Anda di halaman 1dari 23

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Ratna Dewi
Umur : 34 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Cempaka putih RT/RW 10, Desa Cempaka
Putih, Kec. Jelutung – Kota Jambi
Pekerjaan : Wiraswasta
No RM : 70 28 09
Tanggal Masuk : 27 November 2012
Tanggal Pemeriksaan : 3 Desember 2012

1.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Nyeri yang hebat pada sendi-sendi sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
± 3 bulan yang lalu os mulai merasakan nyeri sendi pada kedua
lututnya yang hilang timbul, nyeri terasa terutama saat os melakukan
aktifitas (berdiri lama, berjalan, mengangkat beban) dan akan berkurang
dengan istirahat. Os hanya memberikan salep penghilang rasa sakit yang
dibelinya sendiri dari apotik. Namun rasa nyeri tetap ada saat os
melakukan aktifitas.
± 2 bulan yang lalu rasa nyeri sudah terasa mulai dari pinggang
sampai ujung kaki serta nyeri juga terasa di bahu. Os juga mengeluhkan
setiap kali rasa nyeri muncul os akan demam dan berkeringat dingin.
Sendi- sendi pada tangan dan lutut terlihat bengkak dan sakit.Os akhirnya

1
datang ke dokter dan di beri obat. Setelah mengkonsumsi obat os
merasakan ada perubahan, nyerinya mulai terasa sedikit berkurang. Ketika
os berhenti mengkonsumsi obat. ± 1 bulan yang lalu os kembali merasa
nyeri. ± 2 minggu yang lalu sendi-sendi kembali bengkak terutama pada
sendi-sendi jari tangan. ±2 hari SMRS os merasa badannya lemas dan
sendi-sendi semakin nyeri, ibu jari tangan kanan os tidak dapat di lipat
kedalam, semua jari terasa kaku dan tangan kanan sudah tidak dapat
menggenggam. Lutut terkadang terasa mau patah, terasa seperti ada yang
retak saat lutut di lipat dan diluruskan. Lutut juga terasa panas jika sedang
nyeri. Os juga mengeluhkan tidak nafsu makan dan sering merasa nyeri
ulu hati. Os merasa mual, pusing,dan sulit BAB. Akhirnya pada tanggal 27
November 2012 os di bawa ke IGD RSUD Raden Mattaher dan di rawat di
bagian penyakit dalam.

c. . Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat darah tinggi (+)
 Riwayat diabetes melitus disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan
pasien.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, jalan tertatih-tatih
Kesadaran : Compos mentis
TD : 140/60 mmHg
N : 108 x/menit
RR : 24 x/menit
t : 35,8

2
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 60 kg
IMT : 24,9 > berat badan lebih dengan risiko

 Pemeriksaan Kepala
- Bentuk Kepala : Normal

- Rambut : hitam, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut

 Pemeriksaan Mata
- Konjungtiva : anemis (- / -)

- Sklera : ikterik (- / -)

- Pupil : Isokor kanan-kiri, reflek cahaya ( + / + ),


Ø=3mm

- Palpebra : tak tampak edema kanan-kiri

- Visus : kiri : dbn

kanan : dbn

 Pemeriksaan Hidung
- Bentuk : normal

- Nafas cuping hidung : tidak ada

- Sekret : tidak terdapat sekret hidung

 Pemeriksaan Mulut
- Bibir : tidak sianosis, tidak kering

- Lidah : tidak kotor, tepi tidak hiperemi

 Pemeriksaan Telinga
- Bentuk : normal

- Sekret : tidak ada

- Fungsional : pendengaran baik

 Pemeriksaa Leher
- JVP : normal (5-2 cmH2O)

3
- Kelenjar tiroid : tidak membesar

 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : batas jantung dbn
Auskultasi : Bunyi jantung N, reguler, Gallop (-)
 Pulmo
 Inspeksi : Simetris kanan-kiri, pergerakan dinding dada tidak
ada yang tertinggal.
 Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri normal
 Perkusi : sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi : vesikuler (), ronkhi (-), wheezing (-)
 Abdomen
Inspeksi : datar dan soepel, striae rubra
Palpasi : NT (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
 Ekstremitas
• Ekstrimitas superior :
o bengkak dan keras pada sendi- sendi interphalangeal
metacarpal dextra et sinistra
o deformitas sendi interphalangeal metacarpal polex dextra
o tangan kanan tidak bisa menggenggam
o sendi interphalangeal metacarpal dextra et sinistra bengkak
dan kaku
o gerakan terbatas
• Ekstrimitas inferior
o Lutut bengkak
o Sendi interphalangeal metatarsal bengkak
o Krepitasi pada lutut (+)

4
o Gerakan terbatas

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
- Hematologi (tanggal 27 november 2012)
Hb : 11,7 gr/dL (11.0 – 16,5)
Ht : 36,8 % ( 35.0 – 50.0)
Leukosit : 16,5 H 103/mm3 (3,5 – 10.0)
Eritrosit :3,58 L 103/mm3 (3.00 – 5.00)
Trombosit : 721 H 103/mm3 (150- 450)
- Kimia darah (tanggal 29 november 2012)
Faal ginjal
Asam urat : 9,1 mg/dl ( 2,6 – 6,0 )

1.5 DIAGNOSA DIFERENTIAL


Rheumatoid arthritis
Gout arthritis

1.6 DIAGNOSA KERJA


Primer : Osteoarthritis
Sekunder : Dispepsia

1.7 ANJURAN PEMERIKSAAN


Photo Rontgen

1.8 TATALAKSANA
- Non farmakologis
a. Edukasi pada pasien tentang seluk beluk penyakit yang di alaminya
b. Latihan atau olah raga ringan agar persendian tetap dapat dipakai
c. Saran untuk menurunkan berat badan, sebisa mungkin berat badan
ideal yaitu 55 kg.

5
d. Control terus tekanan darahnya karena os memiliki hipertensi yang
merupakan salah satu faktor risiko untuk osteoarthritis
- Farmakologis :
a. IVFD Dextrose 5 % 20 tetes/menit
b. OAINS > Meloksikam tablet 7,5 gr 2x1
c. Ranitidine injeksi 2x1
d. Cefotaxime 2x1

1.9 PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam

1.10 FOLLOW UP

Tanggal Keluhan Pengobatan


28-12-2012 S : nyeri sendi , pusing, BAK sakit IVFD dextrose 5% 20
O : TD : 140/60 mmHg tetes/menit
N : 108 x/i Rr : 24 x/i Ranitidine 2x1
T : 35,9 C Cefotaxime 2x1
B comp
A : osteoartritis Dexametason
29-12-2012 S : nyeri sendi di kaki, pusing, batuk IVFD RL 20 tts
O : TD : 120/70 mmHg Ranitidine 2x1
N : 81 x/i Rr : 20 x/i Dexametason 2x1
T : 36 C Cefotaxime 2x1
A : osteoartritis
30-12-2012 S : badan pegal-pegal, lemas, pusing, IVFD RL 20 tetes/menit
sulit menelan Ranitidine 2x1
O : TD : 130/70 mmHg Meloxicam 2x1
N : 80 x/i RR : 20 x/i
T : 35,4 C

6
A : osteoartritis
1-12-2012 S : nyeri-nyeri pada sendi, badan IVFD RL 20 tetes/menit
panas, lemas, nyeri ulu hati, tidak Ranitidine 2x1
nafsu makan Amoxilin
O : TD : 130/80 mmHg Meloxicam 2x1
N : 84 x/i RR : 18 x/i
T : 36,6 c
A : osteoartritis
2-12-2012 S : nyeri sendi Antasida sirup 3x1
O : TD : 140/90 mmHg Meloxicam 2x1
N : 84 x/i Rr : 24 x/i
T : 34,7 C
A : osteoartritis
3-12-2012 S : Nyeri sendi ringan Pulang
O : TD : 130/80 mmHg Lanjutkan terapi
N : 84 x/i RR : 18x/i
T : 36,6 C
A : osteoartritis

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENDAHULUAN

Osteoarthritis (OA) adalah jenis arthritis yang umum dan paling sering
terjadi di antara penyakit arthritis lainnya. Penyakit ini memiliki prevalensi yang
cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga
merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Faktor resiko
utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi prevalensi
obesitas pada suatu populasi akan meningkatkan angka kejadian penyakit
osteoarthritis. Di Amerika Serikat, prevalensi osteoartritis diperkirakan akan
meningkat sebesar 66-100% pada tahun 2020.1

Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena


meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut,
dan sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi
interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-sendi
yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan
kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di atas dimungkinkan
karena sendi-sendi tersebut mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas
sehari-hari seperti memegang/menggenggam benda yang cukup berat
(memungkinkan OA terjadi di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di
lutut dan pinggul), dan lain sebagainya.1

Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur anatomis


dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi kadaver pada
tahun-tahun terdahulu, perubahan struktural OA hampir universal, antara lain
hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai berkurangnya/menyempitnya ruang sendi
pada pemeriksaan radiologis sinar-x) dan osteofit. Banyak orang yang didiagnosis
mengalami OA berdasarkan temuan radiologis tidak menunjukkan gejala pada
sendi.1

8
Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung
gambaran radiologis OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di
Amerika Serikat dan 6% dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul
simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit OA pada lutut. Sementara OA
asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah dibuktikan dari gambaran
radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut. Meski begitu,
OA simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan sering
menghasilkan keterbatasan fungsi gerak sendi.1

Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal


tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat
lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyekit ini juga jauh lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pada pria. OA yang sudah didiagnosis
berdasarkan temuan radiologis pada umumnya terjadi di punggung bawah dan
leher, namun nyeri punggung dan nyeri leher belum tentu dapat dikatakan sebagai
OA. Osteoarthritis pada punggung bawah dan leher dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan radiologis yaitu pemeriksaan sinar-x.1

2.2 DEFINISI

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan


perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang
rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan
sklerosis dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan
lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian.1

2.3 ETIOLOGI

Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor


biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif,
antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-

9
tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor-
faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikasi dari
penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya.1,2

2.4 KLASIFIKASI

Secara umum, osteoarthritis dikategorikan menjadi :

1) Osteoarthritis primer (idiopatik).

2) Osteoarthritis sekunder, yaitu osteoathritis yang disebabkan trauma, komplikasi


dari penyakit lain, dan akibat deposisi kalsium pirofosfat.

2.5 EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat,
prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020.1,2

OA terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan
33,6% dari mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang
terkena OA menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut
0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada
tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun
dan 16% pada orang dewasa berusia 45 – 60 tahun, dan panggul 4,4%. 3,4,5,6

Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga


0,3 kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6%
dari semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan
OA dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.7

10
2.6 FAKTOR RISIKO

2.6.1 Faktor resiko sistemik

o Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago pada
sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang
distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang
tua memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami
gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang
menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang
menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat
terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa
mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan
kerentanan sendi terhadap OA.

o Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA


pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan
dengan berkurangnya hormon pada perempuan pasca menopause.

o Faktor genetik dan herediter : OA merupakan penyakit menurun, namun


bervariasi tergantung sendi mana yang terkena penyakit ini. Namun, fenotipe OA
ini sangat jarang diturunkan bahkan beberapa studi menyatakan bahwa penyakit
ini sama sekali tidak diturunkan. Bukti yang muncul belakangan ini
mengidentifikasi suatu mutasi gen yang meningkatkan risiko tinggi terhadap OA,
salah satunya adalah polimorfisme dalam diferensiasi pertumbuhan gen faktor 5.
Polimorfisme ini mengurangi kuantitas GDF5 yang memiliki efek anabolik pada
sintesis matriks tulang rawan.

2.6.2 Faktor intrinsik

o Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.

o Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.

11
2.6.3 Faktor beban pada persendian

o Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan


pada sendi.

o Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada
sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi.

2.7 PATOGENESIS

Sebuah sendi disusun atas kartilago artikular (tersusun atas kondrosit)


yang dikelilingi matriks ekstraseluler yang mengandung dua makromolekul utama
yaitu kolagen tipe 2 dan aggrecan. Kolagen tipe 2 merupakan molekul yang
menentukan kekakuan kartilago, sedangkan aggrecan merupakan proteoglikan
yang berikatan dengan asam hyaluronat yang terdiri dari glikosaminoglikan
bermuatan negatif.

Pada kartilago yang normal, kolagen tipe 2 berikatan erat membuat


molekul-molekul aggrecan berada dalam jarak yang dekat satu sama lain. Molekul
aggrecan ini melalui tolakan elektrostatis dari muatan negatifnya memberikan
kekakuan pada kartilago. Kondrosit mensintesis elemen-elemen pada matriks,
enzim yang menghancurkan matriks, sitokin dan growth factor. Sitokin dan
growth factor inilah yang mengatur keseimbangan yang mengatur sintesis dan
katabolisme matriks-matriks kartilago. Stres mekanik dan osmotik pada kondrosit
menginduksi sel-sel untuk mengubah ekspresi gen dan meningkatkan produksi
sitokin inflamasi dan enzim penghancur matriks.

Pada orang normal, metabolisme dari kartilago berjalan lambat, sintesis


dan katabolisme kartilago seimbang. Pada osteoarthritis, metabolisme kartilago
berjalan sangat aktif. Kondrosit mensintesis enzim penghancur matriks. Enzim ini
menyebabkan degradasi dari molekul kolagen tipe 2 dan aggrecan, dimana
perubahan ini akan menyebabkan ketidakseimbangan antara pembentukan dan
penghancuran matriks-matriks kartilago, menyebabkan hilangnya kekakuan dari
tulang rawan sehingga lebih mudah rusak dan terkena osteoarthritis.1

12
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit kompleks yang melibatkan faktor
biomekanik dan metabolisme yang mengubah homeostasis jaringan tulang rawan
artikular dan tulang subchondral sehingga proses destruktif lebih mendominasi
daripada proses produktif. Kunci utama dalam patofisiologi kartilago artikular
adalah interaksi ekstraseluler matriks (ECM) yang dimediasi oleh integrin
permukaan sel. Dalam pengaturan fisiologis, integrin memodulasi ECM untuk
mengatur dalam pertumbuhan, diferensiasi dan mempertahankan homeostasis
tulang rawan. Pada OA, ekspresi integrin abnormal mengubah ECM dan
memodifikasi sintesis kondrosit, menyebabkan ketidakseimbangan sitokin
melebihi faktor regulasi. IL-1, TNF-alpha dan sitokin pro-katabolik mengaktifkan
degradasi enzimatik dari matriks tulang rawan dan tidak diimbangi dengan
sintesis inhibitor yang memadai. Enzim utama yang terlibat dalam gangguan ECM
adalah metalloproteinase (MMP). Aktivitas MMP sebagian dihambat oleh
inhibitor jaringan MMP (TIMP). Pada tulang rawan dengan osteoarthritis, TIMP
ini sintesisnya lebih rendah dibandingkan dengan produksi MMP.8

2.8 DIAGNOSIS

Gejala yang sering muncul pada osteoarthritis adalah nyeri sendi yang
diperburuk oleh aktivitas dan gejala mereda setelah istirahat.2 Nyeri sendi dari
OA berhubungan dengan aktivitas sendi tersebut. Nyeri dapat terjadi selama atau
setelah aktivitas dan kemudian secara bertahap hilang.1 Contohnya nyeri lutut atau
pinggul pada aktivitas naik atau turun tangga, nyeri sendi karena menahan beban
saat berjalan. Pada tahap awal penyakit, nyeri episodik sering dipicu setelah satu
atau dua hari penggunaan yang terlalu aktif dari sendi yang sakit, misalnya orang
dengan OA lutut yang melakukan olahraga lari jarak jauh dan beberapa hari
kemudian timbul rasa nyeri pada sendi. Seiring proses berjalannya penyakit, rasa
nyeri menjadi terus menerus dan bahkan mengganggu di malam hari.1 Gejala kaku
sendi pada pagi hari cukup umum dijumpai, durasinya berkaitan dengan
keparahan penyakit. Kekakuan sendi bisa terjadi setelah tidak melakukan aktivitas
selama beberapa jam.2 Pada pemeriksaan muskuloskeletal mungkin ditemukan

13
edema, deformitas, krepitasi, dan terbatasnya pergerakan sendi. Nyeri tekan pada
umumnya ditemukan di sekitar persendian.2

OA adalah penyebab paling umum nyeri lutut kronis pada orang di atas
usia 45 tahun, tetapi banyak terdapat diagnosis banding. Arthritis inflamasi
dimungkinan jika terdapat kekakuan sendi pada pagi hari.1 Pada bursitis biasanya
nyeri meningkat saat bergerak terutama pada malam hari.2 Pemeriksaan fisik
harus dititikberatkan pada apakah nyeri tekan terdapat tepat pada sendi atau di
luar sendi.

Tidak ada tes darah rutin diindikasikan untuk pemeriksaan pasien dengan
OA kecuali terdapar gejala dan tanda arthritis inflamasi. Pemeriksaan cairan
sinovial sering lebih membantu diagnosis daripada foto sinar-x. Jika jumlah cairan
sinovial putih adalah> 1000 per L, inflamasi arthritis atau gout atau pseudogout
mungkin terjadi, dimana gout dan pseudogout juga dapat diidentifikasi dengan
adanya kristal.1

Diagnosis OA seringkali bisa didasarkan pada pemeriksaan fisik, namun


bisa dilakukan pemeriksaan radiologis berupa foto sinar-x untuk memastikan
diagnosis. MRI dapat mengungkapkan tingkat patologi pada sendi osteoarthritis,
namun tidak diindikasikan sebagai bagian dari pemeriksaan diagnostik.1

Temuan radiologis dari osteoarthritis antara lain menyempitnya celah antar


sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.2

14
Gambar 1. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.
Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Keterangan :

Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya


celah sendi (tanda panah)
Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai
terbentuknya osteofit (tanda panah)
Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)
menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)
Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

15
Gambar 2. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis tangan.
Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Keterangan :
Gambaran anteroposterior dari foto sinar-x di atas menunjukkan
menyempitnya celah sendi dan sklerosis subchondral pada sendi metacarpal
pertama (tanda panah putih). Pembentukan osteofit dengan pembengkakan
jaringan lunak dan sklerosis subchondral dijumpai pada sendi interphalangeal
distal kedua dan ketiga (tanda panah transparan)

16
Gambar 3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis panggul.

Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of


Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Keterangan :
Gambar atas : gambar pertama menunjukkan penyempitan celah sendi pada
panggul (tanda panah putih), sklerosis subchondral (kepala panah
putih), dan terbentuknya kista (kepala panah transparan).
Gambar bawah : gambar kedua diambil 2 tahun setelah gambar pertama yang
menunjukkan semakin menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) dan sklerosis (kepala panah putih).

17
Gambar 4. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari tangan
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan : gambaran radiologis posteroanterior menunjukkan penyempitan
ruang sendi interphalangeal, sklerosis subchondral, dan pembentukan osteofit
(panah)

Gambar 5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah).

18
Gambar 6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan


ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).

Gambar 7. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

19
Keterangan : (a) anteroposterior dan (b) kaki katak pinggul. Kedua gambar di atas
menunjukkan penyempitan ruang superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral,
dan pembentukan osteofit (panah).

Gambar 8. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada panggul.

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :


Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan : Rheumatoid arthritis dengan osteoartritis sekunder. Gambaran


radiologis panggul anteroposterior menunjukkan penyempitan ruang sendi setiap
sendi panggul. Perhatikan erosi (anak panah) dan osteofit (panah).

2.9 TATALAKSANA

Sampai saat ini tidak ada terapi yang bisa mengobati osteoarthritis. Tujuan
terapi osteoarthritis adalah untuk mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi
hilangnya fungsi fisik. Pengobatan OA dilakukan secara komprehensif yaitu
menangani semua gangguan yang dialami dan meningkatkan fungsi. Pengobatan
komprehensif tersebut dapat dilakukan dengan terapi farmakologis dan atau terapi

20
nonfarmakologis. Pasien dengan gejala ringan yang hilang timbul mungkin perlu
perawatan nonfarmakologis saja. Namun, pasien dengan nyeri hebat yang
mengganggu aktivitas sehari-hari mungkin membutuhkan terapi komprehensif,
baik terapi nonfarmakologis maupun terapi farmakologis.

2.9.1 Farmakoterapi

Paracetamol merupakan analgesik yang dapat dipilih dalam terapi OA.


Untuk sebagian pasien, efek obat ini sudah adekuat dalam menghilangkan nyeri
sehingga penggunaan OAINS yang memiliki efek lebih toksik terhadap tubuh
dapat dihindari.

OAINS merupakan obat paling populer untuk mengobati osteoarthritis.


Obat ini dapat diberikan secara topikal atau oral. Dalam uji klinis, OAINS oral
menghasilkan efek analgesik 30% lebih besar daripada paracetamol dosis tinggi.
Sebagian pasien yang diobati dengan OAINS mengalami efek yang signifikan,
sedangkan sebagian lain mengalami sedikit perbaikan. OAINS harus diberikan
secara topikal atau per oral sesuai kebutuhan karena efek samping akan berkurang
jika obat digunakan dosis intermiten rendah. Jika penggunaan obat sesekali adalah
kurang efektif, maka pengobatan setiap hari dapat diindikasikan. OAINS peroral
sering menimbulkan efek samping, yang paling banyak adalah efek toksisitas pada
saluran cerna, termasuk dispepsia, mual, kembung, perdarahan gastrointestinal,
dan tukak gastrointestinal.1

2.9.2 Non-farmakoterapi

Tujuan utama dari terapi nonfarmakologis berkaitan dengan mengurangi


beban pada sendi yang sakit dan meningkatkan fungsi mekanisme protektif sendi
sehingga dapat mengurangi pembebanan pada sendi. Beberapa cara yang
dilakukan untuk mengurangi pembebanan sendi antara lain :

1. Menghindari/mengurangi aktivitas yang menyebabkan kerja berlebihan pada


sendi dan terbukti mengakibatkan nyeri pada sendi tersebut.

21
2. Meningkatkan kekuatan otot penunjang kerja sendi untuk mengoptimalkan
fungsinya sebagai faktor protektif sendi.

Mengurangi beban yang diperoleh sendi dengan menggunakan alat bantu


seperti memasang splint pada sendi yang sakit, menggunakan tongkat untuk
berjalan pada pasien OA lutut, dan sebagainya.1

2.9.3 Tindakan operatif

Ketika pasien dengan OA lutut atau pinggul telah gagal menjalani


pengobatan medis dan tetap kesakitan dengan keterbatasan fungsi fisik yang
menurunkan kualitas hidup, pasien harus dirujuk untuk artroplasti total. Ini adalah
operasi yang sangat efektif dalam menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan
fungsi pada sebagian besar pasien. Saat ini tingkat kegagalan 1% per tahun.
Kemungkinan keberhasilan operasi ini lebih besar di pusat-pusat kesehatan
dimana sedikitnya 25 operasi tersebut dilakukan setiap tahun atau dengan ahli
bedah yang berpengalaman dalam melakukan operasi tersebut. Waktu
penggantian lutut atau pinggul sangat penting. Jika pasien menderita selama
bertahun-tahun hingga status fungsional mereka telah menurun secara substansial
dengan otot-otot yang sudah cenderung melemah, status fungsional pasca operasi
tidak dapat meningkat setara dengan yang dicapai oleh orang lain yang menjalani
operasi pada tahapan awal dalam perjalanan penyakitnya.1

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles Of


Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.

2. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of


Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286

3. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence
of arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis
Rheum. 58(1):26–35.

4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.

5. Jordan JM, Helmick CG, Renner JB, et al. 2007. Prevalence of knee symptoms
and radiographic and symptomatic knee osteoarthritis in African Americans and
Caucasians: The Johnston County Osteoarthritis Project. J Rheumatol. 34(1):172–
180.

6. Dillon CF, Hirsch R, et al. 2007. Symptomatic hand osteoarthritis in the United
States: prevalence and functional impairment estimates from the third U.S.
National Health and Nutrition Examination Survey, 1991–1994. Am J Phys Med
Rehabil. 86(1):12–21.

7. Sacks JJ, Helmick CG, Langmaid G. 2004. Deaths from arthritis and other
rheumatic conditions, United States, 1979–1998. J Rheumatol. 31:1823–1828.

8. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging


Clin Exp Res. 15(5):364–372.

9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative


Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.

23

Anda mungkin juga menyukai