Anda di halaman 1dari 23

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI (SELF-ESTEEM) DAN

KEPUASAN SEKSUAL PADA WANITA YANG


MELAKUKAN HISTEREKTOMI

OLEH

MARIA AGUSTINA THEODORA

80 2011 110

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI (SELF-ESTEEM) DAN
KEPUASAN SEKSUAL PADA WANITA YANG
MELAKUKAN HISTEREKTOMI

Maria Agustina Theodora

Aloysius L. S. Soesilo

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016
1

PENDAHULUAN

Pada saat ini banyak terjadi gangguan kesehatan salah satunya yaitu gangguan

pada sistem reproduksi yang sering dialami oleh wanita. Gangguan kesehatan yang

sering terjadi pada sistem reproduksi wanita di kalangan masyarakat diantaranya kanker

serviks, kanker payudara, kista ovarium, gangguan menstruasi, mioma uteri dan lain

sebagainya (Manuaba, 2009). Dalam penanganan dapat dengan obat ataupun

membutuhkan proses dengan terapi, dan ada juga yang harus melalui operasi. Salah satu

penanganan yang dilakukan dengan operasi yaitu histerektomi, menurut kamus

kesehatan histerektomi adalah bedah pengangkatan rahim. Robert B. Cooper (dalam

Triana, 2012) menyatakan histerektomi suatu tindakan media yang sangat tidak

diharapkan terutama bagi wanita yang masih mendambakan seorang anak. Seringkali

dokter tidak memiliki pilihan lain untuk menangani penyakit secara permanen selain

mengangkat rahim.

Rock dan Jones III (dalam Afiyah, 2010) menyatakan bahwa beberapa negara

menunjukkan angka kejadian histerektomi yang bervariasi yaitu, di California pada

tahun 2003 rata–rata 3,14 per 1000 perempuan. Di Minnesota dari tahun 1995 – 2002

rata–rata 4,7 per 1000 perempuan. Di Amerika Serikat tahun 1997 rata-rata 5,6 per

1000. Menurut Gozali & Santoso (2002) di Indonesia prevalensi histerektomi belum

diketahui secara pasti. Data dari bagian Obstetri Ginekologi Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa setiap tahun kurang lebih 230 tindakan

histerektomi dilakukan dengan bermacam–macam tujuan seperti mengatasi pendarahan

dan kanker serviks. Histerektomi terbanyak biasa dilakukan pada mioma uteri. Tindakan

histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari keseluruhan kasus (Hadibroto, 2005).
2

Meningkatnya kejadian histerektomi dikarenakan kondisi akut meliputi:

kehamilan, infeksi, komplikasi dari tindakan operasi; penyakit jinak meliputi:

leiomyomas, endometriosis, adenomiosis, infeksi kronis, tumor adneksa; kanker dan

penyakit premalignan meliputi kanker invasive, penyakit preinvasive, distant kanker;

ketidaknyamanan meliputi nyeri panggul kronik, relaksasi panggul, inkontinensia

saluran kencing; dan paliatif meliputi steril, propilaksis kanker, dan lainya (Berek,

1996).

Menurut Rock & Jones III, Lumsden & Hickey dan Andalas (dalam Afiyah

2010) ada 4 macam jenis histerektomi, yaitu histerektomi total/lengkap adalah

pengangkatan uterus dan serviks tanpa ovarium dan tuba fallopi. Histerektomi

subtotal/parsial adalah pengangkatan bagian atas uterus dengan meninggalkan bagian

segmen bawah rahim. Histerektomi radikal adalah pengangkatan uterus, serviks, bagian

atas vagina serta jaringan–jaringan penyangga disekitarnya. Sedangkan histerektomi

eksenterasi pelvik adalah pengangkatan semua jaringan dalam rongga panggul.

Tindakan ini dilakukan pada kasus kanker yang bermetastase ke daerah sekitar panggul.

Afiyah (2010) menyatakan beberapa dampak yang timbul setelah histerektomi

yaitu dampak fisik, psikis dan sosial. Secara umum dampak fisik akibat tindakan

histerektomi pada perempuan adalah hemorarghi, hematoma pasca operasi infeksi dan

reaksi abnormal terhadap anestesi, selain itu terjadi perubahan sensasi pada saat

berhubungan seksual dikarenakan pengangkatan serviks. Perubahan sensasi pada saat

berhubungan seksual dikarenakan berkurangnya produksi hormon estrogen dan

prosgesteron yang menyebabkan kekeringan pada vagina (Baziad, Katz, Bayram, Beji

dalam Afiyah, 2010). Sedangkan dampak psikologis pada umumnya merasakan sesuatu

kehilangan yang diikuti reaksi kesedihan. Gejala gangguan psikologi yang sering terjadi
3

depresi dan stres, karena beberapa perempuan beranggapan uterus adalah sumber

perasaan dan anggapan tersebut dapat mempengaruhi kesehatan mental (Katz dalam

Afiyah, 2010). Bayram dan Beji (dalam Afiyah, 2010), ada banyak faktor yang

mempengaruhi masalah psikologis pasca histerektomi salah satunya yaitu ketakutan

kehilangan gairah seksual. Lalu dampak sosial terjadi tergantung pemahaman dan

pandangan perempuan terhadap pentingnya uterus untuk kehidupannya. Pengangkatan

uterus pada perempuan akan mengakibatkan timbulnya masalah pada hubungan

sosialnya seperti merasa lemah, cemas akan kehilangan daya tarik, dan identitas seksual,

kehilangan harapan dan depresi yang dapat mempengaruhi bagaimana menjalankan

kehidupannya (Naughton & Mcbee dalam Afiyah, 2010). Histerektomi terbanyak

dialami oleh wanita usia produktif.

Umumnya, usia wanita yang mengalami histerektomi berada dalam rentang usia

20 – 49 tahun (Berek, 1996). Lanjut Triana (2012), adanya tumor lebih sering

ditemukan dengan rentan usia 20 - 40 tahun (40%) dan usia 40 tahun keatas (60%).

Seorang wanita yang mengalami histerektomi memiliki masalah yang berkaitan dengan

harga diri terutama merasa harga dirinya rendah, banyak perubahan fisik yang berubah,

yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari antar lain tidak menerima keadaan yang

dialami, tidak percaya diri, merasa tidak berguna sebagai istri, perasaan tidak mampu,

merasa bersalah, mudah tersinggung, dan menarik diri. Di Indonesia ada anggapan dari

pasangan, keluarga dan masyarakat bahwa perempuan dengan pengangkatan sebagian

atau seluruh rahimnya adalah perempuan tidak sempurna (Angsar dalam Afiyah, 2010).

Namun Suhartono (dalam Rachmah, 2004) menyatakan sebenarnya pengangkatan rahim

tidak mempengaruhi kehidupan sehari–hari walaupun dari sisi reproduksi tentu saja ada

perubahan. Nunuk, dkk (dalam Rachmah, 2004) menyatakan seorang perempuan yang
4

mengadopsi mitos–mitos secara berlebihan dapat merasakan dampak–dampak

psikologis seperti rasa tidak percaya diri, perasaan kurang, rendah, tidak bisa

menghargai diri sendiri, stres, kurang tenang, kurang bahagia.

Menurut Santrock (1999) harga diri merupakan evaluasi individu terhadap

dirinya sendiri secara positif atau negatif. Evaluasi ini memperhatikan bagaimana

individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan

yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

keberadaan dan keberartian dirinya. Individu yang memiliki harga diri positif akan

menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. Sedangkan menurut Branden

(2001) harga diri adalah apa yang individu pikirkan dan rasakan tentang dirinya, bukan

apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain tentang siapa dirinya sebenarnya.

Heatherton dan Wyland (2003) self-esteem dibagi menjadi 3 komponen utama

yaitu kinerja (performance self-esteem) mengacu pada perasaan seseorang atas

kompetensi secara umum dan termasuk kemampuan intelektual, kinerja sekolah,

kapasitas pengaturan diri, efikasi dan agensi. Sosial (social self-esteem) mengacu pada

bagaimana orang percaya tentang perspektif orang lain atas diri mereka. Lebih pada

persepsi daripada realitas yang lebih kritis. Fisik (physical self-esteem) mengacu pada

bagaimana orang memandang fisik mereka, termasuk berbagai hal seperti skills,

kemenarikan fisik, gambaran diri. Menurut Coopersmith (1967) ada beberapa faktor

yang mempengaruhi harga diri yaitu penghargaan dan penerimaan dari orang-orang

yang signifikan, kelas sosial dan kesuksesan, nilai dan inspirasi individu dalam

menginterpretasi pengalaman, dan yang terakhir cara individu dalam menghadapi

evaluasi.
5

Terdapat faktor yang menghambat perkembangan harga diri yaitu kekhawatiran

atau ketakutan (Dariussky dalam Triana, 2012). Wanita yang melakukan histerektomi

merasa khawatir apabila tidak dapat mencapai kepuasan seksual saat melakukan

hubungan seks. Panduan lengkap menghadapi kanker serviks (2010) untuk beberapa

wanita, histerektomi bisa mempengaruhi keintiman seksual dan mungkin memiliki

perasaan kehilangan yang membantu keintiman menjadi sulit. Hal ini di dukung juga

penelitian Rachmah (2004) yang menyatakan bahwa kekhawatiran melakukan

hubungan seks dan adanya perasaan hilang selama melakukan hubungan seks

merupakan dampak psikologis dan mitos yang dianut seolah–olah vagina dan rahim

adalah organ yang menyatu. Kondisi ini menunjukkan bahwa harga diri dapat memberi

dampak pada pencapaian kepuasan seksual. Hal ini didukung pendapat Purnawan

(2004), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan seksual salah satunya

faktor harga diri. Jika harga diri seksual tidak di pelihara dengan mengembangkan

perasaan yang kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan seksual

aktivitas seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan perasaan seksual.

Susilo (dalam Widyaningrum, 2005) menyebutkan bahwa kepuasan seksual

adalah sebagai puncak kenikmatan seksual. Sedangkan Kartono (dalam Wijayanti,

2011) menyatakan bahwa kepuasan seksual terjadi jika ada kesatuan fisik (hubungan

seksual) dan psikologis (rasa mencintai dan dicintai) yang dicapai oleh kedua belah

pihak sebagai suatu kesatuan suami istri menjadi lebih erat. Berkaitan dengan hal

tersebut Wijayanti (2011) menyimpulkan bahwa kepuasan seksual merupakan respon

puncak dari hubungan seksual yang ciri-cirinya dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

fisik meliputi foreplay, plateau, orgasme, dan relaksasi, sedangkan segi psikis meliputi

perasaan semakin cinta serta rasa dekat dan bahagia pada masing-masing individu.
6

Pangkahila (dalam Widyaningrum, 2005), mengemukakan bahwa faktor–faktor yang

dapat mempengaruhi kepuasan seksual seseorang adalah komunikasi pribadi pasangan

suami – istri, sikap suami – istri dalam melakukan hubungan seks dan rangsangan

seksual. Selain itu dalam Wijayanti (2011) terdapat faktor lain yang mempengaruhi

kepuasan seksual yaitu faktor fisiologi dimana kesegaran fisik sangat berperan dalam

menunjang perolehan kenikmatan dalam hubungan seksual. Menurunnya kekuatan fisik

dan kekuatan organ seksual dapat mengganggu kualitas hubungan seksual (Pangkahila

dalam Wijayanti, 2011), selain itu faktor psikologis juga berpengaruh dimana

ketidaknyamanan dalam diri perempuan juga dapat menggangu tercapainya kepuasan

seksual. Perempuan cenderung untuk memiliki persepsi negatif tentang tubuh mereka,

akibat adanya persepsi tersebut dapat menimbulkan distorsi persepsi mengenai diri serta

akan mengganggu kenyaman ketika melakukan hubungan seksual (Wiederman dalam

Wijayanti, 2011). Terdapat pula faktor sosial dimana hubungan seksual yang baik

sangat bergantung pada komunikasi yang baik pula. Hubungan seksual ini akan berhasil

bila kedua belah pihak saling membantu untuk memahami apa yang disukai masing–

masing (Pujols dalam Wijayanti, 2011).

Manusia mempunyai sifat yang holistik, dalam artian manusia adalah makhluk

fisik yang sekaligus psikologis, yang mana kedua aspek ini saling berkaitan satu sama

lain dan saling mempengaruhi, sehingga apa yang terjadi dengan kondisi fisik manusia

akan mempengaruhi pula kondisi psikologisnya, dengan kata lain setiap penyakit fisik

yang dialami seseorang tidak hanya menyerang manusia secara fisik saja, tetapi juga

dapat membawa masalah-masalah bagi kondisi psikologisnya (Aziz dalam Hajarrahma.,

dkk, 2013). Wanita yang melakukan histerektomi dapat memberi pengaruh kepada

harga dirinya yang menganggap bahwa rahim merupakan hal yang penting dalam
7

pencapaian kepuasan seksual. Penelitian Afiyah (2010) efek lanjutan pada psikologi

pasca histerektomi menyatakan bahwa sampai saat ini partisipan masih minder, rendah

diri, kadang sedih kalau mengingat kejadian histerektomi yang telah dialami. Cuttler

(dalam Rachmah, 2004) menyimpulkan bahwa perempuan yang mengalami

histerektomi kehilangan paling tidak sebagian dari perasaan seksualnya setelah operasi

walaupun mereka mengalami orgasme. Ditambahkan Rachmah (2004) kepuasan seksual

tidak dipengaruhi oleh fisiologi organ reproduksi semata tetapi juga faktor lain seperti

psikis dan budaya. Dalam penelitiannya menunjukkan beberapa perempuan merasa

organ keperempuanannya tidak lengkap, perasaan ini menyebabkan gangguan

psikologis walaupun mereka memahami alasan medis dan operasi tersebut. Jika

perasaan menetap, hal ini dapat menimbulkan efek yang merusak relasi seksualnya

maupun perkawinannya (Barker dalam Rachmah, 2004). Meskipun begitu dalam

penelitian Afiyah (2010) tujuan utama dilakukan histerektomi pada perempuan dengan

indikasi suatu penyakit yang prognosenya kurang baik adalah untuk memberikan

kenyamanan, keselamatan serta meningkatkan kualitas hidup pada perempuan yang

mengalaminya. Dalam penelitian Thakar, dkk (dalam Afiyah, 2010) semua perempuan

yang mengalami histerektomi baik histerektomi sub total dan total menunjukkan

peningkatan kesehatan psikologi yaitu tidak merasakan kecemasan, depresi, gejala

somatik dan disfungsi sosial. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam

hubungan antara harga diri dan kepuasan seksual pada wanita yang melakukan

histerektomi.
8

Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang dikemukakan, maka

hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri

dan kepuasan seksual pada wanita pasca histerektomi.


9

METODE PENELITIAN

Partisipan

Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 41 partisipan yang terdiri dari 13

partisipan di Rumah Sakit Ansari Saleh, 20 partisipan di RSUD Ulin Banjarmasin, dan

8 wanita lainnya merupakan partisipan dari luar Rumah Sakit di Banjarmasin, yang

dilakukan pada Desember 2015 hingga Januari 2016 dengan karakteristik usia 20 – 45

tahun, melakukan histerektomi dalam waktu 1 tahun yang memiliki status menikah

dan masih memiliki suami serta bersedia menjadi responden. Teknik pengambilan

sampel menggunakan incidental sampling.

Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua buah skala yaitu : Pertama, State Self-Esteem

Scale (SSES) disusun oleh Heatherton & Polivy (1991) yang berdasarkan pada aspek

kinerja, sosial, dan penampilan/ fisik. Skala ini terdiri dari 20 item dengan koefisien

alpha 0,920 menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat alternatif jawaban dari

Sangat Tidak Setuju hingga Sangat Setuju.

Instrument kedua adalah skala kepuasan seksual yang disusun menggunakan

skala Likert dengan empat alternatif jawaban dari Sangat Tidak Setuju hingga Sangat

Setuju. Skala terdiri dari 34 item yang dimodifikasi dari skala milik Nirmalawati (1998)

berdasarkan pada aspek puas, rileks, nikmat, rasa diterima, hilang ketegangan, rasa

hangat, dan rasa senang dengan koefisien alpha sebesar 0,964.


10

HASIL

Analisis Aitem

Uji reliabilitas pada instrumen State Self-Esteem Scale (SSES) dilakukan dua

kali dengan standar koefisien korelasi 0,30. Pertama menyeleksi butir item dimana dari

20 item diperoleh sebanyak 3 item gugur dengan koefisien reliabilitas 0,900.

Selanjutnya dilakukan uji dengan 17 item tersisa dan didapatkan koefisien reliabilitas

sebesar 0,920.

Pada uji reliabilitas pada skala kepuasan seksual dilakukan dua kali. Pertama,

menyeleksi butir item dimana dari 34 item diperoleh 1 item gugur dengan koefisien

reliabilitas 0,959. Selanjutnya dilakukan uji kedua dengan 33 item tersisa dan

didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,961.

Analisis Deskriptif

Peneliti membagi skor dari setiap skala menjadi 5 kategori mulai dari sangat

rendah hingga sangat tinggi. Tabel 1 dan 2 menunjukkan kategori skor untuk setiap

variabel.

Tabel 1. Kriteria skor untuk harga diri

No. Interval Kategori F Persentase Mean


1. 57,8 ≤ x < 68 Sangat tinggi 6 14,6 %
2. 47,6 ≤ x < 57,8 Tinggi 12 29,3 %
3. 37,4 ≤ x < 47,6 Cukup 18 43,9 % 46,27
4. 27,2 ≤ x < 37,4 Rendah 5 12,2 %
5. 17 ≤ x < 27,2 Sangat rendah - 0%
Total 41 100
Min : 29 Max: 63 Std: 8,806 Mean: 46,27
11

Tabel 2. Kriteria skor kepuasan seksual

No. Interval Kategori F Persentase Mean


1. 112,2 ≤ x < 132 Sangat tinggi 9 22 %
2. 92,4 ≤ x < 112,2 Tinggi 14 34,1 % 95,68
3. 72,6 ≤ x < 92,4 Cukup 16 39 %
4. 52,8 ≤ x < 72,6 Rendah 2 4,9 %
5. 33 ≤ x < 52,8 Sangat rendah - 0%
Total 41 100
Min : 69 Max: 124 Std: 16,128 Mean: 95,68

Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas dalam penelitian ini memakai uji Kolmogrov-Smirnov (K-S-Z).

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov (Asymp.Sig 2-tailed) harga diri menyatakan nilai

signifikan 0,414 (p > 0,05) dan uji normalitas kepuasan seksual memiliki nilai

signifikansi 0,602 (p > 0,05), sehingga dapat disimpulkan data tersebut memenuhi

syarat yaitu berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas

Hasil uji linearitas pada variabel harga diri dan kepuasan seksual diketahui bahwa

nilai signifikan 0,237 (p > 0,05) dengan F (1,20) = 1,393, sehingga hal ini

menunjukkan ada hubungan antara harga diri dan kepuasan seksual yang linear.
12

Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif yang

signifikan antara harga diri dan kepuasan seksual pada wanita yang melakukan

histerektomi. Hasil tersebut diketahui berada pada derajat yang tergolong kuat dengan

besar nilai r = 0,847 (p < 0,05). Untuk melihat hubungan dari variabel harga diri dan

kepuasan seksual wanita yang melakukan histerektomi, maka liat tabel 4.

Tabel 4
Harga Diri Kepuasan Seksual

Harga Diri Pearson Correlation 1 .847**

Sig. (2-tailed) .000

N 41 41

Kepuasan Pearson Correlation .847** 1


Seksual Sig. (2-tailed) .000

N 41 41

PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa koefisien korelasi

r = 0,847 dengan p = 0,001 (p < 0,05), hal ini menunjukkan terdapat hubungan positif

dan signifikan antara harga diri (self-esteem) dan kepuasan seksual pada wanita pasca

histerektomi.

Rachmah (2004) berpendapat apabila terjadi gangguan seksual pada mereka

yang melakukan histerektomi pada aspek psikologis, seperti kecemasan, turunnya harga

diri dan budaya yang timpang genderlah, yang paling banyak berpengaruh. Partisipan

merasa rahim merupakan sumber identitasnya sebagai seorang wanita dan histerektomi

menyebabkan kepercayaan dirinya terganggu dan mempengaruhi kepuasan seksual.

Menurut Gilbert dan Harmon (2003) perubahan fisik dan psikologis sebagai penyebab
13

masalah pada hubungan seksual disebabkan oleh kehamilan dan tindakan pengangkatan

uterus. Dalam Rachmah (2004) menyatakan kepuasan seksual tidak hanya dipengaruhi

oleh fisiologi organ reproduksi semata tetapi juga oleh faktor lain, seperti psikis dan

budaya. Perempuan pasca histerektomi dapat menunjukkan peningkatan atau penurunan

kemampuan seksual bergantung pada kombinasi berbagai faktor fisik, psikis, dan

budaya yang terjadi pada diri mereka. Hal itu sesuai dengan penelitian ini, dimana

partisipan yang memiliki harga diri yang baik mampu merasakan kepuasan seksual

setelah melakukan histerektomi dan sebaliknya wanita yang memiliki harga diri yang

rendah membuatnya tidak mampu mencapai kepuasan seksual setelah melakukan

histerektomi.

Penelitian ini menunjukkan jumlah partisipan dengan harga diri yang tergolong

tinggi sebanyak 14,6% dan 29,3% memiliki tingkat harga diri sangat tinggi. Kondisi ini

dimungkinkan karena partisipan merasa dengan tindakan histerektomi memberi

kesembuhan pada dirinya sehingga mampu melakukan aktivitas sehari–hari dengan

keadaan sehat. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian dari Afiyah (2010) yang

menunjukkan bahwa histerektomi yang dialami partisipan meningkatkan status

kesehatan dan menghilangkan keluhan utama. Sejalan dengan Silverstein (2002) yang

berpendapat bahwa histerektomi meningkatkan kenyaman hidup pasien dan Satrawinata

(2009) menyatakan tidak adanya pembatasan emosi meningkat dari praoperasi dan

pasca operasi dikarenakan pasien merasakan hilangnya gejala nyeri, pendarahan yang

dialami praoperasi sehingga rasa percaya diri pasien bertambah. Selain itu, 43,9%

partisipan tergolong memiliki harga diri cukup dan 12,2% tergolong rendah. Partisipan

yang memiliki harga diri rendah menyatakan dengan diangkatnya rahim menjadikannya

sosok wanita yang kurang, menganggap dirinya tidak mampu, dan merasa malu bila
14

ditanya tentang pengangkatan rahimnya. Hasil penelitian Rachmah (2004) menyatakan

dua dari tiga partisipan merasa tidak bahagia dan menyalahkan dirinya, selain itu

partisipan mengalami krisis percaya diri karena menganggap rahim adalah organ vital

seksual yang memberikan kebanggaan dan rasa percaya diri dalam berhubungan intim.

Kepercayaan diri partisipan dalam penelitian ini berbeda dalam menanggapi

histerektomi yang dilakukan tergantung dari kualitas individu yang berbeda dalam

menyelesaikan masalah hidupnya dan respon seseorang terhadap proses kehilangan

sangat bervariasi, bersifat dinamis, dan sangat individual maka efek psikologis dari

histerektomi yang terjadi pada setiap perempuan adalah tidak sama (Baziad dan

Rannestad dalam Afiyah, 2010)

Hasil penelitian ini juga menunjukkan partisipan merasakan kepuasan seksual

pada kategori bervarian yaitu 22% pada kategori sangat tinggi, 34,1% pada kategori

tinggi, 39% pada kategori cukup dan 4,9% pada kategori rendah. Hal ini disebabkan

partisipan memiliki pandangan berbeda terhadap kepuasan seksual yang didapatkan

setelah melakukan histerektomi. Beberapa partisipan merasa hubungan seksual setelah

histerektomi terasa nyaman karena tidak terjadi pendarahan seperti sebelumnya, namun

ada juga partisipan yang merasa bahwa hubungan seksual setelah histerektomi terasa

kurang memuaskan karena tanpa adanya rahim. Berdasarkan hasil penelitian Rachmah

(2004) menunjukkan bahwa satu dari tiga partisipan yang menganggap histerektomi

tidak perlu mengganggu aktivitas seksual karena partisipan mengalami reaksi emosi

yang relatif positif setelah operasi dan dua dari tiga partisipan mengaku kehidupan

seksualnya mengalami perubahan yang menimbulkan kekhawatiran karena partisipan

mengalami reaksi emosi yang negatif setelah operasi. Perubahan dalam hubungan

seksual sering terjadi pada wanita yang melakukan histerektomi karena operasi yang
15

dijalani memiliki efek yang beragam terhadap kondisi fisiknya. Menurut pendapat

Yongkin & Davis (2004) penurunan respon seksual karena bekas luka pada jaringan

saat operasi dapat mengganggu aliran darah ke organ genital dan banyak syaraf disekitar

organ genital mengalami kerusakan saat operasi sehingga mengakibatkan gangguan

pada saat berhubungan seksual.

Besarnya kontribusi harga diri secara silmutan terhadap kepuasan seksual

wanita pasca histerektomi ditunjukkan dengan nilai R = 0,847 dengan (𝑟 2 ) sebesar

71,7%, sedangkan sisanya 28,9% sumbangan dari faktor–faktor lain yaitu faktor internal

berupa komitmen dan sikap dan faktor eksternal berupa dukungan sosial (Afiyah, 2010).

Kesadaran diri untuk memiliki komitmen dan sikap optimis oleh partisipan pasca

histerektomi walaupun tidak mempunyai rahim lagi partisipan menyadari bahwa

hidupnya saat ini harus lebih bermanfaat untuk semua orang termasuk keluarganya.

Selain itu Taylor (dalam Afiyah 2010) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah

informasi dari orang lain bahwa ia dicinta dan diperhatikan, memiliki harga diri dan

dihargai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.

Lanjutnya dukungan sosial akan meningkatkan pemahaman partisipan terhadap

histerektomi serta meningkatkan pemahan bagaimana menjalankan kehidupan dengan

baik pasca histerektomi.


16

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara

harga diri dan kepuasan seksual wanita pasca histerektomi. Dimana harga diri memiliki

peran yang sangat penting dan berkontribusi besar terhadap kepuasan seksual wanita

pasca histerektomi. Selain itu terdapat faktor lain yang memberikan sumbangan yaitu

faktor internal misalnya komitmen dan sikap optimis, dan faktor eksternal yaitu

dukungan sosial baik dari suami, keluarga ataupun lingkungan.

SARAN

Dari penelitian ini sebagian besar wanita pasca histerektomi masih terdapat

harga diri yang cukup dan rendah sehingga diharapkan bagi suami dan keluarga

memberi dukungan dan semangat supaya wanita pasca histerektomi dapat merasa

diterima dan dicintai dan bagi wanita pasca histerektomi perlu mengetahui informasi

dan memahami tentang histerektomi sehingga mampu mengembangkan perasaan positif

untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan menghargai kelebihan diri tanpa merasa

kurang puas dengan fisiknya. Lembaga atau rumah sakit perlu memberi perhatian lebih

bagi wanita, baik sebelum melakukan histerektomi dan pasca histerektomi. Untuk

peneliti selanjutnya, dapat lebih meminimalisir pengaruh keluarga saat partisipan

mengisi kuesioner, menggunakan lebih banyak partisipan dan jangka waktu

histerektomi yang lebih lama, selain itu penelitian ini dapat dijadikan referensi dengan

menggunakan penelitian kualitatif agar lebih memahami keadaan partisipan dan dapat

juga menggunakan aspek lain misalnya citra diri, kualitas hidup, sikap, atau dukungan

sosial dan meneliti kepuasan seksual pada pasangannya.


17

Daftar Pustaka

Afiyah, R. K. (2010). Kualitas hidup perempuan yang mengalami histerektomi serta


faktor – faktor yang mempengaruhinya di wilayah Jakarta : study grounded
theory. Tesis diterbitkan. Jakarta : Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia Depok.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20282870-R.%20Khairiyatul%20Afiyah.pdf
Baziad, A. (2001). Menopause and hormone replacement therapy. Jakarta : Medical
Journal Indonesia.
Berek, J.S. (1996). Novak’s Gynecology (12th ed). Pennsylvania : Pierce Graphic
Services, Ins.

Branden, N. (2001). Kiat Jitu Meningkatkan Harga Diri. Jakarta : Dela Pratasa
Publishing
Coopersmith, S. (1967). The Antecedents of Self-esteem. San Fransisco: W. H. Freeman &
Company.

Gilbert & Harmon. (2003). Manual of High Risk Pregnancy and Delivery. (3𝑟𝑑 ) Ed. St.
Louis : Mosby Inc.

Hadibroto, B. R. (2005). Mioma uteri. USU e-jurnals 38(3), 254-259.


http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15576
Hajarrahma, A., Supriyono, Y., dan Herani, I. (2013). Pengungkapan diri pada
penderita kanker serviks. Skripsi diterbitkan. Malang : Fakultas psikologi,
Universitas Brawijaya Malang.
Heatherton, T. F & Polivy, J. (1991). Development and validation of a scale for
measuring state self-esteem. Journal of Personality and Social Psychology,
60(6), 895-91.
Heatherton, T. F & Wyland, C. L. (2003). Assessing Self-Esteem. Dalam Lopez, Shane
J & Snyder, C. R. (ed). (2003). Positive psychological Aassesment : A
handbook of models and measures. Washington D.C: American
Psychological Association.

Manuaba, A. C, dkk. (2009). Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta: EGC.

Nirmala, R. D. (1998). Hubungan antara depresi postpartum dengan kepuasan seksual


pada ibu primipara. Skripsi diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi,
Universitas Surabaya.
http://digilib.ubaya.ac.id/index.php?page=data_eksemplar&key=228068&stat
us=ADA
Purnawan, I. (2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada anak
jalanan di stasiun kereta api Lempuyangan Jogjakarta. Jogjakarta : Program
Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Madha.
18

Rachmah, E. N. (2004). Tinjauan psikologis dan budaya pasien pasca operasi


histerektomi terhadap kehidupan seksual. Skripsi diterbitkan. Surabaya :
Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya, Jawa Timur.
http://digilib.ubaya.ac.id/index.php?page=data_eksemplar&key=232834&stat
us=ADA
Santrock, J. W. (1999). Life Span Development. (7th edition). Boston: McGraw.
Sastrawinata, U. S. (2009). Perubahan kualitas hidup ditinjau dari aspek psikoseksual
pasca histerektomi total abdominal. Jurnal Kedokteran Maranatha, 8(2) 127-
131.
http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/132

Silverstein, D K. (2002). Hysterectomy status and life satisfaction in older women.


Journal of womens health & gender-based medicine, 11(2).
http://web.ebscohost.com
Tim Kanker-Serviks.net. (2010). E-book panduan lengkap menghadapi bahaya kanker
serviks. Di akses pada tanggal 23 Juli 2015

Triana, N.P. W. (2012). Gambaran harga diri pada pasien yang dilakukan histerektomi.
E-journal stikes William Booth 1(1).
http://ejournal.stikeswilliambooth.ac.id/index.php/D3BID/article/view/7/6
Widyaningrum, A. (2005). Perbedaan kepuasan seksual antara akseptor KB IUD
dengan akseptor KB kondom di desa Patemon. Skripsi. Salatiga : Fakultas
Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Wijayanti, A. (2010). Hubungan antara komunikasi seksual dan citra tubuh dengan
kepuasan seksual pada perempuan dewasa madya. Skripsi diterbitkan.
Surabaya : Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya.
http://digilib.ubaya.ac.id/index.php?page=data_eksemplar&key=382493&stat
us=ADA

Yongkin, E Q. & Davis, M.S. (2004). Womens Health a Primary Care Clinical Guide.
New Jersey : Pearson.
http://kamuskesehatan.com/arti/histerektomi/ diakses tanggal 7 Agustus 2015 10.23

Anda mungkin juga menyukai