Anda di halaman 1dari 9

Learning Issue

A. Thalasemia
1. Definisi
Talasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang
dari 120 hari dan terjadilah anemia.
2. Faktor Genetik
Thalasemia diwariskan oleh orang tua yang carrier kepada anaknya. Apabila salah
satu dari orang tua memiliki gen pembawa sifat Thalasemia maka kemungkinan anaknya
50% sehat dan 50% carrier Thalasemia. Apabila kedua orang tua memiliki gen pembawa
sifat Thalasemia maka kemungkinan anaknya 25% sehat, 25% menderita Thalasemia
mayor dan 50% carrier Thalasemia.
3. Klasifikasi
Secara molekuler, Thalasemia dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu Thalasemia
alfa dan Thalasemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya produksi rantai-
polipeptida.
a. Thalasemia Alfa
Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa yang
ada. Thalasemia alfa terdiri dari:
1) Silent Carrier State
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama sekali
atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat.
2) Thalasemia Alfa Trait
Gangguan pada 2 rantai globin alfa. Penderita mengalami anemia ringan dengan
sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier.
3) Hemoglobin H disease
Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai tidak ada
gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran
limpa (splenomegali).
4) Thalasemia Alfa Mayor
Gangguan pada 4 rantai globin alfa. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang
paling berbahaya pada Thalasemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat rantai
globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Janin
yang menderita alfa Thalasemia mayor pada awal kehamilan akan mengalami
anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran hati dan limpa. Janin
ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
b. Thalasemia Beta
Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin beta
yang ada. Thalasemia beta terdiri dari:
1) Thalasemia Beta Trait (Minor)
Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.
Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang
mengecil (mikrositer).
2) Thalasemia Intermedia
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit rantai
beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat
mutasi gen yang terjadi.
3) Thalasemia Mayor (Cooley’s Anemia)
Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi
rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa
anemia yang berat. Penderita Thalasemia mayor tidak dapat membentuk
hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat
disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan akan menyebabkan kekurangan
O2 , gagal jantung kongestif, maupun kematian. Penderita Thalasemia mayor
memerlukan transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi kelangsungan
hidupnya.
4. Epidemiologi
Dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Humris-
Pleyte menemukan bahwa dari 192 kasus Thalasemia sebanyak 59,4% kasus sudah dapat
ditegakkan diagnosanya sebelum anak berusia 1 tahun, 33,3% kasus ditegakkan
diagnosanya saat anak berusia 1-2 tahun dan 7,3% kasus ditegakkan diagnosanya pada
saat anak berusia 2-4 tahun.
Berdasarkan data penderita Thalasemia yang berobat di Pusat Thalasemia Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dari tahun 1993 sampai dengan 2007
terdapat 1.267 kasus, yaitu 499 kasus (39,38%) berusia 0-5 tahun, 394 kasus (31,1%)
berusia 6-10 tahun, 224 kasus (17,68%) berusia 11-15 tahun, 104 kasus (8,04%) berusia
16-20 tahun, dan 46 kasus (3,63%) berusia > 20 tahun.
Berdasarkan penelitian Peony di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada
tahun 2004, dari 68 kasus Thalasemia yang diteliti, 35 kasus (51,5%) diantaranya terjadi
pada laki-laki, dan 33 kasus (48,5%) terjadi pada perempuan. Berdasarkan data penderita
yang berobat di Pusat Thalasemia RSCM tahun 1993- 2007 terdapat 694 kasus (54,78%)
laki-laki dan 573 kasus (45,22%) perempuan.
5. Faktor Determinan
a. Genetik
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen alfa globin dan gen
beta globin yang terletak pada kromosom 16 dan kromosom 11. Pada manusia,
kromosom selalu ditemukan berpasangan. Kelainan sebelah gen globin disebut carrier
Thalasemia. Seorang carrier Thalasemia tampak sehat, sebab masih ada sebelah gen
globin yang normal dan dapat berfungsi dengan baik. Seorang carrier Thalasemia
biasanya tidak memerlukan pengobatan. Kelainan gen globin yang terjadi pada kedua
kromosom disebut Thalasemia mayor (homozigot). Kedua belah gen yang mengalami
kelainan berasal dari kedua orang tua yang masing-masing carrier Thalasemia.
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin dari ibunya dan
sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing carrier Thalasemia,
maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama, anak mendapatkan gen globin yang berubah (gen Thalasemia) dari ayah dan
ibunya, sehingga anak akan menderita Thalasemia. Sedangkan bila anak hanya
mendapat sebelah gen Thalasemia dari ibu atau ayahnya, maka anak akan menjadi
carrier Thalasemia. Kemungkinan lainnya adalah anak mendapatkan gen globin
normal dari kedua orang tuanya, sehingga anak tersebut tidak menderita Thalasemia
ataupun membawa sifat Thalasemia.
b. Usia
Thalasemia mayor terjadi bila kedua orang tua carrier Thalasemia. Anak-anak
dengan Thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan mengalami anemia
pada usia 3 – 18 bulan. Penderita memerlukan transfusi darah secara berkala seumur
hidupnya. Apabila penderita Thalasemia mayor tidak dirawat, maka hidup mereka
biasanya hanya bertahan antara 1 – 8 tahun.
Pada Thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berusia dibawah 1 tahun. Sedangkan pada Thalasemia minor yang
gejalanya ringan, biasanya datang berobat pada usia 4 – 6 tahun.
6. Patogenesis
a. Thalasemia Alfa
Alfa globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang disebut
hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa
oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari 4 komponen alfa
globin dan 2 komponen beta globin.
HBA1 (Hemoglobin, α-1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk membuat
protein yang disebut alfa globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang hampir
identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, α-2). Kedua gen alfa globin terletak dalam
sebuah kromosom 16 yang dikenal sebagai lokus alfa globin.
Pada manusia normal terdapat 4 copy gen alfa globin. Sedangkan pada penderita
Thalasemia, terjadi mutasi pada gen alfa globin. Apabila terjadi mutasi pada 1 gen α,
maka tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut membawa sifat
Thalasemia atau disebut carrier (trait) Thalasemia. Apabila terjadi mutasi pada 2 gen
α, maka akan menderita Thalasemia ringan yang tidak menunjukkan gejala berat.
Sedangkan mutasi yang terjadi pada 3 gen α akan menyebabkan penderita
mengalami anemia berat, yang disebut juga Hemoglobin H Disease. Mutasi yang
terjadi pada 4 gen α akan berakibat fatal pada bayi karena alfa globin tidak dihasilkan
sama sekali.
b. Thalasemia Beta
Beta Globin adalah sebuah komponen dari protein yang lebih besar yang disebut
hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. Gen HBB (Hemoglobin Beta)
yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut beta globin. Lebih
dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan Thalasemia beta. Tanpa
beta globin, hemoglobin tidak dapat terbentuk dan akan mengganggu perkembangan
sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang
akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan oksigen.
Pada manusia normal terdapat 2 copy gen beta globin yang terdapat pada
kromosom 11. Dan mutasi yang terjadi pada gen beta globin akan menyebabkan
Thalasemia. Jika seseorang hanya memiliki 1 gen beta globin yang normal dan 1 gen
beta globin sudah termutasi, maka orang tersebut carrier Thalasemia (trait).
7. Gambaran Klinis
Tanda dan gejala dari penyakit Thalasemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di
dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel- sel darah merah
dan hemoglobin.
Thalasemia alfa silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Hal
ini terjadi karena kekurangan protein alfa globin tidak terlalu banyak sehingga hemoglobin
dalam darah masih dapat bekerja dengan normal. Penderita Thalasemia alfa atau beta
dapat mengalami anemia ringan. Anemia ringan dapat membuat penderita merasa lelah
dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia kekurangan zat besi.
Penderita beta Thalasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan sampai
dengan sedang. Selain itu juga dapat diikuti dengan masalah kesehatan lainnya, seperti:
a. Menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Masalah tulang, Thalasemia dapat menyebabkan sumsum tulang tidak berkembang.
Hal ini menyebabkan luas tulang melebihi normal dan tulang menjadi rapuh.
c. Pembesaran limpa.
Penderita hemoglobin H disease dapat mengalami anemia dengan tingkat yang berat.
Tanda dan gejala akan muncul dalam 2 tahun pertama kehidupannya. Penderita akan
mengalami anemia berat dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti:
a. Pucat dan lesu
b. Nafsu makan menurun
c. Urin lebih pekat
d. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
e. Kulit berwarna kekuningan
f. Pembesaran hati dan limpa
g. Masalah tulang (terutama tulang wajah
8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah mencegah seseorang agar tidak menderita Thalasemia
ataupun menjadi carrier Thalasemia. Pencegahan primer yang dapat dilakukan adalah
konseling genetik pranikah. Konseling ini ditujukan kepada pasangan pranikah
terutama pada populasi yang beresiko tinggi agar mereka memeriksakan diri apakah
mereka carrier Thalasemia atau tidak. Konseling ini juga ditujukan kepada mereka
yang memiliki kerabat penderita Thalasemia.
Tujuan utama konseling pranikah ini adalah mencegah terjadinya pernikahan antar
carrier Thalasemia karena berpeluang 50% untuk mendapat keturunan carrier
Thalasemia, 25% Thalasemia mayor, dan 25% bebas Thalasemia.
b. Pencegahan Sekunder
1) Diagnosis
a) Anamesis
Penderita pertama datang dengan keluhan anemia/pucat, tidak nafsu makan,
gangguan tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran hati dan
limpa. Umumnya, keluhan ini muncul pada usia 6 bulan.
b) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita Thalasemia berupa pucat, bentuk muka
mongoloid, dapat ditemukan ikterus, gangguan pertumbuhan, dan
splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar.
c) Pemeriksaan Lab
 Thalasemia Alfa Trait
Pasien dengan 2 gen globin alfa akan mengalami anemia ringan,
dengan nilai hematokrit antara 28% sampai dengan 40%. Kadar volume
eritrosit rata-rata (MCV) rendah, yaitu antara 60-75 fL. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas ringan, meliputi mikrosit, hipokromi, kadang
terdapat sel target, dan akantosit (sel dengan tonjolan membulat yang
berjarak tidak teratur).
Angka retikulosit dan parameter besi dalam batas normal.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan tidak adanya peningkatan pada
hemoglobin A2 atau hemoglobin F dan tidak didapatkan hemoglobin H
disease. Alfa Thalasemia trait seringkali didiagnosis pada pasien dengan
anemia ringan, mikrositosis nyata, dan tidak terdapat peningkatan
hemoglobin A2 atau hemoglobin F.
 Hemoglobin H Disease
Pada pasien ini terdapat anemia hemolitik dengan derajat bervariasi,
dengan kadar hematokrit 28% sampai 32%. Kadar MCV rendah, yaitu 60-
70 fL. Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas dengan hipokromi,
mikrositosis, sel target dan poikilositosis. Angka retikulosit meningkat.
Elektroforesis hemoglobin menunjukkan adanya hemoglobin yang
bermigrasi cepat (hemoglobin H) dalam jumlah 10-40% dari hemoglobin.
Apusan darah tepi dapat diperjelas dengan cat khusus untuk menunjukkan
adanya hemoglobin H.
 Thalasemia Beta Minor
Seperti pada pasien Thalasemia alfa trait, pasien akan mengalami
anemia ringan dengan hematokrit berkisar antara 28%-40%. Kadar MCV
berkisar antara 55- 75 fL, dan angka eritrosit bisa normal atau meningkat.
Apusan darah tepi menunjukkan abnormalitas ringan dengan hipokromi,
mikrositosis, dan sel target. Berbeda dengan Thalasemia alfa, pada
Thalasemia beta minor bisa terdapat basofil stippling. Angka retikulosit
bisa normal atau sedikit meningkat. Elektroforesis hemoglobin
menunjukkan peningkatan hemoglobin A2 berkisar antara 4-8% dan
terkadang terjadi peningkatan hemoglobin F antara 1-5%.
 Thalasemia Beta Mayor
Thalasemia beta mayor menyebabkan anemia berat dan tanpa
transfusi, hematokrit dapat turun sampai dibawah 10%. Apusan darah tepi
menunjukkan abnormalitas, poikilositosis berat, hipokromi, mikositosis,
sel target, basofil stippling dan eritrosit berinti. Hemoglobin A sangat
sedikit bahkan tidak ditemukan. Hemoglobin A2 ditemukan dalam jumlah
yang sangat bervariasi, dan hemoglobin utama yang dapat ditemukan
adalah hemoglobin F.
2) Skrining
Skrining merupakan pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil
terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini meliputi Hematologi rutin untuk
mengetahui kadar Hb dan ukuran sel darah, gambaran darah tepi untuk melihat
bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah, feritin dan iron serum (SI) untuk
melihat status besi, analisis hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis
Thalasemia, serta analisis DNA untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan
penelitian.
3) Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine) diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000mg/l atau saturasi transferin lebih dari 50%,
atau sekitar 10 – 20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25 – 50 mg/kg berat
badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8 – 12 jam dengan minimal
selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah.
A) Vitamin C 100 - 250 mg/hari selama pemberian khelasi besi, untuk
meningkatkan efek khelasi besi.
B) Asam folat 2 – 5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
C) Vitamin E 200 – 400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah.
4) Splenektomi
Splenektomi perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah.
Splenektomi harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun karena tingginya
resiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi. Splenektomi dilakukan dengan
indikasi:
a) Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita akan
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan memungkinkan
terjadinya ruptur.
b) Hiperplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
5) Transfusi Darah
Pengobatan paling umum pada penderita Thalasemia adalah transfusi
komponen sel darah merah. Transfusi bertujuan untuk menyuplai sel darah merah
sehat bagi penderita. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk
mempertahankan hemoglobin penderita diatas 10 g/dL setiap saat. Hal ini biasanya
membutuhkan 2 – 3 unit tiap 4 – 6 minggu.21 Keadaan ini akan mengurangi
kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum tulang dan juga
mengurangi absorbsi Fe di traktus digestivus, serta dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rehabilitasi bagi penderita Thalasemia. Pencegahan tersier bagi penderita Thalasemia
adalah dengan mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita Thalasemia. Saat ini
telah berdiri Yayasan Penderita Thalasemia Indonesia di Jakarta. Yayasan ini
bertujuan untuk mengumpulkan dana bagi penderita Thalasemia yang kurang mampu.
Selain itu, yayasan ini juga menjadi wadah untuk bertukar informasi, fikiran dan
pengalaman dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis pada penderita
Thalasemia.

Anda mungkin juga menyukai