Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“BLOGGER”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Dalam Mata Kuliah Etika Profesi Guru
Dosen Pengampu : NUR LAILI M.Pd
Disusun Oleh:
1. FINA FITRI KURNIASIH
2. RIKI ARDIANSYAH
3. YUNITA SARI

Program studi: PGMI


Fakultas TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NAHDLATUL ULAMA (IAIMNU)
METRO - LAMPUNG
2017/201

ii
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Puji syukur yang tak terkira ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan kasih dan
kemudahann-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “NILAI
DALAM PENDIDIKAN” ini tanpa ada suatu halangan tertentu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali mendapat bimbingan ataupun saran
serta kritik yang membangun dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna adanya
kekurangan dan kejanggalan didalam penulisan karena keterbatasan pengetahuan yang
penulis miliki, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan demi kesempurnaan.
Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca pada
umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Metro, Desember 2017

penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................I
DAFTAR ISI ....................................................................................................................II
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN ....................................................................................................3
A. Pengertin Kebahagiaan................................................................................3
B. Pengertian Kebajikan...................................................................................4
C. Kebahagiaan Subjektif................................................................................4
D. Kebahgiaan Objektif...................................................................................5
BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................................................7
DAFTARPUSTAKA..........................................................................................................8

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai-nilai Pendidikan memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral
dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia
yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.Adapun kriteria manusia yang
baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau
bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya.Oleh karena itu, hakikat dari nilai-nilai pendidikan dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian
generasi muda.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Nilai-
nilai Pendidikan pada lembaga pendidikan formal.Tuntutan tersebut didasarkan pada
fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat,
seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya.Bahkan di kota-kota
besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang
sangat meresahkan.Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi
pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan
kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi pekerti.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarhan latar belakang di atas, dapat di rumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Kebaikan?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Kebajikan?
3. Apa Yang Dimaksud Dengan Kebahagiaan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kebaikan
Secara umum, kebaikan adalah sesuatu yang diingkan, yang diusahan dan menjadi tujuan
manusia. Pertama kali yang muncul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksaan pertama
yang diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh mendapat nilai dan tujuan
akhir. Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
Untuk setiap manusia, hanya mempunyai satu tujuan akhir. Semua manusia mempunyai
sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut kesempurnaan. Tingkah laku atau
perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila bimbingan manusia kearah tujuan akhir,
yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai manusia.
Kesulitan merupakan kebaikan atau keburukan perubahan manusia yang memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
 Objektif, keadaan perseorangan tidak dipandang.
 Subjektif, keadaan perorangan yang diperhitungkan.
 Batiniah, berasal dari dalam perbuatan sendiri, (kebatinan, intrinsik).
 Lahiriah, berasal dari perintah atau larangan hukum positif (ekstrinsik).
Persoalannya, apakah seluruh kesusilaan bersifat lahiriah dan menurut tata adab saja
ataukan ada kesusulaan batiniah, yaitu yang terletak dalam perbuatan sendiri. Beberapa hal
yang menentukan kesusilaan, yaitu:
 Perbuatan itu sendiri, yang dikehendaki pembuat ditinjau dari sudut kesusilaan.
 Alasan (motif), apa maksud yang dikehendaki pembuat dan perbuatannya. Apa
dorongan manusia melakukan perbuatannya.
 Keadaan, gejala tambahan yang berhubungan dengan perbuatan itu.
Penggunaa praktis kesulitan dalam dunia pendidikan, antara lain:
 Perbuatan yang dengan sendirinya jahat, tidak dapat menjadi baik atau netral karena
alasan atau keadaan. Biar pun mungkin taraf keburukannya dapat berubah sedikit, orang
tidak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.
 Perbuatan yang tidak baik, tumbuh dalam kebaikannya karena kebaikan alasan dan
keadaan. Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup untuk menjahatkan
perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan perbuatannya hanya akan
dikurangi.

3
 Perbuatan netral memperoleh kesusilaanya karena alasan dan keadaannya.

B. Kebajikan
Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan (virtue), sedangkan
yang jahat, buruk, dinamakan kejahtan (vice). Kebajikan adalah kebiasaan yang
menyempurnakan manusia. “kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan ketidak tahuan.
Tidak ada orang berbuat jahat dengan sukarela” (socrates)”. Keinginan manusia dapat
menentang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan mutlak atas keinginan, kecualai
kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih untuk tunduk pada budi”. (Aristotele).
Kebijakan pokok adalah kebijakan susila yang terpenting, meliputi:
 Menuntuk keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk
tujuan yang bernilai.
 Pengendaliaan keinginan pada kepuasan badaniah (pengendalian hawa nafsu).
 Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan).
 Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan).

C. Kebahagiaan
1. Kebahagiaan Subjektif
Seluruh manusia mencari kebahagian karena setiap orang berusaha memenuhi
keinginannya. Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan manusia.
Bebrapa jalan fikiran yang perlu dipertimbangkan yang dianggap kebahagian
sempurna itu dapat dicapai, adalah:
 Manusia mempunyai keinginan akan bahagia yang sempurna.
 Keinginan tersebut merupakan bawaan kodrat manusia yang merupakan dorongan
alam rohaniah yang bukan sekedar efek samping.
 Keinginan tersebut berasal dari suatu yang transender.
 Sifat bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang sesuai
dengan harkat manusia.
 Pada manusia terdapat pula keinginan yang berasal dari nafsu serakahnya. Sehingga
seringkali menuntut keinginan yang berasal dari sanubari.

4
2. Kabahagiaan Objektif
Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan (sempurna)
yang tetap. Terdapat beberapa aliran dalam kebahagiaan objektif, nyakni:
 Hedonisme, kebahagiaan adalah kepuasan jasmani yang dirasa lebih insentif dari
kepuasan rohaniah.
 Epikurisme, suasana kebahagiaan, ketentraman jiwa, ketenangan batin, sebanyak
mungkin menikmati, sedikit mungkin menderita. Oleh sebab itu harus membatasi
keinginan, cita-cita yang baik adalah menghilangkan keinginan yang tidak dapat
dicapai.
 Utilitarisme. Kebahagiaan adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat.
Menurut Jeremy Bentham (1748-1832), bersifat utilitas pada kependidikan umum,
tetapi karena masih mengingat kepentingan indivdu sebagai anggota masyarakat ,
ukurannya kuantitatif. Menurut Jhon Stuart Mill (1806-1873), utilitarisme telah
mencapai perkembangan sepenuhnya yang bersifat altuistik
 Stoisme (Mazhab Cynika Antisthenes). Kebahagiaan adalah melepaskan diri dari tiap
keinginan, kebutuhan, kebiasaan, atau ikatan. Kebahagian tidak terlepas dari hal
tersebut. Tidak terletak dalam kepuasaan, tetapi pada “orang merasa cukup dengan
dirinya sendiri” ini merupakan kebaikan dan kebijakan.
 Evolusionisme, tujuan akhir manusia sebagai evolusi kearah puncak tertinggi yang
belum diketahui bentuknya. Evolusionisme merupakan ajaran kemajuan,
pertumbuhan yang selalu dilakukan manusia, kendatipun tujuan akhit tidak dikenal.
Herbert Spencer (1820-1903) menghubungkan evalusiionisme dengan etika
Utilitarianisme. Thomas Hill Green (1836-1882),F.H. Bradley (1846-1924),
pelaksanaan diri seseorang hanya mungkin kalau dilaukan dalam hubungannya
dengan seluruh kemanusiaan, yang merupakan manifestasi dari yang mutlak.
Begitupun Jhon Dewey(1859-1952) mengatakan bahwa “pemikiran hanyalah alat
untuk bertindak.

Pelaksanaa diri tidak pula membawa kebahagiaan sempurna, karena manusia


yang berkembang selengkapnya. Tidak juga seluruhnya merasa puas pada dirinya
sendiri. Oleh sebab itu objek satu-satunya yang dapat memberi kebahagiaan sempurna
pada manusia dengan sendiinya merupakan tujuan akhir objektif manusia adalah
Tuhan.

5
Untuk pelaksanaan kebahagian sempurna, Tuhan saja cukup, ia tidak terbatas
sehinnga meliputi seluruh kesempurnaan dan dalam taraf yang tertinngi. Untuk
pengertian yang benar orang harus memiliki:
1. Kebahgian sempurna tidaj berati kebahgiaan yang tidak terbatas, objek tak
terhingga tidak dimiliki dengan cara tak terhinnga.
2. Kodrat akan manusi terbatas, kekuatannya setiap saat juga terbatas. Tetapi
datangnya kekuatan akan selalu tak terbatas, dan tak dapat terpenuhi dengan baik.
Pengetahuan yang senakin sempurna akan tumbuh persesuaian dengan praturan
tuhan.
3. Objek kebahagian yang tarafnya rendah turut serta mengalami kebahagiaan dari
taraf yang lebih tinngi.

6
BAB II
KESIMPULAN

Secara umum, kebaikan adalah sesuatu yang diingkan, yang diusahan dan menjadi tujuan
manusia. Pertama kali yang muncul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksaan pertama
yang diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh mendapat nilai dan tujuan
akhir. Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan (virtue), sedangkan
yang jahat, buruk, dinamakan kejahtan (vice). Kebajikan adalah kebiasaan yang
menyempurnakan manusia. “kebajikan adalah pengetahuan, kejahatan ketidak tahuan. Tidak
ada orang berbuat jahat dengan sukarela” (socrates)”.

7
DAFTAR PUSTAKA
Saondi, Ondi,Aris Suherman, 2010. Etika Profesi Keguruan, Bandung:PT Refika
Aditama.

8
9

Anda mungkin juga menyukai