Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN KOMUNITAS II

PRAKTIKUM I

Tutorial 3
 Faaizah Nurul Haqi 220110150023
 Dian Rachmah Faoziah 220110150024
 Siti Fatimah 220110150025
 Mega Nurrahmatiani N 220110150026
 Masiroh Afifah 220110150027
 M. Reza Saputra 220110150028
 Oktorullah 220110150029
 Mentari Yesika Putri 220110150030
 Rizki Aprilia 220110150031
 Gisela Rizki Fauziah 220110150032
 Yosiriyani Suntari 220110150033

Dosen Tutor :
Taty Hernawaty, S.Kp., M.Kep
NIP. 19770819200122001

Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2018
1. Data Kesehatan tentang Malaria
Pravelensi Malaria

Malaria merupakan penyakit parasit tropis yang penting didunia dan masih
merupakan masalah utama didunia. Malaria adalah penyebab kematian nomor 4 di dunia
setelah infeksi pernapasan, HIV/AIDS dan diare. Sampai saat ini, WHO (World Health
Organisation) memperkirakan 3,3 miliar manusia di dunia tinggal atau hidup di wilayah-
wilayah endemis malaria. Berdasarkan laporan WHO dalam World Malaria Report tahun
2014 bahwa terjadi 198 juta kasus malaria yang tersebar pada 97 negara yang ada di dunia,
dimana pada setiap tahunnya 584.000 kasus dengan kematian (WHO, 2014).

Situasi malaria di Indonesia tidak jauh berbeda dengan situasi di negara- negara lain.
Kondisi iklim tropis serta proses pembangunan yang terus-menerus mengakibatkan
perubahan-perubahan pada lingkungan sehingga menciptakan situasi yang sangat
menguntungkan bagi keberadaan nyamuk Anopheles. Penyakit ini ditemukan tersebar
hampir di seluruh kepulauan di Indonesia dengan derajat dan infeksi yang bervariasi.
Penduduk yang tinggal di wilayah berisiko terkena malaria diperkirakan 113 juta dari 214
juta penduduk Indonesia. Sebanyak 424 kabupaten dari 576 kabupaten di Indonesia
ditetapkan sebagai daerah endemis malaria, sehingga perlu dilakukan penanganan serius
untuk memberantas penyakit tersebut.

Persebaran prevalensi malaria di Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan adanya


kecenderungan bahwa prevalensi malaria wilayah timur Indonesia masih lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah barat Indonesia. Lima provinsi dengan prevalensi malaria
tertinggi adalah Papua 28.6%, NusaTenggara Timur 23.3%, Papua Barat 19.4%,
Sulawesi Tengah 12.5%, dan Maluku Utara 11.3%. Dari 33 provinsi di Indonesia, 15
provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional, sebagian besar berada di
Indonesia Timur (Kemenkes RI, 2013).

Sebaran prevalensi kejadian malaria tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dibawah
ini.
Gambar 1. Peta sebaran prevalensi malaria Tahun 2013
Sumber : (Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Kabupaten Buol adalah salah satu kabupaten yang terdapat di wilayah provinsi
Sulawesi Tengah yang termasuk dalam wilayah kejadian malaria. Berdasarkan data laporan
bulanan penemuan dan pengobatan malaria di Kabupaten Buol menunjukkan bahwa kasus
malaria dalam 3 tahun (2009 s.d 2011) yaitu pada tahun 2009 terdapat 1 kecamatan dengan
kejadian API tertinggi (HCI = > 5/1000 penduduk), 2 kecamatan dengan kejadian API
sedang (MCI = 1-5/1000 penduduk) dan 8 kecamatan dengan API rendah (LCI = <1/1000
penduduk). Tahun 2010 terdapat 2 kecamatan dengan kejadian API tertinggi, 7 kecamatan
dengan kejadian API sedang dan 3 kecamatan dengan API rendah. Sementara di tahun 2011
terdapat 1 kecamatan dengan kejadian API tertinggi, 9 kecamatan dengan kejadian API
sedang dan 1 kecamatan dengan API rendah (Dinas Kesehatan Kabupaten Buol, 2012).
Data tersebut tersaji dalam gambar 2 berikut ini :

Gambar 2. Grafik angka kesakitan malaria berdasarkan API di Kabupaten Buol


Tahun 2009 s.d 2011

2. Indikator Capaian Terkait Populasi Malaria Secara Nasional dan Internasional


a) Indikator Nasional

Penjelasan Indikator

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-


2019, Eliminasi malaria merupakan salah satu sasaran utama dan juga merupakan
Indikator Kinerja Program (IKP) dari pencegahan dan pengendalian penyakit dengan
target jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi malaria. Indikator eliminasi malaria
berdasarkan pada Kepmenkes No. 293 tahun 2009 yakni kabupaten/kota, provinsi, dan
pulau dinyatakan sebagai daerah yang bebas penularan malaria/mencapai eliminasi
malaria bila tidak ditemukan lagi kasus penularan setempat (indigenous) selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut serta dijamin dengan kemampuan pelaksanaan surveilans yang
baik. Dengan memperhatikan indikator penilaian eliminasi malaria yaitu:
 Menilai pelaksanaan penemuan dan tatalaksana kasus malaria.
 Menilai pencegahan dan penanggulangan faktor risiko.
 Menilai surveilans dan penanggulangan KLB.
 Menilai peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
 Menilai peningkatan Sumber Daya Manusia.
 Menilai Komitmen Pemerintah Daerah.

Capaian Indikator

Kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi malaria pada tahun 2016 yaitu
sebanyak 247 kabupaten/kota dari target yang ditentukan sebesar 245 kab/kota atau
pencapaian kinerja sebesar 100,8%. Terjadi peningkatan jumlah Kabupaten/Kota yang
telah mencapai eliminasi malaria dari tahun 2013 sebanyak 1 Kab/Kota, meningkat
menjadi 213 Kab/Kota pada tahun 2014, meningkat menjadi 232 Kab/Kota pada tahun
2015 dan meningkat menjadi 247 pada tahun 2016.

b) Indikator Internasional
Program WHO: Global Malaria Programme (GMP) mengkoordinasikan upaya global
untuk mengendalikan dan menghilangkan malaria dengan indikator:
 Pengaturan, komunikasi dan promosi penerapan norma berbasis bukti, standar,
kebijakan, strategi teknis, dan pedoman;
 Menjaga nilai independen dari kemajuan global;
 Mengembangkan pendekatan untuk pengembangan kapasitas, penguatan
sistem, dan pengawasan; dan
 Mengidentifikasi ancaman terhadap pengendalian dan penghapusan malaria
serta area aksi baru.
3. Faktor yang mempengaruhi ketercapaian target
a) Kegiatan penemuan kasus malaria melalui kegiatan surveilans migrasi Kegiatan
surveilans migrasi dilaksanakan sebagai strategi penanggulangan malaria di daerah
endemis rendah yang masih memiliki daerah reseptif (daerah yang masih ada vektor
malaria dan memungkinkan adanya vektor malaria) untuk mencegah terjadinya
penularan malaria, mobilisasi penduduk yang tinggi merupakan salah satu ancaman
penularan malaria disuatu daerah, pencegahan penularan dengan melakukan
pemeriksaan sediaan darah malaria pada pendatang dari daerah endemis malaria
dilakukan dalam surveilans migrasi, kegiatan tersebut biasanya dilaksanakan oleh JMD
(Juru Malaria Desa).
b) Penyelidikan epidemiologi setiap kasus malaria Daerah yang telah mencapai endemis
rendah harus melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kasus malaria, laporan
mingguan SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon KLB) melaporkan kasus
malaria setiap minggu yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan epidemiologi untuk
setiap kasus, kegiataan tersebut bertujuan untuk menentukan asal penularan sehingga
dapat melakukan upaya pencegahan yang sesuai.
c) Sosialisasi Surveilans Malaria tingkat Puskesmas di Setiap Kabupaten/kota Tahun
2015-2016 telah dilakukan sosialisasi surveilans malaria di sekitar 6.200 puskesmas,
kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas surveilans malaria yang
merupakan salah satu strategi utama menuju eliminasi malaria.
d) Skrining Malaria pada Ibu Hamil Kegiatan skrining ibu hamil dilakukan di
Kabupaten/Kota endemis sedang dan endemis rendah malaria yang masih memiliki
desa atau puskesmas endemis tinggi dan sedang malaria. Ibu hamil merupakan salah
satu populasi berisiko apabila tertular malaria, kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi
risiko penularan pada ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA:

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Laporan Kinerja Direktorat Jendral Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Tahun 2016.

WHO. 2017. Malaria: Facts sheet. [online] Available at


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/ Diakses pada tanggal 26 februari 2018
pukul 12.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai