PL LP Lp-Fraktur-Patella
PL LP Lp-Fraktur-Patella
“FRAKTUR PATELLA”
A. DEFINISI
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksteral
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Carpenito, 1999).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000).
Sedangkan menurut anatominya, patella adalah tempurung lutut. Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur patella merupakan suatu
gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada
tempurung lutut.
B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan
oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
berpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah.
Menurut Corwin (2009), penyebab fraktur tulang paling sering adalah
trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Beberapa fraktur dapat
terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah (fraktur
patologis) fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami
osteoporosis, atau individu yang mengalmai tumor tulang, infeksi, atau penyakit
lain. Fraktur stress atau fraktur keletihan dapat terjadi pada tulang normal akibat
stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang, biasanya menyertai
peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet atau permulaan aktivitas fisik yang
baru (Corwin, 2009).
Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di
sekitar tulang yang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis dan
berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti
kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga
yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang. Jenis dan beratnya
patah tulang dipengaruhi oleh:
- Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
- Usia penderita.
- Kelenturan tulang.
- Jenis tulang.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi patah tulang (fraktur) secara umum adalah:
a. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
1. Fraktur spiral
Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi
2. Fraktur transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung
3. Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke
arah permukaan lain
4. Fraktur oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi
5. Fraktur avulsi
Fraktur yang diakibatkan trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada
tulang
Kerusakan
Diskontinuitas tulang Nyeri akut
integritas jaringan
Pembengkakan
Perubahan jaringan sekitar dan perubahan
warna lokal
Kerusakan
integritas kulit Deformitas terputusnya
pembuluh darah
Gangguan fungsi
Risiko infeksi
Perdarahan
Perfusi jaringan
tidak efektif
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), manifestasi klinis fraktur antara lain:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya kerena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
F. TES DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Adanya deformitas, seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen
tulang (pada fraktur terbuka)
b. Palpasi
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi. Palpasi pada daerah distal
terjadinya fraktur meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test
c. Gerakan
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of
two yang terdiri dari:
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior dan lateral
Memuat dua sendi antara fraktur, yaitu bagian proksimal dan distal
Memuat dua ekstremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cedera
maupun tidak (untuk membandingkan dengan yang normal)
Dilakukan 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah tindakan
b. Pemeriksaan laboratorium
Hb dan Ht mungkin rendah akibat perdarahan
LED meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas
Ca dan P dalam darah meningkat pada masa penyembuhan
c. Pemeriksaan arteriografi
Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskular akibat fraktur
d. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah
dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodic
G. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan:
o Pembersihan luka
o Exici
o Hecting situasi
o Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
b) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis.
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi
fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan
untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang
sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat
dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
d) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan keti-
daknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli
bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya
gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat
aktivitas dan beban berat badan.
I. KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
J. PENGKAJIAN
a. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama klien yang mengalami fraktur yaiu nyeri setelah
mengalami kecelakaan, jatuh, atau terbentur benda keras. Nyeri bisa akut atau
kronik, tergantung lamanya serangan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Dapat berupa kronologi terjadinya fraktur sehingga bisa ditentukan kekuatan
hantaman atau benturan yang terjadi dan jenis fraktur yang dialami. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan dapat diketahui juga
kemungkinan adanya luka kecelakaan yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s dapat
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Penyakit
DM juga dapat menghambat proses penyembuhan tulang
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan dan harus
menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya
Kebiasaan pengguanaan obat-obat golongan steroid dapat mengganggu
metabolisme kalsium
Kebiasaan konsumsi alkohol dapat mengganggu keseimbangan klien
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya trauma auat cedera
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien dengan fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
3. Pola eliminasi
Klien dengan fraktur klavikula bisanya tidk mengalami gangguan pada
eliminasi uri maupun alvi
4. Pola tidur / istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
5. Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
6. Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap
7. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
8. Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur
9. Pola reproduksi dan seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien
10. Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
11. Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas jaringan
3. Kerusakan integritas kulit
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Risiko infeksi
L. TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan 1: Nyeri Akut
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan intervensi Klien mampu menggunakan 1. Monitor TTV 1. Nyeri dapat meningkatkan TD,
keperawatan selama 3x24 teknik nonfarmakologi RR, dan nadi klien
jam nyeri klien berkurang untuk mengurangi nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Membuktikan kesesuaian antara
Klien melaporkan bahwa ketidaknyamanan data subjektif dan objektif yang
nyeri berkurang dengan didapat dari klien
menggunakan manajemen 3. Evaluasi keluhan nyeri (skala, 3. Menilai perkembangan masalah
nyeri petunjuk verbal dan non verval, klien
TTV dalam batas normal perubahan tanda-tanda vital)
Tidak mengalami gangguan 4. Pertahankan imobilisasi bagian 4. Mengurangi nyeri dan mencegah