Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan (Muslih Mansur, 2007:18).

Pendidikan itu sendiri adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi

antara guru dan siswa. Kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak

dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Menurut Johnson, Johnson dan Smith,

belajar itu sendiri adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang

terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan

membangun pengertian dan pengetahuan bersama.

Keberhasilan pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan siswa yang

mengikuti kegiatan pembelajaan tersebut. Keberhasilan itu dapat dilihat dari

tingkat pemahaman, penguasaan materi, serta prestasi belajar siswa. Semakin

tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin

tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. Berdasarkan pengamatan yang

peneliti lakukan pada pembelajaran matematika di SMP Muhammadiyah 1

Medan, banyak ditemukan berbagai masalah mengenai efektivitas belajar siswa

kelas IX regular dalam mengikuti pembelajaran di kelas diantaranya. Dari data

yang diperoleh hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika

diperoleh dari 38 siswa kelas IX regular yang terdiri 24 orang siswa perempuan
dan 14 orang siswa laki-laki diketahui bahwa : (1) 23,68% atau 9 siswa yang

tidak mengajukan pertanyaan meskipun guru sering memberi kesempatan kepada

siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti, (2) 34,21% atau 13

siswa keaktifan dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran

masih kurang, (3) 42,10% atau 16 siswa yang memiliki keberanian mengerjakan

soal di depan kelas. Sehingga diperoleh hasil rata-rata siswa yaitu 42,10 masih

jauh dari KKM.

Permasalahan tersebut muncul karena kurangnya efektivitas model pembelajaran

yang guru berikan pada siswa sehingga membuat kondisi kelas menjadi pasif.

Mengingat pentingnya belajar matematika, maka seorang guru matematika

dituntut untuk memahami dan mengembangkan metode serta model pembelajaran

yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut di atas sehingga tujuan pembelajaan

dapat tercapai. Dari data yang telah diuraikan tersebut menunjukkan bahwa hasil

belajar siswa kelas IX regular belum memenuhi standar Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) yaitu 70.

Dalam sistem belajar mengajar guru harus berusaha agar proses belajar mengajar

mencerminkan dua arah yaitu bukan semata-mata memberikan informasi tanpa

mengembangkan kemampuan mental, fisik dan penampilan diri. Tetapi proses

belajar mengajar di kelas harus dapat mengembangkan cara belajar siswa untuk

mendapatkan, mengelola, menggunakan, dan mengkomunikasikan apa yang telah

diperoleh dalam proses belajar tersebut (B. Suryo Subroto, 2002:71). Karena

tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar

belajar aktif, sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dapat
berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam

setiap kegiatan pembelajaran siswa akan terlatih dan terbentuk kompetensinya.

Dengan model pembelajaran Time Token Arend, diharapkan dapat membantu

siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal dan mengembangkan

keaktivan siswa dalam berpartisipasi dan bersosialisasi. Dari dasar pemikiran

inilah mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang “Efektivitas Model

Time Token Arend untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Siswa

Kelas IX Reguler SMP Muhammadiyah 1 Medan T.A 2015/2016.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dideskripsikan diatas, maka

masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

1. Rendahnya hasil belajar matematika pada materi relasi dan fungsi siswa

kelas IX reguler SMP Muhammadiyah 1 Medan T.A 2015/2016.

2. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran matematika masih

terlalu monoton.

3. Penerapan Model Time Token Arend dalam pembelajaran matematika

pada siswa kelas IX reguler SMP Muhammadiyah 1 Medan T.A 2015/2016.


C. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi keluasan dalam pembahasan masalah dalam penelitian maka

peneliti membatasi masalah adalah efektivitas pembelajaran Time Token Arend

dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek psikomotik, koqnitif dan

efektif.

D. Perumusan Masalah

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan Strategi Time Token Arend dalam pembelajaran

matematika pada siswa kelas IX reguler SMP Muhammadiyah 1 Medan T.A

2015/2016?.

2. Bagaimana Efektifitas model Time Token Arend dalam pembelajaran

matematika pada siswa kelas IX reguler SMP Muhammadiyah 1 Medan T.A

2015/2016?.

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektivitas penggunaan model pembelajaran Time Token Arend terhadap

Pembelajaran Matematika pada Siswa kelas IX reguler SMP Muhammadiyah 1

Medan T.A 2015/2016.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan sarana sebagai pengalaman dalam menganalisa fakta di

lapangan dan menerapkan konsep-konsep dan teoriteori yang relevan, khususnya

yang berkaitan dengan pembelajaran matematika.

2. Bagi Peserta Didik

Bagi peserta didik diharapkan dapat membangkitkan kepercayaan diri,

memotivasi belajar, serta memberi rasa tanggung jawab pada peserta didik untuk

mengatur diri mereka sendiri.

3. Bagi Guru

Dapat memberikan dan menambah variasi model pembelajaran yang sesuai

dengan kebutuhan peserta didik serta memberi gambaran bagi guru bidang studi
matematika mengenai pembelajaran matematika untuk meningkatkan hasil belajar

peserta didik.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Model Pembelajaran Time Token Arend

Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara gaya belajar mereka sehingga

tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model

pembelajaran. Dalam prakteknya, guru harus ingat bahwa tidak ada model
pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu,

dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi

siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang tersedia, dan kondisi guru itu

sendiri. Ketika menggunakan model pengajaran apapun, penting untuk memiliki

beberapa aturan dan rutinitas yang mengatur pembicaraan dan gerakan anak,

menjaga agar pelajaran berjalan lancar, menjaga kepantasan di kelas dan

memungkinkan guru untuk mengatasi perilaku buruk siswa dengan cepat dan

tegas bila hal itu terjadi.

Tugas-tugas manajemen yang unik untuk cooperative learning membantu siswa

dalam melakukan transisi dari seluruh kelas kekelompok cooperative learning.

Membantu siswa selama mereka bekerja dalam kelompok, dan mengajarkan

berbagai keterampilan social dan perilaku time token arend pada anak (Richard I

Arend, 2008:28). Guru semestinya tidak berasumsi bahwa semua siswanya

memiliki ketrampilan sosial yang dibutuhkan untuk bekerja secara efektif dalam

kelompok. Sebagian siswa mungkin membutuhkan bantuan, oleh sebab itu agar

cooperative learning bekerja, guru perlu mengajarkan bebagai keterampilan dan

kelompok, selain itu guru seharusnya membantu siswalebih spesifik dalam

keterampilan berkomunikasinya untuk memastikan keberhasilan di lingkungan

belajar kelompok.

Mengajarkan ketrampilan sosial dan kelompok tidak berbeda dengan

mengajarkan ketrampilan penguasaan diri, misalnya membaca peta atau

menggunakan mikroskop. Secara umum inilah model yang seharusnya digunakan

guru ketika mengajarkan berbagai keterampilan sosial dan kelompok, karena


mendeskripsikan tentang model pembelajaran langsung yang mengharuskan guru

untuk mendemonstrasikan dan memberi contoh ketrampilan yang diajarkan dan

memberikanwaktu kepada siswa untuk berlatih keterampilan itu dan menerima

umpan balik tentang seberapa baik pekerjaannya.

2. Pengertian Model Pembelajaran Time Token Arend

Strategi Time Token Arend diperkenalkan oleh Arends. Strategi ini merupakan

salah satu jenis strategi pembelajaran aktif yang bisa diterapkan dalam

pembelajaran di kelas. Pembelajaran aktif di kelas harus menciptakan suasana

yang menyenangkan yang mampu memacu keaktifan siswa. Menurut Suprijono

(2011: 10), pembelajaran aktif merupakan proses belajar yang menumbuhkan

dinamika belajar bagi peserta didik. Dinamika untuk mengartikulasikan dunia ide

yang mereka miliki dan mengkonfrontir ide itu dengan dunia realitas yang

dihadapinya.

Menurut Yuanita (2010), pada strategi Time Token Arend siswa dilatih dan

dibiasakan untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, dan tanggung

jawab. Kegiatan pembelajaran dengan strategi Time Token Arend diciptakan

dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi

konsep atau menyelesaikan persoalan dengan anggota kelompoknya. Setiap

kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa. Guru memberikan setiap siswa kupon berbicara

dengan waktu 30 detik, dan setiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu

keadaan. Bila telah selesai bicara kupon yang dipegang siswa diserahkan pada
guru. Siswa yang sudah tidak memegang kupon tidak boleh bicara lagi dan siswa

yang lain yang masih memegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis.

Semua siswa memiliki hak bicara yang sama sampai semua siswa berbicara

(berpendapat). Guru dan siswa membuat kesimpulan hasil diskusi. Hal yang sama

juga diungkapkan oleh Suprijono (2011: 133), strategi Time Token Arend dapat

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Menyampaikan materi pelajaran matematika tentang relasi dan fungsi

2. Tiap siswa diberi sejumlah kupon yang berisikan materi pelajaran relasi

dan fungsi dengan waktu 30 detik.

3. Tiap siswa diberi nilai sesuai waktu yang digunakan untuk menyampaikan

informasi yang ia dapat. Siswa akan mendapat giliran sesuai undian.

4. Bila telah selesai kupon yang berisikan materi pelajaran relasi dan fungsi

diserahkan kepada guru.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan langkah-langkah strategi Time Token

Arend untuk pembelajaran kegiatan menyimak adalah sebagai berikut.

1. Siswa mendengarkan laporan perjalanan yang diputar oleh guru.

2. Siswa dikondisikan untuk melaksanakan diskusi kelompok, setiap

kelompokterdiri dari 4-6 siswa.

3. Siswa akan mendapatkan kupon materi dengan waktu sekitar 30 detik.


4. Siswa yang mendapatkan giliran menyampaikan hasil yang ia simak

kepada anggota kelompoknya sesuai perintah atau tergantung yang mendapat

undian tentang apa.

5. Kupon materi diserahkan kepada guru agar siswa tersebut tidak mendapat

giliran lagi. Strategi Time Token Arend mampu mengatasi masalah yang ada

dalam kegiatan pembelajaran menyimak proses pembelajaran. Masalah-masalah

tersebut bisa terselesaikan karena adanya kegiatan berbagi informasi antar

anggota kelompok. Strategi ini mampu menciptakan pembelajaran yang aktif,

kreatif, time token arend, kompetitif, dan kolaboratif.

3. Karakteristik Model Pembelajaran Time Token Arend

Pengajaran dengan ketrampilan sosial dan partisipasi memungkinkan siswa

belajar lebih aktif, memberikan rasa tanggung jawab yang lebih besar,

berkembangnya daya kreatif dan sifat kepemimpinan pada siswa serta dapat

memenuhi kebutuhan siswa secara optimal (Moh. Uzer Usman, 2004:103).

Dengan terpenuhinya kebutuhan siswa secara optimal, siswa akan belajar lebih

menyenangkan dan merangsang karena “peer” (teman sebaya) yang ada dalam

kelompok akan mendorong individu-individu untuk maju. Adapun ketrampilan

yang harus dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran ini sebagai berikut.

a. Ketrampilan sosial
Keterampilan sosial adalah perilaku-perilaku yang mendukung kesuksesan

hubungan sosial dan memungkinkan individu untuk bekerja bersama orang lain

secara efektif. Anak-anak dapat belajar ketrampilan sosial dari individu-individu

yang berbeda, misalnya orang tua, tetangga dan guru di sekolah. Dalam

kebutuhannya, manusia mengalami perubahan dan perkembangan dari waktu ke

waktu. Perubahan sosial itu terjadi karena adanya dorongan dari dalam yaitu daya

kesadaran akan perlunya upaya meningkatkan kehidupan secara terus menerus

(tidak puas dengan yang ada), akal dan daya kreatifitas yang tinggi, suasana

persaingan yang sehat untuk mencapai prestasi yang tinggi untuk kemajuan

kelompok, serta adanya pendorong untuk berprestasi (piagam, hadiah, intensif)

(Aziz Turindra:2009).

b. Ketrampilan berbagi

Banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk berbagi waktu dan bahan-bahan.

Berlagak “bossy” terhadap siswa lain, tidak mau berhenti bicara atau mengerjakan

semua tugas kelompok adalah contoh-contoh ketidakmampuan berbagi.Siswa-

siswa yang mendominasi sering kali sengaja melakukannya dan tidak mengerti

efek perilakunya bagi orang lain atau pada pekerjaan kelompoknya. Siswa-siswa

ini perlu belajar tentang nilai berbagi dan tata cara mengekang perilaku

dominatifnya. Dengan kegiatan berbagi, guru bisa melakukan kegiatan yang

mengajari siswa untuk bergiliran ketika bekerja dalam kelompok (Richard I

Arends, 2008: 28).

c. Ketrampilan berpartisipasi
Menurut Sastro Poetro, Partisipasi adalah keikutsertaan, peran serta keterlibatan

yang berkaitan dengan keadaan lahiriyahnya. Menurut Hoof Steede menyatakan

bahwa partisipasi adalah “the taking part in one or more phases of the process”

yang artinya mengikutsertakan suatu bagian dalam satu atau beberapa tingkatan

proses. Jika sebagian siswa mendominasi kegiatan kelompok, sebagian lainnya

mungkin justru tidak mau atau tidak mampu berpartisipasi karena pemalu. Oleh

karena itu, partisipasi akan lebih tepat sebagai pengikutsertaan seseorang didalam

suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatannya. Menurut

Berlo, konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau

respon atas rangsangan-rangsangan yang diberikan, yang dalam hal ini tanggapan

merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan.

4. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Time Token Arend

Suatu model yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari

adanya kelebihan dan kekurangan. Demikian halnya dengan model pembelajaran

Time Token Arend juga mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.

a. Kelebihan model pembelajaran Time Token Arend

1) Memotivasi siswa untuk belajar mandiri terhadap materi pembelajaran.

2) Melatih rasa percaya diri siswa dengan terbiasa tampil saat kegiatan

belajar.
3) Meningkatkan kemampuan siswa untuk berbicara didepan banyak orang,

serta mengemukakan ide.

4) Melatih daya ingat siswa dan disiplin dalam memanfaatkan waktu.

b. Kekurangan model pembelajaran Time Token Arend

Pembatasan waktu dalam aktifitas belajar dapat mengurangi kesempatan berfikir

siswa untuk mengemukakan pendapatnya secara maksimal (Aziz Turindra).

5. Konsep Pembelajaran

Proses pembelajaran atau pengajaran kelas menurut. Dunkin dan Biddle dalam

Ekawarna (2009:44) berada pada empat variabel interaksi yaitu: (l) variabel

pertanda berupa pendidik, (2) variabel konteks berupa peserta didik, sekolah dan

masyarakat, (3) variabel proses berupa interaksi peserta didik dengan pendidik,

dan (4) variabel produk berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Proses pembelajaran akan berjalan baik jika guru

mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (l) kompetensi substansi materi

pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran, dan (2) kompetensi metodologi

pembelajaran.

Seorang guru harus menguasai materi pelajaran, juga menguasai

metodepengajaran sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip

pedagogik, yaitu memahami karakteristik peserta didik. Jika metode dalam

pembelajarantidak dikuasai, maka penyampaian materi ajar menjadi tidak


maksimal. Metode yang digunakan sebagai strategi yang dapat memudahkan

peserta didik untukmenguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Hal ini

menggambarkan bahwa pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan

dengan kemajuanilmu pengetahuan dan teknologi. Olehkarena itu dalam

merespon perkembangantersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber belajar

berasal dari guru dan mediabuku teks belaka. Dirasakan perlu ada cara baru dalam

mengkomunikasikan ilmupengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran baik

dalam sistem yang mandirimaupun dalam sistem yang terstruktur. Untuk itu perlu

dipersiapkan sumberbelajar oleh pihak guru maupun para ahli pendidikan yang

dapat dimanfaatkandalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam

suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tujuan, artinya interaksi

yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian

tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan

pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang diprogramkan guru merupakan kegiatan

integralistis antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan pembelajaran secara

metodologi berakar dari pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara

pedagogis terjadi pada diri peserta didik. Menurut Knirk dan Gustafson (1986:15)

Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah

melalui tahapan perancangan pembelajaran.

Di dalam teknologi pembelajaran ada tiga komponen utama yang saling

berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa (peserta didik), dan kurikulum.


Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal. Hal ini

menggambarkan bahwa interaksi pendidik dengan peserta didik merupakan inti

proses pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang

dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan

dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahapan

rangsangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.

Dalam proses pembelajaran dikembangkan melalui pola pembelajaran yang

menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses

pembelajaran. Guru sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, dan juga

penilai kemajuan belajar meminta para pendidik untuk menjadikan pembelajaran

lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.

6. Defenisi Hasil Belajar

Belajar adalah sesuatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Kegiatan belajar dapat berlangsung di mana-mana, misalnya di

lingkungan keluarga, di sekolah dan di masyarakat, baik disadari maupun tidak

disadari, disengaja atau tidak disengaja. Menurut Gagne (dalam Sumarno, 2011)

hasil belajar merupakan kemampuan internal (kapabilitas) yang meliputi

pengetahuan, ketermpilan dan sikap yang telah menjadi milik pribadi sesorang

dan memungkinkan seseorang melakukan sesuatu.

Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Jenkins dan Unwin (Uno, 2011: 17)

yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah pernyataan yang menunjukkan


tentang apa yang mungkin dikerjakan siswa sebagai hasil dari kegiatan belajarnya.

Jadi hasil belajar merupakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh

siswa dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu. Senada dengan kedua teori

di atas, Winkel (dalam Anneahira, 2011) menjelaskan definisi hasil belajar secara

umum, bahwa hasil belajar merupakan salah satu bukti yang menunjukkan

kemampuan atau keberhasilan seseorang yang melakukan proses belajar sesuai

dengan bobot atau nilai yang diperolehnya.

Pendapat lain tentang hasil belajar dikemukakan oleh Briggs (dalam Taruh, 2003:

17) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan hasil

yang dicapai melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan

angka-angka atau nilai-nilai berdasarkan tes hasil belajar. Hal ini senada dengan

Rasyid (2008: 9) yang berpendapat bahwa jika di tinjau dari segi proses

pengukurannya, kemampuan seseorang dapat dinyatakan dengan angka. Dengan

demikian, hasil belajar siswa dapat diperoleh guru dengan terlebih dahulu

memberikan seperangkat tes kepada siswa untuk menjawabnya. Hasil tes belajar

siswa tersebut akan memberikan gambaran informasi tentang kemampuan dan

penguasaan kompetensi siswa pada suatu materi pelajaran yang kemudian

dikonversi dalam bentuk angka-angka.

Dick dan Reiser (dalam Sumarno, 2011) mengemukakan bahwa hasil belajar

merupakan kemampuan-kemmpuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan

pembelajaran, yang terdiri atas empat jenis, yaitu:

(1) Pengetahuan
(2) Keterampilan Intelektual

(3) Keterampilan Motorik

(4) Sikap

Sedangkan pendapat yang lain dikemukakan oleh Bloom dan Kratwohl (dalam

Usman, 1994: 29) bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang

secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu ranah kognitif,

afektif, dan psikomotor. Bloom (dalam Usman, 1994: 29) membagi ranah kognitif

menjadi enam bagian, yaitu

(1) Pengetahuan, yang mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat

materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang

sulit,

(2) Pemahaman, yang mengacu pada kemampuan memahami makna materi,

(3) Penerapan, yang mengacu pada kemampuan menggunakan atau

menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut

penggunaan aturan atau prinsip,

(4) Analisis, yang mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam

komponen-komponennya,

(5) Sintesis, yang mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau

komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru,

dan
(6) Evaluasi, yang mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan

terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu.

Pada tahun 2001, Anderson dkk (dalam Widodo, 2006: 1) melakukan revisi

terhadap taksonomi Bloom di atas. Revisi ini perlu dilakukan untuk lebih bisa

mengadopsi perkembangan dan temuan baru dalam dunia pendidikan. Taksonomi

yang baru melakukan pemisahan yang tegas antara dimensi pengetahuan dengan

dimensi proses kognitif. Pemisahan ini dilakukan sebab dimensi pengetahuan

berbeda dari dimensi kognitif. Pengetahuan merupakan kata benda sedangkan

proses kognitif merupakan kata kerja. Sejalan dengan pendapat tersebut, Rukmini

(2008: 157) menjelaskan bahwa revisi taksonomi Bloom diajukan untuk melihat

ke depan dan merespon tuntutan berkembangnya komunitas pendidikan, termasuk

pada bagaimana anak-anak berkembang dan belajar serta bagaimana guru

menyiapkan bahan ajar.

Anderson dkk (dalam Widodo, 2006: 2) menjelaskan ada empat macam dimensi

pengetahuan dalam taksonomi Bloom yang telah direvisi, yaitu:

(1) Pengetahuan faktual, yaitu pengetahuan yang berupa potongan-potongan

informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu

tertentu, yang mencakup pengetahuan tentang terminologi dan pengetahuan

tentang bagian detail,

(2) Pengetahuan konseptual, yaitu pengetahuan yang menunjukkan saling

keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan
semuanya berfungsi sama-sama, yang mencakup skema, model pemikiran dan

teori,

(3) Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana

mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru, dan

(4) Pengetahuan metakognitif, yaitu mencakup pengetahuan tentang kognisi

secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.

Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru dibuat konsisten dan dengan

obyek yang ingin dicapai (Rukmini, 2008:159). Tujuan atau obyek merupakan

suatu akivitas dalam mengerjakan sesuatu. Oleh karena itu, dalam taksonomi yang

telah direvisi, mengubah keenam kategori dalam taksonomi Bloom yang lama

yang berupa kata benda menjadi kata kerja. Kata kerja yang digunakan dalam

masing-masing level kognisi mencirikan penguasaan yang diinginkan. Anderson

(dalam Widodo 2006: 5) menjelaskan bahwa dimensi proses kognitif dalam

taksonomi Bloom yang baru secara umum sama dengan yang lama yang

menunjukkan adanya perjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses

kognitif yang lebih kompleks. Namun penjenjangan pada taksonomi yang baru

lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognitif yang

lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih

rendah.

Anderson (dalam Widodo, 2006: 140) menguraikan dimensi proses kognitif pada

taksonomi Bloom Revisi yang mencakup:


(1) Menghafal (remember), yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan

dalam memori jangka panjang, yang mencakup dua macam proses kognitif

mengenali dan mengingat,

(2) Memahami (understand), yaitu mengkonstruk makna atau pengertian

berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan

yang baru ke dalam skema yang ada dalam pemikiran siswa, yang mencakup tujuh

proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),

mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi

(inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining),

(3) Mengaplikasikan (apply), yaitu penggunaan suatu prosedur guna

meyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas, yang mencakup dua proses

kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing),

(4) Menganalisis (analyze), yaitu menguraikan suatu permasalahan atau obyek

ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-

unsur tersebut, yang mencakup tiga proses kognitif: menguraikan (differentiating),

mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributing),

(5) Mengevaluasi (evaluate), yaitu membuat suatu pertimbangan berdasarkan

kriteria dan standar yang ada, yang mencakup dua proses kognitif: memeriksa

(checking) dan mengkritik (critiquing), dan

(6) Membuat (create), yaitu menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu

bentuk kesatuan, yang mencakup tiga proses kognitif: membuat (generating),

merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).


Selain ranah kognitif tersebut di atas, evaluasi juga dilakukan pada ranah afektif.

Menurut Davies (dalam Dimyati, 2009: 205), ranah afektif berhubungan dengan

perhatian, sikap, penghargaan, nilai-nilai, perasaan, dan emosi. Sumiati (2007:

215) menjelaskan bahwa tingkatan afektif ada lima, dari sederhana ke yang

kompleks. Kelima tingkatan tersebut yaitu (1) kemauan menerima, (2) kemauan

menanggapi, (3) berkeyakinan, (4) penerapan karya, dan (5) ketekunan dan

ketelitian.

Kratwohl, Bloom dan Masia (dalam Dimyati, 2009: 205) mengemukakan

taksonomi ranah afektif, yaitu: (1) menerima, merupakan tingkat terendah tujuan

ranah afektif berupa perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat

secara lebih aktif, (2) merespon, merupakan kesempaan untuk menanggapi

stimulan dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan, (3) menilai,

merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja

merespon lebih lanjut, (4) mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk

membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya,

dan (5) karakterisasi, merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan

masing-masing nilai pada waktu merespon dengan jalan mengidentifikasi

karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.

Hasil belajar yang berikutnya adalah dalam ranah psikomotor. Menurut Davies

(dalam Dimyati, 2009: 207), ranah psikomotor berhubungan dengan keterampilan

motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan

koordinasi badan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sudjana (1987: 54)


menjelaskan bahwa hasil belajar dalam ranah psikomotor tampak dalam bentuk

keterampilan-keterampilan (skill), dan kemampuan bertindak individu.

Harrow (dalam Dimyati, 2009: 208) mengemukakan taksonomi ranah psikomotor

sekaligus menjelaskan bahwa penentuan kriteria untuk mengukur keterampilan

siswa harus dilakukan dalam jangka waktu 30 menit. Taksonomi ranah

psikomotor Harrow disusun secara hierarkis dalam lima tingkatan, yaitu:

(1) Meniru, artinya siswa dapat meniru atau mengikuti suatu perilaku yang

dilihatnya,

(2) Manipulasi, artinya siswa dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan visual

sebagaimana pada tingkat meniru,

(3) Ketetapan gerak, artinya siswa diharapkan dapat melakukan sesuatu

perilaku tanpa menggunakan contoh visual ataupun petunjuk tertulis,

(4) Artikulasi, artinya siswa diharapkan dapat menunjukkan serangkaian

gerakan dengan akurat, urutan yang benar, dan kecepatan yang tepat, dan

(5) Naturalisasi, artinya siswa diharapkan melakukan gerakan tertentu secara

spontan atau otomatis.

7. Aplikasi Model Pembelajaran Time Token Arend pada Pembelajaran

Matematika di Sekolah
Untuk lebih memahami seperti apa model pembelajaran Time Token Arend,

berikut ini akan digambarkan penerapannya pada pembelajaran matematika

dengan materi Relasi dan fungsi:

1. Guru menyapa, mengabsen siswa, dan mengkondisikan kelas untuk

menunjang proses belajar mengajar.

2. “ Asalamualaikum, selamat pagi anak-anak, ibu absen dulu ya, kalian

silakan buka buku matematikanya buka tentang relasi dan fungsi.

3. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok (cooperative learning)

4. “oke sekarang kita bagi kelompok, silakan dengarkan nama-nama kalian

masuk ke kelompok berapa, kelompok 1 disini, kelompok 2 disini dan kelompok

3 disini”(sambil menunjukan letak setiap kelompok)

5. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan di capai

6. “ibu membagi-bagi kalian menjadi beberapa kelomok begini, bukan berarti

kalian kerja berkelompok, kalian semua harus aktif bicara, ibu tidak mau ada yang

tidak bicara.”

7. Guru menyampaikan strategi pembelajaran yang akan di gunakan yaitu

pembelajaran time token arend tipe Time Token Arend dimana setiap siswa

diberikan tiga buah kupon, dan ketika siswa mengajukan, menjawab, dan

menanggapi pertanyaan siswa harus meletakkan kuponnya ketengah-tengah

kelompok.
8. Guru memotivasi siswa dengan mengaitkan materi dengan kehidupan

sehari-hari. Misalnya, “menggambar anak laki-laki berpasangan dengan

perempuan kemudian memberikan pertanyaan pada siswa untuk di cari

pencerminannya”

9. Guru memberikan apersepsi kepada siswa dengan mengaitkan materi yang

akan di berikan dengan materi sebelumnya tentang pencerminan.

10. Guru menyampaikan langkah-langkah kerja yang harus dilakukan

siswa.seperti yang telah ter tera di atas, langkah-langkahnya yaitu:

- Setiap siswa diberi kupon berbicara dengan waktu lebih kurang 30 detik,

- setiap siswa di beri 3 buah kupon sesuai dengan waktu dan keadaan.

- Bila telah selesai berbicara, kupon yang di pegang siswa diserahkan, setiap

kali bicara satu kupon.

- Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi, sedangkan siswa

yang masih pegang kupon harus bicara sampai kuponnya habis. Dan seterusnya

11. Guru menanyakan apakah siswa sudah faham dengan apa yang ia

sampaikan, jika belum ulangi sekali lagi langkah-langkahnya agar siswa bisa

mengikuti pelajaran dengan baik.

12. Guru menjelaskan materi Relasi dan fungsi dengan singkat dan tidak

bertele-tele.
13. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswa menjawab

pertanyaan tersebut dengan waktu + 30 detik.

8. Efektivitas Model Pembelajaran Time Token Arend terhadap Hasil

Belajar

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran

dalam tutorial. Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan

pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya Lutfi. Loc.cit.: .

tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan

pembelajaran dan pengelolaan kelas (Trianto, 2007:1.). Menurut Joyce dan Weil

menyatakan bahwa Models of teaching are really models of learning. As we help

student acquire information, ideas, skills, value, ways of thinking and means of

expressing themselves, we are also teaching them how to learn yang berarti

bahwa dengan model pembelajaran guru dapat membantu siswa untuk

mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, ketrampilan, cara berfikir dan

mengekspresikan ide sendiri.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah kerangka

konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi model pembelajaran

disini adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam

melaksanakan pembelajaran. Setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-


tahap (sintaks) oleh siswa dengan bimbingan guru. Agar model pembelajaran

tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, guru perlu menguasai dan

menerapkan berbagai keterampilan mengajar agar dapat mencapai tujuan

pembelajaran yang beraneka ragam.

Dengan adanya variasi model pembelajaran, dapat membantu belajar siswa dan

memacu keaktifan dalam KBM. Agar upaya tersebut menjadi dinamis dan hasil

belajar siswa dapat meningkat, alternatif yang digunakan yaitu dengan

menerapkan model pembelajaran time token. Dalam model pembelajaran time

token, peserta didik diajarkan untuk berfikir, berkomunikasi secara aktif,

bersosialisasi dan berpartisipasi serta berbagi terhadap waktu dalam

mengemukakan gagasannya. Karena dengan menerapkan keterampilan sosialisasi,

partisipasi, komunikasi dan berbagi, siswa dapat belajar lebih aktif, memberikan

rasa tanggung jawab yang lebih besar, berkembangnya daya kreatif, dapat ikut

serta dalam pembelajaran secara menyeluruh satu dengan lainnya dan bisa saling

membagi waktu dengan temannya dalam mengemukakan pendapatnya.

Model pembelajaran time token dinilai produktif, karena guru mengembangkan

cara belajar siswa untuk mendapatkan, mengelola, menggunakan dan

mengkomunikasikan apa yang telah diperoleh dalam proses belajar tersebut serta

dapat mengkondisikan siswa agar belajar aktif, sehingga potensi dirinya dari segi

kognitif, afektif dan psikomotorik dapat berkembang dengan maksimal.

B. Temuan Penelitian Terdahulu


Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas

belajar menggunakan berbagai strategi dalam beberapa mata pelajaran. Adapun

penelitian pembelajaran tersebut antara lain:

a. Menurut Ema Delita penelitian yang berjudul “Penerapan model

pembelajaran Time Token Arend dalam meningkatkan hasil belajar siswa”.

Dalam penelitiannya bahwa model pembelajaran Time Token Arend dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dalam penelitiannya di SD

Negeri 2 Medan yang menggunakan pendekatan pembelajaran time token arend

model Jigsaw pada pembelajaran Matematika. Pembelajaran model Jigsaw

bermanfaat membantu siswa dalam pembelajaran Matematika" ini terlihat dari

hasil penelitian terjadi peningkatan tiap-tiap siklus.

b. Anisa Rahmawati (2010) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

dengan penerapan pendekatan discovery terbimbing mempunyai peran penting

dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa. Proses pembelajaran yang

menerapkan pendekatan discovery terbimbing membuat siswa lebih aktif

menjawab pertanyaan, mengerjakan soal, dan meningkatkan hasil belajar

matematika.

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu Efektivitas model

pembelajaran Time Token Arend dapat meningkatkan hasil pembelajaran

matematika pada siswa SMP Muhammadiyah 1 Medan Tahun Ajaran 2015/2016.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas IX regular SMP Muhammadiyah 1

Medan. Penelitian di tempat ini didasarkan atas pertimbangan bahwa sekolah

tersebut memiliki jumlah siswa yang representatif untuk diteliti. Selain itu lokasi
mudah dijangkau peneliti sehingga lebih efisien dalam mendapatkan data. Sekolah

ini termasuk sekolah tempat peneliti melaksanakan PPL-T.

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada tahun ajaran 2015/2016.

Adapun rincian waktu penelitian diperkirakan berlangsung selama kurang lebih

tiga bulan.

Tabel III.1.

Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Penelitian Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3

1 Persiapan PTK:

- Observasi/pra tindakan;

- Penyusunan tindakan;

- Penyusunan instrumen pembelajaran dan pengumpulan data.

2 Pelaksanaan(siklus PTK):

- Pelaksanaan siklus 1.

- Refleksi siklus 1.
- Pelaksanaan siklus 2.

- Refleksi siklus 2

3 Pelaporan PTK √

B. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini guru kelas bertindak sebagai subyek yang memberi tindakan

kelas. Siswa kelas IX reguler SMP Muhammadiyah yang terdiri dari 38 siswa

sebagai objek yang menerima tindakan. Peneliti dibantu mitra guru matematika

sebagai observer.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas dilakukan dalam 2 siklus. Masing-

masing siklus dalam penelitian tindakan di kelas ini dibagi dalam 4 (empat) tahap

kegiatan, empat tahap kegiatan dimaksud adalah:

1. Perencanaan (Planning)
2. Pelaksanaan (Implementation)

3. Observasi/ Evaluasi (Observation/Evaluation)

4. Analisis dan Refleksi (Analysis and Reflection)

1) Perencanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Adapun tahapan

dalam setiap siklus adalah perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.

Perencanaan dilaksanakan sebelum pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan

dilaksanakan oleh guru sebagai peneliti berkolaborasi dengan ibu Elfriyana selaku

guru mata pelajaran matematika. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap

perencanaan ini meliputi:

a. Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang

akan disampaikan pada siswa

b. Membuat skenario pembelajaran

c. Membuat Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP)

d. Membuat lembar kerja siswa

e. Mempersiapkan sarana belajar sesuai dengan model time token arend


f. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar siswa

ketika pelaksanaan tindakan dan lembar observasi untuk melihat aktivitas guru

dalam proses pembelajaran

g. Mendesain alat evaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam

pelaksanaan tindakan dan lembar observasi untuk melihat aktifitas guru selama

proses pembelajaran.

2) Pelaksanaan Tindakan

Melaksanakan pembelajaran pada siklus I dengan 2 x pertemuan. Pada

siswa kelas IX reguler SMP Muhammdiyah 1 Medan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Kegiatan Awal

b. Apersepsi, guru mengajak siswa untuk mengingat pembelajaran

Matematika yang telah dipelajari yakni relasi dan fungsi.

c. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

d. Guru memberikan motivasi pada siswa dengan mengaitkan pembelajaran

relasi dan fungsi dengan kegiatan sehari-hari

2. Kegiatan Inti

a. Eksplorasi

Sebelum proses pembelajaran dimulai guru memberikan penjelasan tentang cara

kerja yang harus ditempuh siswa secara bertahap. Guru mempersiapkan materi
atau tugas yang harus dipelajari siswa secara berkelompok. Setelah dipersiapkan

guru langsung memberikan materi dan tugas pada masing-masing kelompok.

Guru membagi siswa dalam 6 kelompok yang mana 4 kelompok terdiri ada

terbagi dari 6 orang dan 2 kelompok lagi terdiri 7 orang.

b. Elaborasi

Siswa bekerja dalam kelompok masing-masing dan membahas materi yang

diberikan oleh guru. Setelah menyelesaikan tugas dalam kelompok utusan

kelompok bertemu untuk menyesuaikan hasil diskusi dalam kelompoknya dengan

kelompok lain. Utusan kelompok kembali ke kelompok asalnya dan

menyampaikan hasil dari beberapa kelompok lain.

c. Konfirmasi

Setelah selesai menyampaikan hasil dari tim ahli (utusan kelompok), utusan

kelompok menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas. Guru menanggapi

pekerjaan atau hasil jawaban siswa dan memberi informasi yang sebenarnya atau

jawaban yang benar. Setelah selesai kegiatan kelompok, guru mengadakan tes

atau evaluasi. Evaluasi dilakukan secara individu dan tidak boleh saling

membantu.

3. Kegiatan Akhir

Pemberian umpan balik, yaitu mengadakan tanya jawab tentang materi relasi dan

fungsi. Hal ini untuk mengukur pemahaman siswa terhadap penguasaan materi
relasi dan fungsi. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran, mengadakan

evaluasi dan tindak lanjut.

3) Observasi dan Evaluasi

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Dalam melakukan

observasi peneliti berkolaborasi dengan seorang guru dan dalam melakukan

observasi terhadap keaktifan siswa dalam belajar, hal ini dilakukan karena

observasi terdapat kelompok tidak mungkin dilakukan oleh satu orang guru saja.

Lembar observasi siswa akan mengukur kualitas tentang:

1. Kerja sama dengan kelompok,

2. Diskusi kelompok,

3. Siswa bertanya,

4. Menjawab pertanyaan,

5. Mengoreksi hasil pekerjaan teman sekelompok dan

6. Mengerjakan tugas individu.

Adapun indikator yang di observasi untuk aktifitas guru adalah

1. Apersepsi, guru mengingatkan kembali materi sebelumnya dan

menghubungkan dengan materi yang akan di bahas,

2. Menyebutkan materi atau sub pokok bahasan yang akan dibahas,

3. Memberi tahu kompetensi yang akan dicapai,


4. Membentuk kelompok siswa secara heterogen,

5. Tugas yang diberikan per kelompok,

7. Memperhatikan siswa bekerja dalam kelompok,

8. Memberikan penghargaan pada kelompok yang telah selesai mengerjakan

tugas,

9. Mengumpulkan hasil diskusi siswa,

10. Pemberian kegiatan umpan balik,

11. Guru mengadakan evaluasi secara individual,

12. Menyimpulkan hasil pembelajaran dan

13. Pemberian tindak lanjut.

Hasil observasi merupakan bentuk data masukan untuk melihat

kekurangan dan kelebihan di dalam kegiatan pembelajaran, apabila terdapat

kekurangan perlu ditindak lanjuti sedangkan hasil belajar yang baik

dipertahankan. Untuk menentukan langkah-langkah perbandingan pada proses

pembelajaran siklus berikutnya menjadi lebih baik sehingga tercipta suasana

belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan.

Evaluasi dilakukan setelah pembelajaran berakhir. Di dalam pembelajaran

menggunakan pendekatan pembelajaran time token arend model time token arend

belajar dengan kelompok, namun untuk evaluasi tetap dilakukan dengan individu.
Evaluasi untuk mengukur penguasaan materi yang telah diberikan dan mengetahui

hasil belajar.

4) Analisa dan Refleksi

Refleksi terhadap hasil observasi dilakukan dalam dua tahap yaitu setelah

selesai satu kali pertemuan dan setelah selesai setiap satu siklus. Refleksi

dilakukan secara bersama oleh peneliti dan guru berkolaborasi. Peneliti dan guru

berkolaborasi membahas, mengevaluasi dan menentukan tindak lanjut setiap

temuan yang telah direkam selama proses pembelajaran dengan alat observasi.

Refleksi merupakan tahapan tindak lanjut dari tahapan observasi dan

evaluasi. Tahapan refleksi merupakan tahapan pemberian tanggapan terhadap

hasil observasi dan evaluasi yang sudah dilaksanakan. Hasil observasi dan

evaluasi yang menunjukkan hasil yang tidak baik atau dibawah ≤ KKM maka

akan diberikan refleksi dengan melakukan perbaikan-perbaikan pada bagian-

bagian yang ditemukan kelemahan-kelemahan tersebut. Akan tetapi, jika dalam

hasil observasi dan evaluasi ditemukan kekuatan atau ≥ KKM, maka akan

direfleksi dengan melakukan peningkatan-peningkatan.

Prosedur penelitian terdiri dari 4 tahapan, yakni perencanaan, melakukan

tindakan, observasi,dan refleksi Stepen Kemmis dan Robin Mc. Taggart (dalam

Sukardi, 2013:7). Prosedur ini dilaksanakan dalam tahap siklus dan akan berulang

kembali pada siklus-siklus berikutnya, seperti pada gambar berikut:


Siklus I

Siklus II

D. Teknik Pengumpulan Data

Cara yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:

a. Data aktifitas belajar siswa dan aktifitas mengajar guru yang diambil dari

lembar observasi yang dilakukan oleh pengamat saat pelaksanaan penelitian.

b. Data hasil belajar siswa diambil melalaui tes yang dilakukan dalam dua

siklus.
E. Instrumen Penelitian

Adapun instrument dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Tes

• Observasi

• Kuesioner

• RPP

• Silabus

Alat Pengumpulan Data

1. Tes: butir soal/instrumen soal

2. Observasi: lembar observasi

3. Kuesioner: lembar pernyataan/pertanyaan kuesioner

F. Tekhnik Analisis Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui catatan lapangan dan lembar

observasi yang berupa catatan temuan-temuan atau tindakan yang peneliti lakukan

selama berlangsung proses pembelajaran.

a. Analisa Data Kualitatif


Analisa terhadap data kualitatif yaitu analisis terhadap hasil observasi yang

dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan alat bantu yang

telah disiapkan berupa catatan berdasarkan lembar observasi. Analisis terhadap

data kualitatif yaitu dengan pengambilan data tentang keaktifan siswa dan guru

dalam proses pembelajaran. Pengolahan data tentang aktifitas guru dari seluruh

indikator dalam satu kali pertemuan dirumuskan sebagai berikut:

Persentase Skor Aktifitas Guru = Jumlah Skor yang diperoleh x

100%

Jumlah Skor Maksimal

Kriteria Keaktifan Guru:

86% - 100% : Sangat Baik

76% - 85% : Baik

60% - 75% : Cukup Baik

40% - 59% : Kurang Baik

0% - 39% : Sangat Kurang Baik


Setelah diketahui persentase skor aktifitas guru maka dapat dianalisa rata-rata

persentase skor aktifitas guru per indikator dari setiap siklus dan dirumuskan

sebagai berikut:

Persentase Jumlah Skor Aktifitas Guru Per Indikator = Jumlah Skor

yang diperoleh x 100%

Jumlah Skor Maksimal

Tahap berikutnya yaitu pengolahan data indikator dan per individu yakni dengan

observasi kegiatan siswa. Berikut rumus skor aktifitas siswa per indikator menurut

tentang aktifitas siswa per cara menggunakan lembar untuk mengolah persentase

Trianti (2007:52).

Persentase Jumlah Skor Aktifitas Siswa Per Indikator = Jumlah Skor

yang diperoleh x 100%

Jumlah Skor Maksimal

Kriteria Keaktifan Siswa:

86% - 100% : Sangat Baik (A)


76% - 85% : Baik (B)

60% - 75% : Cukup Baik (C)

40% - 59% : Kurang Baik (D)

0% - 39% : Sangat Kurang Baik (E)

Selain itu untuk mengolah data tentang aktifitas siswa per individu, dengan

menggunakan rumus:

Persentase Jumlah Skor Aktifitas Siswa Per Individu = Jumlah Skor

yang diperoleh x 100%

Jumlah Skor Maksimal

Kriteria Keberhasilan:

4 : Sangat Aktif

3 : Aktif

2 : Cukup Aktif

1 : Kurang Aktif

b. Analisa Data Kuantitatif


Data kuantitatif berupa hasil belajar siswa yang dilakukan setiap akhir siklus

tindakan, dengan memberikan tes yang menggunakan lembar kerja siswa (LKS)

atau alat evaluasi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data kuantitatif

yaitu:

1. Siswa diberi tugas dalam lembar kerja siswa (LKS) atau alat evaluasi

2. Peneliti mengamati kegiatan siswa dalam menyelesaikan tugas yang

diberikan oleh guru

3. Peneliti bersama guru berkolaborasi dan menilai tugas siswa

4. Menganalisa hasil belajar siswa yaitu ketuntasan belajar individual. Siswa

dikatakan tuntas dalam belajar jika nilai siswa telah mencapai standar ketuntasan

minimum yakni dengan nilai 70.

5. Penilaian hasil belajar individu yaitu nilai hasil belajar untuk setiap

individu dianalisis dengan menggunakan rumus menurut Trianti (2007:86)

sebagai berikut :

Nilai Per Siswa = Jumlah Skor yang diperoleh x 100

Jumlah Skor Maksimal

Selanjutnya data dari nilai individu setiap pertemuan dalam satu siklus dianalisis

dengan menghitung nilai rata-rata per siswa yang dirumuskan:

Nilai Rata-rata Per Siswa = Jumlah Skor yang diperoleh


2

c. Ketuntasan Belajar secara Klasikal

Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan materi oleh kelas, maka pengolahan

hasil penelitian dilakukan dengan menghitung rata-rata yang dicapai siswa dalam

evaluasi secara keseluruhan. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar

klasikal digunakan rumus sebagai berikut:

Persentase Ketuntasan Belajar Secara Klasikal = Jumlah Siswa yang

Tuntas

Jumlah Siswa Seluruhnya

Selanjutnya data dari persentase ketuntasan belajar klasikal dapat di interpretasi

dalam beberapa kriteria.

Anda mungkin juga menyukai