Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PHYCHIATRIC IN NURSING

KONSEP STRES, RENTANG SEHAT JIWA, DAN KOPING


Dosen Pengampu : DR. Tanwiriah, S.Kp.M.M.Kes

Oleh :

Christin Natalia (113063C216002)


Deryanto (113063C216003)
Nina Iqma Meilika (113063C2160
Septiano Rasjaya (113063C2160

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan bahasan meliputi; “Konsep Stres, Rentang Sehat Jiwa, dan Koping”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Physchiatric in
Nursing. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari baik isi maupun penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna meningkatkan dan
memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain pada waktu mendatang.

Banjarmasin, Oktober 2017


Penyusun
I. KONSEP STRES
A. Definisi
Menurut American Institute of Stress (2010), tidak ada definisi
yang pasti untuk stres karena setiap individu akan memiliki reaksi yang
berbeda terhadap stres yang sama. Stres bagi seorang individu belum
tentu stres bagi individu yang lain. Sedangkan menurut National
Association of School Psychologist (1998), stres adalah perasaan yang
tidak menyenangkan dan diinterpretasikan secara berbeda antara
individu yang satu dengan individu lainnya.
Istilah stres digunakan untuk menunjukkan adanya reaksi fisik
dan psikis seseorang terhadap keadaan tertentu yang mengancam
(Carlson, 2005). Menurut Rasmun (2004), stres adalah respon tubuh
yang tidak spesifik terhadap kebutuhan tubuh yang terganggu. Stres
merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap
orang. Stres memberi dampak secara total pada individu yaitu dampak
terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spiritual.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah reaksi
fisik dan psikis yang berbeda-beda pada setiap individu dan terjadi
dalam keadaan tertentu yang mengancam.

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang menjadi sumber
terjadinya stres yang memengaruhi tipe dan sumber dari individu
untuk menghadapi stres baik yang biologis, psikososial, dan
sosiokultural. Secara bersama-sama, faktor ini akan memengaruhi
seseorang dalam memberikan arti dan nilai terhadap stres
pengalaman stres yang dialaminya. Adapun macam-macam faktor
predisposisi meliputi hal sebagai berikut.
a. Biologi: latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan
biologis, kesehatan umum, dan terpapar racun.
b. Psikologis: kecerdasan, keterampilan verbal, moral, personal,
pengalaman masa lalu, konsep diri, motivasi, pertahanan
psikologis, dan kontrol.
c. Sosiokultural: usia, gender, pendidikan, pendapatan, okupasi,
posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik,
pengalaman sosial, dan tingkatan sosial.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu.
Faktor presipitasi memerlukan energi yang besar dalam
menghadapi stres atau tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat
bersifat biologis, psikologis, dan sosiokultural. Waktu merupakan
dimensi yang juga memengaruhi terjadinya stres, yaitu berapa lama
terpapar dan berapa frekuensi terjadinya stres. Adapun faktor
presipitasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut.
a. Kejadian yang menekan (stressful)
Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan
kehidupan, yaitu aktivitas sosial, lingkungan sosial, dan
keinginan sosial. Aktivitas sosial meliputi keluarga, pekerjaan,
pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan, aspek legal, dan krisis
komunitas. Lingkungan sosial adalah kejadian yang dijelaskan
sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan masuk adalah
seseorang yang baru memasuki lingkungan sosial. Keinginan
sosial adalah keinginan secara umum seperti pernikahan.
b. Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi
ketegangan keluarga yang terus-menerus, ketidakpuasan kerja,
dan kesendirian. Beberapa ketegangan hidup yang umum terjadi
adalah perselisihan yang dihubungkan dengan hubungan
perkawinan, perubahan orang tua yang dihubungkan dengan
remaja dan anak-anak, ketegangan yang dihubungkan dengan
ekonomi keluarga, serta overload yang dihubungkan dengan
peran. (Yusuf et al, 2015).
C. Manifestasi Klinis
Stres dapat menyebabkan banyak perubahan pada tubuh. Perubahan yang
terjadi berdasarkan Mubarak et al (2015) meliputi :
1. Gejala fisiologik antara lain denyut jantung bertambah capat, banyak
berkeringan (terutama keringat dingin), pernapasan terganggu, otot
terasa tegang, sering ingin buang air kecil, sulit tidur, gangguan
lambung, dan lain-lain.
2. Gejala psikologik antara lain resah, sering merasa bingung, sulit
berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, tidak enak perasaan, atau
perasaan kewalahan (exhausted), dan lain sebagainya.
3. Tingkah laku antara lain berbicara cepat sekali, menggigit kuku,
menggoyang-goyangkan kaki, ticks, gemetaran, berubah nafsu
makan (bertambah atau berkurang).

D. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stresor meliputi penentuan arti dan pemahaman
terhadap pengaruh situasi yang penuh dengan stres bagi individu.
Penilaian terhadap stresor ini meliputi respons kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku, dan respons sosial. Penilaian adalah dihubungkan dengan
evaluasi terhadap pentingnya sustu kejadian yang berhubungan dengan
kondisi sehat (Yusuf et al, 2015).
1. Respons Kognitif
Respons kognitif merupakan bagian kritis dari model ini.
Faktor kognitif memainkan peran sentral dalam adaptasi. Faktor
kognitif mencatat kejadian yang menekan, memilih pola koping yang
digunakan, serta emosional, fisiologis, perilaku, dan reaksi sosial
seseorang. Penilaian kognitif merupakan jembatan psikologis antara
seseorang dengan lingkungannya dalam menghadapi kerusakan dan
potensial kerusakan. Terdapat tiga tipe penilaian stresor primer dari
stres yaitu kehilangan, ancaman, dan tantangan.
2. Respons Afektif
Respons afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian
terhadap stresor respons afektif utama adalah reaksi tidak spesifik
atau umumnya merupakan reaksi kecemasan, yang hal ini
diekpresikan dalam bentuk emosi. Respons afektif meliputi sedih,
takut, marah, menerima, tidak percaya, antisipasi, atau kaget. Emosi
juga menggambarkan tipe, durasi, dan karakter yang berubah sebagai
hasil dari suatu kejadian.
3. Respons fisiologis
Respons fisiologis merefleksikan interaksi beberapa
neuroendokrin yang meliputi hormon, prolaktin, hormon
adrenokortikotropik (ACTH), vasopresin, oksitosin, insulin,
epineprin morepineprin, dan neurotransmiter lain di otak. Respons
fisiologis melawan atau menghindar (the fight-or-fligh) menstimulasi
divisi simpatik dari sistem saraf autonomi dan meningkatkan
aktivitas kelenjar adrenal. Sebagai tambahan, stres dapat
memengaruhi sistem imun dan memengaruhi kemampuan seseorang
untuk melawan penyakit.
4. Respons perilaku
Respons perilaku hasil dari respons emosional dan fisiologis.
5. Respons sosial
Respons ini didasarkan pada tiga aktivitas, yaitu mencari arti,
atribut sosial, dan perbandingan sosial.

E. Penanganan
Menurut Agus Hardjana (1994) ada 2 cara mengatasi stres yaitu:
1. Mengatasi secara negatif, seperti lari ke tempat-tempat hiburan
(bioskop, diskotik), minum-minuman keras, makan banyak, minum
obat penenang, gelisah, kacau pikiran, menghisap rokok berlebihan
dan acuh tak acuh, menyalahkan peristiwa dan menyimpan dendam.
2. Mengatasi stres secara positif
a. Tindakan langsung (direct action), berbuat yang nyata secara
khusus dan langsung, seperti meminta nasehat, mempelajari
ilmu atau kecakapan baru.
b. Mencari informasi dengan pengetahuan yang membuat stres
sehingga dapat mengetahui dan memahami situasi stres yang
dialami.
c. Berpaling pada orang lain. Misal orang tua, saudara, sahabat.
d. Menerima dengan pasrah, yaitu berusaha menerima peristiwa
atau keadaan apa adanya, karena dengan cara apapun kita tidak
dapat mengubah sumber penyebab stresnya, kita hanya bisa
melepaskan emosi dan mengurangi ketegangan seperti
menangis, berteriak atau melucu, bisa juga melakukan tindakan
meloncat-loncat, memukul-mukul meja atau berjalan keluar
rumah untuk menghirup udara segar.
e. Proses interpsikis yaitu dengan memanfaatkan strategi kognitif
atau usaha pemahaman untuk menilai kembali situasi stres yang
dialami, berupa strategi merumuskan kembali secara kognitif
bentuk lain dari proses intrapsikis adalah apa yang disebut oleh
Sigmund Frued yaitu mekanisme pertahanan (defence
mechanisme), denial (penyangkalan), penekanan (suppresi).

II. RENTANG SEHAT JIWA


A. Dinamis bukan titik statis
B. Rentang dimulai dari sehat optimal mati
C. Ada tahap-tahap
D. Adanya variasi tiap individu
E. Menggambarkan kemampuan adaptasi
F. Berfungsi secara efektif sehat
III. KOPING
A. Sumber Koping
Sumber koping, pilihan, atau strategi membantu untuk menetapkan
apa yang dapat dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan. Lazarus
(1985) dalam Rasmun (2001), mengidentifikasikan lima sumber koping
yang dapat membantu individu beradaptasi dengan stressor yaitu,
ekonomi, keterampilan dan kemampuan, tehnik pertahanan, dukungan
sosial dan motivasi.
Kemampuan menyelesaikan masalah termasuk kemampuan untuk
mencari informasi, identifikasi masalah, mempertimbangkan alternatif
dan melaksanakan rencana. Social skill memudahkan penyelesaian
masalah termasuk orang lain, meningkatkan kemungkinan memperoleh
kerjasama dan dukungan dari orang lain. Aset materi mengacu kepada
keuangan, pada kenyataannya sumber keuangan meningkatkan pilihan
koping seseorang dalam banyak situasi stres. Pengetahuan dan
intelegensia adalah sumber koping yang lainnya yang memberikan
individu melihat cara lain untuk mengatasi stres. Sumber koping juga
termasuk untuk kekuatan identitas ego, komitmen untuk jaringan sosial,
stabilitas kultural, suatu sistem yang stabil dari nilai dan keyakinan,
orientasi pencegahan kesehatan dan genetik atau kekuatan konstitusional
(Stuart, 1998).

B. Mekanisme Koping
Koping mekanisme adalah suatu usaha langsung dalam manajemen
stres. Ada tiga tipe mekanisme koping menurut Yusuf et al (2015), yaitu
sebagai berikut.
1. Mekanisme Koping Problem Focus
Mekanisme ini terdiri atas tugas dan usaha langsung untuk
mengatasi ancaman diri. Contoh: negosiasi, konfrontasi, dan mencari
nasihat.
2. Mekanisme Koping Cognitively Focus
Mekanisme ini berupa seseorang dapat mengontrol masalah
dan menetralisasinya. Contoh: perbandingan positif, selective
ignorance, substitution of reward, dan devaluation of desired
objects.
3. Mekanisme Koping Emotion Focus
Individu menyesuaikan diri terhadap distres emosional secara
tidak berlebihan. Contoh: menggunakan mekanisme pertahanan ego
seperti denial, supresi, atau proyeksi.
Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif dan destruktif.
Mekanisme konstruktif terjadi ketika kecemasan diperlakukan sebagai
sinyal peringatan dan individu menerima sebagai tantangan untuk
menyelesaikan masalah. Mekanisme koping destruktif menghindari
kecemasan tanpa menyelasaikan konflik.
Selain dapat dikategorikan dalam tiga tipe di atas, mekanisme
koping dapat dikategorikan sebagai task oriented reaction dan ego
oriented reaction. Task oriented reaction adalah berpikir serta mencoba
berhati-hati untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik, dan
memberikan kepuasan. Task oriented reaction berorientasi dengan
kesadaran secara langsung dan tindakan. Sementara, ego oriented
reaction sering digunakan untuk melindungi diri. Reaksi ini sering
disebut sebagai mekanisme pertahanan. Setiap orang menggunakan
mekanisme pertahanan dan membantu seseorang mengatasi kecemasan
dalam tingkat ringan sampai dengan sedang. Ego oriented reaction
dilakukan pada tingkat tidak sadar.
Tabel 3.1 Mekanisme Pertahanan
Mekanisme Koping Keterangan
Fantasi Keinginan yang tidak terkabul dipuaskan dalam
imajinasi, mengkhayal seolah-olah menjadi seperti
yang diinginkan.

Penyangkalan Melindungi diri terhadap kenyataan yang tak


(denial) menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu,
yang sering dilakukan dengan cara melarikan diri
seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain. Tidak
berani melihat dan mengakui kenyataan yang
menakutkan.
Contoh:
 Tutup mata karena takut terhadap sesuatu yang
mengerikan.
 Tidak mau mengakui atau mengerti bahwa ia
mempunyai penyakit menakutkan.

Rasionalisasi Berusaha membuktikan bahwa perbuatannya (yang


sebenarnya tidak baik) rasional adanya, sehingga dapat
disetujui dan diterima oleh diri sendiri dan masyarakat.
Contoh:
 Tidak mau bermain bulu tangkis karena “badan
kurang enak“ atau “besok ada ujian” padahal
sebenarnya takut kalah.

Identifikasi Menambah harga diri dengan menyamakan dirinya


dengan seorang atau suatu hal yang dikaguminya.
Contoh:
 Anak merokok atau membaca koran seperti
kebiasaan ayahnya.
 Anak bersolek seperti ibunya.
 Bergaya “pahlawan” seperi bintang film, atlet,
penyanyi, dan sebagainya.

Introyeksi Identifikasi yang berbentuk primitif. Menyatukan nilai


dan norma luar dengan struktur egonya sehingga
individu tidak bergantung pada belas kasihan tentang
hal-hal yang dirasakan sebagai ancaman.
Contoh:
Memasukkan aspek kepercayaan ke dalam
pendiriannya dalam menghadapi keadaan yang
mengancamnya.

Represi Secara tidak sadar menekan pikiran yang berbahaya


dan menyedihkan dari alam sadar ke alam tidak sadar,
semacam penyingkiran.
Contoh:
Melihat temannya meninggal. Perilaku seolah-olah
lupa kejadian tersebut.

Supresi Individu secara sadar menolak pikirannya keluar dari


alam sadarnya dan memikirkan hal yang lain. Supresi
tidak begitu berbahaya karena dilakukan secara sengaja
dan individu mengetahui apa yang dibuatnya.

Regresi Mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah,


dengan respons yang kurang matang dan biasanya
dengan aspirasi yang kurang.
Contoh:
 Anak yang punya adik lagi. Perilaku kakaknya
menjadi isap jempol atau ngompol untuk menarik
perhatian.
 Orang dewasa bila ingin sesuatu harus segera
terpenuhi, bila tidak akan marah-marah seperti
anak kecil.
 Pengantin baru bila ada kesukaran sedikit saja
dalam keluarga maka lari ke ibu atau orang tua.

Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai kesulitannya sendiri


atau melemparkan
kepada orang lain keinginannya yang tidak baik.
Contoh:
 Anak tidak lulus karena guru sentimen.
 Suami berzina karena wanita lain menggodanya.
 Pemain tidak baik permainannya melihat raketnya.

Penyusunan reaksi Mencegah keinginan yang berbahaya bila


(reaksi formasi) diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan
perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan.
Contoh:
Fanatik dalam mengutuk perjudian agar dapat
menindas kecenderungan diri ke arah itu.

Sublimasi Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan


seksual dalam kegiatan nonseksual. Nafsu yang tidak
terpenuhi (terutama seksual) disalurkan kepada
kegiatan lain yang dapat diterima oleh masyarakat.
Contoh:
Individu yang belum atau tidak kawin, berusaha
mementingkan dan mengejar karier untuk mendapat
kepuasan.

Kompensasi Menutupi kelemahan dengan menonjolkan sifat yang


baik atau frustasi terhadap satu bidang, bisa juga
mencari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain.
Contoh:
Individu tidak pintar, dia berusaha dirinya menjadi
jagoan.

Pemindahan Emosi atau fantasi terhadap seseorang atau benda


(displacement) dicurahkan kepada seseorang/benda lain yang biasanya
lebih kurang berbahaya dari semula.
Contoh:
Anak dimarahi ibu, maka anak ganti memukul adik.

Pelepasan atau Meniadakan atau membatalkan suatu pikiran.


penebusan Kecenderungan atau tindakan yang tidak
(undoing) disetujui/tidak bermoral. Bentuk pelepasan/penebusan
antara lain meminta maaf, menyesalkan, memberi
pilihan, atau melakukan penitensi dan menjalani
hukuman
Contoh:
 Suami tidak setia memberi bermacam hadiah pada
istri.
 Pedagang/pegawai yang berbuat tidak sesuai
dengan etika, maka memberi sumbangan besar
untuk kegiatan sosial.

Penyekatan Mengurangi keterlibatan ego dan menarik diri menjadi


emosional pasif untuk melindungi diri sendiri dari kesakitan atau
kekecewaan.
Contoh:
Tidak menaruh harapan terlalu tinggi.

Isolasi Suatu bentuk penyekatan emosional karena beban


(intelektualisasi, emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan,
disosiasi) diputuskan, atau diubah (distorsi).
Contoh:
 Rasa sedih karena kematian orang dekat, maka
mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang ia
sudah tidak menderita lagi”.
 Dalam keadaan menyakitkan berkata, “Biarlah
tidak apa-apa”.
 Seorang pedagang yang kasar bisa menjadi seorang
ayah yang lemah lembut.

Simpatisme Berusaha mendapatkan simpati dengan cara


menceritakan berbagai kesukarannya, misalnya
penyakit atau kesusahan yang lain. Oleh karena bila
orang simpati maka harga diri meningkat walaupun
ada kegagalan.

Memberontak Mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh


(acting out) berbagai keinginan yang terlarang dengan membiarkan
ekspresinya dan melakukannya.

Sumber: Yusuf et al (2015)


DAFTAR PUSTAKA

American Institute of Stress. (2010). Stress, Definition of Stressor, and What is


Stress?. USA: American Institute of Stress. Diakses dari:
http://www.stress.org/topic-definition-stress.htm.

Carlson, N.R. (2005). Stress Disorders. In: Foundations of Physiological


Psychology Edisi ke-6. USA: Pearson.

Hardjana, A.M. (1994). Stres tanpa Distres, Seni Mengelola Stres. Yogyakarta:
Kanisius.

Mubarak, W.I., Lilis, I., Joko, S. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar
Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan


Keluarga. Jakarta: PT. Fajar Interpratama.

Rasmun. (2004). Pengertian Stres, Sumber Stres, dan Sifat Stresor. Dalam: Stres,
Koping, dan Adaptasi Edisi ke-1. Jakarta: Sagung Seto.

Stuart & Sudden. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yusuf, A., Rizky, F.P., Hanik, E.N. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai