Anda di halaman 1dari 15

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Latar Belakang

Menurut UU No.18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa adalah

kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan

sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi

tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk

komunitasnya. Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan

pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang

menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan

peran sosial.

Menurut Nyumairah (2013) salah satu bentuk kejiwaan yang memiliki tingkat

keparahan yang tinggi adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang

mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosional,

gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu (Buchanan & Carpenter, 2000 cit.

Videback, 2008). Penyebab gangguan jiwa adalah emosional, emosional merupakan

hasil interaksi antara faktor subjektif (proses kognitif), faktor lingkungan (hasil belajar),

dan faktor biologis (proses hormonal), dengan kata lain, emosi muncul pada saat

manusia berinteraksi dengan lingkungan dan merupakan hasil upaya untuk beradaptasi

dengan lingkungannya kemudian terjadi resiko perilaku kekerasan (Herlina 2011 cit.

Yuliawati, 2013). Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien skizofrenia

adalah resiko perilaku kekerasan (Dwi & Prihantini, 2014).

Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun

orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Melihat dari dampak dan kerugiannya, resiko perilaku kekerasan merupakan

salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi seseorang. Jadi, resiko perilaku

kekerasan dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun

lingkungan (Keliat, 2007).

Penatalaksanaan atau penanganan resiko perilaku kekerasan sangat diperlukan

dan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan isolasi dan/atau

restrain. Restrain adalah aplikasi langsung kekeuatan fisik pada individu, tanpa izin

individu tersebut, untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini dapat

menggunakan tenaga manusia, alat mekanis, atau kombinasi keduanya (Dwi &

Prihantini, 2014)..

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa resiko perilaku kekerasan dapat

mencederai banyak orang dan tingginya prevalensi terjadinya resiko perilaku kekerasan

di masyarakat, maka penulis membuat makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan

pada klien dengan Gangguan Jiwa Resiko perilaku kekerasan”.

B. Rumusan Masalah

1. apa pengertian dari resiko perilaku kekerasan?

2. apa yang menjadi rentang respon perilaku kekerasan?

3. apa penyebab perilaku kekerasan pada pasien gangguan jiwa?

4. apa saja tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku kekerasan?

C. Tujuan Penulisan

1. untuk mengetahui pengertian resiko perilaku kekerasan.

2. untuk mengetahui apa yang menjadi rentang respon perilaku kekerasan.


3. untuk mengetahui apa saja yang menjadi penyebab perilaku kekerasan pada pasien

gangguan jiwa.

4. untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku kekerasan.

PEMBAHASAN

1. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai

atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku

tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2008).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun

orang lain (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun

orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).

Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah

dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol

(Yosep, 2007). Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan

kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah

(Depkes, 2007).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan

yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana
individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat

membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2. Rentang Respon

Rentang respon marah menurut Keliat (1999) dalam Direja (2011)

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 2.1 : Rentang Respon Perilaku Kekerasan

Sumber : Direja (2011)

a. Asertif

Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan

ketenangan.

b. Frustasi

Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan

alternatif.

c. Pasif

Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

d. Agresif

Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih

terkontrol.
e. Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

3. Penyebab

Meurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada

pasien gangguan jiwa antara lain

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor psikologis

a) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan

akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan.

b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak

menyenangkan.

c) Rasa frustasi.

d) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.

e) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa

aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang

rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan prestise yang dapat

meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya

berasumsi bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan

secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku

tindak kekerasan.
f) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari, individu

yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan

anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.

2) Faktor sosial budaya

Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif

sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut Bandura

bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor ini dapat dipelajari

melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka

semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku

kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat

diterima dan yang tidak dapat diterima.

Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku

kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku kekerasan merupakan

faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.

3) Faktor biologis

Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris ringan pada

hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif, dimana jika

terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk

pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indra penciuman dan

memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak

menyerang objek yang ada di sekitarnya.

Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut


a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi

dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat

dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.

b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996) menyatakan bahwa

berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin, dopamine, asetilkolin, dan serotonin)

sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan

hormon androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7)

pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan

timbulnya perilaku agresif pada seseorang.

c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan

genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni

penjara tindak kriminal (narapidana)

d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai gangguan

serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal) trauma otak,

apenyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap

perilaku agresif dan tindak kekerasan.

b. Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa

injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku

kekerasan adalah sebagai berikut.

1) Klien

Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan

agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.


2) Interaksi

Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam baik

internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.

3) Lingkungan

Panas, padat, dan bising.

Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan

perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut.

1) Kesulitan kondisi sosial ekonomi.

2) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.

3) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya dalam

menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.

4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat dan alkohol

serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.

5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

4. Tanda dan Gejala

Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku kekerasanterdiri

dari :

a. Fisik

Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah

dan tegang, serta postur tubuh kaku.

b. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar,

ketus.

c. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,

amuk/agresif.

d. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,tidak

berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.

e. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan

kata-kata bernada sarkasme.

f. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas

terhambat.

g. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.

h. Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah melalui observasi

atau wawancara tentang perilaku berikut ini:

a. Muk amerah dan tegang


b. Pandangan tajam

c. Mengarupkan rahang dengan kuat

d. Mengepalkan tangan

e. Jalan mondar-mandir

f. Bicara kasar

g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak

h. Mengancam secara verbal atau fisik

i. Melempar atau memukul benda /orang lain

j. Merusak barang atau benda

k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan.

2. Daftar Masalah

Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku kekerasan

yaitu :

a. Perilaku Kekerasan.

b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi.

d. Harga diri rendah kronis.

e. Isolasi sosial.

f. Berduka disfungsional.

g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.

h. Koping keluarga inefektif.


3. Rencana Tindakan Keperawatan

Menurut Fitria (2010) rencana tindakan keperawatan yang digunakan untuk

diagnosa perilaku kekerasan yaitu :

a. Tindakan keperawatan untuk klien

1) Tujuan

a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

b) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.

d) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannya.

e) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.

f) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan terapi

psikofarmaka.

2) Tindakan

a) Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar klien merasa

aman dan nyaman saat berinteraksi dengan Saudara. Tindakan yang harus Saudara

lakukan dalam rangka membina hubungan salig percaya adalah mengucapkan salam

terapeutik, berjabat tangan, menjelaskan tujuan interaksi, serta membuat kontrak topik,

waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.

b) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di masa lalu dan

saat ini.
c) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan. Diskusikan

bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekersan, baik kekerasan fisik,

psikologis, sosial, sosial, spiritual maupun intelektual.

d) Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan pada saat marah

baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

e) Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya. Diskusikan

bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik secara fisik (pukul kasur atau

bantal serta tarik napas dalam), obat-obat-obatan, sosial atau verbal (dengan

mengungkapkan kemarahannya secara asertif), ataupun spiritual (salat atau berdoa

sesuai keyakinan klien).

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga

1) Tujuan

Keluarga dapat merawat klien di rumah

2) Tindakan

a) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab, tanda dan

gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebut.

b) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan.

(1) Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan tindakan yang telah

diajarkan oleh perawat.


(2) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila anggota keluarga dapat

melakukan kegiatan tersebut secara tepat.

(3) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus klien menunjukkan gejala-gejala

perilaku kekerasan.

c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera dilaporkan kepada

perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.

4. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Menurut Fitria (2010) strategi pelaksanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa

keperawatan perilaku kekerasan

a. SP I Pasien

Membina hubungan saling percaya, pengkajian perilaku kekerasan dan mengajarkan

cara menyalurkan rasa marah.

b. SP 2 Pasien

Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

c. SP 3 Pasien

Mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

d. SP 4 Pasien

Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

e. SP 5 Pasien

Mengontrol perilaku kekerasan dengan obat

f. SP 1 Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku

kekerasan di rumah

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai tindakan keperawatan

pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan

keperawatanyang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi

proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil

atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan

umum yang telah ditentukan.Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.

Adapun hasil tindakan yang ingin dicapai pada pasien dengan perilaku

kekerasan antara lain

a. Klien dapat mengontrol atau mengendalikan perilaku keekrasan.

b. Klien dapat membina hubungan saling pecaya.

c. Klien dapat mengenal penyebab perilaku kekerasan yang dilakukakannya.

d. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

e. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.

f. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

g. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

h. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.

i. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan.

j. Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.

(Fitria, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. 2007. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang: RSJ Prof. Dr. Soeroyo
Magelang.
Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap Penurunan
Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan , 138-
139.
Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Keliat, D. B. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Undang-Undang No.18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa (Cetakan 1). Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai