Anda di halaman 1dari 4

Bilal Philips, mualaf mampu Islamkan

3.000 tentara Amerika.

Abu Ameenah Bilal Philips bernama asli Dennis Bradley Philips. Dia
berdarah Jamaika namun masa kecilnya dihabiskan di Kanada.
Sebelum menjadi muslim, Philips menganut musik dan cinta sebagai
agamanya.

Dibesarkan dalam kultur musik Jamaika kental membuat ia memilih


fmenjadi gitaris. Di kesengsem Jimi Hendrix dan Bob Marley. Saat
berkuliah di Universitas Simon Frasier, Kota Vancouver, Kanada, dia
kerap ngamen di klub dan kafe mempertontonkan kemahirannya
bermain musik.

Bermain musik memberikan kesempatan pria kelahiran Jamaika, 6


Januari 1946, ini menjelajah ke berbagai negara, termasuk Malaysia
dan Indonesia pada 1960-an. Di dua negara berpenduduk mayoritas
Islam ini, Philips mulai tertarik mempelajari agama Nabi Muhammad.

Balik ke negaranya pada 1972, lelaki berjanggut ini memutuskan


mempelajari Islam secara intensif. Dia kerap berdiskusi dengan para
cendekiawan muslim dan mempelajari buku-buku agama rahmatan lil
alamin ini. Tak perlu waktu cukup banyak, beberapa bulan kemudian
Philips mengucapkan dua kalimat syahadat, tanda sumpah serta
pengakuan keesaan Allah dan Rasulullah sebagai utusanNya.

Setelah menjadi muslim, Philips memutuskan berhenti menjadi


musikus dan mempelajari agama barunya lebih dalam. Dia mengaku
tidak nyaman lagi bermusik. “Menjadi artis rentan terhadap perilaku
dilarang Allah seperti obat-obatan, seks bebas, perempuan, dan
pergaulan salah. Saya tidak mau seperti itu lagi,” ujarnya.

Dia kembali bersekolah dengan mendaftarkan diri ke jurusan studi


Islam di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi. Alasannya, dia ingin
belajar Islam dari sumber klasik di kota-kota bersejarah dan bukan
budaya prakteknya. “Beda lingkungan akan berbeda menerjemahkan
Islam,” kata Philips.

Kelar di Universitas Madinah, Philips terus belajar. Kali ini dia


mendaftar program master di Universitas Riyadh. Selain berkuliah, dia
juga nyambi menjadi pembawa acara Why Islam di Channel Two,
stasiun televisi milik pemerintah Saudi.

Acara seputar wawancara dengan para muallaf dari berbagai latar


belakang dan ketertarikan mereka mempelajari Islam. Dengan
membawa acara itu, Philips mengaku imannya semakin kuat. Tak
cuma menjadi presenter, dia juga menulis buku, antara lain Poligami
dalam Islam dan Prinsip Dasar Iman dalam Islam.
Kelar kuliah S2 pada 1990-an, Philips bekerja di departemen agama
markas besar Angkatan Udara Arab Saudi di Ibu Kota Riyadh. Kala itu
Perang Teluk tengah berkecamuk. Irak menginvansi ke

Kuwait karena menolak menghapus utang luar negeri negeri Saddam


Hussein itu. Posisi Kuwait kewalahan dan meminta bantuan ke
Amerika Serikat. Negara adidaya itu mengirimkan pasukannya dan
membuat pangkalan di Arab Saudi.

Ketika tentara Amerika bermarkas di Negeri Petro Dollar itu, Philips


kebagian memberikan materi tentang Islam kepada mereka. Ini
penting untuk mengajarkan pengetahuan benar Islam bukanlah
agama menyukai kekerasan. Hasilnya, sekitar tiga ribu serdadu
Amerika masuk Islam.

Selepas Perang Teluk, Philips dikirim ke Amerika untuk mendampingi


para tentara muallaf itu. Dia mendapat bantuan dari anggota tentara
beragama Islam untuk membuat konferensi dan kegiatan. Usahanya
ini membuahkan hasil dan militer Amerika akhirnya membangun
musala di seluruh pangkalan militer mereka.

Kelar proyek itu, Philips hijrah ke Filipina dan mendirikan pusat


informasi di Mindanao serta universitas berbasis Islam di Cotobato
City. Pada 1994, Philips mendapat undangan bergabung dengan
lembaga amal Dar Al Ber di Dubai, Uni Emirat Arab.

Di sana ia membentuk pusat informasi Discover Islam di Kota Karama.


Proyeknya kali ini mengundang ulama dari pelbagai negara. Dalam
lima tahun, pusat informasi itu telah membuat 15 ribu orang dari
seluruh penjuru dunia mengucapkan dua kalimat syahadat.

Terima kasih   

Anda mungkin juga menyukai