Anda di halaman 1dari 13

1

PROPOSAL PENELITIAN

A. Judul Penelitian

Nilai-nilai Kearifan Lokal Suku Anak Dalam Provinsi Jambi Terhadap Pengelolaan Hutan

Taman Nasional Bukit Dua Belas Dikembangkan sebagai Bahan Ajar Biologi.

B. Latar Belakang

Kerusakan lingkungan merupakan masalah umum yang paling sering terjadi. Hal

tersebut disebabkan oleh perilaku manusia yang tidak pernah bisa hidup berdampingan

dengan lingkungan. Masalah kerusakan lingkungan sering terjadi di negara-negara

berkembang yang salah satunya disebabkan oleh banyaknya jumlah penduduk, sehingga

memaksa mereka untuk mengubah fungsi lingkungan alam seperti, penebangan pohon secara

illegal, kemudian membakar hutan untuk memperoleh tanah yang semakin langka (Sinaga,

2015).

Solusi untuk mengubah perilaku dan sikap peduli pada lingkungan yang dilakukan

berbagai pihak seperti elemen masyarakat atau institusi pendidikan yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang arti penting dari

nilai-nilai lingkungan dan isu dari permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat

menggoyahkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam upaya pelestarian dan

menjaga keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi

berikutnya (Tim MKU PLH, 2014).

Menurut Peursen (1976) salah satu unsur yang berperan dalam memelihara lingkungan

adalah kemampuan mempertahankan budaya asli, kemampuan menyerap dan mengolah

unsur budaya luar sesuai dengan orientasi, persepsi, sikap dan gaya hidup masyarakat,

kemudian mewujudkannya sebagai kebudayaan nasional yang berfungsi sebagai perangkat


2

dasar dalam proses dan pelaksanaan pembangunan nasional serta ketahanan nasional.

Kepribadian budaya bangsa mempunyai kedudukan sentral dalam proses pembentukan

kebudayaan nasional karena dapat bertahan dari benturan budaya luar dan dapat berkembang

untuk masa-masa yang akan datang. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan

setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kegiatan manusia

memperlakukan lingkungan alamiahnya membentuk kebudayaan.

Perkembangan pendidikan sains sangat terdorong oleh pesatnya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang melahirkan sains formal seperti yang diajarkan di

lingkungan pendidikan sekolah. Sedangkan itu dilingkungan masyarakat lokal terbentuk

pengetahuan asli yang berbentuk pesan, adat istiadat yang diyakini oleh masyarakatnya dan

disampaikan secara turun temurun tentang bagaimana harus bersikap dengan alam. Bentuk

pengetahuan tersebutpun tidak terstruktur secara sistematis dalam bentuk kurikulum yang

diimplementasikan kedalam pendidikan formal, melainkan dalam bentuk pesan, amanat yang

disampaikan secara turun menurun atau dari satu generasi ke generasi berikutnya di suatu

masyarakat adat seperti cara memelihara hutan dengan memberlakukan hutan larangan

(Djulia, 2005).

Kearifan alam dalam pendidikan formal disekolah pada saat ini masih banyak belum

terungkap. Pendidikan sains formal mulai dari TK hingga perguruan tinggi cenderung

mengadopsi pola dari pendidikan dinegara barat. Selain itu model pembelajaran sains yang

diterapkan oleh guru juga dikembangkankan dari budaya barat. Dengan demikian harus ada

cara untuk menemukan jembatan penghubung antara pengetahuan tradisional dengan

pengetahuan modern agar dapat diintgrasikan dalam sistem pembelajaran disekolah sehingga

siswa mampu memahami dan tidak akan pernah melupakan nilai-nilai dari budaya lokal
3

sehingga pendidikan sains tersebut dapat bermanfaat bagi siswa itu sendiri dan bagi

masyarakat luas. Kearifan lokal yang ada dan berkembang dimasyarakat juga dapat

diintegrasikan dalam perangkat pembelajaran seperti RPP, materi pembelajaran, media

pembelajaran dan Lembar Kerja Siswa (LKS) (Ardan, 2016).

Menurut Weintre (2003), Suku Anak Dalam (SAD) atau mereka biasa menyebutnya

dengan sebutan Orang Rimba merupakan kelompok masyarakat yang menempati hutan yang

ada di Provinsi Jambi, kelompok ini terbiasa hidup bergantung dengan alam. Tingkat budaya

mereka pun masih sangat sederhana, tertutup dengan dunia luar, hidup terpencil dan

memisahkan diri dengan masyarakat luar. Sementara, bagi komunitas masyarakat yang bukan

dari kalangan mereka (SAD), sering dianggap dan dilihat sebagai masyarakat primitif yang

secara sosial, ekonomi dan budaya masih sangat terbelakang.

Provinsi Jambi mempunyai banyak kearifan lokal yang berhubungan dengan konservasi

keanekaragaman hayati serta pengelolaan hutan, seperti kearifan lokal dalam pengelolaan

hutan yang dilakukan oleh masyarakat adat Suku Anak Dalam (SAD) yang menempati

kawasan Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun, Jambi. Menurut Sinaga (2015),

pentingnya mengetahui nilai dari kearifan lokal disuatu daerah dalam hal ini mengenai

bagaimana pengelolaan hutan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Suku Anak Dalam

provinsi Jambi untuk dapat dikembangkan sebagai bahan ajar biologi. Pemanfaatan konten

kearifan lokal dalam pembelajaran, selain dapat menyelamatkan pengetahuan kearifan lokal

itu sendiri, juga dapat meningkatkan pemahaman kepada peserta didik untuk memahami

pentingnya melestarikan fungsi lingkungan untuk kehidupan dimasa yang mendatang.

Sementara itu, menggunakan kearifan lokal sebagai bahan ajar dalam pembelajaran biologi
4

mungkin telah berpengaruh untuk membangun pembelajaran kontekstual, merangsang siswa

untuk lebih banyak belajar tentang lingkungan mereka diluar tempat tinggal mereka.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “Bagaimana nilai-nilai kearifan lokal Suku Anak Dalam Provinsi Jambi terhadap

Pengelolaan hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas untuk dapat dikembangkan sebagai

Bahan Ajar Biologi ?”

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan bahan ajar dengan

memasukkan nilai-nilai kearifan lokal Suku Anak Dalam Provinsi Jambi terhadap

pengelolaan hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas

E. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian secara teoritis dapat memberikan referensi mengenai nilai-nilai kearifan

lokal bagi masyarakat yang multicultural di Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi Guru

Menambah referensi mengenai nilai-nilai kearifan lokal Suku Anak Dalam Provinsi

Jambi terhadap pengelolaan hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas.

b. Bagi Siswa

Memberikan pengetahuan tambahan kepada peserta didik mengenai nilai-nilai kearifan

lokal Suku Anak Dalam Provinsi Jambi terhadap pengelolaan hutan Taman Nasional

Bukit Dua Belas.


5

c. Bagi Sekolah

Dapat menjadi bahan ajar bagi siswa dan guru pada mata pelajaran Biologi dalam

Pokok Bahasan Keanekaragaman hayati yang dikaitkan dengan kearifan lokal

masyarakat Suku Anak Dalam Provinsi Jambi terhadap pengelolaan hutan Taman

Nasional Bukit Dua Belas serta sebagai bahan ajar alternatif dalam melakukan

kegiatan pembelajaran.

d. Bagi Peneliti Lain

Bahan ajar ini dapat dijadikan sumber informasi atau bacaan mengenai nilai-nilai

kearifan lokal masyarakat Suku Anak Dalam Provinsi Jambi mengenai pengelolaan

hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas.

F. Kajian Teori

1. Bahan Ajar

a. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar adalah bagian yang sangat penting dari suatu proses pembelajaran

secara keseluruhan. Deskripsi guru harus disampaikan oleh guru, dan guru

mempresentasikan informasi tersebut dalam bentuk bahan ajar. Bahan ajar memiliki

posisi yang sangat penting dalam belajar, yaitu sebagai representasi kelas di depan

penjelasan guru (Rubiah, 2016). Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi,

alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari

kompetensi yang akan dikuasai peserta didik. Bahan ajar digunakan dalam proses

pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran,

misalnya buku teks pelajaran, modul, handout, Lembar Kerja Siswa (LKS), model atau

maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya (Prastowo, 2014).
6

Adapun langkah-langkah dalam pengembangan bahan ajar baru dan efektif yaitu:

(1) identifikasi, (2) eksplorasi, (3) realisasi kontekstual, (4) realisasi pedagogis, (5)

produksi fisik, (6) penggunaan oleh siswa, (7) evaluasi oleh guru dan siswa (Jolly dan

Bolitho dalam Shabudin dkk, 2014).

b. Fungsi dan Manfaat Bahan Ajar

Menurut Prastowo (2014), fungsi bahan ajar dibedakan berdasarkan pihak yang

memanfaatkan bahan ajar dan strategi pembelajaran yang digunakan. Menurut (Lestari,

2013), bahan ajar memiliki fungsi bagi guru yaitu mengarahkan seluruh aktivitas dalam

proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan

kepada siswa, sedangkan fungsi bahan ajar bagi siswa adalah menjadi pedoman dalam

pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari. Fungsi

bahan ajar berdasarkan strategi pembelajaran yaitu dalam pembelajaran klasikal,

individual, dan kelompok. Bahan ajar memiliki fungsi sebagai sumber informasi,

pengendali dan pendukung proses pembelajaran, penunjang media pembelajaran,

sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam setiap jenis pembelajaran

yang dilakukan.

c. Jenis Bahan ajar

Menurut Prastowo (2014) dan Ahmadi dkk (2011), berdasarkan bentuknya bahan ajar

dibedakan menjadi 4 macam:

1. Bahan cetak (printed), yaitu bahan yang disiapkan dalam bentuk kertas dan

dicetak, yang dapat berfungsi untuk keperluan pembelajaran atau penyampaian

informasi. Contohnya, handout, buku, modul, Lembar Kerja Siswa (LKS), brosur,

leaflet, foto, gambar, dan lain-lain.


7

2. Bahan ajar dengar (audio), yaitu sistem yang menggunakan sinyal radio secara

langsung, sehingga dapat dimainkan atau didengar. Contohnya, kaset, radio,

piringan hitam, Compact Disk (CD).

3. Bahan ajar pandang dengar (audiovisual), yaitu segala sesuatu yan

memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak.

Contoh: Video Compact Disk (VCD) dan film.

4. Bahan ajar interaktif (interactive learning materials), yaitu kombinasi dari dua

atau lebih media yang oleh penggunanya dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk

mengendalikan suatu perintah. Contoh: Compact Disk Interactive.

2. Kearifan Lokal

Kearifan lokal (local wisdom) sering dikaitkan dengan pengetahuan lokal yang

terdapat dimasyarakat. Pengertian pengetahuan lokal pun bervariasi. Ada yang

menyebutkan bahwa kearifan lokal adalah bagian dari pengetahuan lokal yang terbentuk

melalui proses belajar dengan cara praktek, observasi, pengujian, dan penyebarannya

pada orang. Menurut Tamelene (2014), kearifan lokal mencakup pengetahuan, apakah itu

diperoleh dari generasi sebelumnya serta dari berbagai pengalaman dimasa sekarang.

Kearifan lokal bisa diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, nilai-nilai dari norma-

norma bentuk tertentu dari adaptasi dan pengalaman hidup dari kelompok sosial yang

tinggal atau mendiami dilokasi tertentu.

Kearifan lokal berfungsi dan bermakna dalam masyarakat baik dalam pelestarian

sumber daya alam dan manusia, pemertahanan adat dan budaya, serta bermanfaat untuk

kehidupan (Permana dkk, 2011). Dengan demikian kearifan lokal sering dianggap sebagai

salah satu upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan. Sementara itu, kearifan lokal
8

juga mengandung etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal yang

diajarkan secara turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi. Hal yang diajarkan

tersebut bersifat turun-temurun yang bersumber dari pengalaman hidup, pengetahuan asli

(indigenous knowledge).

3. Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD)

Kelompok orang rimba dari Suku Anak Dalam yang menempati kawasan

Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi memiliki cara khas dalam

menjaga kelestarian Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) yang menjadi tempat

hidup mereka yaitu dengan cara pola Hompongan, yang dalam bahasa Suku Anak Dalam

berarti penahan. Hompongan ini dibuat untuk menjaga kawasan Taman Nasional Bukit

Dua Belas dengan cara membuat lading-ladang yang menyambung antara satu dengan

yang lainnya dan digunakan dan digunakan sebagai pembatas antara lading masyarakat

Melayu atau masyarakat diluar komunitas mereka dengan kawasan Taman Nasional

Bukit Dua Belas yang berfungsi untuk menghambat proses perambahan hutan yang

dilakukan oleh masyarakat Melayu (Female Kompas, 2011).

Menurut Rokhdian (2012), bagi masyarakat adat Suku Anak Dalam hutan adalah

kawasan yang memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan sosial ataupun ritual.

Masyarakat adat Suku Anak Dalam memiliki hutan keramat yang tidak bole diganggu

bahkan dimasuki oleh pihak tertentu tanpa seijin dan kesepakatan bersama. Larangan

untuk memasuki memiliki pandangan bahwa hutan merupakan bagian dari struktur

keyakinan mereka.

G. Metodologi Penelitian

1. Definisi Operasional
9

a. Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun

secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai

peserta didik. Misalnya misalnya buku teks pelajaran, modul, handout, Lembar Kerja

Siswa (LKS), model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan

sebagainya.

b. Pokok bahasan yang akan dikembangkan dalam bahan ajar tersebut adalah mengenai

upaya dari pengelolaan hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD).

c. Kearifan lokal masyarakat adat Suku Anak Dalam merupakan pengelolaan hutan ,

cara mereka bercocok tanam, pemanfaatan makhluk hidup untuk kepeluan sehari-hari

seperti untuk tanaman pangan, buah-buahan, obat-obatan.

2. Metode Penelitian

Penelitian pengambangan bahan ajar berbasis nilai-nilai dan kearifan lokal

maasyarakat adat Suku Anak Dalam ini merupakan jenis penelitian pengembangan (Reseacrh

and Developmet). Metode penelitian pengembangan merupakan metode yag digunakan untuk

menghasilkan dan menguji keaktifan produk.

Model pengembangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model Borg

and Gall. Prosedur penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall (2003), dapat dilakukan

dengan lebih sederhana disesuaikan dengan tujuan penelitian: (1) Studi pendahuluan, (2)

penyusunan dan pengembangn draft buku, (3) validasi buku, (4) uji coba keterbacaan buku.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian yaitu dua sekolah menengah

atas yang ada di Kabupaten Sarolangun, SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 7. Waktu penelitian

akan dilakukan pada bulan April tahun 2018.


10

4. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang akan digunakan dalam penelitian yaitu siswa kelas X SMA

Negeri 1 dan dan SMA Negeri 7 yang ada di Kabupaten Sarolangun. Pemilihan sampel

dilakukan dengan tekhnik purposive sampling.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner untuk

mengetahui sejauh mana respon siswa tersebut mengenai isi dari bahan ajar tersebut.

6. Tehknik Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan tehknik analisis data secara deskriptif.

7. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini menggunakan motode pengembangan R & D (Reseacrh and

Development) yang terdiri dari lima tahapan yakni:

1. Studi pendahuluan, yakni dengan mengeksplorasi kearifan lokal dari masyarakat

adat Suku Anak Dalam yang ada di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun,

Jambi mengenai pengelolaan hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD),

data dari kearifan lokal tersebut diambil berdasarkan hasil penelitian terdahulu

oleh Sinaga (2015). Kemudian menganalisis materi-materi esensial tersebut untuk

dapat digunakan dalam pembelajaran dan menentukan KD yang sesuai untuk

dimasukkan kedalam bahan ajar tersebut.

2. Tahap penyusunan dan pengembangan draft buku, untuk merumuskan tujuan

buku, menentukan komponen-komponen isi buku tersebut berdasarkan studi

pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu (Sinaga, 2015).


11

3. Validasi buku, setelah buku tersusun tahap selanjutnya adalah validitas buku

dengan memvalidasinya ke ahli pendidikan dan ahli konten biologi mengenai

pengelolaan hutan.

4. Tahap selanjutnya adalah uji keterbacaan buku, yaitu menggunakan sampel 50

siswa SMA kelas X yang dipilih secara purposive sampling dari dua sekolah yang

berada didaerah tersebut yakni di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 7 Kabupaten

Sarolangun.
12

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, I. K., Amri, S., dan Elisah, T. (2011). Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.

Ardan, S., A. (2016). The Development of Biology Teaching Material Based on the Local
Wisdom of Timorese to Improve Students Knowledge and Attitude of
Environment In Caring the Persevation of Environment. International Journal of
Higher Education, 5(3): 190-200.

Djulia, E. (2005). Peran Budaya Lokal dalam Pembentukan Sains: Studi Naturalistik
Pembentukan Sains Siswa Kelompok Budaya Sunda tentang Fotosintesis dan
Respirasi Tumbuhan dalam Konteks Sekolah dan Lingkungan Pertanian.
Disertasi Doktor pada SPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Gall, M., D., Gall, J., P., dan Borg, W. R. (2003). Educational Research an Introduction. Boston:
Pearson Education Inc.

Lestari, I. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi (Sesuai dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan). Jakarta: Akademia Permata

Peursen, V. (1976). Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Permana, R. C. E., Nasution, I. P., dan Gunawijaya, J. (2011). Kearifan Lokal tentang Mitigasi
Bencana pada Masyarakat Baduy. Makara, Sosial Humaniora, 15(1): 67-76.

Prastowo, A. (2014). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: DIVA Press.

Rokhdian, D. (2012). Alim Rajo Disembah, Piado Alim Rajo Disanggah: Ragam Bentuk
Perlawanan Orang Rimba Makekal Hulu Terhadap Kebijakan Zonasi Taman
Nasional Bukit DuaBelas Jambi. Thesis S2 pada FISIP Program Studi
Pascasarjana Antropologi. Jakarta: Tidak Diterbitkan.

Rubiah, M. (2016). Implementation of Problem Based Learning Model in Concept Learning


Mushroom as a Result of Student Learning Improvement Efforts Guidelines for
Teachers. Journal of Education and Practice, 7(22): 26-30.

Sinaga, L., Y. (2015). Nilai-nilai Kearifan Lokal Suku Anak Dalam (Orang Rimba) Provinsi
Jambi Terhadap Pengelolaan Hutan Taman Nasional Bukit DuaBelas Sebagai
Sumber Belajar Biologi. Thesis S2 pada FKIP Program Studi Pascasarjana
Pendidikan Biologi SPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Suku Anak Dalam Pertahankan Hutan dengan Hompongan. Diakses dari


http://female.kompas.com/read/2011/09/27/06070524/
13

Shabudina, M. , Aznur A. , Saadiyah, D. , Nezu, M. (2014). Development of Teaching Materials


and Utilization of Web 2.0 in Japanese Language Teaching and Learning.
Procedia - Social and Behavioral Sciences, 118(2014): 433-441.

Tamelene, M., N., Mimien, H., I., A., M., Endang, S., Fatkhur, R. (2014). The Practice of Local
Wisdom of Tobelo Dalam (Togutil) Tribal Community in Forest Conservation in
Halmahera, Indonesia. International Journal of Plant Research, 4(4A): 1-7.

Tim MKU PLH. (2014). Pendidikan Lingkungan Hidup. Universitas Negeri Semarang.
PUSBANG MKU/MKDK.

Weintre, J. (2003). The Social Organisation and Culture of a Minority Group in Indonesia: A
Case Study of the Orang Rimba in Sumatera (The Nomadic Kubu Society).
Australia-Universitas Gajah mada, Yogyakarta: Program Studi Indonesia
Kerjasama Pendidikan Tersier Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai