Anda di halaman 1dari 12

DRAFT PROPOSAL

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA - PENELITIAN


STUDI LOKVA UNTUK PEMANFAATAN DANAU BERAIR
KECAMATAN DONOROJO KABUPATEN PACITAN

Disusun Oleh:
Afif Dhiya Uddin Pratama 111.140.041 Kelas D
Alfan Faza 111.140.046 Kelas B
Agung Bachtiyar Maskur 111.140.049 Kelas D
Mahasin Hamid 111.140.061 Kelas B
Fadhil Riolito 111.141.001 Kelas E

MKA TEKNIK KOMUNIKASI GEOLOGI


PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Sebagian besar wilayah Pacitan memiliki bentang lahan karst yang mirip
dengan Gunung Kidul, yaitu bentuk lahan karst. Hampir setiap musim kemarau
akan mengalami kesulitan mendapatkan air. Hal ini disebabkan oleh faktor geologi,
yakni jenis batuannya. Batugamping mendominasi di wilayah Pacitan merupakan
batuan sangat porous (memiliki banyak celah batuan). Sehingga air hujan yang
turun di daerah Pacitan takkan tertampung lama dan akan masuk ke dalam goa dan
mengalir ke Laut Selatan, sehingga tidak dijumpai sungai permukaan (surface
runoff).
Bila diamati dengan menggunakan peta topografi maka secara
geomorfologi akan menampakkan gambaran seperti bukit – bukit dan juga depresi
negative (cekungan). Dolina, uvala dan polye merupakan beberapa istilah
bentukkan lembah atau cekungan yang dihasilkan dari proses pelarutan
batugamping oleh air yang mendominasi, yang mana hanya di bedakan berdasarkan
pengaruh dari besar diameter nya. Sedangkan lokva merupakan cekungan di daerah
karst yang memungkinkan menjadi berair apabila di lapisi oleh sedimen bersifat
impermeable. Sedimen ini bisa berasal dari penambahan soil atau tanah untuk
menutup pori dalam batugamping. Cara yang kedua dengan penanaman tumbuhan
yang memiliki daya serap air yang tinggi pada bukit-bukit batugamping sehingga
menghasilkan soil/tanah sebagai penutup pori secara perlahan dengan perkiraan
durasi tahunan namun akan memiliki dampak positif yang lebih lama juga.
Memetakan lokasi lokva berair dan membandingkannya dengan lokva yang
kering, akan diketahui faktor penyebab masing-masing. Mengukur ketebalan soil
atau lapisan impermeable pada dasar lokva serta menghitung rerata secara statistik,
maka akan dapat diupayakan menjadikan lokva kering menjadi berair dengan
pemanfaatan data hasil statistik.
Kerjasama dengan Pemerintah Daerah setempat sangatlah penting dalam
mengupayakan solusi penyimpanan air permukaan di lokva bagi pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Beberapa julukan yang dikenal, antara lain Pegunungan
Selatan, Gunung Sewu, The Southern Mountains atau The Thousands Mountain
sebagai International Geoheritage akan menambah rasa percaya diri bagi
Pemerintah Daerah serta masyarakat akan pemenuhan kebutuhan dan
kesejahteraannya, antara lain dengan ketersediaannya akan air (bersih).

I.2. Rumusan Masalah


• Bagaimana teknik pengambilan data ketebalan soil maupun besar
porositas batuan pada lokva daerah telitian?
• Bagaimana memetakan lokva berair dan kering?
• Apa saja faktor yang mempengaruhi lokva berair maupun kering?
• Bagaimana cara yang efektif dan efesien untuk mengubah lokva kering
menjadi?
• Berapa banyak lokva di daerah telitian yang dapat di jadikan danau berair?

I.3. Manfaat Tujuan


Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membuka wawasan masyarakat di
Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, tentang pemanfaatan dan
pengolahan lokva sebagai sumber ketersediaan air di daerah tersebut. Sedangkan,
tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui daerah persebaran lokva
yang berpotensi atau tidaknya untuk menampung air dan cara penanggulangan
lokva tak berair untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Kecamatan
Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

I.4. Luaran Yang Diharapkan


Dengan adanya penelitian ini, diharapkan penulis dapat mendapatkan data
secara kuantitatif dan statistik untuk kemudian dapat di interpretasi dan dipelajari
lebih dalam tentang cara-cara efektif meningkatkan kualitas daya tampung air suatu
lokva sehingga pemerintah daerah mampu memanfaatkan dengan maksimal lokva
yang berpotensi untuk menampung air.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Landasan Teori


Karst adalah istilah dalam bahasa Jerman yang diambil dari istilah Slovenian
kuno yang berarti topografi hasil pelarutan (solution topography) (Blomm,1979).
Menurut Jenning (1971, dalam Blomm 197), topografi karst didefinisikan sebagai
lahan dengan relief dan pola penyaluran yang aneh, berkembang pada batuan yang
mudah larut (memiliki derajat kelarutan yang tinggi) pada air alam dan dijumpai
pada semua tempat pada lahan tersebut. Flint dan Skinner (1977) mendefinisikan
topography karst sebagai daerah yang berbatuan yang mudah larut dengan surupan
(sink) dan gua yang berkombinasi membentukk topografi yang aneh (peculiar
topography) dan dicirikan oleh adanya lembah kecil, penyaluran tidak teratur, aliran
sungai secara tiba-tiba masuk kedalam tanah meninggalkan lembah kering dan
muncul sebagai mata air yang besar.
Berdasarkan kedua definisi diatas maka dapat ditetapkan suatu pengertian
tentang topografi karst yaitu : “Suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan
litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang khas, penyaluran
yang tidak teratur, aliran sungainya secara tiba-tiba masuk kedalam tanah dan
meninggalkan lembah kering untuk kemudian keluar ditempat lain sebagai mata air
yang besar”.

II.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bentang Alam Karst


1) Faktor Fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst
meliputi ketebalan batugamping, porositas dan permeabilitas
batugamping serta intensitas struktur (kekar) yang mengenai batuan
tersebut.
• Ketebalan Batugamping
Menurut Von Engeln, batuan mudah larut (dalam hal ini
batugamping) yang baik untuk perkembangan topografi karst harus
tebal. Batugamping tersebut da[at masif atau terdiri dari beberapa
lapisan yang membentuk satu unit batuan yang tebal, sehingga
mampu menampilkan topografi karst sebelum batuan tersebut habis
terlarutkan dan tererosi. Ritter (1978) mengemukakan bahwa
batugamping yang berlapis (meskipun membentuk satu unit yang
tebal), tidak sebaik batugamping yang massif dan tebal dalam
pembentukan topografi karst ini. Hal ini dikarenakan material sukar
larut dan lempung yang terkonsentrasi pada bidang perlapisan akan
mengurangi kebebasan sirkulasi air untuk menmbus seluruh lapisan.
Sebaliknya pada batugamping yang massif, sirkulasi air akan
berjalan lancer sehingga mempermudah terjadinya proses
karstifikasi.
• Porositas dan Permeabilitas
Kedua hal ini berpengaruh terhadap sirkulasi air dalam
batuan. Menurut Ritter (1978), porositas primer ditentukan oleh
tekstur batuan dan berkurang oleh proses sementasi, rekristaslisasi
dan penggantian mineral (missal dolomitisasi) sehingga porositas
primer tidak begitu berpengaruh terhadap proses karstifikasi.
Sebaliknya dengan porositas sekunder yang biasanya terbentuk oleh
adanya retakan atau pelarutan dalam batuan. Porositas (baik primer
maupun sekunder) biasanya mempengaruhi permeabilitas yaitu
kemampuan batuan batuan untuk melalukan air. Disamping itu
permeabilitas juga dipengaruhi oleh adanya kekar yang saling
berhubungan dalam batuan. Semakin besar permeabilitas suatu
batuan maka sirkulasi air akan berjalan semakin lancer sehingga
proses karstifikasi akan semakin intensif.
• Intesitas Struktur Terhadap Batuan
Intersitas struktur terutama kekar sangat berpengaruh
terhadap proses karstifikasi. Disamping kekar dapat mempertinggi
permeabilitas batuan, zona kekar merupakan zona yang lemah yang
mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya
kekar dalam batuan proses pelarutan dan erosi berjalan intensif.
Ritter (1978) mengemukakan bahwa kekar biasanya terbentuk
dengan pola tertentu dan berpasangan (kekar gerus), tiap pasang
membentuk sudut antara 70° sampai 90° dan mereka saling
berhubungan. Hal inilah yang menyebabkan kekar dapat
mempertinggi porositas dan permeabilitas sekaligus sebagai zona
lemah yang menyebabakan proses pelarutan dan erosi berjalan lebih
intensif. Apabila intensitas pengkekaran sangat tinggi maka batuan
menjadi mudah hancur atau tidak memiliki kekauatan yang cukup.
Disamping itu permeabilitas mejadi sangat tingi sehingga waktu
sentuh batuan dan air sangat cepat. Hal ini menghambat proses
kartifikasi (Ritter, 1978). Adanya control struktur dalam
pembentukan topografi karst ini diberikan contoh pada
pembentukan gua
2) Faktor Kimia
Faktor kimiawi yang berpengaruh dalam proses karstifikasi adalah kondisi
kimia batuan dan kondisi kimia media pelarut
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Pelaksanaan Program


Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Donorejo, Kabupaten
Pacitan, Jawa Timur.

3.2 Metode Penelitian


Pelaksanaan program dibagi menjadi lima bagian yaitu:
➢ Tahap survey, pemetaan lokva di daerah telitian
➢ Tahap pengujian lokva
➢ Tahap analisa soil pada lokva
➢ Tahap sosialisasi hasil pengujian kadar pencemaran air
➢ Tahap pengolahan air dengan metode sederhana
➢ Tahap evaluasi dan analisis keberhasilan program

3.2.1. Tahap survey


Pada tahap ini dilakukan survey mengenai daerah – daerah yang diduga
daerah pencemaran air tanah dan kemudian dilakukan pengukuran menggunakan
metode geolistrik dan survey mengenai kualitas dan kuantitas air bersih di daerah
telitian, selain itu juga dilakukan pengambilan sampel air untuk dilakukan
pengujian kualitas air bersih baik secara sederhana
Untuk pengukuran metode geolistrik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah susunan elektroda schlumbergeryang dilakukan di lapangan dimana data
yang diperoleh merupakan hasil pengukuran langsung di lapangan. Dengan
menggunakan metode ini akan dihasilkan dimana titik dominan untuk lokasi
pencemaran dan juga dapat mengetahui arah pergerakan pencemaran air. Cara
pengukuran pengambilan data dengan menggunakan metode geolistrik
schlumberger yaitu alat dihubungkan pada elektroda-elektroda yang dipancangkan
dengan meletakkan alatresistivitas di tengah-tengah pengaturan elektroda arus dan
elektroda potensial seperti padapengaturan elektroda schlumberger.
Sedangkan untuk pengujian kualitatif meliputi uji rasa, warna dan bau
sampel air, sedangkan pengujian kuantitatif yang dilakukan meliputi uji kandungan
logam berat pada sampel air (besi dan cadmium), uji kesadahan (logam kalsium dan
magnesium) serta kadar oksigen terlarut dengan menggunakan DOmeter.
3.2.2 Prosedur Pelaksanaan Program
Pelaksanaan program dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu:
1. Tahap studi pustaka dan persiapan
2. Tahap pelaksanaan lapangan
3. Tahap analisa laboratorium
4. Tahap interpretasi dan evaluasi
5. Tahap pembuatan laporan
3.2.3 Tahap Studi Pustaka dan Persiapan
Pada tahap ini dilakukan studi pustaka mengenai bentukan lahan karst dan
vegetasi penyerap air dan penghasil soil yang baik. Melalui studi pustaka mengenai
bentuk lahan karst, dimana batuan penyusun nya berupa karbonat memiliki
pengaruh besar terhadap terjadi pelarutan dan menyebabkan porous yang membuat
air tak dapat tertampung dengan baik. Oleh karena nya pemahaman tentang vegetasi
penyerap air dan penghasil soil akan sangat berpengaruh untuk menciptakan lapisan
impermeable di daerah dollina (depressi pada bentuk lahan karst) sehingga di
kemudian hari dapat menampung air secara lebih maksimum menjadi lokva yang
dapat dimanfaatkan warga.
3.2.4 Tahap Pelaksanaan Lapangan
Tahapan ini dilakukan dengan cara Metoda Pemerolehan Data (data
acquisition method), yaitu dengan kegiatan survey untuk mendapatkan data
singkapan (outcrops) lokva.
Hal yang pertama dilakukan adalah observasi dan penentuan lintasan
kegiatan penelitian. Dalam praktisnya, dilakukan identifikasi terhadap lokva dan
litologinya. Bentuk identifikasinya berupa identifikasi jenis dari lokva dan vegetasi
disekitar lokva. Sedangkan untuk identifikasi litologi, identifikasi yang dilakukan
berupa identifikasi terhadap penyebaran dan ketebalan litologi yang menjadi point
of interest dalam penelitian.
Teknik pemetaan lokva berair dan kering bisa dilakukan melalui analisa
google map dan groundcheck, termasuk menghitung geometri (luasannya). Adapun
groundcheck, termasuk mengukur struktur kekar dan porositas batugamping;
melakukan pengambilan contoh sedimen impermeable di dasar lokva, dan
mengukur ketebalannya. Juga, dipelajari tanaman yang sesuai (pohon jati emas dan
bambu) yang mampu hidup di bebatuan gamping/batukapur. Pohon bambu
diharapkan mampu hidup dan akarnya menyimpan air.
3.2.5 Tahap Analisa Laboratorium
Dalam tahap ini, kegiatan yang dilakukan adalah pendeskripsian litologi dari
hasil coring. Setelah itu, akan didapatkan ketebalan lapisan soil. Data pengukuran
ketebalan dari masing-masing coring yang dilakukan, akan dibuat statistika
sederhana untuk mengetahui rata-rata ketebalan soil yang diteliti. Dan juga data
hasil pengukuran rekahan yang berguna untuk pemahaman dan penentuan tingkat
porositas rata-rata batuan gamping yang akan menjadi cikal bakal lokva. Dan
sebagai hasil dari kegiatan pemetaan, dibuatkan suatu plot peta yang menunjukkan
lokasi yang menjadi tempat penelitian.
3.2.6 Tahap Interpretasi
Pada tahap ini, kegiatan interpretasi dilakukan untuk menyimpulkan hasil
dari analisa. Hasil analisa coring mengenai ketebalan lapisan soil yang sudah
dihitung secara statistik, digunakan sebagai parameter bahwa ketebalan lapisan
tersebut merupakan ketebalan minimum dari suatu lapisan soil sebagai dasar suatu
lokva untuk menampung air.
Untuk interpretasi hasil analisa rekahan hasil perhitungan secara statistic, di
gunakan untuk menentukan seberapa besar kemungkinan keberhasilan suatu lokva
dapat menampung air secara maksimum. Sedangkan untuk hasil pemetaan lapangan
akan di jadikan dasar untuk penentuan persebaran satuan batuan, dan kondisi
geologi daerah penelitian.
BAB IV
JADWAL DAN BIAYA KEGIATAN

4.1. Biaya Kegiatan PKM-P


Tabel IV.1. Anggaran Biaya PKM-P
No Uraian Total Biaya (Rupiah)
1. Biaya bahan habis pakai 2.710.000
2. Biaya peralatan penunjang PKM 3.544.000
3. Biaya perjalanan 2.650.000
4. Biaya lain-lain 1.527.000
Total 10.431.000

Keterangan :
1. Biaya bahan habis pakai
• Pembuatan alat coring (Pengeboran) manual
• Pembuatan maket rekonstruksi lokva di daerah telitian
• Penanaman bibit tumbuhan bamboo
• Bahan uji laboratorium
2. Biaya peralatan penunjang PKM
• Pembuatan alat coring (Pemboran) manual
• Pengambilan data kuantitatif dan kualitatif
3. Biaya Perjalanan
• Biaya perjalanan (transportasi) ke Kecamatan Saptosari, Kabupaten
Gunung Kidul meliputi survey, pengambilan data, sosialisasi ke
masyarakat, dan evaluasi.
4. Lain-lain
• Penyusunan laporan
• Biaya Pengujian laboratorium
• Biaya sosialiasi dan perijinan
4.2. Jadwal Kegiatan Program
Tabel.4.2.Jadwal Kegiatan PKM-P
Bulan
No Jadwal Kegiatan
1 2 3 4 5
Persiapan prosedur
1
pelaksanaan

2 Pengambilan data

Pengolahan data
3 dan interpretasi di
laboratorium
Sosialisasi studi
4 lokva dan upaya
danau berair
Evaluasi dan
analisa
5
keberhasilan
program
Penyusunan
6
laporan
Keterangan :
1. Penyiapan prosedur pelaksanaan
• Tinjauan pustaka
• Interpretasi daerah telitian dengan peta geologi
• Rancangan pengambilan data yang efektif dan efisien
• Pembelian alat dan bahan
2. Pengambilan data
• Pengukuran diameter lokva
• Pengambilan data kualitatif dan kuantitatif soil di lokva
• Pengukuran porositas batuan
• Analisa kadar PH air
3. Pengolahan data dan interpretasi di laboratorium
• Perhitungan statistika sederhana data kuantitatif soil dan porositas
batuan
• Penentuan kualitas air dari data analisis kadar PH air
• Pembuatan peta potensi lokva
• Pembuatan penampang geologi
• Konsultasi dosen pembimbing
4. Sosialisasi studi lokva dan upaya danau berair
• Pemaparan hasi studi lokva
• Himbauan dan upaya pemberian solusi
• Program pembagian bibit bamboo dan pupuk organic
5. Evaluasi dan analisis keberhasilan program
• Peninjauan kembali kinerja peneliti
• Pemberian quisioner untuk warga
• Koreksi dosen pembimbing
6. Penyususnan laporan
• Penyususnan serta penjabaran hasil studi lokva dan danau berair.

Anda mungkin juga menyukai