Anda di halaman 1dari 6

FADLY HARIZULHAKIM

1607101030109
Perbedaan antara Caput Succedaneum dan Cephal Hematoma:

1. Caput Succedaneum
Caput succedaneum adalah oedema dari kulit kepala anak yang terjadi karena
tekanan dari jalan lahir kepada kepala anak. Karena tekanan ini vena tertutup, tekanan
dalam capiilair veneus meninggi hingga cairan masuk kedalam jaringan longgar di
bawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah. Kelainan ini akibat sekunder
dari tekanan uterus atau dinding vagina pada kepala bayi sebatas caput. Keadaan ini
dapat pula terjadi pada kelahiran spontan dan biasanya menghilang dalam 2-5 hari
setelah lahir. Tidak diperlukan tindakan dan tidak ada gejala sisa yang dilaporkan.
Pembengkakan akan melewati garis tengah kepala dan menyeberangi ubun-ubun.
Akan tetapi, benjolan ini tidak berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya.
Caput succdaneum itu terjadi apabila ketuban sudah pecah, his cukup kuat (makin
kuat his, makin besar capuT succedaneum), anak hidup dan tidak terjadi pada anak
yang mati, dan selalu terjadi pada bagian yang terendah dari kepala.
Pada kala II lama terjadi penekanan otot diafragma pelvis mengakibatkan spasme
pintu panggul. Dengan adanya gaya berat, mengakibatkan kontraksi uterus sehingga
tulang kepala tertekan. Sehingga fontanel meregang dan CSS (Central Canal of Spinal
cord) tidak bisa mengalir ke seluruh otak. Sehingga CSS menerobos ke jaringan atau
intraviber. Sehingga potensial (cairan) tedorong ke bagian ubun-ubun besar dan terjadi
timbunan CSS dibawah kulit kepala. Sehingga menyebabkan Caput Succedaneum.
Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan
lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran
cairan tubuh ke jaringan extravasa. Benjolan caput ini berisi cairan serum dan sering
bercampur dengan sedikit darah.
Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di
daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk
mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage
ini ditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini
umumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu
sampai dua hari.
2. Cephal hematoma
Cephal hematoma adalah pengumpulan darah dibawah periost dan biasanya
terjadi pada os parietal. Cephalhematoma yaitu Pembengkakan pada kepala karena
adanya penumpukan darah yang disebabkan perdarahan sub periosteum. Perdarahan
sub periostium akibat ruptur pembuluh darah antara tengkorak dan periosteum.
kerusakan jaringan poriestum karena tarikan atau tekanan jalan lahir. Dan tidak pernah
melampaui batas sutura garis tengah. Tulang tengkorak yang sering terkena adalah
tulang temporal atau parietal ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup.
Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang
kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada
persalinan lama. Akibat pembuluh darah ini, timbul timbunan darah di daerah
subperiosteal yang dari luar terlihat benjolan. Bagian kepala yang hematoma bisanya
berwarna merah akibat adanya penumpukan daerah yang perdarahan sub periosteum.
Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan
mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya
benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama
menghilang (1-3 bulan)
Perbedaan caput succedaneum dan cephalhematoma yaitu :

Caput Succedaneum Cephal Hematoma

Muncul waktu lahir dan mengecil setelah Muncul atau ada pada waktu lahir atau
lahir sesudah lahir dan dapat membesar setelah
lahir

Melewati batas sutura dan teraba moulase Batas tidak melampaui sutura

Bisa hilang dalam beberapa jam atau 2-5 Hilang lama (beberapa minggu atau
hari bulan)

Berisi cairan getah bening Berisi darah

Perbedaan Caput Succedaneum dan Cephalhematoma


Patofisiologi Ikterus Neonatorum

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan
adanya warna kuning pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi
yang berlebihan. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila
kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl.
Meningkatnya kadar bilirubin dapat juga disebabkan produksi yang
berlebihan. Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua.
Pada neonatus 75 % bilirubin berasal dari mekanisme ini. Satu gram hemoglobin
dapat menghasilkan 34 mg bilirubin indirek (free billirubin) dan sisanya 25 %
disebut early labeled bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena
eritropoeis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung
protein heme dan heme bebas. Pembentukan bilirubin diawali dengan proses
oksidasi yang menghasilkan biliverdin. Setelah mengalami reduksi biliverdin
menjadi bilirubin bebas, yaitu zat yang larut dalam lemak yang bersifat lipofilik
yang sulit diekskresi dan mudah melewati membran biologik, seperti plasenta dan
sawar otak.
Di dalam plasma, bilirubin tersebut terikat/bersenyawa dengan albumin dan
dibawa ke hepar. Dalam hepar menjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin
terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepatosit. Di dalam
sel bilirubin akan terikat dan bersenyawa dengan ligandin (protein Y), protein Z,
dan glutation S- tranferase membawa bilirubin ke reticulum endoplasma hati.
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin
diglukoronide dan sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Ada dua enzim
yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide yaitu uridin difosfat
glukoronide transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran
kanalikulus
Hemoglobin

A. Produksi Heme Globin

Oksidasi Enzim Heme Oksigenasi

Biliverdin

Reduksi Enzim biliverdin reduktase

Sirkulasi darah Bilirubin Sirkulasi darah


Konsentrasi albumin Bilirubin +
Sirkulasi darah obat-obatan bersifat asam Bilirubin
B. Transportasi Bilirubin + Albumin indirek dalam darah

Bilirubin + (Protein y, Protein z,


Sirkulasi
Glutation S-Transferse)
bilirubin
enterohepatik
Retikulum Endoplasma

C. Konjugasi Bilirubin Konjugasi Enzim UDPG-T

Bilirubin Diglukoronida

ekskresi Ginjal

Kandung Empedu Saluran


Pencernaan
D. Ekskresi
Ekskresi Absorpsi
enterohepatik

Bilirubin Bilirubin
feses Indirek
Stercobilinogen

Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Mengapa keadaan asfiksia berat pada neonatus dapat
menyebabkan ikterus?
Keadaan asfiksia akan mempengaruhi fungsi sel tubuh. Pada
keadaan asfiksia akan terjadi hipoksia pada sel dan jaringan. Hal ini
dapat membuat protein Y dan protein Z terikat oleh amnion lain
sehingga akan mengganggu fase konjugasi bilirubin yakni fase dimana
bilirubin tak terkonjugasi diubah menjadi bilirubin terkonjugasi. Hal ini
berarti membuat pengambilan bilirubin plasma berkurang dan
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lisa Nicholson, RNC, MSN, NNP. Caput Succedaneum and


Cephalohematoma: The Cs that Leave Bumps on the Head. Vol.26,
No.5, September-October 2007. Neonatal Networks
2. Arfin Behrman Kligman, Nelson; Dalam Ilmu Kesehatan Anak.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2014
3. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Perinatologi dalam Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku 3, edisi 7, Bab 32, Infomedia,
Jakarta, 2007

Anda mungkin juga menyukai