Anda di halaman 1dari 10

BAB 1 – PENDAHULUAN

1.1) Latar belakang

Arsitektur kebangsaan adalah hasil tatanan budaya masyarakat-manusia yang


mendiami wilayah Nusantara ini. Bentuk dan wujudnya adalah hasil pemikiran dari kecerdik-
pandaian mereka dalam melihat alam-lingkungan geografisnya, dan berlanjut sampai
sekarang. Tradisi dan budaya yang terdapat di dalamnya tercipta akibat dari proses
peradaban yang sangat panjang. Hasil peradaban berhuni dan berarsitektur memunculkan
berbagai macam bentukan arsitektur, hal inilah yang menarik untuk dilakukan kajian dan
pengungkapkannya. Apa sebenarnya yang mendasari dibalik bentukan-arsitektur tersebut?
Apakah hal tersebut terjadi akibat proses budaya antara manusia dengan alam-lingkungan
geografisnya? Hal itulah yang sebenarnya menjadi latar belakang mengapa kita ingin
mempelajari arsitektur hunian tradisional yang tersebar di wilayah Nusantara ini. Maka dari
itu untuk mendesain suatu rumah sakit perlu juga dipertimbangkan karakteristik dari bentuk
dan norma-norma arsitektur Nusantara, untuk memperoleh hasil desain yang maksimal

1
BAB 2 – PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Tentang Arsitektur Nusantara


2.1.1 Definisi Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses
belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni. (Vitruvius)

Arsitektur memiliki makna Guna dan Citra, yaitu bangunan yang tidak sekedar fungsi,
namun juga mengandung citra, nilai-nilai, status, pesan dan emosi yang disampaikannya.
(Romo Mangun)
Arsitektur adalah karya dan cipta manusia dengan langsung dikendalikan kehadirannya oleh
manusia penciptanya di satu sisi dan dikondisikan kehadirannya oleh tempat saat. (Josef
Prijotomo)
Arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan manusia sebagai isi
yang menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan
ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan tampilan bentuk) yang sangat
ditentukan oleh keselarasan kehidupan daya dan potensi dari manusia di seluruh aspek
hidup dan kehidupannya (meliputi norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri,dan
kebudayaannya).

2.1.2 Definisi Nusantara


Nusantara adalah sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia yang
membentang dari Sumatera sampai Papua. Kata Nusantara biasa dipakai sebagai sinonim
untuk kepulauan Indonesi.

Nusantara dalam kajian arsitektur mengalami kontekstualisasi dari sebuah wilayah politik
yang berkonotasi Indonesia menjadi ruang budaya, tergelar luas dari ke Timur mulai dari
negeri-negeri Asia Tenggara daratan, Aceh sampai dengan kepulauan di Timur Papua, dari

2
Utara ke Selatan mulai dari Kepulauan Jepang sampai kompleks Pulau Rote. Jauh lebih luas
daripada “pengertian tradisional” batas wilayah politik Indonesia.

2.1.3 Arsitektur Nusantara

Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam yang tersebar di seluruh wilayahnya yang
berupa kepulauan. Sebagai sebuah negara kesatuan, Indonesia juga belum memiliki
identitas arsitektur kenegaraan, yang ada adalah arsitektur yang beraneka ragam di masing-
masing wilayah kepulauannya. Kata Nusantara terbentuk dari nusa (pulau) dan antara, yang
artinya adalah kepulauan, antar pulau. Karena itulah namanya bukan Arsitektur Indonesia.
Sementara, arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berasal dari tradisi atau adat
istiadat yang berlaku di masing-masing wilayah. Penggunaan istilah arsitektur tradisional
memiliki konsekuensi, yaitu penggunaannya harus sesuai dengan peraturan tradisi yang
berlaku di sebuah wilayah atau suku bangsa. Hal ini mengakibatkan arsitektur tidak memiliki
kesempatan untuk berkembang dan arsitektur hanya menjadi romantisme masa lalu.
Arsitektur tradisional adalah obyek studi bagi domain sejarah maupun antropologi karena
mempelajari bagaimana manusia-manusia di sebuah wilayah atau suku bangsa berinteraksi
dengan lingkungannya. Sementara dalam domain arsitektur sendiri, yang dipelajari adalah
seni bangunan termasuk dengan dasar-dasar pemikiran, estetika, juga kemungkinan
pengembangan ide di masa depan dengan tetap berakar pada filosofi awal yang terdalam.
Hal inilah yang melahirkan Arsitektur Nusantara. Arsitektur yang bertuan rumah di wilayah
Nusantara, dihidupkan oleh masyarakat Nusantara dan menghidupi mereka dari waktu ke
waktu.

Arsitektur Nusantara dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan dan


dipangkalkan dari filsafat, ilmu dan pengetahuan arsitektur, dan dengan demikian segenap
pengetahuan yang ditumbuhkembangkan dan diwarisi dari antropologi, etnologi dan
geografi budaya diletakkan sebgai pengetahuan sekunder (atau bahkan tersier).
Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan.Cetakan aya: Wastu
Lanas Grafika

3
Arsitektur Nusantara itu arsitektur pernaungan, bukan arsitektur perlindungan. Dengan
demikian, atap dan geladak menjadi unsur paling utama, pertama atau primer; dinding tidak
lagi primer tetapi sekunder. Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju
Keniscayaan.Cetakan Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika
Arsitektur Nusantara mendasarkan pemahamannya atas arsitektur anak bangsa Nusantara
pada pertama, kenyataan geoklimatik (kepulauan dan tropik lembab) serta yang kedua
adalah kenyataan tradisi tanpa tulisan. Di sini ihwal adat hingga upacara dan artefak
menjadi rekaman-rekaman pengetahuan arsitektur.

2.1.4 Penerapan Konsep Arsitektur Nusantara Dalam Desain

Arsitektur tradisional memiliki konsep-konsep kenyamanan ruang yang sangat kompleks. Namun
keberadaannya semakin terpinggirkan. Padahal, dari sana kita bisa belajar banyak hal untuk
dikembangkan ke dalam ide desain yang lebih kompleks lagi di masa depan. Arsitektur modern saat ini
mengalami kehilangan identitas. Akibatnya, konsep desain yang ada tidak sejalan dengan kearifan lokal
dan juga iklim sebagai negara tropis. Untuk itu, ada banyak konsep dari arsitektur nusantara yang bisa
diambil sebagai ide desain rumah modern di Indonesia, diantaranya:

 Dinding bernapas

Dinding bernapas atau breathing wall adalah sebuah inovasi unik dalam bidang arsitektur yang
terinspirasi dari keberadaan rumah-rumah tradisional atau adat yang ada di deretan ruang
nusantara. Seperti yang pernah dibahas pada artikel “Arsitektur Nusantara, sejarah atau masa
depan?” rumah-rumah tradisional kebanyakan menggunakan material dinding yang tidak rapat,
seperti anyaman bambu atau kayu-kayu vertikal yang pemasangannya tidak begitu rapat. Hal ini
memungkinkan ruang dalam dan ruang luar terus berinteraksi sepanjang hari. Sirkulasi udara
menjadi lancar dan penghuni rumah akan menjadi lebih sehat. Penerapan dinding bernapas
untuk arsitektur modern bisa dilakukan dengan banyak cara, misalnya menggunakan roster,
partisi, atau bahkan permainan-permainan tertentu pada dinding batu bata. Dengan adanya
unsur dinding bernapas ini, akan didapatkan pula keunikan dan seni yang indah

4
 Ruang atap sebagai pendinginan alami

Rumah tradisional kebanyakan memiliki bentuk atap miring dan ruang atap yang luas. Material
yang digunakan memungkinkan udara juga mengalami proses sirkulasi di dalam ruang atap,
sehingga ruang huni di bawahnya terkena imbasnya. Udara yang terkonveksi ke atas dan
memanas akan selalu tergantikan dengan udara yang sejuk sehingga ruang huni akan lebih
dingin. Penerapan ruang atap sebagai pendinginan alami ini bisa diterapkan untuk rumah
modern dengan memilih bentuk atap yang cocok dengan iklim tropis. Selain itu, adanya
sirkulasi udara di dalam ruang atap bisa diciptakan dengan memperbanyak ventilasi udara pada
atap.

 Bukaan yang banyak

Arsitektur nusantara biasanya juga diidentifikasikan dari jumlah bukaan (pintu dan
jendela) yang banyak. Mengapa demikian? Karena iklim tropis Indonesia menuntut
adanya hawa alami yang masuk secara terus menerus. Sehingga, jumlah bukaan juga
mempengaruhi kebutuhan penghuni rumah. Rumah dengan bukaan yang banyak
memungkinkan adanya cross ventilation yang akan bisa memenuhi kebutuhan suhu
normal manusia. Untuk menciptakan sebuah desain dengan banyak bukaan, diperlukan
adanya trik tersendiri. Selain agar udara bisa masuk dengan bebas, adanya unsur
matahari juga akan memberikan pertimbangan tersendiri. Jangan sampai, sirkulasi udara
sudah baik, namun cahaya matahari yang masuk justru merusak isi rumah karena terlalu
banyak yang tidak difilter

 Rumah panggung

Rumah panggung adalah sebuah sistem yang memungkinkan adanya sirkulasi udara juga
berasal dari bawah ke atas. Rumah panggung biasanya diadaptasikan dar rumah-rumah
tradisional di daerah yang beriklim panas atau pesisir. Adanya rumah panggung
membuat tidak hanya dinding yang bisa bernapas, melainkan juga lantai. Pengaplikasian
rumah panggung untuk arsitektur modern belum banyak dilakukan. Masih banyak

5
masyarakat awam yang belum terbiasa hidup di atas rumah panggung. Padahal dengan
konsep ini, hunian akan terasa lebih sejuk dan unik.

 Material ramah lingkungan

Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa rumah nusantara selalu menggunakan


material yang ramah lingkungan, seperti kayu, bambu, bahkan daun rumbia. Material
alami bukan hanya menjadikan rumah tradisional sehat, melainkan juga memberikan
informasi mengenai kearifan lokal yang sangat kaya. Ada banyak jenis kayu yang bisa
dipelajari dari arsitektur nusantara. Untuk menerapkan konsep ini pada rumah modern,
diperlukan kepekaan dan ketelitian desain. Bisa saja sang Arsitek memang tidak
menonjolkan unsur material alami pada bagian luar rumah, melainkan pada bagian
interior. Material yang bisa diterapkan juga banyak. Walaupun kayu memiliki harga jual
yang mahal, namun kayu masih sering digunakan untuk hunian. Selain itu ada juga
bambu laminasi.

 Organisasi ruang

Rumah-rumah tradisional memberikan sekat yang jelas pada organisasi ruangnya. Ada
pemisahan ruang-ruang publik, privat, dan sakral. Biasanya, jika ada sebuah ruang untuk
beribadah, maka ruang tersebut akan terpisah dari ruang-ruang untuk berhuni sehari-
hari. Misalnya rumah tradisional di Bali yang memisahkan pure dengan rumah
pribadinya. Sehingga, adanya unsur ketuhanan utuh pada rumah tersebut. Atau pada
rumah tradisional di Madura. Adanya pemisahan rumah pribadi dengan mushola terlihat
sangat jelas. Organisasi ruang pada rumah modern kebanyakan tidak memisahkan unsur-
unsur tersebut sehingga area berhuni akan bercampur baur dengan area yang
seharusnya sakral dan suci. Konsep pemisahan organisasi ruang ini bisa diterapkan pada
rumah modern dengan mengatur prioritas ruang berdasarkan sifatnya.

 Pemisahan area hunian dengan servis

6
Ada juga beberapa rumah tradisional yang memisahkan area huni dengan area servis,
dalam hal ini dapur dan kamar mandi. Rumah tradisional sangat peka dengan
karakteristik ruang. Kamar mandi dan dapur sebagai area basah juga kadang dipercaya
sebagai area kotor. Sehingga penempatan ruangnya harus terpisah dari ruang huni.
Untuk arsitektur modern, dapur dan kamar mandi biasanya memang terpisah dari ruang-
ruang huni. Namun memang pemisahannya tidak secara jelas. Padahal sebenarnya
pemisahan ruang servis dengan rumah utama juga bisa mempermudah utilitas di dalam
rumah itu sendiri. Saat ini ada beberapa orang yang sudah mulai memisahkan dapur
dengan rumah utama. Salah satu caranya adalah dengan membuat dapur memiliki
konsep outdoor.

 Lompongan

Gang kecil yang terbentuk dari dua bangunan atau yang biasa disebut lompongan
merupakan sebuah unsur dari rumah tradisional yang sudah tidak dipergunakan lagi
dalam arsitektur modern. Adanya ruang antar rumah sekarang sudah tidak ada. Rumah-
rumah saling berjajar dan berdempetan satu sama lain. Padahal lompongan adalah
sebuah sistem pengamanan alami ketika tiba-tiba terjadi kebakaran. Arsitektur modern
sebenarnya masih membutuhkan lompongan ini.

 Unsur seni

Orang-orang masa lalu sangat peka dengan keindahan dan seni. Banyak unsur seni dari
rumah tradisonal yang diterapkan, misalnya ukiran kayu, peletakan perabot yang indah,
sampai lukisan kaligrafi yang dipadukan dengan pola dinding yang ada. Saat ini, di
arsitektur modern memang ada unsur estetika sendiri yang memberikan identitas. Bisa
lewat pemilihan bentuk bangunan, perabot, atau pajangan tertentu. Namun unsur seni
yang bersifat lokal dan budaya justru hilang sama sekali. Padahal ada banyak sekali cara
yang bisa dilakukan untuk mengadopsi kesenian budaya untuk kesenian arsitektur
modern.

7
 Plafond yang tinggi

angit-langit yang tinggi membuat ruangan terasa lebih luas dan udara lebih sejuk. Rumah
tradisional memiliki plafond yang tinggi. Sedangkan rumah-rumah pada arsitektur
modern kebanyakan berplafond rendah. Hal inilah yang membuat rumah terlihat lebih
sempit, walaupun ukurannya sebenarnya luas. Hal yang bisa diambil dari rumah
tradisional bisa diterapkan pada rumah modern dengan membentuk sebuah rumah
dengan plafond tinggi. Bentukan plafond yang tinggi juga bisa didapat dari sebuah ruang
void dari lantai dua

8
BAB 3 – PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Arsitektur nusantara merupakan pemahan akan umpan balik desain terhadap kondisi
budaya, iklim, dan lokasi dalam desain. Dalam proses desain rumah sakit perlu juga
dipertimbangkan elemen-elemen arsitektur untuk diterapkan dalam hasil desain. Tujuan
dari penerapan elemen-elemen arsitektur nusantara itu sendiri adalah untuk
menghasilkan sebuah desain rumah sakit yang baik nyaman, tertata, dan fungsional serta
memiliki respon balik yang baik terhadap budaya, iklim, dan lokasi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Widjil Pangarsa, Galih. 2006.Merah Putih Arsitektur Nusantara.Yogyakarta

Prijotomo, Joseph.2004.Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan.Cetakan


Pertama.Surabaya: Wastu Lanas Grafika

Tribinuka, Tjahja.2010.“Antara Arsitektur Vernakular, Tradisional, Nusantara,


dan Indonesia”.http://architect-news.com/index.php/arsitektur-tradisional/69-
tatanan-tradisional/96-antara-arsitektur-vernakular-tradisional-Nusantara-dan-
indonesia.Diunduh: 2 Maret 2018

10

Anda mungkin juga menyukai