d. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan
plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein
prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri
dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron
korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara
mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron.
Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi
degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan
neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari
protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural
yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton
sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama
– sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing
– masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang
pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut
dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk
dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen
protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal
yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen –
fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang
akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan
diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal
bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah
sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi,
perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada
otak
athway
6. Gejala Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari secara pasti
kapan timbulnya penyakit.
Terjadi pada usia 40-90 tahun.
Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
Tidak ada gangguan kesadaran.
Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar tiroid.
(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )
7. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a. Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum
didapatkan :
atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal,
sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
1) Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi
protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
2) Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor
protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini
terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit
didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik.
Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan
penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan
gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
3) Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer
sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal
lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak
termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik
terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus
serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan
faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan
harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
4) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus.
Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini
sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan
pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
5) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus
cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada
lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
b. Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan
fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian
otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :
1) Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi
perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2) Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada
global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik,
dan gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena
berbagai penyebab.
8. Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1) Inhibitor kolinesterase
Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang
bekerja secara sentral
Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin
(Razadyne), & rivastigmin
Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung
ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual
& muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2) Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym
yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada
nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang
sama.
3) Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik.
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada
penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4) Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik
kortikal.
Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5
mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-
100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym
ALC transferase.
Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran, 2009)
9. Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu : usia lebih
dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok,
pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi
sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang
lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun mengkonsumsi
alkohol.
Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar mengandung
antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini yang merusak sel-sel
tubuh.
Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar. Cara
menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan
berbagai pengetahuan.
12. Komplikasi
Infeksi
Malnutrisi
Kematian
1. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a. Aktifitas istirahat
Gejala: Merasa lelah
Tanda: Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk
menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang
dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan
factor predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap
lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini
bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh
dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan
kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan
menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi
stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan
barang, atau berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam
pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan
untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan
(mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap
lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan
pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air,
tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan:
tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan,
menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-
kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan,
mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan
sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat
penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic (
sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder pada kerusakan
otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang
benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata
yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan
kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau
factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan
individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai
dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda
vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan
B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan
peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien dengan inaktivitas.
B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan
pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan
pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif
klien.
Pengkajian fungsi serebral:
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia
lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan
aliran darah regional
Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status
kognitif
Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera
pengecapan normal
Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada
fungsi motorik secara umum.
Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya
perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila
klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya
ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan
terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari
neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
1. Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan
letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
- Klien menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot.
- Klien mempertahankan posisi dengan tak ada komplikasi (kontraktur,dekubitus)
- Klien mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
- Klien Mengalami penurunan halusinasi.
- Klien Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.
- Klien Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.
7. Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
- Klien mengidentifikasi perubahan
- Klien beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
- cemas dan takut klien berkurang
- Klien membuat pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.
8. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
- Klien menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
- Klien menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
- Klien Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negative
9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi
masalah)
- teknik/metode klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi
10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
- Klien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik.
- Klien tidak memiliki rasa bermusuhan/menyerang orang.
11. Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
- Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang
- Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai
- Klien dapat mengubah pola asupan yang benar
12. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
- Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:EGC
Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Ny. S DENGAN MASALAH KESEHATAN TB PARU PADA
KLIEN Tn. I DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KELURAHAN CIPINANG BESAR UTARA
KECAMATAN JATINEGARA (Tanggal 2 s.d 13 Mei 2011)
LAPORAN KASUS
Dalam laporan kasus ini penulis akan menguraikan tentang asuhan keperawatan keluarga dengan masalah kesehatan TB Paru
pada Tn. I dalam konteks keperawatan yang dilaksanakan pada tanggal 2 s.d 13Mei 2011, dengan pendekatan proses asuhan
keperawatan pada keluarga.
A. KARAKTERISTIK
Tanggal 2 Mei 2011, penulis melakukan pengkajian pada keluarga Ny. S dan dari hasil pengkajian telah diperoleh data sebagai
berikut:
1. Kepala Keluarga
Nama kepala keluarga adalah Ny. S dengan jenis kelamin perempuan, berusia 68 tahun, agama Islam. Pendidikan terakhir tidak
sekolah. Pekerjaan sebagai terima pesanan kue. Tempat tinggal di Jln. Cipinang Pulo Maja RT 06, RW 012, No 13, kelurahan
Cipinang Besar Utara, kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
3.
Genogram
1. Tipe Keluarga
Keluarga inti (Nuclear Family) yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak dalam satu rumah.
Tn. I usia 35 tahun, jenis kelamin laki-laki, berat badan 45 kg, tinggi badan 175 cm, kesadaran compos mentis, tekanan darah
110/70 mmHg, Nadi 88x/menit, Suhu 36,80C,frekuensi pernafasan 25x/menit, irreguler. Pada inspeksi rambut pendek ikal, warna
hitam, rambut kusam. Tn. I tampak sekali-kali batuk dan sesak, dada sedikit kiposis, mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-
anemis, tidak menggunakan alat bantu penglihatan, ekstremitas atas bawah tidak ada kelainan, hasil pemeriksaan auskultasi, bunyi
jantung tidak terdengar gallop atau murmur, bunyi nafas vesikuler namun ronki terdengar halus. Bunyi wheezing tidak ada. Pada
palpasi abdomen datar dan lemas, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid.
Ny. Ade usia 29 tahun, jenis kelamin perempuan. Berat badan 45 kg, tinggi badan 152 cm. Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi
80x/menit, suhu tubuh 35,90C, frekuensi pernafasan 20x/menit, reguler. Pada pemeriksaan inspeksi kepala: rambut panjang, hitam dan
ikal, tidak ada ketombe. Mata simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan auskultasi, bunyi paru tidak terdengar wheezing dan ronki. Palpasi abdomen teraba janin usia 5 bulan. Bunyi
pernafasan vesikuler, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid.
An. O usia 7 ½ tahun, jenis kelamin laki-laki. Pekerjaan sebagai pelajar kelas 2 SD.tinggi badan 104 cm, berat badan 20 kg,
denyut nadi 88x/menit, frekuensi pernafasan 18x/menit, reguler, suhu tubuh 35,90C. Tampak kurus, rambut pendek ikal, warna hitam,
tidak berketombe. Kulit sawo matang. Mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas bawah tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan auskultasi bising usus positif normal, bunyi jantungtidak terdengar gallop dan murmur. Palpasi abdomen
datar dan lemas, hepar dan spleen tidak teraba. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening dan tiroid. Pada pemeriksaan
perkusi, abdomen terdengar bunyi tympani.
Ny. N usia 28 tahun jenis kelamin perempuan, berat badan 51 kg, tinggi badan 152 cm, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi
80x/menit, suhu 360C, pernafasan 20x/menit, reguler. Pada pemeriksaan inspeksi didapat data rambut pendek ikal, warna hitam, tidak
berketombe. Kulit sawo matang. Mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas bawah tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan auskultasi bising usus positif normal, bunyi jantungtidak terdengar gallop dan murmur. Palpasi abdomen datar dan
lemas, hepar dan spleen tidak teraba. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening dan tiroid. Pada pemeriksaan perkusi,
abdomen terdengar bunyi tympani.
Tn. R usia 41 tahun jenis kelamin laki-laki, berat badan 50 kg, tinggi badan 155 cm, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
84x/menit, pernafasan 22x/menit, reguler, suhu 360C. Pada pemeriksaan inspeksi didapat data rambut pendek ikal, warna hitam, tidak
berketombe. Kulit sawo matang. Mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas bawah tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan auskultasi bising usus positif normal, bunyi jantungtidak terdengar gallop dan murmur. Palpasi abdomen datar dan
lemas, hepar dan spleen tidak teraba. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening dan tiroid. Pada pemeriksaan perkusi,
abdomen terdengar bunyi tympani.
An. T usia 2 ½ tahun jenis kelamin laki-laki, berat badan 13 kg, tinggi badan 88 cm. Hasil inspeksi rambut lurus, berwarna
hitam dan pendek. Tidak berketombe. Kulit sawo matang. Mata simetris, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, ekstremitas atas
bawah tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan auskultasi bising usus positif normal, bunyi jantungtidak terdengar gallop dan murmur.
Palpasi abdomen datar dan lemas, hepar dan spleen tidak teraba. Tidak ada pembesaran pada kelenjar getah bening dan tiroid. Pada
pemeriksaan perkusi, abdomen terdengar bunyi tympani.
A. RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA
1. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap perkembangan keluarga saat ini yaitu keluarga melepas anak usia dewasa. Tugas perkembangan keluarga yaitu memperluas
siklus keluarga dengan masuknya keluarga baru dan perkawinan anak ke-2, melanjutkan menyesuaikan kembali hubungan
perkawinan, membantu orang tua usia lanjut dan mulai menurun status kesehatannya.
(Perkembangan keluarga berada pada tahap IV yaitu keluarga melepas anak usia dewasa).
B. STRUKTUR KELUARGA
1. Komunikasi Dalam Keluarga
1.1 Pola Interaksi
Pola interaksi paling sering terjadi dalam keluarga yaitu saat pagi hari dan malam hari, biasanya interaksi terjadi saat menonton TV.
Dalam komunikasi, yang paling dominan adalah Tn. I dengan menggunakan bahasa Indonesia. Komunikasi dalam keluarga saling
tertutup satu sama lain. Interaksi yang berlangsung biasanya hanya sekedar. Tidak ada konflik dalam keluarga tentang pola interaksi.
2. Struktur Keluarga
2.1 Pengambilan Keputusan
Cara atau metode pengambilan keputusan di keluarga yaitu secara musyawarah. Di dalam keluarga ini yang mengambil keputusan
dalam keluarga adalah Tn. I. Didalam masalah kesehatan dalam keluarga, diperlukan tenaga kesehatan seperti dokter/perawat untuk
memecahkan masalah kesehatan keluarga. Anggota keluarga yang paling dipercaya kepada keluarga adalah ibu.
3. Struktur Nilai-Nilai/Values
3.1 Sistem Nilai
Ny. S bersuku Betawi. Budaya yang dominan dalam keluarga adalah budaya betawi. Dalam keluarga tidak ada nilai-nilai tertentu dan
nilai agama yang bertentangan dengan kesehatan karena menurut keluarga kesehatan merupakan hal yang penting. Ketaatan keluarga
dalam menjalankan kegiatan agama adalah kurang taat. Yang paling taat beribadah dan selalu mengikuti pengajian adalah Ny. S.
4. Struktur Peran
4.1 Pembagian Peran Dalam Anggota Keluarga
Pembagian peran dalam anggota keluarga yaitu Ny. S sebagai kepala keluarga, sebagai ibu untuk anak-anak,dan sebagai nenek dari
cucu-cucunya. Sedangkan anak sebagai anggota keluarga dan sebagaiistri/suami bagi pasangannya, serta menjadi orangtua dari anak-
anaknya. Ny. S berperan sebagai ibu dan nenek, Tn. I berperan sebagai pencari nafkah dan dibantu oleh Ny. N dan Tn. R.
Tidak ada perubahan peran ataupun konflik ketidaksesuaian peran dalam keluarga.
C. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Afektif
Semua anggota keluarga saling menyayangi dan keluarga merasa bangga apabila salah satu anggota keluarga berhasil. Respon
keluarga terhadap kehilangan yaitu berduka, namun selama ini keluarga saling menguatkan dan menjaga satu sama lain.
2. Fungsi Sosial
Anggota keluarga tidak ada yang ikut dalam keanggotaan organisasi masyarakat dan tidak ada yang cukup berpengaruh di masyarakat
di keluarga Ny. S. Terdapat konflik di masyarakat yaitu An. T nakal sehingga dijauhi oleh tetangga. Keluarga mengggunakan faktor-
faktor penunjang untuk memecahkan masalah kesehatannya yaitu dengan cara berobat ke Puskesmas Cipinang Besar Utara atau ke
Puskesmas Jatinegara. Anggota keluarga yang mempunyai keterampilan khusus adalah Ny. S yaitu terampil membuat kue. Anggota
keluarga yang tidak bisa membaca dan menulis adalah Ny. S karena tidak pernah sekolah.
3. Fungsi Reproduksi
Keluarga Ny. S, khususnya Ny. M dahulu tidakmengikuti keluarga berencana (KB). Jumlah anak dalam keluarga Ny. S berjumlah 13
orang. Anggota keluarga ada yang mengikuti program KB yaitu Ny. N yaitu menggunakan suntik KB dalam 3 bulan sekali. Efek
sampingnya berat badan menjadi lebih gemuk.
4. Fungsi Ekonomi
Penghasilan keluarga didapat dari hasil Ny.S menerima pesanan kue dan anaknya dengan pendapatan kurang lebih Rp1.000.000,- /
bulan. Uang ini digunakan setiap bulannya untuk kebutuhan harian, kebutuhan bulanan, kebutuhan makan, bayar pajak, bayar
rekening listrik, dan biaya transportasi. Penghasilan keluarga sudah cukup memenuhi kebutuhan karena dibantu oleh anak perempuan
yang ke-10 sebesar Rp200.000,- dan anak laki-laki ke-11 sebesar Rp200.000,-, dan anak perempuan ke-12 sebesar Rp200.000,-.
Dalam keluarga Ny. S tidak terdapat anggota keluarga yang mempunyai tabungan.
Jika terdapat anggota keluarga yang sakit, biasanya keluarga membawa ke fasilitas kesehatan seperti puskesmas, dokter praktek,
bidan/mantri praktek. Jika hanya sakit biasa, keluarga membeli obat warung seperti bodrex, komix, dan paramex karena sudah
mengetahui obatnya.
E. DERAJAT KESEHATAN
1. Kejadian Kesakitan Saat Ini
Tn. I menderita penyakit TB Paru 2 ½ tahun yang lalu, kemudian sudah minum obat OAT selama 6 bulan, namun Tn. I tidak pernah
cek kesehatan lagi apakah kuman TB sudah benar-benar hilang atau tidak. Sedangkan An. O termasuk dalam gizi kurang karena sulit
makan.
2. Kejadian Kecacatan
Tidak ada anggota keluarga yang menderita cacat fisik.
F. KESEHATAN LINGKUNGAN
1. Perumahan
Jenis rumah permanen denga luas bangunan 40 m2. Status rumah milik pribadi dengan atap rumah menggunakan asbes. Ventilasi
rumah dengan luas < 10% luas lantai dengan pencahayaan kurang, yaitu cahaya tidak dapat masuk ke rumah pada siang hari.
Penerangan di rumah menggunakan listrik. Lantai di rumah menggunakan ubin. Kondisi kebersihan rumah secara keseluruhan kotor.
Bagian-bagian rumah terdapat ruang tamu, ruang tidur, dapur, dan kamar mandi yang bergabung dengan WC tampak gelap, tidak ada
ahaya yang dapat masuk, lembab.
2. Denah Rumah
1. Pengelolaan Sampah
Keluarga mempunyai pembuangan sampah terbuka. Biasanya sampah-sampah rumah tangga tersebut di ikat dengan kantong plastik
hitam dan setiap pagi di buang ditempat pembuangan sampah yang ada di daerah rumahnya.
2. Sumber Air
Keluarga mempunyai sumber air pompa tangan. Untuk keperluan air minum keluarga Ny. S membeli air minum yang sudah matang
diwarung. Keadaan air tidak berwarna, tidak berasa, tidak ada endapan, dan tidak berbau.
3. Jamban Keluarga
Keluarga mempunyai WC sendiri dengan jenis leher angsa dan pembuangan tinja dengan sumber air yaitu 10 meter.
2. Balita
Balita bernama An. T berusia 2 ½ tahun, jenis kelamin laki-laki, sudah diberi imunisasi dasar lengkap kecuali imunisasi campak
kerena keluarga takut akan efek sampingnya panas dan akibatnya anak bisa meninggal dunia. Anggota keluarga mendapatkan
imunisasi di Puskesmas CBU. Berat badan 13 kg, tinggi badan 88 cm, balita mempunyai KMS (Kartu Menuju Sehat) dan Ny. N tidak
mengerti cara membacanya. Kesimpulan grafik BB dalam KMS meningkat setiap bulannya dan berada dalam garis hijau. An. T
tampak makan 2x sehari. Pengadaan bahan makanan dengan cara membeli di warung. Makanan yang dikonsumsi semua lengkap dan
disertai susu. An. T mendapatkan vitamin A setiap bulannya.
PENJAJAKAN II
1. Pengkajian Terhadap Masalah: Resiko Terjadinya Penularan TB Paru Pada Anggota Keluarga Lain
Dari hasil wawancara dengan Tn.I tentang TB Paru, Tn. I telah mengetahui penyakit TBC setelah diberitahu oleh dokter
Puskesmas sejak 2 ½ tahun yang lalu. Kemudian Tn. I minum obat OAT selama 6 bulan dengan teratur, namun Tn. I menganggap
penyakitnya sudah sembuh total berkat minum obat tanpa mengecek dahak lagi ke Puskesmas setelah obat OAT habis. Pada saat
ditanyakan apa itu TB, menurut Tn. I TB itu adalah penyakit paru-paru, tanda gejalanya batuk-batuk, nyeri dada, dan sesak nafas.
Penyebabnya karena mencium aroma pentol korek api kayu. Akibat dari TB adalah dadanya terasa nyeri dan sesak nafas. Untuk
mengatasi masalahnya Tn. I selama ini berobat ke Puskesmas, namun dalam 2 minggu ini Tn. I batuk-batuk dan tidak periksa ke
Puskesmas, Tn. I hanya meminum obat yang di beli di warung. Tn. I juga mengatakan selama ini tidak pernah membuka jendela dan
jarang merapikan kamar tidur. Sedangkan keluarga mensupport klien untuk segera berobat ke Puskesmas. Hasil observasi penulis
terhadap lingkungan keluarga kadang Tn. I batuk dan tidak menutup mulutnya dan ruang tidur dikamar tampak tidak rapi, berdebu,
lembab, kotor dan gelap. Selama ini Tn. I tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan lagi yang ada di Puskesmas karena tidak ada dana
untuk berobat rontgen dada dan tidak ada waktu. Klien mengatakan sudah sembuh dan mengatakan batuknya hanya masuk angin.
2. Pengkajian Terhadap Masalah Keluarga: Tidak Efektifnya Bersihan Jalan Nafas Pada Keluarga Ny. S akibat TB Paru
Keluarga mengeluh Tn. I batuk-batuk sejak 2 minggu karena masuk angin. 2 ½ tahun yang lalu Tn. I terdiagnosa TB Paru dan
sudah menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan namun tiak pernah cek kesehatan lagi setelah obat OAT 6 bulan itu habis. Pada saat
ditanyakan apa itu TB, menurut Tn. I TB itu adalah penyakit paru-paru, tanda gejalanya batuk-batuk, nyeri dada, dan sesak nafas.
Penyebabnya karena mencium aroma pentol korek api kayu. Akibat dari TB adalah dadanya terasa nyeri dan sesak nafas. Untuk
mengatasi masalahnya Tn. I selama ini berobat ke Puskesmas, namun dalam 2 minggu ini Tn. I batuk-batuk dan tidak periksa ke
Puskesmas, Tn. I hanya meminum obat yang di beli di warung. Tn. I juga mengatakan selama ini tidak pernah membuka jendela dan
jarang merapikan kamar tidur. Sedangkan keluarga mensupport klien untuk segera berobat ke Puskesmas. Hasil observasi penulis
terhadap lingkungan keluarga kadang Tn. I batuk dan tidak menutup mulutnya dan ruang tidur dikamar tampak tidak rapi, berdebu,
lembab, kotor dan gelap. Selama ini Tn. I tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan lagi yang ada di Puskesmas karena tidak ada dana
untuk berobat rontgen dada dan tidak ada waktu. Klien mengatakan sudah sembuh dan mengatakan batuknya hanya masuk angin.
Data Objektif:
- Kesadaran compos mentis
- Tanda-tanda vital: TD 110/70 mmHg,
Nadi 8ox/menit, Pernafasan 25x/menit,
irreguler, bunyi nafas sedikit ronki, Suhu
360C
- Berat Badan 45 kg, TB 175 cm
- Tn. I tampak kurus, kondisi rumah sempit,
pencahayaan redup, udara lembab, gelap,
dan kotor
Data Objektif:
- An. O tampak kurus
- Berat badan 20 kg
- Tinggi badan 104 cm
- Kulit terlihat kering, warna sawo matang
- An. O tampak tidak bisa tenang di rumah
dan selalu bermain.
- Tanda-tanda vital:
Tekanan Darah 110/70 mmHg, Nadi
86x/menit, Pernafasan 20x/menit, Suhu
360C
- Berdasarkan perhitungan IMT, An. O
termasuk dalam golongan anak dengan gizi
kurang.
IMT= BB (kg) : TB (m2)
= 20: 1,2
= 16,7
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA
1. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan Resiko terjadinya penularan TB Paru pada anggota keluarga yang lain b.d Ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit.
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan Tidak efektifnya bersihan jalan nafas pada keluarga Ny. S khususnya Tn. I b.d Ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit.
3. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluargaNy. S khususnya An.O b.d Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga dengan masalah gizi kurang.
3 Potensi pencegahan 2/3 x 1 2/3 Tn. I mengetahui anaknya mengalami gizi kurang
masalah: An. O tidak nafsu makan. Tindakan yang
dilakukan Tn. I yaitu dengan memberikan
Cukup
makanan kesukaan anaknya bila ada uang. Tapi
bila tidak ada uang biasanya Tn. I memberikan
makanan tempe orek, telor, dan mie goreng. Saat
ditanyakan masalah mengolah makanan, Tn. I
selalu membeli lauk matang di warung.
4 Menonjolnya 2/2 x 1 1 Keluarga yaitu Tn. I mengatakan ada masalah
gizi kurang pada An. O, sudah mencoba
masalah:
memberikan makanan yang banyak namun An. O
Masalah dirasakan tidak selalu habis makannya, dan An. O mau
makan bila ada makanan kesukaannya. Tn. I juga
berat, harus segera
mengatakan karena adanya faktor ekonomi yang
ditangani kurang. Menurut keluarga, masalah harus
ditangani dengan memberikan makanan yang
bergizi dan seimbang kepada anaknya.
1.Keluarga dapat
menyebutkan akibat dari
1.Jelaskan pada keluarga tidak minum obat secara
Ny. S akibat dari teratur maka kuman-
b. Setelah diberikan penyakit TB Paru
penjelasan 1x30’ Respon verbal kuman TB akan kebal
keluarga: mengambil keluarga didalam tubuh, maka
keputusan untuk 2.Motivasi keluarga mampu penyakit akan sulit
mengatasi masalah untuk mengambil menjelaskan disembuhkan
TB Paru keputusan kembali akibat
TB Paru dan
3.Tanyakan kembali pada mengambil
keluarga akibat dari keputusan
penyebab TB Paru untuk
mengatasai TB
4.Berikan kesempatan Paru
keluarga untuk bertanya
Disusun Oleh:
Nama :miswaroh
Tingkat :IIIA
NIM:0704032
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KABUPATEN MALANG
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia
seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu
(disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan
bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi
tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk
menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami
demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak
terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15
juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5
% usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85
tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4
juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia
terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35%
disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
Klasifikasi
Menurut Umur:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
1. Tipe non-Alzheimer
2. Demensia vaskular
3. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
4. Demensia Lobus frontal-temporal
5. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
6. Morbus Parkinson
7. Morbus Huntington
8. Morbus Pick
9. Morbus Jakob-Creutzfeldt
10. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
11. Prion disease
12. Palsi Supranuklear progresif
13. Multiple sklerosis
14. Neurosifilis
15. Tipe campuran
1. Demensia proprius
2. Pseudo-demensia
Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh
lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006).
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit
vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit
lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf
pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita
Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang
berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel
otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang
menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak
mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala
neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan,
agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi
memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
Disorientasi
gangguan bahasa (afasia)
penderita mudah bingung
penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-
20%,”
.Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain:
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko
stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah
otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler
daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada
demensia vaskuler.
penyakit degenaratif
penyakit serebrovaskuler
keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
trauma otak
infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
Hidrosefaulus normotensif
Tumor primer atau metastasis
Autoimun, vaskulitif
Multiple sclerosis
Toksik
kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
1. Gangguan psiatrik :
Depresi
Anxietas
Psikosis
2. Obat-obatan :
Psikofarmaka
Antiaritmia
Antihipertensi
3. Antikonvulsan
Digitalis
4. Gangguan nutrisi :
Defisiensi B6 (Pelagra)
Defisiensi B12
Defisiensi asam folat
Marchiava-bignami disease
5. Gangguan metabolisme :
Hiper/hipotiroidi
Hiperkalsemia
Hiper/hiponatremia
Hiopoglikemia
Hiperlipidemia
Hipercapnia
Gagal ginjal
Sindromk Cushing
Addison’s disesse
Hippotituitaria
Efek remote penyakit kanker
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi
aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia
penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu
mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka.
Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih
banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih
sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat
ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita
demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan
untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat,
perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting
yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental
dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi
keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan
tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan
sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya
adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang
berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal
(Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah
kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil
yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa
perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
Diagnosis
Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama
dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada
tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari
dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada
lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan
aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia
tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus
mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa
yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia.
Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan
keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan
teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana,
berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan
bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak
yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan
bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja
membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka
juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai
kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab,
tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang
tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela
untuk menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya.
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan
senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,
seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
o Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
o Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap
sehat.
Masalah demensia sering terjadi pada pasien lansia yang berumur diatas 60 tahun dan sampai saat ini diperkirakan kurang lebih
500.000 penduduk indonesia mengalami demensia dengan berbagai penyebab, yang salah satu diantaranya adalah alzeimer.
Berdasarkan hasil pengkajian pada daerah paska bencana alam tsunami ternyata ditemukan kasus lansia dengan alzeimer.
Pengkajian
Demensia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa adanya
penurunan fungsi kesadaran. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, diperoleh data bahwa demensia sering terjadi pada usia lanjut
yang telah berumur di atas 60 tahun. Sampai saat ini diperkirakan sekitar 500.000 penderita demensia di indonesia.
Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan demensia, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan
pasien lansia.
Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore / malam atau sesuai dengan konteks agama
pasien.
2. Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan
merawat pasien.
3. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut.
6. Bersikap empati dengan cara:
o Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian
o Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab
o Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
o Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien.
1. Gunakan kalimat yang singkat, jelas, sederhana dan mudah dimengerti (hindari penggunaan kata atau kalimat jargon)
2. Bicara lambat , ucapkan kata atau kalimat yang jelas dan jika betranya tunggu respon pasien
3. Tanya satu pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dengan kata-kata yang sama.
4. Volume suara ditingkatkan jika ada gangguan pendengaran, jika volume ditingkatkan, nada harus direndahkan.
5. Sikap komunikasi verbal disertai dengan non verbal yang baik
6. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahankan kontak mata, relaks dan terbuka
7. Ciptakan lingkungan yang terapeutik pada saat berkomunikasi dengan klien:
• Tidak berisik atau ribut
• Ruangan nyaman, cahaya dan ventilasi cukup
• Jarak disesuaikan, untuk meminalkan gangguan.
Mengkaji pasien lansia dengan demensia Untuk mengkaji pasien lansia dengan demensia, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama
untuk mengkaji data objective demensia. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
Kurang konsentrasi
Kurang kebersihan diri
Rentan terhadap kecelakaan: jatuh
Tidak mengenal waktu, tempat dan orang
Tremor
Kurang kordinasi gerak
Aktiftas terbatas
Sering mengulang kata-kata.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat : apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan
afek yang labil, datar atau tidak sesuai.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara:
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa keperawatan:
Tindakan Keperawatan
Tindakan
1. Diskusikan dengan keluarga cara-cara mengorientasikan waktu, orang dan tempat pada pasien
2. Anjurkan keluarga untuk menyediakan jam besar, kalender dengan tulisan besar
3. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien
4. Bantu keluarga memilih kemampuan yang dilakukan pasien saat ini.
5. Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan terhadap kemampauan yang masih dimiliki oleh
pasien
6. Anjurkan keluarga untuk memantu lansia melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
7. Anjurkan keluarga untuk memantau kegiatan sehari-hari pasien sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
8. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih dimiliki pasien
9. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
10. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.
Diagnosa II “Lansia demensia dengan risiko cedera”
Tujuan
Tindakan
1. Jelaskan faktor-faktor risiko yang dapa menimbulkan cedera dengan bahasa yang sederhana
2. Ajarkan cara-cara untuk mencegah cedera: bila jatuh jangan panik tetapi berteriak minta tolong
3. Berikan pujian terhadap kemampuan pasien menyebutkan cara-cara mencegah cedera.
Tindakan
1. Diskusikan dengan keluarga faktor-faktor yang dapat menyebabkan cedera pada pasien
2. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang aman seperti: lantai rumah tidak licin, jauhkan benda-benda tajam dari
jangkauan pasien, berikan penerangan yang cukup, lampu tetap menyala di siang hari, beri alat pegangan dan awasi jika pasien
merokok, tutup steker dan alat listrik lainnya dengan plester, hindarkan alat-alat listrik lainnya dari jangkauan klien, sediakan
tempat tidur yang rendah
3. Menganjurkan keluarga agar selalu menemani pasien di rumah serta memantau aktivitas harian yang dilakukan
Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan
keluarga:
1. Gangguan proses pikir: bingung
Kemampuan pasien:
Kemampuan keluarga
2.Risiko cedera
Kemampuan pasien:
Kemampuan keluarga
1. Keluarga dapat mengungkapkan faktor-faktor yang dapat menimbulkan cedera pada pasien
2. Menyediakan pengaman di dalam rumah
3. Menjauhkan alat-alat listrik dari jangkauan pasien
4. Selalu menemani pasien di rumah
5. Memantau kegiatan harian yang dilakukan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Askep gastritis
akperppnisolo
ASKEP GASTRITIS.
Pengertian adalah Suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi. Erosif karena perlukaan hanya
pada bagian mukosa. bentuk berat dari gastritis ini adalah gastritis erosive atau gastritis hemoragik. Perdarahan mukosa lambung
dalam berbagai derajad dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat.
Etiologi
1.Obat analgetik anti inflamasi, terutama aspirin.
2.Bahan-bahan kimia
3.Merokok
4.Alkohol
5.Stres fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf
pusat
.6.Refluks usus ke lambung.
7.Endotoksin.PatogenesisSeluruh mekanisme yang menimbulkan gastritis erosif karena keadaan-keadaan klinis yang berat belum
diketahui benar.
Manifestasi KlinisGambaran klinis gastritis akut erosif sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan asimptomatik sampai sangat
berat yang dapat membawa kematian.
Manifestasi tersebut adalah:
1.Muntah darah
2 Nyeri epigastrium
3.Neusa dan rasa ingin vomitus
4.Nyeri tekan yang ringan pada epigastrium
Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan, kecuali mereka yang mengalami perdarahan hebat hingga menimbulkan
gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardi sampai gangguan kesadaran.
Pemeriksaan Diagnostik
1.Endoskopi, khususnya gastroduodenoskopi.
Hasil pemeriksaan akan ditemukan gambaran mukosa sembab, merah, mudah berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi
mukosa yang bervariasi
.2.Histopatologi.
3.Radiologi dengan kontras ganda, meskipun kadang dilakukan tapi tidak begitu memberikan hasil yang memuaskan.
PengobatanPengobatan lebih ditujukan pada pencegahan terhadap setiap apsien yang beresiko tinggi, hal yang dapat dilakukan adalah
;
1.Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2.Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3.Pemberian obat-obat H+ blocking, antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain.Dahulu sering dilakukan kuras lambung
menggunakan air es untuk menghentikan perdarahan saluran cerna atas, tapi tak ada bukti klinis yang menunjukkan bahwa tindakan
tersebut memberikan manfaat dalam menghentikan perdarahan saluran cerna atas.
DiagnosisKeperawatan
1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, rangsangan muntah sendiri, penyalahgunaan
laksantif, dan atau penyimpangan persepsi dengan tubuh.
2.Resiko tinggi kekurangan volume cairan (sekunder) yang berhubungan dengan diet.
3.Gangguan gambaran tubuh yang berhubungan dengan persepsi yang tidak akurat tentang dir
i4.Kebutuhan koping individu yang berhubungan dengan perasaan hilangk kontrol rasa takut dengan bertambah besar dan/atau respons
pribadi terhadap disfungsi keluarga.
5.Ketidakefektifan koping keluarga yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan dan untuk memenuhi
kebutuhan semua anggota keluarga.
6.Kurang pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan kondisi dan kurangnya keterampilan koping
Intervensi/Implementasi Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, rangsangan muntah sendiri, penyalahgunaan
laksantif, dan atau penyimpangan persepsi dengan tubuh.
1.Izinkan klien memilih makanan (makanan rendah kalori tidak diperbolehkan)
2.Buat struktur waktu makan dengan batasan waktu (misalnya 40 menit)
3.Hilangkan distraksi (misalnya pembicaraan, menonton televisi) selama waktu makan
4.Sebutkan waktu untuk makan, menghidangkan makanan, dan batas waktu makan; informasikan pada klien bahwa bila makanan
tidak dimakan selama waktu yang telah disediakan, akan dibuat penggantian metode pemberian makanan yang lain.
5.Bila makanan tidak dimakan, lakukan pemberian makan melalui selang, NGT sesuai pesan
an dalam keadaan seperti ini jangan berikan penawaran pada klien.
6.Lakukan metode pemberian makan pengganti setiap kali klien menolak untuk makan per oral.
7.Jauhkan perhatian selama makan bila klien menolak untuk makan.
8.Jangan biarkan klien “mengemut” makanan.
9.Kurangi perhatian saat makan
Resiko tinggi terjadikekurangan volume cairan (sekunder) yang berhubungan dengan diet.
1. Pantau masukan dan haluan; simpan catatan di kantor perawat, dan observasi dengan sesederhana mungkin.
2. Pantau pemberian cairan dengan elektrolit /NPT sesuai pesanan; temani klien ketika mandi untuk mencegah pengosongan cairan
intravena.
3. Pantau tanda vital sesuai kebutuhan
.Kriteria Evaluasi
1. Klien menunjukkan hidrasi diperlukan secara adekuat.
2. Keseimbangan antara masukan dan haluaran.Gangguan gambaran tubuh yang berhubungan dengan persepsi yang tidak akurat
tentang diri
1. Berikan hubungan positif dan penghargaan pada sesuatu yang dilakukan dengan baik oleh klien.
2. Kembangkan pengalaman yang berhasil
3. Mulailah melakukan dengan tugas-tugas yang mudah.
4. Fokuskan pada hal-hal yang positif.
5. Berikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan pikirannya
6. Anjurkan klien untuk menguraikan tentang gambaran dirinya dan membicarakan perasaan tentang diri.
7. Anjurkan higiene yang baik dan berpakaian
8. Berikan respons secara faktual dan konsisten terhadap pertanyaan klien mengenai diet dan nutrisi
Kriteria Evaluasi
1. Klien mengungkapkan pikiran positif tentang diri sendiri.
2. Mulai menerima diri sebagai orang yang kurus
Kebutuhan koping individu yang berhubungan dengan perasaan hilangk kontrol rasa takut dengan bertambah besar dan/atau respons
pribadi terhadap disfungsi keluarga.
1. Berikan dorongan untuk mengungkapkan perasaan
2. Observasi dan catat respons terhadap stres.
3. Ajukan untuk datang bila stres
.4. Hindarkan menarik perhatian Anda dari ritual atau emosional klien yang behubungan dengan makan, makanan, dan sebagainya.
5.Dukung upaya klien pada penentuan diri, khususnya bila dengan keluarga
.6. Tingkatkan tehnik reduksi stres.
7. Berikan dorongan pada orang terdekat.
Kriteria Evaluasi
1. Klien mulai menunjukkan ketrampilan koping positif
.2. Mempertahankan berat badan selama periode stres.
3. Mencapai dukungan dan sumber-sumber yang tepat.
Ketidakefektifan koping keluarga yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan dan untuk memenuhi
kebutuhan semua anggota keluarga
1. Berikan dorongan pada klien dan keluarga untuk mengatakan pikiran, persepsi, dan perasaan.
2. Tunjukkan area yang tidak disetujui oleh klien dan anggota keluarga.Tentukan persepsi setiap anggota keluarga tentang apa yang
telah dikatakan orang lain untuk memberikan penekanan keterampilan mendengar.Tekankan pada klien dan anggota keluarga tentang
pentingnya menggunakan kata “Saya” dan menerima tanggung jawab untuk diri dengan kehadiran anggota keluarga, jasilah penasehat
bagi klien dan berupaya menjadi pendukung pada penentuan diri.
3. Arahkan kembali pada kontrol konflik antara klien dan arang tua/orang terdekat terhadap makanan dan terhadap isu-isu yang
berhubungan dengan jam malam, aktivitas sekolah, kepuasan kerja, dan, seterusnya.
4. Rujuk keluarga pada perawatan psikiatri yang berkelanjutan
.Kriteria Evaluasi
1. Klien mulai mengenal kebutuhan orang lain.
2. Mengidentifikasi area di mana kebutuhan serta harapan tidak terpenuhi.
3. Memberikan respons yang tepat terhadap dukungan yang diberikan
.4. Mencari bantuan bila diperlukan.
Kurang pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan kondisi dan kurangnya keterampilan koping
1. Berikan penekanan panduan nutrisi dan bagaimana cara mengatasi diet ketika jauh dari rumah.
2. Diskusikan dengan klien pentingnya pengkajian ulang kebutuhan kalori setiap 2 sampai 4 minggu.
3. Berikan dorongan penggunaan teknik penatalaksanaan stres.
4. Tingkatkan peogram latihan yang teratur.
5. Berikan dorongan kunjungan perawatan tindak lanjut dengan dokter dan konselor.
Kriteria Evaluasi
1.Klien mengungkapkan pentingnya perubahan gaya hidup untuk mempertahankan berat badan yang normal.
2.Klien mencari sumber konseling untuk membantu mengadakan perubahan.
3. Klien berusaha mempertahankan berat badan.
Sumber :Smeltzer & Bare (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGCDoengoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawaan,
Jakarta: EGC