DASAR TEORI
5
topografi, dan geologi umum, studi struktur massa batuan, studi karakteristik fisik
dan geomekanik, studi kondisi hidrologi dan hidrogeologi, permodelan
perhitungan kemantapan lereng, serta perbaikan kemantapan lereng, serta
perbaikan kemantapan lereng yang antara lain berupa perkuatan lereng dan
pmantauan lereng.
Untuk analisis kestabilan lereng, ada banyak cara yang bisa dilakuakan,
tetapi secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara
pengamatan visual, cara komputasi dan cara grafik sebagai berikut:
1. Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung dilapangan
dengan membandingkan kondisis lereng yang yang bergerak atau diperkirakan
bergerak dan yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil
dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini
kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak
ada resiko longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan
indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng,
2. Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus
(Fellinus, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara Fellinius
dan Bishop menghitung faktor keamanan lereng dan dianalisis kekuatannya.
Menurut Bowels (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat
geser tanah yang dapat terjadi:
a) tak terdrainase,
b) effektif untuk beberapa kasus pembebanan,
c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau
dengan kedalaman,
d) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu)
atau terbentuknya tekanan pori yang berlebihan atau terjadi peningkatan
air tanah.
Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah
melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang gelincir
yang dapat dihitung
6
3. Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor,
Hoek & Bray, Janbu, Consins, dan Morganstern). Cara ini dilakukan untuk
material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri
atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara
komputasi).
Kestabilan lereng baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan manusia)
serta lereng timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan
secara sederhana sebagai gaya-gaya penahan dan gaya-gaya penggerak yang
bertanggung jawab terhadap kestabilan lereng tersebut. Pada kondisi gaya
penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya penggerak, lereng tersebut
akan berada dalam kondisi yang stabil (aman). Namun apabila gaya penahan lebih
kecil dari gaya penggeraknya, lereng tersebut tidak stabil dan akan terjadi
longsoran. Sebenarnya longsoran merupakan suatu proses alami yang terjadi
untuk mendapatkan kondisi kestabilan lereng yang baru (keseimbangan baru),
dimana gaya penahan lebih besar dari gaya penggeraknya.
Untuk mengukur tingkat kestabilan pada suatu rancangan lereng diperlukan
suatu standar yaitu Faktor Keamanan (FK). Faktor keamanan merupakan suatu
fungsi antar gaya yang menahan longsoran dan juga gaya yang menyebabkan
longsoran.
7
Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa gaya yang bekerja pada suatu lereng
adalah gaya berat, kemudian dihasilkan gaya penggerak dan gaya penahan. Untuk
menjaga agar benda di lereng tidak jatuh (failure), diperlukan perhitungan
terhadap kemiringan sesuai dengan faktor keamanan yang diinginkan.
8
(Sumber: Ducan, 2004)
Gambar 2. 2 Longsoran Bidang
c. Longsoran busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa busur
disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya terjadi pada tanah atau
material yang bersifat seperti tanah. Antara partikel tanah tidak terikat satu
sama lain. Dengan demikian, longsoran busur juga dapat terjadi pada batuan
yang sangat lapuk serta banyak mengandung bidang lemah maupun tumpukan
(timbunan) batuan hancur.
9
(Sumber: Ducan, 2004)
Gambar 2.4 Longsoran Busur
d. Longsoran guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang acak
kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang-bidang lemahnya.
Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok yang diletakkan
diatas sebuah bidang miring. Berdasarkan bentuk dan proses menggulingnya,
maka longsoran guling dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Longsoran guling setelah mengalami benturan (flexural toppling).
2) Longsoran guling yang berupa blok (balok-balok).
3) Gambaran kedua longsoran diatas (block-flexural).
10
(sumber: Notosisiwoyo, 2003)
Gambar 2.6 Proyeksi stereografis tipe-tipe longsoran menurut Hoek dan Bray
tahun 1981 yang telah diterjemahkan.
11
b. Penggalian pada kaki lereng
c. Pembebanan pada puncak atau permukaan lereng bagian atas.
d. Gaya vibrasi yang ditimbulkan oleh gempa bumi atau ledakan.
e. Penurunan muka air tanah secara mendadak
2. Penyebab-penyebab internal yang menyebabkan turunnya kekuatan geser
material, antara lain yaitu:
a. Pelapukan
b. Keruntuhan progressive
c. Hilangnya sementasi material,
d. Berubahnya struktur material
12
2.5.1 Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb
Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb ini didasarkan pada hipotesis bahwa
tegangan normal dan regangan geser yang bekerja pada permukaan rupture
memainkan peranan pada proses failure batuan. Untuk beberapa bidang rupture
dimana memiliki tegangan normal yang sama besar maka bidang yang paling
lemah adalah bidang yang mempunyai tegangan geser paling besar. Untuk
keadaan σ1 >σ2 >σ3 yang diposisikan pada bidang (τ, σ) terlihat bahwa lingkaran
Mohr mempengaruhi kriteria failure.Failure terjadi apabila lingkaran Mohr
menyinggung kurva Mohr (kurva intrinsik) dan lingkaran tersebut disebut
lingkaran failure.Keruntuhan suatu batuan tergantung pada kohesi material dan
besarnya tegangan normal yang bekerja pada dinding keruntuhan tersebut. Oleh
karena itu kriteria Mohr – Coulomb didefinisikan sebagai berikut :
τ = C + σ tan ø ……………………………………………………………(2.1)
Dengan :
τ = tegangan geser
σ = tegangan normal
C = kohesi
tan ø = koefisien geser dalam dari batuan
Dalam kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb ada 4 parameter yang harus
diperhatikan, yaitu berat isi, kohesi, sudut geser dan sudut dilatansi.
13
tertentu. Kesempatan ini dipengaruhi oleh bentuk geometri dari batuan utuh dan
kondisi separasi pada bidang diskontinuitas. Batuan tajam dengan permukaan
kekar yang bersih dan kasar akan mempunyai kekuatan yang lebih besar
dibanding dengan batuan berpatikel bulat yang terlapukkan. Kriteria kekuatan
massa batuan menurut The generalized Hoek-Brown (2002) sebagai berikut:
σ′ a
σ1′ = σ′3 + σ′Ci (mb σ′3 + s) ............................................................ (2.2)
Ci
Untuk mb adalah pengurangan nilai konstanta material untuk batuan utuh dengan
persamaan sabagai berikut:
GSI−100
mb = mi exp ( 28−14D ) ..................................................................... (2.3)
Tabel menujukkan nilai konstanta batuan utuh berdasarkan jenis batuan. Nilai s
dan a adalah konstanta massa batuan dengan persamaan sebagai berikut:
GSI−100
s = exp ( ) .............................................................................. (2.4)
9−3D
1 1
a = 2 + 6 (e−GSI/15 − e−20/3 ) ........................................................... (2.5)
Tabel 2.1 Pedoman Penentuan Nilai Faktor D pada Slope (Hoek et al, 2002)
Deskripsi Nilai D
Peledakan skala kecil yang tidak terlalu D=0.7
berdampak buruk untuk lereng, Good Blasting
terutama jika pada peledakan yang
terkontrol maka nilai D yang
D=1.0
digumakan adalah nilai D disamping.
Poor Blasting
Meskipun begitu masih tetap ada
kerusakan
14
Lereng-lereng pada Open Pit D=1.0
memperoleh tekanan yang lebih Production Blasting
signifikan karena proses peledakan
untuk produksi dan tekana dari
pengupasan over burden. Pada
D=0.7
beberapa batuan lemah, pembongkaran
Mechanical excavation
bisa dilakukan dengan menggunakan
ripping dan dozing dan mengurangi
resiko kerusakan lereng
Kuat tekan uniaksial dari massa batuan dihitung dengan penyesuaian σ′3 = 0
dengan persamaan sebagai berikut:
𝑠σ′Ci
σ′𝜏 = ..................................................................(2.7)
𝑚𝑏
𝐷 σ′
𝐸𝑚 = (1 − 2 ) √100
Ci
10((𝐺𝑆𝐼−10/40)) .................................................. (2.8)
Keterangan:
Em dalam Gpa
Menjadi catatan bahwa persamaan dasar oleh Hoek-Brown (1997) telah
dimodifikasi dengan tambahan faktor D untuk menghitung pengaruh efek dari
peledakan dan relaksasi tegangan.
15
Tabel 2.2 Nilai Konstanta mi untuk Batuan utuh
16
1. Metode Analitik
2. Metode Grafik (Slope Sability Chart)
3. Analisis Menggunakan Klasifikasi Massa Batuan
4. Proyeksi Stereografi (Stereonet)
5. Metode Kesetimbangan Batas (Limit Equilibrum Method)
6. Metode Numerik
a. Metode Kontinum
1) Metode Beda Hingga (Finite-Difference Method)
2) Metode Elemen Hingga (Finite-Element Method)
b. Metode Diskontinum (Discontinum Method)
c. Metode Campuran (Hybrid Method)
7. Teori Block (Kinematik)
8. Metode Probabilitas
9. Metode Permodelan Fisik.
Saat ini terdapat banyak software untuk analisis kestabilan lereng.
Pengunaan software tersebut memerlukan pemahaman mengenai prinsip-prinsip
dari metode analisis yang digunakan, kelebihan dan kekurangan pada setiap
metode dan software, sehingga dapat digunakan secara tepat.
Untuk menyelesaikan persoalan geomekanika terdapat dua pendekatan,
yaitu:
1. Pertama, tanah dan batuan dianggap sebagai suatu massa yang kotinu atau
menerus (Metode Kontinum), yang terdiri dari:
a. Metode Beda Hingga (Finite-difference Method)
b. Metode Elemen Hingga (Finite-element Method)
2. Kedua, tanah dan batuan dianggap sebagai suatu benda yang tidak
kontinu/tidak menerus (Metode Diskontinum) seperti metode diskert.
17
PENGUMPULAN ATAU PEMBUATAN DATA TOPOGRAFI
ANALISIS AWAL
PENENTUAN KARAKTERISTIK
MATERIAL
Mekanik: Kekuatan, Modulus, Nisbah
poissson, Klasifikasi Batuan, Hidrolik
ANALISIS DENGAN
TIDAK
SATU METODE
YANG SESUAI
YA
B B A
18
Lanjutan Gambar 2.7 Metodologi Analisis Kestabilan Lereng Tambang Terbuka
A
B
PENENTUAN GEOMETRI LERENG
Pertimbangan Operasional
LERENG YA
MANTAP
TIDAK
YA GEOMETRI
LERENG MASIH
DAPAT DIUBAH
PEMANTAUAN
HASIL PEMANTAUAN
TIDAK
SAMA
DENGAN/MENDEKATI
HASIL PERHITUNGAN
YA
19
2.7 Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Pada metode elemen hingga, domain dari daerah yang akan dianalisis,
dibagi kedalam sejumlah zona yang lebih kecil yang dinamakan elemen. Elemen
tersebut dianggap saling berkaitan pada sejumlah titik sampul. Perpindahan pada
setiap titik simpul dihitung terlebih dahulu, kemudian dengan sejumlah fungsi
interpolasi yang diasumsikan, perpindahan pada sembarang titik dapat dihitung
berdasarkan nilai perpindahan pada titik-titik simpul. Selanjutnya regangan yang
terjadi pada setiap elemen dihitung berdasarkan besarnya perpindahan
perpindahan pada masing-masing titik simpul. Berdasarkan nilai regangan
tersebut dapat dihitung tegangan yang bekerja pada setiap elemen.
Metoda elemen hingga merupakan salah satu dari cara-cara pendekatan
numerik yang didasarkan atas proses diskritisasi sistem struktur, dan mengambil
asumsi perpindahan yang merupakan pendekatan kepada perpindahan eksak
(sebenarnya). Berdasarkan perpindahan pendekatan ini, dihitung gaya-gaya
yang terjadi dalam struktur. Dengan menerapkan kriteria keseimbangan,
diperoleh (sistem) persamaan yang mengkaitkan gaya luar dengan komponen
perpindahan. Solusi (sistem) persamaan akan menghasilkan besar komponen
perpuindahan, yang pada gilirannya digunakan untuk menghitung gaya-gaya
dalam. Di akhir analisis, diperoleh perpindahan dan gaya-gaya dalam maupun
reaksi perletakan secara lengkap. Bahasan dalam bab ini ditujukan bagi
perumusan umum metoda elemen hingga yang merupakan metoda numerik
yang didasarkan atas perpindahan yang diasumsikan. Dengan demikian,
metoda elemen hingga termasuk dalam kelas metoda numerik yang merupakan
metode pendekatan.
20
gaya reaksi disampel. Titik perletakan, titik balik (reentrant) atau perobahan
geometri batas yang mendadak (abrupt changes) dicakup dalam garis-garis
atau bidang batas jejaring. Bagian struktur yang dibatasi jejaring dinamakan
elemen (element). Pada batas-batas antar sub-bagian dan/atau di bagian dalam
elemen, diambil titik-titik simpul (nodes), pada mana dimisalkan komponen-
komponen perpindahan dan gaya-gaya yang nantinya akan dihitung. Analisis
melibatkan besaran-besaran komponen perpindahan dan gaya pada titik
simpul dan tidak mengenal komponen perpindahan dan gaya pada titik-titik
lain selain titik simpul. Dengan demikian, agar gaya yang bekerja tidak
pada titik simpul dapat diperhitungkan secara benar dalam analisis, gaya-
gaya semacam ini perlu dipindahkan kepada titik simpul dengan menerapkan
cara ekivalensi. Itu pulalah alasan kenapa perletakan, beban terpusat dan
batas-batas gaya terdistribusi perlu ditepatkan jatuh pada simpul sisi atau
simpul dalam elemen.
Pengambilan jejaring memang bersifat subjektif serta tergantung selera
perekayasa, namun penerapannya perlu didasari atas pengalaman yang telah
diperoleh sebelumnya. Jejaring elemen perlu diambil sesederhana mungkin,
namun secara optimal dapat merepresentasikan struktur sebenarnya dengan
baik dan dengan ketelitian yang cukup. Pengambilan jejaring elemen perlu
diambil sedemikian hingga menghindarkan terjadinga sudut-sudut elemen yang
terlalu lancip atau terlalu tumpul, sebagai mana dijelaskan lewat gambar 2.7
21
(Sumber: Metode Elemen Hingga: Teori dan Konsep Dasar, 2014)
Gambar 2.9 Pengambilan Bentuk Elemen
22
2.7.3 Data-Data yang Digunakan dalam Metode Elemen Hingga (Finite
Element Method)
Data yang perlu dimasukkan dalam metode elemen hingga sebagai berikut:
1. Geometri Lereng
Geometeri lereng yang perlu diketahui adalah :
a. Orientasi (jurus dan kemiringan) lereng
b. Tinggi dan kemiringan lereng baik jenjang maupun total.
c. Lebar jenjang (berm).
(Sumber: http://toraja-mining.blogspot.co.id/)
Gambar 2.11 Geometri Lereng
23
3. Gaya dari luar
Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi) kestabilan
suatu lereng adalah :
a. Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian alat-alat
mekanis yang berat didekat lereng.
24
menimbulkan tekanan air pori yang akan memperkecil kuat geser
batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih mudah
longsor.
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
= C + ( - ) tan
dimana :
25
(Sumber: )
Gambar 2.12 Pemakaian alat berat pada lereng
26