Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

TUMPANGSARI

Disusun oleh:

Halimatus Sadiyah 134150031


Ida Suprastiwi 134150032

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam bercocok tanam, terdapat beberapa pola tanam agar efisien dan
memudahkan kita dalam penggunaan lahan, dan untuk menata ulang kalender
penanaman. Pola tanam sendiri ada tiga macam, yaitu : monokultur, polikultur
(tumpangsari), dan rotasi tanaman. Ketiga pola tanam tersebut memiliki nilai
plus dan minus tersendiri. Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem
produksi tanaman. Dengan pola tanam ini berarti memanfaatkan dan
memadukan berbagai komponen yang tersedia (agroklimat, tanah, tanaman,
hama dan penyakit, keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam di daerah tropis
seperti di Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan
curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari
hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang ditanampun perlu disesuaikan
dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan.
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman
pada lahan dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-
barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih
jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa
juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat
melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa
faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air,
kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman
yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan
dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari persaingan (penyerapan hara dan air) pada suatu petak lahan
antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan
dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran yang relatif dalam
dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal.
B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
BAB II
ISI

A. Pengertian Tumpangsari (Multiple Cropping)


Batasan sederhana dari Multiple Cropping dapat dilihat dari dua suku kata
yang menyusunnya, yakni ”multiple” artinya ”ganda” dan ”cropping” artinya
”pertanaman”, maka arti Multiple Cropping dari asal katanya adalah
”pertanaman ganda”. Namun demikian secara sederhana Multiple cropping
pengertiannya disamakan dengan tanaman ganda atau tumpang gilir adalah
pengusahaan berbagai jenis tanaman pada sebidang lahan yang sama dalam
jangka waktu satu tahun. Sedang menurut Neal C. Stoskopt (1981) mengartikan
multiple cropping adalah pertumbuhan dua jenis tanaman atau lebih pada
sebidang lahan yang sama dalam waktu satu tahun. Dengan demikian
memberikan gambaran yang komprehensif bahwa dalam multiple cropping
dapat dilakukan pemungutan hasil atau panen lebih dari satu kali dalam jangka
waktu selama satu tahun.
Praktek pengusahaan tanaman dalam multiple cropping meliputi semua
jenis tanaman yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat seperti tanaman
semusim, tanaman tahunan, ternak, atau ikan yang dipelihara di sawah melalui
pola penanaman yang tepat dan sesuai.
Sistem tersebut sudah tidak asing lagi bagi kita karena sudah lama dikenal
oleh petani secara tradisional di Indonesia. Pada lahan kering, tegalan, dan
pekarangan diusahakan pertumbuhan tanaman dan pola tanam yang sesuai pada
suatu lahan merupakan interaksi antara tanah, iklim, tanaman dan
pengelolaannya. Setiap jenis tanaman akan tumbuh dengan baik apabila
kebutuhan minimal terhadap faktor-faktor yang diperlukan terpenuhi.
Sedangkan hasil yang diperoleh akan menguntungkan bilamana susunan faktor-
faktor yang diperlukan tersedia secara optimal.
Berbagai terobosan dalam teknologi pertanian telah ditemukan oleh ahli
agronomi dan telah dilakukan oleh petani untuk melipatgandakan hasil
pertanian tanpa merusak kesuburan tanah, kelestarian air, serta dengan biaya
produksi yang sangat rendah. Salah satu di antaranya adalah pemanfaatan lahan
dengan berbagai jenis tanaman per satuan luas dalam jangka waktu tertentu.
Sistem ini dikenal multiple cropping sebagai dimensi ketiga dalam upaya
peningkatan produksi pertanian. Aneka macam tanaman pangan, dan tanaman
perkebunan yang diusahakan oleh petani seperti kelapa, cengkeh, jambu mete
dan sebagainya.
Pada lahan sawah yang beririgasi dalam musim hujan di samping ditanami
padi, juga petani sempat menanam palawija seperti jagung, kacang panjang dan
sebagainya. Di atas pematang atau gelengan sawah tersebut. Apalagi sawah
sistem sorjan dimana lahan pertanian dapat dibagi dua secara berselingan yaitu
lahan kering (guludan) dan lahan basah (tabukan).
Daerah persawahan yang memperoleh air pengairan sepanjang tahun
dimungkinkan untuk menanam padi secara terus menerus, kecuali ada masalah
lain. Biasanya pada daerah irigasi ini lahan yang dimiliki petani lebih sempit
bila dibandingkan dengan lahan tanpa irigasi. Berdasarkan kenyataan ini masih
banyak petani yang mengusahakan padi sawah satu kali dalam setahun dengan
lahan yang begitu sempit sehingga hasilnya tidak cukup untuk kebutuhan
keluarganya. Mereka membiarkan tanahnya kosong setelah panen padi
walaupun masih ada kemungkinan untuk mengusahakan satu kali pertanaman
lagi, terutama jenis-jenis tanaman yang berumur pendek.
Petani dengan tanah garapan yang terbatas mengusahakannya secara
efisien mungkin untuk mencukupi keperluan hidup keluarganya sehari-hari.
Dengan demikian usaha mempertinggi produksi pertanian persatuan luas sambil
menjaga kesuburan tanah dan kelestarian air, tentu akan menjadi sangat penting
dan besar artinya bagi kesejahteraan petani. Telah diketahui bahwa peningkatan
produktivitas satuan luas lahan dapat dilakukan dengan perbaikann kinetika
tanaman, peningkatan pemakaian pupuk, teknik pengendalian hama penyakit
yang baik, pengelolaan dan pengolahan tanah yang baik serta pengelolaan dan
pemanfaatan air irigasi (Richard et al, 1984).
Dalam usaha meningkatkan produksi pertanian per satuan luas persatuan
waktu maka daya guna tanah, air, sinar matahari dan waktu perlu ditingkatkan.
Melalui upaya ini kita dapat memperpendek saat kosong (bera) sebidang lahan.
Dengan kata lain mengusahakan sejauh mungkin adanya pertanaman pada
sebidang lahan sepanjang tahun. Upaya seperti tersebut sebenarnya telah
dilakukan oleh petani yang memiliki tanah garapan sempit meskipun belum
diusahakan secara intensif.

B. Manfaat Penerapan Sistem Tumpangsari


Dalam melaksanakan sistem multiple cropping akan diperoleh manfaat
sebagai berikut:
1. Mencegah tibanya masa paceklik karena volume dan frekuensi panen
bertambah.
2. Mengurangi pengangguran musiman. Dalam hal ini tenaga kerja dapat
diatur dengan baik sehingga dapat mencegah pengangguran sepanjang
tahun.
3. Memperbaiki taraf hidup petani karena dengan sistem multiple cropping
pendapatan petani meningkat, mengurangi resiko kegagalan panen dan
memperbaiki keanekaragaman pangan serta nilai gizi makanan masyarakat.
4. Bila dilakukan secara intensif dan sistematis akan dapat menekan biaya
produksi dan dapat mempertahankan produktifitas tanah yang cukup tinggi.
5. Dapat membantu mengendalikan hama dan penyakit, tumbuhan penganggu
atau mempertahankan stabilitas biologis.
6. Dengan penerapan multiple cropping baik dan tepat akan dapat memberikan
solusi bagi masalah kekurangan pangan umat manusia di daerah rawan dan
juga efisien dalam hal penggunaan sumber daya tanah, air, cahaya dan
modal lebih ditingkatkan.
7. Pengendalian erosi dengan penutup tanah karena permukan tanah dapat
tertutup sepanjang tahun. Erosi dan pencucian unsur hara juga dapat
diminimalkan dengan menggilir tanaman legum dan non-legum.
8. Merupakan upaya mempertahankan kesuburan tanah dengan penggunaan
pupuk hijau terutama tanaman yang dapat mengfiksasi nitrogen dari udara.
C. Perwujudan Sistem Tumpangsari
Perwujudan dalam sistem multiple cropping antara lain sebagai berikut:
1. Tanam gilir adalah pengusahaan tanaman pada sebidang lahan dengan
menanam tanaman jenis lain berikutnya setelah panen. Contoh: Setelah
panen kapas diikuti dengan penanaman jagung atau kedelai dan lain
sebagainya.
2. Tanam sisip adalah pengusahaan tanaman pada sebidang lahan dengan cara
menanam benih atau bibit tanaman berikutnya pada saat menjelang panen.
Tanaman sisip biasa pula disebut dengan Relay Planting. Contoh: Ubi jalar
ditanam pada saat menjelang panen jagung.
3. Tanaman sela adalah usaha pertanaman tanaman semusim di antara barisan
tanaman utama (tanaman tahunan) selama tanaman utama belum
menghasilkan. Tanaman sela biasa pula disebut Interculture. Contoh: Padi
gogo di antara tanaman kelapa, jagung di antara tanaman cengkeh/ coklat dan
sebagainya.
4. Tanaman beruntun adalah pengusahaan satu jenis tanaman pada sebidang
lahan yang ditanam segera setelah tanaman sebelumnya selesai dipanen.
Tanaman beruntun sama dengan istilah Sequential Planting. Contoh: Padi
dengan kedelai di lahan sawah.
5. Tumpang sari adalah pengusahaan lebih dari satu jenis tanaman pada
sebidang lahan dengan jarak tanam yang teratur. Tumpang sari sama dengan
istilah Inter Cropping. Contoh : padi gogo ditumpangsari dengan jagung dan
ubikayu.
6. Tanam kepras adalah pengusahaan tanaman pada sebidang lahan dengan
menanam melalui pemangkasan dan memelihara terus hasil pangkasan untuk
menghasilkan panen baru. Tanam kepras sama dengan dengan istilah
Ratoon. Contoh : tebu dan padi
7. Tanam campur adalah pengusahaan lebih dari satu jenis tanaman pada
sebidang lahan tanpa jarak tanam yang teratur. Tanam campur sama dengan
istilah Mixed Cropping.
8. Sistem surjan adalah sistem pengelolaan sebidang lahan pertanian yang
dibagi dua secara berselingan yaitu lahan kering (guludan) dan lahan basah
(tabukan) kemudian ditanami dengan jenis tanaman yang cocok dengan
kondisinya masing-masing. Contoh: lahan basah ditanami dengan padi dan
lahan kering ditanami palawija.
Adapun tanaman yang menjadi alternatif pilihan dalam sistem multiple
cropping harus memenuhi syarat-syarat antara lain :
1. harus dapat menambah atau mempertahankan keseburan tanah.
2. Komplementer dan suplementer satu dengan yang lainnya baik dalam hal
unsur hara maupun sinar matahari.
3. Nilai ekonomisnya tinggi, laku dipasaran serta mempunyai nilai kompetitif
yang tinggi. Disamping itu juga jenis tanaman yang dibutuhkan
masayarakat pada setiap saat.
4. Dapat menggunakan tenaga kerja yang efisien.
5. Diharapkan jenis tanaman yang tidak merugikan tanaman lebih baik ditinjau
dari aspek morfologi maupun fisiologi.
Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak
dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola
tumpangsari antara lain:
1. Terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan
maupun penyerapan sinar matahari)
2. Populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki
3. Dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas
4. Tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis
tanaman yang diusahakan gagal
5. Kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis
tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat
menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan
kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah
(Warsana, 2009).
D. Contoh Tanaman Tumpangsari (Tanaman Jagung dan Kacang Tanah)
Tanaman jagung (Zea mays L.) sudah lama diusahakan oleh petani di
indonesia dan merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Kebutuhan
jagung dalam negeri selalu meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya
permintaan jagung disebabkan banyak permintaan untuk pakan, pangan, dan
industri. Bahkan pada tahun-tahun tertentu terjadi inpor jagung (Firdaus,2007).

Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi dalam tiga kelompok besar


yaitu C3, C4,dan CAM (Crassulasea Acid Metabolism). Tumbuhan C4 dan
CAM lebih adaftif didaerah panas dan kering dibanding dengan tanaman C3
(Rahmawati,2012).

Jagung dan kacang tanah memungkinkan untuk ditanam secara tumpang


sari karena kacang tanah termasuk tanaman C3. Jagung tergolong C4 sehingga
sangat serasi. Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan
baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman
jagung sebagai tanaman C4 adalah daun jagung mempunyai laju fotosintesis
lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi tanaman
jagung rendah, serta tanaman jagung efisien dalam penggunaan air
(Herlina,2011).
Pengolahan tanah dikerjakan saat hujan pertama mulai turun. Pengolahan
tanah ini dilakukan agar tanah menjadi gembur. Selain membuat tanah menjadi
gembur, pengolahan tanah akan dapat menghilangkan gulma. Pengolahan
tanah dilakukan dengan dicangkul sedalam 10-15 cm, kemudian dicacah
sambil membuang gulma yang ada dan yang terakhir dibuat guludan (Warsana,
2009).
Pada pola tumpangsari jagung dan kacang tanah, diatur dimana jagung
sebagai tanaman pokok dan kacang tanah sebagai tanaman sela. Pemupukan
dilakukan dua kali yaitu pada saat tanam dan pada saat tanaman telah berumur
1 bulan (Warsana, 2009)
Sistem polikultur atau tumpangsari antara jagung (Zea mays) dengan
kacang tanah (Arachishypogeae) memberikan pengaruh positif terhadap
produksi jagung, sebab tanaman kacang tanah dapat mengikat unsur N dari
aktifitas nitrifikasi bakteri Rhizobium yang berguna untuk kebutuhan hara
tanaman jagung. Sedangkan pada tanaman jagung memberikan naungan untuk
tanaman kacang dan membentuk simbiosis mutualisme.

+lengkapin nama nim


+bab 1
+bab 3
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, A. 2007. Analisis Finansial Tumpangsari Jagung pada Pembukaan


Perkebunan Karet. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jambi

Herlina, 2011. Kajian Variasi Jarak Tanam Jagung Manis dalam Sistem
Tumpangsari Jagung Manis dan Kacang Tanah. Artikel Program
Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang

Kanisius. 1976. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Kanisius, Yogyakarta.

———-. 1983. Dasar-dasar Bercocok Tanam. Kanisius, Yogyakarta.

Purnomo dan Rudi Hartono.2007. Bertanam Jagung Unggul. Yogyakarta. Penebar


Swadaya

Rahmawati, D., dkk. 2012. Fisiologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM.


Yogyakarta

Sulastien, Sufi. 2008 . Variasi olahan jagung. Jakarta. Agromedia Pustaka.

Sunu, P. dan Wartoyo. 2006. Dasar-dasar Hortikultura.


http://pertanian.uns.ac.id/~agronomi/dashor.html, diakses pada
tanggal 28 Februari 2018.

Warisno.1998. Budidaya Jagung Hubrida. Jogjakarta.Kanisius.

Warsana. 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah.


Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai