Anda di halaman 1dari 3

Tokoh:

Ayah : Dio ( Pak Soleh)


Ustadz : Daffa
Kocar : Ardi
Kacir : Fatih
Tobat le…

2 orang anak yang selalu bertengkar sepanjang hari, walaupun mereka adalah saudara kembar.
Ayah meerka sampai kewalahan mengurusi mereka, hingga mereka berdua sering tidak
diperhatikan oleh ayahnya. Ibunya sudah meninggal karena melahirkan mereka. Si Kembar ini
putus sekolah dan setiap hari kegiatan mereka hanya bermain dan bertengkar.

Ayah : “haduh… kalian ini bertengkar saja setiap hari.”


Kocar : “Tidak ayah.. kami hanya bermain biasa.”
Kacir : “Iya… Kami hanya bermain saja”
Ayah : “Bermain kok sampai babak belur berdarah begitu?”
Kocar : “Biasa lah yah...”

Ayah pergi meninggalkan mereka untuk beberapa saat, ayah memikirkan tentang kelakuan 2
orang anaknya tersebut. Setelah berpikir panjang ayah akhirnya memutuskan untuk berbicara
kepada kedua anaknya.

Ayah : “wahai anak anakku!”


Kocar : “Apa sih ayah ganggu saja”
Ayah : “ Kemarilah sebentar! Aku ingin mengutarakan sesuatu”

Kocar dan Kacir menanggapi panggilan Ayahnya dan menghampirinya.

Kacir : “Ada apa sih yah… panggi panggil kami”


Ayah : “Kemarilah, Ayah akan mengajak kalian kesuatu tempat yang indah”
Kocar : “Tempat indah? Dimana? Makam ibu?”
Ayah : “Bukan nak, besok mari kita berangkat kesana, kita akan bersenang senang”
Kocar dan Kacir : “Baiklah pak!”

Di malam hari itulah, ketika kedua anaknya tertidur nyenyak, Ayah mengelus rambut kedua
anaknya dan membisikkan sepatah kata.

Ayah : “Semoga kalian bisa berubah nak, ibumu pasti sedih disana jika kalian begini terus”

Keesokan harinya ketika sepertiga malam Ayah membangun kedua anaknya untuk bersiap siap
sekaligus sholat malam berjamaah.

Ayah : “CarCir bangun le bangun kita bersiap siap, sekalian solat tahajut”
Kocar : “Waduuh pak.., aku lupa menyiapkan barang bawaan untuk nanti!”
Kacir : “ Aduuh, masih jam berapa ini pak, kok sudah membangunkan”
Ayah : “ Barang – barangmu sudah ayah siapkan, kita harus berangkat sekarang karena tempat
nya sangat jauh”
Kocar dan Kacir : “ Iya sudah pak, ayo kita berangkat setelah subuh nanti”
Di perjalanan, kedua anak itu terlihat sangat antusias. Mereka sama sekali tidak berbuat onar.
Justru mereka berbincang – bincang tentang apa yang mereka lihat sepanjang perjalanan. Ayahnya
tidak berkata apa – apa selama perjalanan.

Kocar : “Lihat Cir! Gunungnya tinggi sekali. Pasti disana sangat dingin dan sejuk”
Kacir : “ Iya cir. Disana juga aku melihat burung yang sangat cantik berwarna putih”

Sesampainya ditujuan Kocar dan Kacir kaget karena tempat yang dituju, bukan sesuai yang
mereka kira, hingga mereka terkejut

Ayah : “Nah kita sudah sampai nih!”


Kocar : “ Lho yah, kita kok diajak kesini, sebenarnya tempat apakah ini?”
Kacir : “iya nih car, kurasa kita tersesat”
Ayah : “Kita tidak tersesat nak, memang hanya sengaja tidak memberi tahu kemana tujuan rekreasi,
Ayah ingin kalian belajar hidup mandiri dan mengenal agama lebih dalam di Pondok Pesantren ini”
Kocar dan Kacir : “Hah!, pondok pesantren”
Ayah : “ Tenang saja nak, kalian tidak perlu khawatir, karena kalian berdua nanti akan terbiasa
hidup mandiri dengan berlandaskan sikap religius yang tinggi”
Kocar : “Tetapi jika kita hidup mandiri, bisa saja dengan belajar melalukan aktivitas dirumah
sendiri seperti merapikan kamar, mencuci baju”
Kacir : “Iya betul kakak, lagian tidak ada gunanya jika kita berdua ditempatkan di pondok pesantren
yang jauh dari perkotaan”
Ayah : “Ayah tidak bisa mengontrol semua aktivitas mu dirumah selama seharian, bahkan ayah
juga tidak percaya bahwa kamu berdua bisa melakukan aktivitas dirumah dengan baik, namun, ayah
lebih percaya jika kalian berdua ditempatkan disini”
Kacir : “ Yasudah yah, jika itu keputusan ayah aku akan melaksanakan nasihat ayah dengan tulus”
Kocar : “Jangan lupa kirimi kami uang!”
Ayah : “Tenang saja, nanti ayah usahakan. Sekarang mari kita masuk terlebih dahulu”
Kocar : “ Jangan bohong ya, Yah”

Di depan gerbang terpampang tulisan Pesantren Kun Fayakun. Ayah langsung


memperkenalkan kedua anaknya kepada Kyai Sumanto yang merupakan pengasuh pondok
pesantren tersebut.

Ayah : Assalamualaikum Wr.Wb Pak Kyai. Saya Soleh. Dan ini kedua anak saya Kocar dan Kacir”
Kyai Sumanto : “ Ini yang mana Kocar dan mana yang Kacir?”
Ayah : Kalau Kocar yang agak gendut sedangkan Kacir yang agak kurus”
Kyai Sumanto : “Mohon maaf pak! Sebelumnya ini mengapa kok di masukkan Pondok?”
Ayah : “ Ini pak, memang anak saya ini agak nakal. Jadi saya mohon supaya anak saya bisa berubah
setelah menempuh pendidikan di pondok pesantren ini. Kebetulan saya kenal salah satu ustad di sini
yaitu Pak Gani”
Kyai Sumanto : “OOOH jadi begitu. Kami akan usahakan dengan sebaik – baiknya agar anak anda
bisa menjadi sosok yang lebih baik”
Ayah : “Amiin”

Hari pertama di pondok, Kocar dan Kacir masih malu. Ustad Gani melihat hal tersebut dan
beusaha membujuk mereka agar tidak malu dan bisa berkumpul bersama teman temannya

Kocar : “Cir bagaimana ini, Kita baru disini. Mereka semua memandang kita dengan tajam”
Kacir : “ Iya nih Kak.”
Ustad Gani : “Kalian tenang saja, Tidak apa apa kalian memperkenalkan diri masing masing
didepan kelas dengan Bapak
Kocar dan Kacir : “Tidak usah pak, nanti bakal mereka kenal dengan sendirinya”
Ustad Gani : “Jangan bergitu nak, kalian harus membuka diri kepada orang lain terutama teman
temanmu
Kocar : “Ini hidup saya sendiri pak, kok bapak ngatur hidup orang lain sih”
Kacir : “Emangnya hidup bapak sudah benar”
Ustad Gani : “Astagfirullahal Adziim, kamu masih kecil sudah berani menantang orang tua, dimana
ibumu apakah tidak pernah mendidik sopan santun”
Kacir : “Bagaimana orang tua kami bisa mendidik dan mengajari kami, padahal ibu saya sudah
meninggal saat kami masih berumur balita, apalagi ayah kami yang keberatan untuk mengurusi
kami berdua”
Kocar : “um....”
Ustad Gani : “MasyaAllah kalian berdua sudah keterlaluan, walaupun sudah meninggal kalian
seharusnya bisa menjaga perilakumu sendiri, bahkan ayahmu sangat menyayangimu

Setelah Ustad Gani mengucapkan sepatah kata tesebut, Kocar dan Kacir menunduk dan terdiam
hening seketika

Ayah pergi meninggalkan mereka untuk beberapa saat karena Ayahnya harus berperan dalam
dunia pekerjaannya dan tidak memikirkan bagaimana anaknya hidup, makan, serta menjalani hidup
sendirian tanpa kedua orang tuanya, tak disangka Ayah mereka hanya membujuki kedua anaknya
agar

Anda mungkin juga menyukai