Anda di halaman 1dari 15

Modul Praktikum Lapangan

KONSERVASI
TERUMBU KARANG

OLEH :

TIM KONSERVASI TERUMBU KARANG

PS.ILMU KELAUTAN FMIPA UNSRI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Kampus Universitas Sriwijaya Inderalaya


Jl. RayaPalembang –Prabumulih Km.35, Inderalaya, OI, Sumatera Selatan
Telp. 0711-580268, Fax. 0711-580056
I. PENDAHULUAN

1.1 Kondisi Umum Lokasi Praktikum


Kelurahan Galang Baru terdiri dari pulau besar dan pulau-pulau kecil di sekitar
Pulau Galang Baru. Wilayah ini berada pada ketinggian 0-50 meter dari permukaan laut,
dengan suhu berkisar antara 25-30oC. Sebagian besar daratan wilayah ini berbukit-
bukit. Hanya 20 % wilayah daratnya yang datar sampai bergelombang. Secara geografis
Kelurahan Galang Baru memiliki posisi 0o 41’40” sampai dengan 0o 36’31,1” Lintang
Utara dan 104o 12’29,2” sampai dengan 104o 21”31,9” Bujur Timur. Sebagaimana
kawasan Kepulauan Riau lainnya Kelurahan ini juga berada pada garis equatorial yang
berada pada dua Lintang Selatan dan Utara memiliki iklim yang khas, dimana musim
hujan lebih panjang dari kemarau.
Iklim yang terdapat di kawasan ini dipengaruhi oleh empat musim yaitu Musim
Timur, Selatan, Barat dan Utara. Musim Timur terjadi berkisar bulan Maret sampai
Mei, Musim Selatan terjadi pada bulan Juni sampai Agustus, musim Barat terjadi pada
bulan September sampai Nopember dan musim Utara terjadi pada bulan Desember
sampai Februari. Pada musim Selatan, Barat dan Utara curah hujan dan gerak angin
relatif lebih tinggi. Pada tiga musim ini fenomena kelautan mulai tampak seperti
kuatnya gelombang laut di daerah terbuka, adanya gelombang pasang dan angin ribut.
Pada awalnya Pulau Nguan merupakan daerah yang berada di wilayah Kelurahan
Abang, setalah keputusan Walikota Batam Pulau Nguan menjadi wilayah Kelurahan
Galang Baru. Secara geografis Kelurahan Galang Baru memiliki posisi 004’40” -
0036’31,1” Lintang Utara dan 104012’29,2” - 104021”31,9” Bujur Timur. Kelurahan
Galang Baru merupakan salah satu kelurahan baru yang ada di Kecamatan Galang. Pada
awalnya daerah wilayah Kelurahan Galang Baru merupakan bagian dari Kelurahan
Karas dan Kelurahan Pulau Abang. Kelurahan Galang Baru mulai defenitif pada
pertengahan tahun 2006 melalui keputusan Walikota Batam Nomor: KPTS.60/BKD-
M/VI/2006, Tanggal 1 Juni 2006 tentang pengangkatan Lurah Galang Baru.
Marine Management Area (MMA) COREMAP II Batam meliputi perairan Pulau
Galang, yang tersebar di wilayah Kelurahan Pulau Abang, Galang Baru, dan Karas.
Penetapan Lokasi MMA COREMAP II Batam melalui SK Walikota Batam No.
KPTS.114/HK/VI/2007 yang dikeluarkan pada tanggal 4 Juni 2007. Kawasan MMA
Kota Batam ini dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan berkelanjutan, wisata bahari,
penelitian, dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat, dan pemanfaatan
sumberdaya laut lainnya secara lestari, dimana kawasan Pulau Galang Baru tersebut
terdapat ekosistem terumbu karang, dan ekosistem mangrove.
Pulau Nguan di Kabupaten Galang Baru merupakan salah satu daerah lokasi
pesisir laut yang berada di Provinsi Riau. Kawasan ini memiliki terumbu karang yang
baik yang telah terbentuk ribuan tahun yang lalu, melimpahnya terumbu karang di
daerah tersebut menyebabkan banyak masyarakat sekitar yng bergantung dengan
memanfaatkan terumbu karang yang ada, dengan adanya kondisi terumbu karang yang
baik di dalam suatu perairan akan juga memberikan efek baik untuk kesejahteraan
masyarakat sekitar. Pulau Nguan termasuk dalam kawasan pengelolaan terumbu karang
dan ekosistem laut yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia melalui Kementrian
Kelautan dan Perikanan (KKP), salah satu program pengelolaan tersebut bernama Coral
reef rehabalitation and management programe (CORAMAP)

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi jenis karang di perairan Pulau Nguan
Kabupaten Galang Baru, Batam
2. Mahasiswa dapat mengetahui persentase tutupan terumbu karang di perairan
Pulau Nguan Kabupaten Galang Baru, Batam
3. Mahasiswa dapat mengetahui indeks lingkungan terumbu karang di perairan
Pulau Nguan Kabupaten Galang Baru, Batam
4. Mahasiswa dapat Menganalisis keterkaitan parameter lingkungan dengan kondisi
Terumbu Karang di perairan Pulau Nguan Kabupaten Galang Baru, Batam

1.3 Manfaat Praktikum


Manfaat dari praktikum ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
kondisi terumbu karang di perairan Pulau Nguan, Kabupaten Galang Baru, Batam.
Praktikum ini juga diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah wawasan
bagi praktikan dalam pengelolaan kawasan di perairan Pulau Nguan, Kabupaten Galang
Baru, Batam.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terumbu Karang


Istilah terumbu dan karang memiliki beberapa pengertian yang dibagi menjadi
terumbu, karang, karang terumbu, dan terumbu karang. Suharsono (1996) menyatakan
terumbu adalah endapan masif batu kapur yang tersusun dari kalsium karbonat
(CaCO3), dan juga dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi
kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Karang yaitu hewan dari Ordo Scleractinia,
yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.

Ekosistem Karang
(Sumber :www.klcbs.net)

2.2 Habitat Terumbu Karang


Menurut Suharsono (1996), berdasarkan habitatnya terumbu karang dibagi
menjadi 3 yaitu:
1. Habitat reef flat, yaitu habitat karang yang terletak di zona pasang surut dengan
kondisi lingkungan selalu mengalami perubahan salinitas, sinar matahari, dan
suhu. Tipe reef flat tahan pada perubahan tersebut.
2. Habitat slope, yaitu habitat terumbu karang yang selalu berada dibawah
permukaan air laut. Umumnya terdapat pada kedalam 0 sampai dengan belasan
meter tergantung dari sudut kemiringan dinding terumbu karangnya.
3. Habitat rampart, yaitu habitat terumbu karang yang berada di antara reef flat dan
reef slope
2.3 Tipe Terumbu Karang
Menurut Nybakken (1992) dalam Giyanto et al. (2017), mengelompokkan
terumbu karang menjadi tiga tipe umum yaitu:
1. Terumbu karang tepi (Fringing reef)
Terumbu karang tepi atau karang penerus umumnya berkembang disepanjang
pantai yang terletak di tepi lempengan benua dan di sekeliling pulau-pulau,
mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 M.
2. Terumbu karang tipe penghalang (Barrier reef)
Terumbu penghalang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar
0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga
75 meter. Terkadang membentuk laguna atau celah perairan yang lebarnya
mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar
pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang
terputus-putus.
3. Terumbu karang cincin (Atol)
Terumbu karang cincin ini memiliki bentuk melingkar seperti cincin yang
mengelilingi batas dari pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak
terdapat perbatasan dengan daratan. Terumbu karang cincin merupakan proses
lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter.

2.4 Bentuk Pertumbuhan Terumbu Karang


Bentuk pertumbuhan terumbu karang (life form) menurut Rahmat et al. (2001)
terdiri dari karang Acropora dan Non Acropora dengan ciri-ciri bentuk pertumbuhan
yang dapat dibedakan sebagai berikut:
2.5 Kategori Kondisi Terumbu Karang
Terumbu karang sangatlah dinamis dimana perubahannya dari waktu ke waktu
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan aktivitas manusia. Kedua faktor
tersebut berbeda baik secara waktu maupun tempat. Adanya fenomena-fenomena alam
seperti aktivitas vulkanis, tsunami, dan peningkatan suhu air laut secara global juga
sangat berpengaruh secara langsung kepada kondisi terumbu karang secara umum.
Kondisi terumbu karang terkini merupakan hasil dari proses-proses dinamika
terumbu karang baik itu berupa penurunan maupun kenaikan persentase tutupan karang
hidup. Menutup tim Coremap (2006) sekitar 40 % penurunan penutupan terumbu
karang disebabkan oleh aktivitas manusia melalui penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan selain itu disebabkan oleh penyakit.

Persentase penentuan kondisi terumbu karang


(Sumber : Giyanto et al. 2017).

2.7 Faktor Pembatas Terumbu Karang


Setiap makhluk hidup mempunyai tolerasi kehidupan terhadap lingkungan, sama
halnya dengan terumbu karang yang mempunyai faktor pembatas yang mendukung laju
kehidupannya. Sebaran karang tidak hanya terbatas secara horizontal akan tetapi juga
terbatas secara vertikal dengan faktor kedalaman. Pertumbuhan, penutupan dan
kecepatan tumbuh karang berkurang secara eksponensial dengan kedalaman. Faktor
utama yang mempengaruhi sebaran vertikal adalah intensitas cahaya, oksigen, suhu dan
kecerahan air (Suharsono, 2008).
A. Suhu perairan
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan karang. Suhu air
untuk pertumbuhan karang berkisar antara 18 °C dan 36°C, dengan suhu pertumbuhan
optimal 26 sampai 28 °C per tahun. Nybakken (1982) dalam Rozirwan et al (2014)
menyatakan suhu pertumbuhan optimal untuk karang adalah 23 sampai 25 oC.
Toleransi batas pertumbuhan karang di beberapa tempat mencapai maksimum 36
sampai 40 ° C dan minimum 18 ° C. Perubahan suhu air dapat menyebabkan terumbu
karang zooxanthellae keluar dari jaringan. Zooxanthellae hilang menyebabkan
pemutihan karang dan akhirnya membunuh karang.
Karang dapat hidup pada suhu perairan di atas 18oC. Suhu ideal untuk
pertumbuhan karang berkisar antara 27-29°C. Adanya kenaikan suhu air laut di atas
suhu normalnya, akan menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) sehingga
warna karang menjadi putih. Mellawati et al. (2012) dalam Hidayat (2015) menyatakan
bahwa suhu menjadi salah satu faktor laju pertumbuhan terumbu karang. Suhu optimum
terumbu karang adalah antara 25oC – 30oC. Ditambahkan lagi suhu ini mempengaruhi
perilaku makannya karang.

B. Kedalaman
Faktor kedalaman dan cahaya berperan penting untuk kelangsungan proses
fotosintesis zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun
karang hermatipik dapat hidup di perairan di kedalaman maksimal 50- 70 m dan
umumnya berkembang di kedalaman ≤25 m. Titik kompensasi untuk karang hermatipik
berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20%
dari intensitas di permukaan (Nybakken, 1982 dalam Rozirwan, 2015). Karang hidup
bersimbiosis dengan alga zooxanthellae, yang hidup di dalam jaringan karang sehingga
memerlukan cahaya matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, karang sulit
tumbuh dan berkembang pada kedalaman dimana penetrasi cahaya sangat kurang,
biasanya pada kedalaman lebih dari 50 m.

C. Salinitas
Salinitas optimum untuk pertumbuhan karang adalah pada kisaran 32-35 ppt,
tetapi karang masih dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk
Persia yang salinitasnya mencapai 42 % (Nybakken, 1982 dalam Rozirwan, 2015).
Salinitas ideal bagi pertumbuhan adalah berkisar antara 30-36 ppt. Air tawar dengan
salinitas rendah dapat membunuh karang. Oleh karena itu karang tidak dijumpai di
sungai ataupun muara sungai yang memiliki salinitas yang rendah. Menteri Negara
Lingkungan Hidup (2004) menyatakan baku mutu untuk salinitas terumbu karang
adalah 33-34 ppt.

D. Sedimentasi
Butiran sedimen dapat menutupi polip karang, dan bila berlangsung lama bisa
menyebabkan kematian karang. Oleh karena itu, karang tidak dijumpai pada perairan
yang tingkat sedimentasinya tinggi (Giyanto et al., 2017). Connell and Hawker (1992)
dalam Barus SB (2013) menyatakan bahwa sedimentasi dapat mengganggu
pertumbuhan terumbu karang karena sedimentasi akan menghalangi cahaya yang
masuk. Minimnya ketersediaan cahaya yang dibutuhkan terumbu karang akan
mengganggu proses fotosintesis dari zooxanthellae. Sedimen yang menutupi polip
karang akan membuat polip karang tidak bisa menangkap plankton untuk proses
reproduksi.

E. Kualitas perairan
Perairan yang tercemar, baik yang diakibatkan karena limbah industri maupun
rumah tangga (domestik) akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan karang.
Perairan dapat saja menjadi keruh dan kotor karena limbah pencemar, ataupun penuh
dengan sampah. Bahan pencemar tentu saja akan berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan karang, sedangkan perairan yang keruh dapat menghambat penetrasi
cahaya ke dasar perairan sehingga mengganggu proses fotosintesis pada zooxanthellae
yang hidup bersimbiosis dengan karang.

F. Arus dan sirkulasi air laut


Arus dan sirkulasi air diperlukan dalam penyuplaian makanan yang diperlukan
dalam proses pertumbuhan karang dan suplai oksigen dari laut lepas. Selain itu, arus
dan sirkulasi air juga berperan dalam proses pembersihan dari endapan material yang
menempel pada pada polip karang. Tempat dengan arus dan ombak yang tidak terlalu
besar merupakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan karang. Tempat dengan arus
dan ombak yang besar dapat mengganggu pertumbuhan karang (Giyanto et al., 2017).

G.Substrat
Jenis substrat yang baik untuk ekosistem karang adalah substrat yang keras seperti
batu, cangkang moluska, potongan kayu, besi yang bersih dari lumpur karena digunakan
sebagai tepat penempelan planula dalam upaya membentuk koloni karang (Notji, 2007
dalam Rozirwan, 2015). Larva karang yang disebut planula memerlukan substrat yang
keras dan stabil untuk menempel hingga tumbuh menjadi karang dewasa. Substrat yang
labil, seperti pasir akan sulit bagi planula untuk menempel.
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum lapangan dilaksanakan pada tanggal 22 maret – 25 maret 2018
diperairan Pulau Nguan, Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Stasiun 1 104,2437 BT 0,650882 LU


Stasiun 2 104,2454 BT 0,652644 LU
Stasiun 3 104,2417 BT 0,652663 LU
Stasiun 4 104,2444 BT 0,646086 LU
Stasiun 5 104,2455 BT 0,645488 LU
Stasiun 6 104,2461 BT 0,644578 LU
Stasiun 7 104,2464 BT 0,643501 LU
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan Praktikum Lapangan
yakni sebagai berikut :

No Alat Kegunaan
1 Peralatan selam SCUBA Alat bantu pernapasan dalam air
2 GPS (Global Positioning System) Menentukan lokasi pengamatan
3 Roll meter 50 meter Mengukur panjang transek
4 Kamera Underwater Dokumentasi foto dan video
5 Transek Kuadrat (1x1 meter) Mengukur tutupan karang
6 Secchi disk Menentukan nilai kecerahan
7 Floating Drauge dan Kompas Menentukan arah dan kecepatan arus
bidik
8 Stopwatch Menghitung waktu
9 Patok/Pengait Mengaitkan roll meter dan tali
10 Termometer batang Mengukur nilai suhu air
11 Hand Refraktometer Mengukur salinitas air
12 DO Meter Mengukur DO air
13 pH meter/Lakmus Mengukur nilai pH air
14 Sabak Media tulis
15 Pensil Alat tulis
16 Foto data Transek Kuadrat Bahan pengolahan data karang keras
17 Buku identifikasi terumbu karang Mengidentifikasi terumbu karang

3.3 Prosedur Praktikum


3.3.1 Penentuan Stasiun Penelitian
Penentuan stasiun penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling yaitu ditentukan dengan melakukan pendugaan awal karakteristik
masing-masing lokasi yang akan dijadikan stasiun penelitian.

3.3.2 Pengukuran Parameter Perairan


Pengukuran parameter perairan dilakukan disetiap stasiun penelitian. Parameter
perairan yang diukur yaitu suhu, salinitas, pH, DO, kecerahan dan arus. Pengukuraan
dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Metode pengukuran parameter perairan sebagai
berikut:
a. Suhu
Pengukuran suhu menggunakan termometer batang. Pengukuran suhu dilakukan
didalam perairan dengan cara termometer batang didiamkan sebentar dan dicatat
nilai suhunya.
b. Salinitas
Salinitas perairan diukur dengan menggunakan Hand Refraktometer. Sampel air
yang digunakan diambil didalam perairan dekat terumbu karang dengan botol
sampel dan dibawa keatas kapal. Cara pengukurannya dengan meneteskan beberapa
tetes air laut pada permukaan kaca depan Hand Refraktometer, kemudian diamati
dengan cara mengarahkan Hand Refraktometer kesinar matahari. Catat nilai yang
muncul pada skala Hand Refraktometer.
c. pH
pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara mengambil
sampel dasar perairan dengan menggunakan botol sampel dan dibawa keatas kapal,
kemudian lakukukan pengukuran dengan cara mencelupkan sensor pH dalam
sampel. Catat hasilnya.
d. DO (Dissolved Oxygen)
Pengukuran DO (oksigen terlarut) dilakukan dengan menggunakan DO meter.
Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan sensor kedalam sampel air yang
telah diambil dari bawah perairan. Catat hasil nilainya.
e. Kecerahan
Pengukuran kecerahan perairan dilakukan dari atas kapal menggunakan
secchi disk dengan mengukur D1 dan D2, serta kedalaman perairan. D1 merupakan
jarak ketika secchi disk mulai tidak terlihat, Kedalaman perairan didapatkan ketika
secchi disk dijatuhkan hingga menyentuh dasar perairan, D2 merupakan jarak
ketika secchi disk mulai terlihat ketika ditarik ke permukaan.
f. Arus
Pengukuran kecepatan arus laut dilakukan di kolong perairan. Setelah kapal
dijangkarkan dan stabil, Floating drauge dijatuhkan dari anjungan kapal dan
memulai perhitungan waktu (stopwatch). Arus akan membawa floating drauge
tersebut hingga tali menegang pada jarak 10 meter dari titik jatuh semula. Arahkan
kompas bidik pada floating drauge tersebut sehingga jarum kompas berhimpitan
dengan arah tegang tali. Data jarak tempuh (meter), waktu tempuh (detik) dicatat
sebagai data mentah untuk menghitung kecepatan arus laut.

3.3.3 Pengambilan Data Karang


Pengambilan data terumbu karang menggunakan metode transek kuadrat (English
et al., 1994). Pengambilan data ini dilakukan dengan cara penyelaman menggunakan
peralatan SCUBA (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus) / Alat selam
dasar. Langkah selanjutnya Roll meter 30 meter ditarik sejajar garis pantai. Data karang
diambil dengan menggunakan transek kuadrat ukuran 1 x 1 meter dan dilakukan pada
interval 6 meter sepanjang 30 meter. Pada setiap transek dilakukan pengambilan foto
dengan menggunakan Kamera Underwater. Foto yang didapat akan diolah
menggunakan software CPCe (Coral Point Count with Excel extensions).

1 3 5
30 meter
0 meter
2 4

Garis pantai

Keterangan : Ilustrasi pengambilan data terumbu karang di lapangan

3.3.4 Analisa Data


A. Persentase Tutupan Karang
Data pengamatan terumbu karang diolah menggunakan software CPCe (Coral
Point Count with Excel Extension). Dihitung nilai tutupan karang menggunnakan rumus
English et al. (1994) adalah sebagai berikut :
Keterangan:
ni = Persentase penutupan karang.
li = Panjang total jenis karang.
L = Panjang transek garis (Line transect).
B. Indeks Keanekaragaman
Indeks Keanekaragaman (H`) merupakan angka yang menunjukan tingkat
keanekaragaman suatu organisme didalam suatu ekosistem, perhitungan indeks
keanekaragaman menggunakan rumus Shannon-Wiener dengan merujuk pada Ludwig
et al, (1988) dalam Estradivari et al. (2007).

dimana :
H’ = nilai indeks keanekaragaman
pi = ni/N
ni = jumlah individu tiap spesies
N = Jumlah seluruh spesies

C. Indeks Keseragaman
Indeks keseragaman (E) merupakan angka yang menunjukan keseimbangan
komunitas terumbu karang dengan cara mengukur besarnya keserupaan dari total
individu antar jenis dalam komunitas.Peningkatan keseimbangan ekosistem dibarengi
dengan penyerataan penyebaran individu antar jenis. Rumus yang digunakan mengacu
kepada (Ludwig et a. 1988 dalam Estradivari et al. 2007)

Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H′ = Indeks keragaman
H ′ max = Indeks keragaman maksimum = In S
S = Jumlah genus

D. Indeks Dominansi
Indeks Dominansi (C) merupakan angka yang menunjukan suatu ekosistem
dalam kondisi labil atau tertekan. Perthitunngan indeks dominansi menggunakan
persamaaan Shannon – Winner (Odum, 1996) dengan rumusan sebagai berikut :

C = ∑𝑆𝑖=1 pi2

Keterangan :
C = Indeks Dominasi Simpson
pi = ni/N = Komposisi organisme jenis ke-i

Anda mungkin juga menyukai