengan tubuh bagian atas terbuka (tidak memakai baju) dan

bernafas melalui hidung (mulut sudah tertutup). Pasang termometer klinik ke dalam

ketiak (ketiak harus kering dari keringat). Biarkan termometer selama 10 menit dan

bacalah hasilnya.

2. Suhu Mulut

Turunkan termometer, bersihkan termometer dengan air dan alkohol. Pasang

termometer di bawah lidah orang percobaan yang sama. Biarkan selama 10 menit dan

bacalah hasilnya. Bandingkan dengan (A).

3. Pengaruh Penguapan

Orang percobaan yang sama sambil berbaring bernafas dengan tenang melalui mulut

selama 2 menit. Pasang termometer di dalam mulut. Baca hasilnya pada 5 menit pertama

dan pada 5 menit kedua (tidak perlu diturunkan dahulu setelah 5 menit pertama).

11
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
2. Pengaruh Luar terhadap Temperatur Mulut

Orang percobaan berkumur-kumur dengan air es selama satu menit. Kemudian ukur suhu

mulutnya. Baca suhu pada 5 menit pertama dan pada 5 menit kedua (suhu termometer

tidak perlu diturunkan dahulu).

Lakukan percobaan A. 1, 2, 3, dan 4 pada orang percobaan yang lain. Catat nama, jenis

kelamin, umur, dan suhu ruangan

B. Pengaruh Berbagai Penutup Terhadap Penguapan

1. Panaskan 500 ml air hingga mendidih

2. Masukkan kedalam ketiga 3 gelas masing-masing sampai berisi 2/3 bagian

3. Gelas I ditutup dengan kain tipis dari katun

Gelas II ditutup dengan kain wool

Pada Gelas III ditambahkan minyak goreng 50 ml

4. Ukur suhu masing-masing gelas setiap 15 menit selama 2 jam dan catatlah hasilnya.

12
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Laporan Praktikum IV

Nama : …………………………….

NPM : …………………………….

Tanggal Praktikum : …………………………….

Tujuan Praktikum :

......................................................................................................................................................

......................................................................................................................................................

.........................................................

Hasil Praktikum :

A. Suhu Tubuh & Tata panas

Suhu Ruang: .........................

1. Suhu pada Ketiak : ………………

2. Suhu Mulut : ………………

3. Pengaruh Penguapan : ………………

4. Pengaruh Luar terhadap Temperatur Mulut : ………………

B. Pengaruh Berbagai Penutup Terhadap Penguapan

Gelas I menghasilkan :

¼ jam I : ………………………………

¼ jam II : ………………………………

¼ jam III : ……………………………...

¼ jam IV : ..........................................

Gelas II menghasilkan :

¼ jam I : ………………………………

¼ jam II : ………………………………

¼ jam III : ……………………………

¼ jam IV : .............................................

Gelas III menghasilkan :

¼ jam I : ………………………………

¼ jam II : ………………………………

¼ jam III : ……………………………

¼ jam IV : .............................................

13
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Kesimpulan ......................................................................................................................

......................................................................................................................................................

......................................................................................................................................................

......................................................................................................................................................

......................................................................................................................................................

.................................................................................................................

14
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Praktikum V

GLUKOSA DARAH

Tujuan Praktikum :

Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan

kadar glukosa darah sebagai dampak dari penambahan berbagi jenis cairan.

Alat yang diperlukan

1. Gelas ukuran

2. Cairan untuk diminum :

Air gula (75 gram gula dilarutkan dalam 300 ml air minum

3. Alat pemeriksaan kadar gula darah

4. Kertas dan ballpoint untuk mencatat

Tubuh menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi untuk aktifitas sel.

Karbohidrat dapat ditemukan dalam makanan yang mengandung pati seperti roti,

nasi, kentang dan lain-lain. Karbohidrat terdiri dari:

1. Karbohidrat sederhana yang terdiri dari 6 karbon monosakarida, dan yang

termasuk ke dalam monosakarida adalah glukosa, galaktosa dan fruktos8.

2. Disakarida, seperti laktosa dan sukrose

3. Polisakarida atau karbohidrat kompleks seperti pati

Pada umumnya jenis karbohidrat yang paling banyak dalam diet seharihari

adalah disakarida dan polisakarida, yang pada akhirnya dihidrolisis oleh enzim seperti

sakaridase dalam usus halus menjadi gula sederhana yaitu glukosa, galaktosa dan

fruktosa kemudian diabsorbsi dalam viii-viii usus halus masuk ke dalam darah dan

ditransportasikan melalui vena porta ke dalam hati

Glukosa sederhana yang sampai di hati dengan bebas masuk ke dalam sel-sel

hati dan secara enzimatis galaktosa dan fruktosa dirubah menjadi glukosa.

Kadar guia dalam darah harus terus dipertahankan dalam jumlah yang normal

di dalam darah. Pada masa pasca absortif, glukosa dalam intestine dapat menjadi

sumber utama konsentrasi gula di dalam darah, akan tetapi waktu setelah absorbsi

kadar gula darah akan diseimbangkan oleh glukosa dari hati yang merupakan pool

untuk glukosa di dalam darah.

Setelah makan makanan yang tinggi karbohidrat, gula darah akan tinggi,

15
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
mengakibatkan uptake glukosa oleh hati menjadi meningkat, dan proses

pembentukan glikogen hati akan meningkat melalui suatu proses yang disebut

glikogenesis.

Jaringan pengguna gluokosa terbesar adalah otot dan otak. Pada otot yang

sedang aktif dimana kebutuhan akan energi sangat tinggi, glukosa akan diambil

secara cepat dari glukosa dan dirubah menjadi glukosa-6-fosfat, dan kemudian

dengan bantuan enzim-enzim glikolisis dirubah menjadi piruvat yang pada akhirnya

masuk ke sistem respirasi sel atau siklus kreb untuk menghasilkan energi (pada

keadaan cukup oksigen). Tapi sebaliknya apabila otot atau tubuh secara

keseluruhan sedang tidak aktif atau sedang istrirahat, glukosa yang dalam hati akan

dirubah menjadi glukosa 6 fosfat, dan dirubah menjadi glikogen hati sebagai

cadangan glukosa.

Untuk dapat masuk ke dalam sel otot, glukosa perlu bantuan insulin yang

merupakan pembawa pesan pertama, yang akan berikatan dengan reseptor insulin

dalam membran sel. Apabila ikatan hormon dan insulin terbentuk maka

glukosa melalui gerbang protein G dapat menembus membran sel untuk dipakai

selanjutnya. Sering sekali, karena adanya kegemukan, kurang aktifitas dan konsumsi

gula sederhana yang terlalu banyak dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan

reseptor insulin sel otot sebagai pemakai terbesar glukosa menjadi kurang atau

bahkan tidak sensitif terhadap insulin, menyebabkan glukosa yang ada dalam darah

tidak dapat masuk ke dalam sel dan bertumpuk dalam darah, hal ini disebut

hiperglikemia. Kandisi menurunnya sensitifitas reseptor insulin sering menyertai

penyakit Diabetes Melitus tipe II.

Penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang sulit

penangananya karena berkaitan dengan kekacauan endakrin tubuh, oleh sebab itu

deteksi dini diabetes lebih penting dari pada mengobati. Salah satu prekondisi yang

mendahului adalah adanya intoleransi glukosa, yang senng menyertai orang yang

kegemukan atau dengan riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tipe 2.

Pemeriksaan untuk melihat toleransi glukosa adalah tes oral toleransi glukosa.

Pemeriksaan ini dapat bermanfaat untuk deteksi dini Diabetes mellitus tipe 2.

16
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Tata Kerja Praktikum:

A. Toleransi Glukosa

1. Diet 3 hari cukup karbohidrat

2. Puasa 12-14 jam kemudian diperiksa gula darah puasanya

3. Minum air gula (75 gram gula dilarutkan dalam 300 ml air selama 5 menit

4. Gula darah diperiksa kembali setelah 1 jam dan setelah 2 jam

Hasil akan menunjukan ada gangguan toleransi atau ada gangguan uptake glukosa

apabila hasil pemeriksaan : Puasa > 120 mg/dL dan 2 jam setelah makan < 140 mg/dL.

B. Pengaruh Aktifitas pada Glukosa Darah

0. Lakukan pemeriksaan gula darah sebelum latihan

1. Lakukan latihan fisik konstan ( Co: jogging/step test selama 30’)

2. Lakukan pemeriksaan gula darah setelah latihan

3. Ulangi pemeriksaan setelah 1 jam, dan 2 jam

17
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Laporan Praktikum V

Nama : …………………………….

NPM : …………………………….

Tanggal Praktikum : …………………………….

Tujuan Praktikum :

......................................................................................................................................................

Hasil Praktikum :

A. Tes Toleransi Glukosa

1. Gula darah Puasa : ..................................................................

2. Gula darah setelah minum air gula : .......................................

3. Gula darah setelah 1 jam: ................ setelah 2 jam : ...............


B. Pengaruh Aktifitas pada Glukosa Darah

1. Gula darah sebelum latihan………………………………………………..

2. Gula darah setelah latihan…………………………………………………

3. Gula darah setelah 1 jam: …………………setelah 2 jam: ……………

Kesimpulan:……………………………………………………………………………………………………

18
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Praktikum II

Gerakan Refleks

Tujuan Praktikum :

Untuk membukktikan adanya gerakkan – gerakkan refleks urat , dan urat gerakkan pada

mata serta gerakkan refleks muntah pada seseorang

Alat yang diperlukan

 Palu perkusi

 Lampu Senter

 Kapas

 Jarum

Tinjauan Teori

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa

disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari

reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian

hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang

harus dilaksanakan oleh efektor.

Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap

rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa

dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya

berkedip, bersin, atau batuk.

Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari

reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima

oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan

ke saraf motor untuk disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini

disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf

penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau mempersempit

pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung berada di

dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut.

Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini

terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan

19
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia,

hubungan (sinaps) antara neuron somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau

medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis

medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan terdapat di

ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan

radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal

sebagai hokum Bell-Magendie.

Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial

reseptor yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan

membangkitkan potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi

potensial aksi yang terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di

system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang,

berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial

inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf

(sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau

tuntas. Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding

dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons

sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang

berupa otot rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan

potensial aksi yang mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan

antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di

lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh berbagai masukan dari neuron lain yang juga

bersinaps pada neuron eferen tersebut.

Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu

sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan

monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang

mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan

polisanptik, dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung

reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi

oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal

fringe), dan oleh berbagai efek lain.

Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul

kontraksi. Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot,

dan responnya berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan

20
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
otot (muscle spindle). Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan

ke SSP melalui sera-serat sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik

otot yang teregang itu. Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate.

Reflex-refleks regang merupakan contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling

banyak diteliti.

Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam

gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di

serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang

teregang tersebut. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa

yang mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot

itu. Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative

untuk menahan setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat

dipertahankan.

Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot-

otot ekstensor lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat

ke tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini

dengan sebuah palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan

mengaktifkan reseptor-reseptor gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan

kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai

bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin sebagai penilain

pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa

sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik,

keluaran eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga

mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron

motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.

Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-

otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap

kali sendi lutut cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang.

Kontraksi yang terjadi pada otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan

lutut, menahan tungkai tetap terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri

tegak.

Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi

dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah

menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama

21
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya,

ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang

belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari

otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan

mendadak pada otot panjang. Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik

setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian yang lebih

lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama setelahnya. Refleks ini diperoleh

oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua primer dan endings.The

sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu menyebabkan tingkat

kontraksi otot cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak

sebaliknya.

Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk

mencegah osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam

dam memperlancar seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang

belakang sering ditularkan ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk

beberapa milidetik, kemudian menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas

lain, dan begitu seterusnya.

Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai

tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas

cahaya yang lebih besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang

masuk), sedangkan intensitas cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih

besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi, refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya

yang memasuki mata.

Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak

mata berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari

kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus

membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari

mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks

ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing dan lampu terang (yang terakhir ini

dikenal sebagai refleks optik).

Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian,

khususnya ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial

ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu kornea

biasanya memiliki respons konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.[4]

22
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk

mengurangi refleks C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon

palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara

spesifik, tes mengaktifkan reseptor di dalam peregangan otot bisep brachii yang

berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf tulang belakang dengan saraf tulang

belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps dan menyentakkan lengan

bawah.

Tata Kerja Praktikum

a. Refleks kulit perut.

Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping

badan. Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang

terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.

b. Refleks kornea

Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba

menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa

menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan

kapas. Respon berupa kedipan mata secara cepat.

c. Refleks cahaya

Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa

konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.

d. Refleks Periost Radialis

Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit

dipronasikan. Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii. Respons berupa fleksi

lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.

e. Refleks Periost Ulnaris

Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara

pronasi dan supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus. Respons berupa

pronasi tangan.

f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)

1) Knee Pess Reflex (KPR)

23
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan

tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai

pada sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi

ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadrisips.

2) Achilles Pess Reflex (ACR)

Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah

pada tendo Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi

otot gastronemius.

3) Refleks biseps

Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada

tendo otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak

kontraksi otot biseps

4) Refleks triseps

Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah

pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan

dan kontraksi otot triseps

5) Withdrawl Reflex

Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah

pada saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan

cepat kulit lengan dengan jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak

melukai orang coba. Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.

PERLU DIPERHATIKAN:

1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota

gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang

coba untuk mempertahankan posisinya.

2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi

dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.

3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan

kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.

Laporan Praktikum II

Nama : …………………………….

NPM : …………………………….

24
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Tanggal Praktikum : …………………………….

Tujuan Praktikum : .............................................................................................................

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Refleks kulit perut.

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Refleks kornea

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Refleks cahaya

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Refleks Periost Radialis

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Refleks Periost Ulnaris

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)

Knee Pess Reflex (KPR)

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Achilles Pess Reflex (ACR)

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Refleks biseps

......................................................................................................................................................

........................................................................................

25
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran
Refleks triseps

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Withdrawl Reflex

......................................................................................................................................................

........................................................................................

Kesimpulan

…………………………………………………………………...................................................................

......................................................................................................................................................

......................................................................................................................................................

.......................................................

26
Panduan Praktikum BSN I dan II Fak. Keperawatan Universitas Padjadjaran

Anda mungkin juga menyukai