Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS MARJIN PEMASARAN AGROINDUSTRI BERAS

DI KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALYSIS OF MARKETING MARGIN OF RICE AGROINDUSTRY


IN BUNGARAYA DISTRICT AT SIAK REGENCY

Widia Ariaty1), Ahmad Rifai2), Evy Maharani 2)


Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Riau
Jl. HR. Subrantas KM 12,5 Kampus Bina Widya, Simpang Baru
Pekanbaru, Riau 28293
Telp. 085265062251; E-mail: widiaariaty8@gmail.com

ABSTRACT

Rice was important comodities for Indonesian society because almost 90 percent
of Indonesian consume rice as their main food sources. Rice agroindustry was
activitiy to produce rice to delivered to the consumer. A long process of supplying
grain to be rice involves many marketing agencies. The purpose of this study was
to analyze marketing channels and marketing margins in rice agroindustry. This
study conducted during January 2015 to September 2015. The location of this
research was determined in four rice-producing centers in Bungaraya District. The
number of sample in this research were 1 trader, 6 RMUs, 5 wholesalers and 5
retailers through snowball sampling technique. The data collection was conducted
with interview technique using questionnaire prepared previously. Data were
analyzed by descriptive of the patterns of marketing channels and using analytical
methods margin and costs in rice marketing. The results shows that there are three
patterns of marketing channel in rice agroindustry, first: farmer-trader-RMU-
wholesaler; secondly: farmer-RMU-wholesaler-retailer-consumer; third: farmer-
RMU. The highest marketing margin were in RMU at 36,47 percent, then retailer
12,11 percent, and wholesaler 9,91 percent.
Keyword: Rice, Agroindustry, Marketing Channels, Marketing Margin

PENDAHULUAN stabilitas ekonomi, sosial dan


Beras merupakan komoditas keamanan negara.
strategis di Indonesia baik dari sisi Agroindustri beras merupakan
produsen maupun konsumen. Beras kegiatan pasca panen dari komoditi
dianggap sebagai kebutuhan dasar yang padi yang bertujuan mengolah gabah
penting keberadaannya bagi menjadi beras yang akan disampaikan
masyarakat baik ditinjau dari aspek kepada konsumen. Proses yang panjang
fisiologis, psikologis, sosial maupun dari penyediaan gabah hingga menjadi
antropologis bagi manusia. beras sampai ke konsumen akhir
Ketersediaan dan pasokan beras akan melibatkan banyak lembaga
berakibat terhadap terjadinya gejolak pemasaran. Banyaknya lembaga
harga di pasar, dan berdampak pada pemasaran yang terlibat akan
menyebabkan tingginya disparitas atau
1
Mahasiswa Fakultas Pertanian UR
2
Dosen Fakultas Pertanian UR
Jom Faperta Vol.3 No.1 Februari 2016 Page 1
selisih harga gabah dan harga beras di lembaga tataniaga yang terlibat
tingkat petani dan konsumen. Syahza (Sudiyono, 2001).
dalam Sobichin (2012) menyatakan Soekartawi (2002) menyatakan
bahwa disparitas harga gabah dan beras bahwa efisiensi pemasaran adalah
yang tinggi merupakan akibat dari nisbah antara total biaya dengan total
panjangnya rantai distribusi komoditas produk yang dipasarakan. Efisiensi
pertanian dan menyebabkan besarnya pemasaran akan terjadi kalau biaya
biaya distribusi (marjin pemasaran pemasaran dapat ditekan sehingga
yang tinggi) serta ada bagian yang keuntungan pemasaran dapat lebih
harus dikeluarkan sebagai keuntungan tinggi, persentase perbedaan harga
pedagang. yang dibayarkan konsumen dan
Kecamatan Bungaraya merupakan produsen tidak terlalu tinggi, serta
daerah penghasil padi terbesar dengan tersedianya fasilitas fisik pemasaran
hasil produksi sebanyak 23.555,33 ton dan adanya kompetensi pasar yang
dan luas panen 5.496 Ha. Jumlah sehat. Suatu sistem pemasaran
produksi tersebut mendorong dikatakan efisien apabila seluruh
terlaksananya kegiatan pemasaran yang lembaga pemasaran yang terlibat dalam
melibatkan beberapa lembaga kegiatan memperoleh kepuasan dengan
pemasaran. aktivitas tataniaga tersebut.
Berdasarkan data dari UPTD Tujuan dari penelitian ini adalah
Pertanian dan Perikanan Kecamatan menganalisis marjin pemasaran yang
Bungaraya pada bulan Februari 2015 diperoleh oleh setiap lembaga
harga Gabah Kering Giling (GKG) pemasaran dalam agroindustri beras di
adalah Rp.4.600 per kilogram, Kecamatan Bungaraya Kabupaten
sedangkan harga rata-rata beras adalah Siak.
Rp.8.000 per kilogram. Tingginya
METODOLOGI PENELITIAN
perbedaan harga gabah dan beras
diakibatkan oleh banyaknya lembaga Penelitian dilakukan di 4 desa di
pemasaran yang terlibat. Kecamatan Bungaraya yaitu Desa
Marjin pemasaran merupakan Bungaraya, Desa Jatibaru, Desa
perbedaan antara harga yang Jayapura dan Desa Buantan Lestari
dibayarkan oleh konsumen dengan yang ditentukan secara purposive.
harga yang diterima petani atau Data yang digunakan adalah data
merupakan biaya dari jasa-jasa primer dengan melakukan wawancara
pemasaran yang dibutuhkan sebagai dan data sekunder diperoleh dari
akibat dari permintaan dan jasa-jasa instansi-instansi yang terkait. Sampel
pemasaran. Semakin besar perbedaan dari penelitian ini adalah 1 pedagang
harga antara lembaga-lembaga pengumpul, 6 RMU, 5 pedagang
tataniaga yang terlibat, terutama antara pengepul dan 5 pedagang pengecer
harga yang terjadi ditingkat eceran yang ditentukan dengan teknik
dengan harga yang diterima petani, snowball sampling dimana RMU
maka semakin besar pula marjin menjadi titik awal (starting point).
tataniaga dari komoditi yang Marjin pemasaran dihitung dengan
bersangkutan. Hal ini disebabkan menggunakan rumus marjin pemasaran
banyaknya lembaga tataniaga yang Limbong dan Sitorus (1987) dalam
terlibat mengakibatkan biaya tataniaga Ariyanto (2010):
meningkat akan diikuti peningkatan Mp = Psi – Pbi
pengambilan keuntungan oleh setiap

Jom Faperta Vol.3 No.1 Februari 2016 Page 2


Keterangan; HASIL DAN PEMBAHASAN
Mp = Marjin pemasaran di tingkat ke Kegiatan pemasaran dilakukan
i (Rp/Kg) untuk menyampaikan produk dari
Psi = Harga jual di tingkat ke-i produsen kepada konsumen. Namun,
(Rp/Kg) penyampaian produk pertanian seperti
Pbi = Harga beli pasar di tingkat ke-i gabah/ beras tidak dapat langsung
(Rp/Kg) disalurkan kepada konsumen
Kemudian untuk menghitung melainkan membutuhkan proses yang
efisiensi dari pemasaran beras di lebih panjang dibandingkan dengan
Kecamatan Bungaraya dihitung dengan produk non pertanian. Hal ini
menggunakan rumus Soekartawi disebabkan karena gabah/beras
(2002). membutuhkan perlakuan-perlakuan
Ep= x 100% khusus dalam penanganan pasca panen
padi, sehingga dibutuhkan lembaga-
Keterangan: lembaga pemasaran dimana lembaga
Ep = Efisiensi pemasaran (%) tersebut menjalankan fungsi
Bp = Biaya pemasaran (Rp/ kg) pemasarannya masing-masing
TNP = Total Nilai Produk (Rp) (Mubyarto dalam Sobichin, 2012).

Gambar 1. Rantai Pemasaran Agroindustri Gabah dan Beras


Pada pola I, petani menjual gabah Pada rantai nilai pola II RMU
ke pedagang pengumpul. Dari melakukan pembelian gabah secara
pedagang pengumpul kemudian langsung kepada petani di Kecamatan
disalurkan ke RMU. RMU tidak Bungaraya yang kemudian dilakukan
memiliki kontrak apapun dengan pengolahan menjadi beras. Beras yang
pedagang pengumpul. Di RMU gabah telah dihasilkan di RMU kemudian
melalui perlakuan meliputi diambil oleh pedagang pengepul atau
pengeringan, penggilingan dan pedagang pengecer langsung di RMU.
pengemasan. Beras yang telah dikemas Saluran III hampir sama dengan
kemudian diantar kepada pedagang saluran II dimana RMU langsung
yang telah menjadi langganan tetap dan mengambil gabah kepada petani.
berada di luar Kecamatan Bungaraya. Perbedaannya, setelah gabah diolah

Jom Faperta Vol.3 No.1 Februari 2016 Page 3


menjadi beras RMU mengantar kepada diterima oleh setiap pelaku pada setiap
pedagang yang telah menjadi rantai tataniaga. Tabel 1 menunjukkan
langganannya. marjin pemasaran yang diterima oleh
Pada garis besarnya pelaku setiap pelaku dalam rantai tata niaga
tataniaga agroindustri beras di beras di Kecamatan Bungaraya.
Kecamatan Bungaraya menggunakan Berdasarkan Tabel 1 RMU yang
saluran distribusi berikut ini, yaitu: melakukan pengolahan gabah menjadi
petani  RMUpedagang pengepul beras menjualnya kepada pedagang
pedagang pengecer konsumen. pengepul dengan harga Rp.8.500 per
Berikut ini merupakan hasil analisis kilogram beras. Marjin pemasaran
marjin pemasaran yang terdiri dari terbesar diperoleh oleh RMU yaitu
biaya yang dibutuhkan pelaku sebesar 36,47 persen atau Rp.3.975 per
pemasaran untuk melakukan fungsi- kilogram beras.
fungsi pemasaran dan keuntungan yang
Tabel 1. Marjin Pemasaran Agroindustri Beras
Uraian Satuan (Rp/Kg) Persentase (%)
1. Petani
a. Harga Jual (GKG) 4525 41,51
2. Huller
a. Harga Beli 4525 41,51
b. Marjin Pemasaran 3975 36,47
c. Biaya Pemasaran 303,97 2,79
d. Marjin Keuntungan 271,03 2,49
e. Harga Jual 8500 77,98
3. Pengepul
a. Harga Beli 8500 77,98
b. Marjin Pemasaran 1080 9,91
c. Biaya Pemasaran 300,72 2,76
d. Marjin Keuntungan 779,28 7,15
e. Harga Jual 9580 87,89
4. Pengecer
a. Harga Beli 9580 87,89
b. Marjin Pemasaran 1320 12,11
c. Biaya Pemasaran 692,76 6,36
d. Marjin Keuntungan 627,24 5,75
e. Harga Jual 10900 100,00
Total Marjin 6375
Total Biaya Pemasaran 1297,45
Efisiensi Pemasaran 11,90

2 = Biaya transportasi dan biaya


Keterangan:
bongkar muat
1 = Pengadaan, pengeringan dan 3 = Biaya transportasi dan biaya
pengemasan bongkar muat

Jom Faperta Vol.3 No.1 Februari 2016 Page 4


4 = Harga jual ditingkat pelaku/harga menghasilkan nilai tambah yaitu
jual ditingkat pengcer x 100% kandungan bekatul (8-10 persen) dan
5 = Rendemen giling dijadikan beras sekam (23 persen) yang semuanya
per Kg gabah (60%) x harga jual- memiliki nilai ekonomi yang tinggi
biaya produksi (Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian dalam sobichin,,
Besarnya marjin yang diperoleh
2012).
RMU dikarenakan terjadinya proses
penggilingan gabah menjadi beras yang KESIMPULAN DAN SARAN
akan mengalami susut hasil, yaitu
Kesimpulan
sekitar 60 persen dari berat gabah
semula. Biaya pemasaran yang 1. Rantai pemasaran gabah dan beras
dikeluarkan oleh RMU untuk agroindustri beras di Kecamatan
menyampaikan beras kepada pedagang Bungaraya terdiri dari tiga pola,
pengepul adalah Rp.303,97 per yaitu: pola I, petani—pedagang
kilogram. Keuntungan yang diperoleh pengumpul—RMU; pola II, petani –
RMU adalah sebesar Rp.71,03 per RMU—pedagang pengepul—
kilogram. Di pedagang pengepul beras pedagang pengecer—konsumen;
kemudian dijual dengan harga pola III, petani – RMU.
Rp.9.580 kepada pedagang pengecer. 2. Rantai pemasaran pola II adalah
Marjin pemasaran yang diperoleh yaitu yang terbanyak dilakukan di
Rp.1080 per kilogram atau 9,91 persen Kecamatan Bungaraya (64,47
dengan keuntungan Rp.779,28 per persen) yaitu melibatkan petani -
kilogram. Besarnya biaya yang RMU- pedagang pengepul-
dikeluarkan pedagang pengepul adalah pedagang pengecer-konsumen. Nilai
sebesar Rp.300,27 per kilogram beras marjin pemasaran yang paling tinggi
meliputi biaya transportasi dan biaya berturut-turut adalah RMU
bongkar muat. (Rp.3.975/Kg), pedagang pengecer
Selanjutnya pedagang pengecer (Rp.1.320/Kg), dan pedagang
yang merupakan pelaku yang langsung pengumpul (Rp.1.080/Kg).
berhadapan dengan konsumen menjual
beras tersebut dengan harga Rp.10.900 Saran
per kilogram. Marjin pemasaran di Marjin pemasaran tidak tersebar
pedagang pengecer adalah Rp.1.320 merata antara satu pelaku pemasaran
atau 12,11 persen. Keuntungan yang dengan pelaku pemasaran yang lain,
diperoleh pedagang pengecer adalah untuk itu perlu dilakukan pengurangan
sebesar Rp.627,28 per kilogram dengan biaya pemasaran untuk meningkatkan
besar biaya pemasaran Rp.692,76 per efisiensi dengan cara menambah
kilogram beras. volume pembelian bagi pedagang
Keuntungan RMU merupakan pengecer sehingga mengurangi biaya
keuntungan yang paling kecil yaitu transportasi.
sebesar Rp.271,03 per kilogram beras,
namun volume penjualan yang terbesar DAFTAR PUSTAKA
mencapai 200 ton per musim panen. Arifin, Bustanul. 2007. Disparitas
Keuntungan tersebut dilihat dari Harga Gabah dan Beras.
rendemen beras yang diperoleh setelah Jakarta: Unisosdem, UNILA.
penggilingan dilakukan (60 persen). Ariyanto. 2008. Analisis tataniaga
Hasil sampingan dari pengolahan Sayuran Bayam (Kasus Desa
gabah menjadi beras juga akan Ciauruten Ilir, Kecamatan

Jom Faperta Vol.3 No.1 Februari 2016 Page 5


Cibungbulang, Kabupaten
Bogor). Skripsi. Program
Sarjana Ekstensi Manajemen
Agribisnis Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sobichin, Muhammad. 2012. Nilai
Rantai Distribusi Komoditas
Gabah dan Beras di
Kabupaten Batang.
Economics Development
Analysis Journal. Jurusan
Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Semarang.
Soekartawi. 2002. Prinsip- Prinsip
Dasar Ekonomi Pertanian
Teori dan Aplikasi Edisi
Revisi. Raja Grafindo
Persada: Jakarta
Sudiyono.A. 2001. Pemasaran
Pertanian. Malang:
Universitas Muhamadiyah
Malang.

Jom Faperta Vol.3 No.1 Februari 2016 Page 6

Anda mungkin juga menyukai