Anda di halaman 1dari 44

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya sehingga referat yang berjudul “Combustio ” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Referat ini merupakan salah satu pemenuhan syarat kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah, sekaligus sebagai sarana belajar
dan pemahaman lebih dalam lagi mengenai topik tentang Klasifikasi, Penatalaksanaan dan
Komplikasi dari pada Combustio sehubungan dengan banyaknya kasus combustio yang
ditemui dalam praktek klinis sehari-hari.

Terima kasih penyusun ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr. Jon Hadi Sp.B sebagai pembimbing
yang telah memberikan saran, bimbingan, serta dukungan dalam penyusunan referat ini.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak
yang banyak membantu dalam penyusunan referat ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi
kesempurnaan referat ini. Semoga karya ini bisa bermanfaat untuk para pembaca.

Sekian dan terima kasih.

Solok, 25 Februari 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I

Pendahuluan………………………………………………………….. 3

Anatomi & Fisiologi Kulit…………………………………………….4

BAB II

Definisi & Etiologi …………………………………………………….12

Patofisiologi……………………………………………………………13

Klasifikasi Luka Bakar…………………………………………….....19

Diagnosis…………………………………………………………….....30

Penatalaksanaan………………………………………………………31

Komplikasi…………………………………………………………….39

Prognosis……………………………………………………………....42

BAB III

Kesimpulan…………………………………………………………...43

Daftar Pustaka……………………………………………………………....44

2
BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka bakar
berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan
dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Di
Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar membutuhkan tindakan
emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada
angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta
industri, angka luka bakar tersebut makin meningkat.

Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbukan efek
sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang
ditentukan oleh kedalaman luka bakar Banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam
menangani pasien luka bakar, karena pada kasus luka bakar memerlukan biaya yang sangat
besar, perlu perawatan yang lama, operasi yang berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa
menimbulkan kecacatan yang menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola
oleh tim trauma yang terdiri dari tim spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, ahli gizi,
rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog, namun celakanya seringkali menimpa orang-orang
yang tidak mampu.
Penatalaksanaan luka bakar pada anak dan dewasa sebenarnya memiliki prinsip sama
namun pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak
memiliki lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan
untuk mengalami hipotermia.
Oleh karena itu, penting bagi semua orang dan bagi pelayan kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang luka bakar agar penatalaksanaan luka bakar yang terpadu
dapat diselenggarakan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh,
membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia
rata-rata kurang lebih 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya
atau 4 kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang. Kulit
memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi), pengaturan suhu tubuh,
produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit
dari bahaya sinar ultra violet matahari.

1. Strukur Kulit

Secara garis besar kulit disusun oleh tiga lapisan utama, yaitu:

Gambar. 1 Struktur kulit

4
a. Lapisan epidermis

Lapisan epidermis terdiri dari

Gambar. 2 lapisan epidermis

1) Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas
beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah
berubah menjadi keratin (zat tanduk)
2) Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-
sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan ini tampak lebih jelas pada telapak tangan dan kaki.
3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng
dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Lapisan mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini,
stratum granulosum tampak jelas di telapak tangan dan kaki.

5
4) Stratum spinosum (stratum malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poliginal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel
ini semakin ke permukaan semakin gepeng bentuknya. Diantaranya terdapat jembatan
antar sel (intercellular bridge) yang terdiri atas sitoplasma dan tonofibril atau keratin.
Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang
disebut nodulus bizzozero. Di antara sel-sel spinosun terdapat pula sel langerhans.
Sel-sel stratum granulosum mengandung banyak glikogen.
5) Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini
merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengadakan
mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu :
a) Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lojong dan
besar, dihubungkan satu dengan yang oleh jembattan antar sel.
b) Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna
muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes)
b. Lapisan dermis

Lapisan dermis adalah lapisan yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri
atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
Lapisan dermis kaya akan jaring-jaring pembuluuh darh, saluran limfe dan serat-serat
saraf. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni :

6
Gambar. 3 lapisan dermis

1) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi serabut ujung saraf dan
pembuluh darah
2) Pars retikulare, yaitu bagian dibawah pars papilare yang menonjol ke arah subkutan,
bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin,
dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas lapisan cairan jental asam
hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen
dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan
hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang
larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya
bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis.

7
c. Lapisan subkutis

Lapisan subkutis merupakan kelanjutan dari dermis, terdiri atas jaringan pengikat longgar
berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti
terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok
yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak
disebut pankulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan.

2. Adnexa Kulit9

Adnexa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut dan kuku.

a. Kelenjar kulit
Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas :

1) Kelenjar keringat (glandula sudorifera)


Ada dua macam kelenjar keringat yaita kelenjar ekrin yang kecil-kecil dan encer serta
kelenjar apokrin yang besar-besar dan lebih kental.
Kelenjar ekrin terdapat di seluruh permukaan kulit termasuk telapak tangan dan kaki,
dahi dan aksila. Saluran kelenjar ini langsung bermuara ke permukaan kulit. Faktor
yang mempengaruhi sekresinya adalah saraf kolinergik, faktor panas, dan stres
emosional.
Kelenjar apokrin terdapat di aksila, areola mammae, pubis, labia minora, dan saluran
telinga luar. Faktor yang mempengaruhi adalah saraf adrenergik. Keringat yang
dihasilkan mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya memiliki PH
4-6,8.
2) Kelenjar palit (sebasea)
Terletak diseluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki.
Kelenjar palit disebu juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret kelenjar
ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terletak
disamping akar rambut. Kelenjar ini menghasilkan sebum yang mengandung
trigliserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi
oleh hormon androgen, pada anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas
menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif.

8
b. Kuku

Kuku merupakan bagian terminal dari stratum korneum yang menebal. Bagi kuku yang
terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang terbuka di atas
jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut badan kuku (nail plate). Dan yang paling
ujung adalah bagian yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan 1
mm perminggu.
Sisi kuku yang agak mencekung membentuk alur kuku (nail groove). Kulit tipis yang
menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedangkan kulit yang ditutupi
bagian kuku bebas disebut hiponikium.

Gambar. 4 Struktur Kuku

c. Rambut
Terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada
diluar kulit (batang rambut). Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen (pertumbuhan)
berlangsung selama 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm perhari. Fase
telogen (istirahat) berlangsung selama beberapa bulan. Diantara kedua fase tersebut
terdapat fase katagen (involusi temporer). Pada satu saat 85% rambut dalam fase anagen
dan 15% dalam fase telogen. Rambut dengan mudah dibentuk dengan mempengaruhi
gugusan disulfida misalnya dengan panas atau bahan kimia.

9
3. Fungsi Kulit

Fungsi utama kulit adalah sebagai berikut :

a. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis. Misalnya
tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang
bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan yang
bersifat panas misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi dari luar
terutama kuman, bakteri maupun jamur.
Bantalan lemak dan tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang
berperanan sebagai pelindung terhadap ganguan fisis. Melanosit turut berperanan dalam
melindungi pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan
kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat
kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi zat-zat
kimia dengan kulit. Lapisan kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan
sebum, keasaman kulit menyebabkan PH kulit berkisar pada PH 5-6.5 sehingga
merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses
keratinisasi juga berperanan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati
melepaskan diri secara teratur.
b. Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang
mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit
terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut berperan pada fungsi respirasi.
c. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan amonia. Sebum yang
diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga
menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
d. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
1) Rangsang panas oleh badan ruffini
2) Rangsang dingin oleh krause
3) Rangsang raba oleh meissner dan merkel
4) Tekanan oleh badan paccini
Didaerah erotik saraf-saraf sensorik ini lebih banyak dijumpai.

10
e. Fungsi termoregulasi
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan kontraksi atau
relaksasi pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah, tonus vaskular
dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin).
f. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak dilapisan basal dan sel ini berasal dari rigi
syaraf. Perbandingan jumlah sel basal dan melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan
jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun
individu.
g. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama, yaitu keratinosit, sel langerhans,
dan melanosit. Keratinosit berasal dari lapisan basal yang bermigrasi ke epidermis. Proses
keratinisasi kira-kira selama 14-21 hari, dan memberikan perlindungan kulit terhadap
infeksi secara mekanis maupun fisiologik.
h. Fungsi pembentukan vitamin D
Kulit dengan bantuan sinar matahari mampu mengubagh 7 dihidroksikolesterol menjadi
vitamin D, dan merupakan tambahan bagi kebutuhan vitamin D sistemik.
Tabel. 2 struktur kulit dan fungsinya
Struktur yang berperan Fungsi Kulit

Epidermis, dermis, subkutis Proteksi mekanis

Kelenjar sebacea dan keringat Proteksi mikroorganisme, ekskresi

Melanosit Proteksi radiasi, produksi pigmen

Pembuluh darah Termoregulasi

Ujung syaraf Persepsi

4. Flora Normal pada Kulit


Flora normal pada kulit terdiri dari :
a. Flora residen
1) Micrococcaceae
2) Corynebacterium acnes
3) Aerobic diphteroids
4) Pseudomonas aeruginosa (dapat menyebabkan sepsis pada luka bakar)21

11
b. Flora transien
1) Bacillus spp.
2) Streptococcus
3) Neisseria

DEFINISI & ETIOLOGI

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka
bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang
memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak
langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat
menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:3
 Paparan api
o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti
solder besi atau peralatan masak.
 Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama
lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka

12
umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
 Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
 Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan
nafas akibat edema.
 Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya
luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
 Zat kimia (asam atau basa)
 Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi

Patofisiologi

1. Patologi Luka Bakar

a. Zona Kerusakan Jaringan

Gambar. 5 skematis zona kerusakan jaringan

13
1) Zona Koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh panas. Daerah ini merupakan titik kerusakan maksimal.
2) Zona Statis
Daerah yang berada langsung di luar zona koagulasi yang ditandai dengan
adanya vasokonstriksi dan iskemia. terjadi kerusakan endotel pembuluh darah
disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi
(no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons
inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan
mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3) Zona Hiperemi
Zona hiperemi terletak langsung disekitar zona stasis ditandai dengan adanya
vasodilatasi. Vasodilatasi pada zona ini diakibatkan adanya pelepasan
mediator-mediator inflamasi lokal dari sel-sel kutaneus. Jaringan pada zona ini
umumnya masih viabel dan dapat mengalami penyembuhan spontan atau
berubah menjadi zona kedua bahkan pertama.

b. Fase Luka Bakar

Dalam perjalanan penyakit dibedakan 3 fase pada luka bakar, yaitu :


1) Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini problem yang berkisar pada gangguan saluran nafas karena
adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini juga terjadi
gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera termis
yang bersifat sistemik.
2) Fase setelah syok berakhir, diatasi, fase subakut
Fase ini berlangsung setelah syok berakhir atau dapat di atasi. Luka terbuka
akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) dapat menimbulkan
masalah, yaitu :

14
a) Proses inflamasi
Proses inflamasi yang terjadi pada luka bakar berbeda dengan luka sayat
elektif; proses inflamasi di sini terjadi lebih hebat disertai eksudasi dan
kebocoran protein.
Pada saat ini terjadi reaksi inflamasi lokal yang kemudian berkembang
menjadi reaksi sistemik dengan dilepaskannya zat-zat yang berhubungan
dengan proses immunologik, yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein
complex, burn-toxin) yang menginduksi respon inflamasi sistemik (SIRS =
Systemic Inflammation Response syndrome)
b) Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis
c) Proses penguapan cairan tubuh disertai panas / energi (evaporative heat
loss) yang menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3) Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbul penyulit dari luka bakar berupa parut
hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi karena kerapuhan
jaringan atau organ-organ stuktural, misalnya bouttoniérre deformity.

c. Patofisiologi Luka Bakar

Sel-sel tubuh dapat menahan temperatur sampai 44 ºC tanpa kerusakan


bermakna. Temperatur antara 44 ºC sampai dengan 51 ºC, kecepatan kerusakan
jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur dan waktu
penyinaran yang terbatas yang dapat ditoleransi. Diatas 51 ºC protein
terdenaturasi dan kecepatan kerusakan jaringan sangat hebat. Temperatur di atas
70 ºC menyebabkan kerusakan selular yang sangat cepat dan hanya periode yang
sangat singkat yang dapat ditahan. Pada rentang panas yang lebih rendah, tubuh
dapat mengeluarkan tenaga panas dengan perubahan sirkulasi; tetapi pada
rentang panas yang lebih tinggi, hal ini tidak efektif.
Efek-efek umum yang terjadi pada luka bakar adalah sebagai berikut :

15
1) Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terkena suhu tinggi rusak sel darah yang di dalamnya
ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
2) Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula
dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Tubuh kehilangan cairan antara ½ % - 1 %,
“Blood Volume ” setiap 1 % luka bakar. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebih
(insensible water loss meningkat).
3) Bila luka bakar lebih dari 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala
yang khas yaitu : gelisah, pucat dingin berkeringat, nadi kecil, dan cepat,
tekanan darah menurun dan produksi urine menurun (kegagalan fungsi
ginjal).
4) Pada luka bakar daerah wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas
karena gas, asap atau uap panas yang terhisap. Gejala yang timbul adalah
sesak nafas, takipneu, stridor, suara serak dan berdahak berwarna gelap
karena jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat
oksigen lagi. Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, bingung, pusing,
mual dan muntah. Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 %
hemoglobin terikat CO, penderita akan meninggal.
5) Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dengan integritas
kembali normal sekitar 36-48 jam. Kemudian terjadi mobilisasi dan
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Hal ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis.
6) Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan
medium yang baik bagi kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit
diatasi karena daerah tersebut mengalami trombosis sehingga tidak tercapai
oleh pembuluh darah kapiler yang membawa sistem kekebalan tubuh dan
antibiotik. Kuman penyebeb infeksi dapat berasal dari kulit penderita sendiri,
kontaminasi kuman di saluran pernapasan atas, maupun kontaminasi di
lingkungan rumah sakit.

16
7) Pada awalnya infeksi terjadi karena bakteri gram positif, selanjutnya dapat
terjadi invasi bakteri gram negatif, sebagai contoh Pseudomonas aeruginosa
yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya,
terkenal agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat
dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar.
8) Luka bakar yang tampak adanya invasi kuman di jaringan sekelilingnya,
dimana pada biopsi eksudat yang dibiakkan ditemukan kuman, maka telah
terjadi luka bakar septik yang dapat menyebabkan syok septik.
9) Bila infeksi dapat di atasi, penderita luka bakar derajat dua dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Luka bakar derajat dua yang dalam
mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang gatal, nyeri, kaku dan secara
estetik tampak jelek.
Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Jika terjadi di daerah persendian maka fungsi sendi akan
menghilang atau menurun.
10) Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan yang berlebihan
memerlukan kalori tambahan dan di dapat dari pembakaran protein dari otot
skelet. Oleh karena itu otot penderita akan mengecil dan berat badan
menurun.
11) Kehilangan cairan terbesar terjadi dalam 6-8 jam pertama. Jumlah kehilangan
cairan melalui evaporasi luka dapat mencapai 6-8 liter/hari atau sekitar 300
ml/m2/jam. Kehilangan ini dapat ditentukan dengan rumus :
Volume (ml) = (25 + persentase luka TBSA) × luas seluruh permukaan
tubuh dalam meter persegi
Respon sistemik pada luka bakar adalah sebagai berikut :
1) Respon kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan
dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan
terjadi penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka

17
bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin
yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut
nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah
jantung.
2) Respon Renalis
Ginjal berfungsi untuk menyaring darah, dengan menurunnya volume
intravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan
keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal.
3) Respon Gastro Intestinal
Ada 2 komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik (tidak
adanya peristaltik usus) dan ulkus curling dengan gejala yang sama dengan
gejala ulkus peptikum. Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus
merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat syok atau karena
berkurangnya kalium pada fase mobilisasi pada luka bakar. Distensi lambung
dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan
dekompresi lampung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan
lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat
ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini
menunjukkan erosi lambung atau duodenum (ulkus curling). Respon umum
pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini
disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta
respon endokrin terhadap adanya perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah
terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
4) Respon Imunologi
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian
basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang
masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan
mikroorganisme masuk ke dalam luka.
5) Respon Pulmoner
Pada luka bakar yang berat, konsumsi Oksigen oleh jaringan akan meningkat
dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon lokal
(White, 1993). Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa

18
kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera
inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang
tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida,
nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena,
dan halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi
mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distress
syndrome). (Smeltzer, 2001, 1913)
2. Klasifikasi Luka Bakar

Klasifikasi luka bakar dibagi atas berdasarkan penyebab/ etiologi (seperti dijelaskan
diatas) dan kedalaman luka bakar.
a. Klasifikasi berdasarkan penyebab
Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain:

1) Luka bakar karena api


2) Luka bakar karena air panas
3) Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat)
4) Luka bakar karena listrik dan petir
5) Luka bakar karena radiasi
6) Cedera akibat suhu sangat rendah (frost bite)

b. Klasifikasi berdasarkan kedalaman luka

Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman
kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, maka semakin luas dan dalam
kerusakan jaringan yang terjadi.

19
Gambar. 6 klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka 17

1) Luka bakar derajat satu

Ditandai dengan luka bakar superfisial dengan kerusakan pada lapisan


epidermis. Tampak hiperemia dan eritema. Penyebab tersering adalah
sengatan sinar matahari. Pada proses penyembuhan terjadi lapisan luar
epidermis yang mati akan terkelupas dan terjadi regenerasi lapisan epitel yang
sempurna dari epidermis yang utuh dibawahnya. Tidak terdapat bula, nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Dapat sembuh spontan selama 5-
10 hari.

20
Gambar. 7 luka bakar derajat satu

2) Luka bakar derajat dua


Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis dibawahnya,
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Pada luka bakar derajat
dua ini ditandai dengan nyeri, bercak-bercak berwarna merah muda dan basah
serta pembentukan blister atau lepuh. biasanya disebabkan oleh tersambar
petir, tersiram air panas. Dalam waktu 3-4 hari, permukaan luka bakar
mengering sehingga terbentuklah krusta tipis berwarna kuning kecoklatan
seperti kertas perkamen. Beberapa minggu kemudian, krusta itu akan
mengelupas karena timbul regenerasi epitel yang baru tetapi lebih tipis dari
organ epitel kulit yang tidak terbakar didalamnya. Oleh karena itu biasanya
dapat terdapat penyembuhan spontan pada luka bakar superfisial atau partial
thickness burn.

21
Gambar. 8 bula pada telapak tangan, luka ini digolongkan ke dalam luka bakar derajat dua,
karena epidermis berada diatas luka

Dibedakan menjadi 2 (dua):


a) Derajat II dangkal (superfisial)
 kerusakan mengenai sebagian superfisial dari dermis
 apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjer
sebasea masih utuh
 penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
 kerusakan mengenai hampir saluruh bagian dermis
 adnexa kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjer sebasea
sebagian masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung adnexa kulit yang tersisa.
Biasanya terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

22
Gambar. 9 luka bakar derajat dua dalam, pada anak yang tersiram kopi panas, luka
berwarna merah muda, lunak pada penekanan, dan tampak basah, sensasi nyeri sulit
ditentukan pada anak.

3) Luka bakar derajat tiga


Terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan kulit. Meskipun tidak seluruh tebal
kulit rusak, tetapi bila semua organ kulit sekunder rusak dan tidak ada
kemampuan lagi untuk melakukan regenerasi kulit secara spontan/
reepitelisasi, maka luka bakar itu juga termasuk derajat tiga. Penyebabnya
adalah api, listrik, atau zat kimia. Mungkin akan tampak berwarna putih
seperti mutiara dan biasnya tidak melepuh, tampak kering dan biasanya relatif
anestetik. Dalam beberapa hari, luka bakar semacam itu akan membentuk
eschar berwarna hitam, keras, tegang dan tebal.

Gambar. 10 luka bakar derajat tiga, pada anak yang memegang pengeriting rambut luka
kering tidak kemerahan dan berwarna putih

23
Selama periode pasca luka bakar dini sampai 5 hari, akan sulit untuk
membedakan luka bakar derajat dua atau tiga, tetapi pada
minggu kedua sampai minggu ketiga pasca luka bakar di mana tampak
drainase dan eschar yang terpisah dari luka bakar derajat tiga. Setelah eschar
diangkat, sisa jaringan dibawahnya (biasanya lapisan subkutan) akan
membentuk jaringan granulasi, suatu massa yang terdiri dari sel-sel fibroblas
dan jaringan penyambung yang kaya pembuluh darah kapiler. Permukaan
jaringan granulasi yang berwarna merah tua itu terbentuk setelah 21 hari, dan
dalam waktu 1 sampai 2 minggu kemudian sebaiknya dilakukan skin graft.

Gambar. 11 Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka

24
Tabel. 3 Klasifikasi kedalaman luka bakar
Klasifikasi Penyebab Penampakan luar Sensasi Waktu Jaringan
penyemb parut
uhan
Luka bakar Sinar UV, Kering dan Nyeri 3–6 Tidak terjadi
dangkal paparan merah; memucat hari jaringan
(superficial nyala api dengan penekanan parut
burn)
Luka bakar Cairan atau Gelembung berisi Nyeri bila 7-20 hari Umumnya
sebagian uap panas cairan, terpapar tidak terjadi
dangkal (tumpahan berkeringat, udara dan jaringan
(superficial atau merah; memucat panas parut;
partial- percikan), dengan penekanan potensial
thickness paparan untuk
burn) nyala api perubahan
pigmen
Luka bakar Cairan atau 1ptung berisi Terasa >21 hari Hipertrofi,
sebagian uap panas cairan (rapuh); dengan berisiko
dalam (deep (tumpahan) basah atau kering penekanan untuk
partial- , api, berminyak, saja kontraktur
thickness minyak berwarna dari (kekakuan
burn) panas putih sampai akibat
merah; tidak jaringan
memucat dengan parut yang
penekanan berlebih)
Luka bakar Cairan atau Putih berminyak Terasa Tidak Risiko
seluruh uap panas, sampai abu-abu hanya dapat sangat tinggi
lapisan (full api, dan kehitaman; dengan sembuh untuk terjadi
thickness minyak, kering dan tidak penekanan (jika luka kontraktur
burn) bahan elastis; tidak yang kuat bakar
kimia, memucat dengan mengena
listrik penekanan i >2%
tegangan dari
tinggi TBSA)

25
3. Perhitungan Luas Luka Bakar

Walaupun hanya perkiraan saja , the rule of nine, tetap merupakan petunjuk yang baik
dalam menilai luasnya luka bakar: kepala 7 persen, dan leher 2 persen sehingga
totalnya 9 persen. Setiap ekstremitas atas, 9 persen, totalnya 18 persen. Badan bagian
anterior 18 persen. Badan bagian posterior, 13 persen, dan bokong 5 persen, sehingga
total 18 persen. Ekstremitas bawah masing-masing 18 persen, total 36 persen, dan
genitalia 1 persen.

Gambar. 12 Perhitungan luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine oleh Wallace dewasa
dan anak-anak

26
Gambar. 13 Perhitungan luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine dewasa dan bayi

27
Gambar. 14 Perhitungan luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine bagian depan dan
belakang tubuh
Untuk area luka bakar yang tersebar kita dapat memperkirakan persentasenya dengan
menggunakan tangan dengan jari-jari pasien, dimana jari-jari dalam keadaan abduksi,
dimana sama dengan kurang lebih 1 persen dari total luas permukaan tubuh pasien.
Pada anak-anak terdapat perbedaan dalam luas permukaaan tubuh, yang umumnya
mempunyai pertimbangan lebih besar antara luas permukaan kepala dengan luas
ekstrimitas bawah dibandingkan pada orang dewasa. Area kepala luasnya adalah 19
persen pada waktu lahir (10 persen lebih besar daripada orang dewasa). Hal ini
terjadi akibat pengurangan pada luas ekstrimitas bawah, yang masing-masing sebesar
13 persen. Dengan bertambahnya umur setiap tahun, sampai usia 10 tahun, area
kepala dikurangi 1 persen dan jumlah yang sama ditambah pada setiap ekstrimitas
bawah. Setelah usia 10 tahun, digunakan persentase orang dewasa.
Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas
relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih
kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari
Lund dan Browder untuk anak.

28
Tabel 4. Penilaian luas area tubuh menurut Lund and Browder
Lahir-1 1–4 5–9 10 – 14 15
Area tahun tahun tahun tahun tahun dewasa 2nd* 3rd* TBSA
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Badan bagian depan 13 13 13 13 13 13
Badan bagian belakang 13 13 13 13 13 13
Pantat kanan 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
Pantat kiri 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
Genitalia (kemaluan) 1 1 1 1 1 1
Lengan kanan atas 4 4 4 4 4 4
lengan kiri atas 4 4 4 4 4 4
Lengan bawah kanan 3 3 3 3 3 3
Lengan bawah kiri 3 3 3 3 3 3
Tangan kanan (telapak 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
tangan depan dan punggung
tangan)
Tangan kiri (telapak tangan 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5
dan punggung tangan)
Paha kanan 5.5 6.5 8 8.5 9 9.5
Paha kiri 5.5 6.5 8 8.5 9 9.5
Betis kanan 5 5 5.5 6 6.5 7
Betis kiri 5 5 5.5 6 6.5 7
Kaki kanan (bagian tumit 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
sampai telapak kaki)
Kaki kiri 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Total:

*derajat dua saat ini merupakan luka bakar sebagian baik dangkal maupun dalam; derajat 3
sebagai luka bakar seluruh lapisan (full-thickness)

4. Derajat Keparahan Luka Bakar


Berdasarkan berat-ringannya luka bakar (American Burn Association):
a. Luka Bakar Berat ( Major Burn Injury )
1) Derajat II, terbakar >25% area permukaan tubuh pada dewasa
2) Derajat III, terbakar >25% area permukaan tubuh pada anak-anak
3) Derajat III, terbakar >10% area permukaan
4) Kebanyakan meliputi tangan, muka, mata, telinga, kaki atau perineum

29
Kebanyakan pasien meliputi :
 Luka inhalasi
 Luka elektrikal
 Luka bakar dengan komplikasi trauma

b. Luka Bakar Sedang


1) Derajat II, terbakar 15-25% area permukaan tubuh pada dewasa
2) Derajat II, terbakar 10-20% are permukaan tubuh pada anak-anak
3) Derajat III, terbakar <10% area permukaan tubuh.
c. Luka Bakar Ringan
1) Derajat II, terbakar <15% area permukaan tubuh pada dewasa
2) Derajat II, terbakar <10% area permukaan tubuh pada anak-anak
3) Derajat III, terbakar <2% area permukaan tubuh.

Indikasi rawat inap :


 Derajat 2 lebih dari 15% pada dewasa, dan lebih dari 10% pada anak
 Derajat 2 pada muka, tangan, kaki, perineum
 Derajat 3 lebih dari 2% pada dewasa, dan setiap derajat 3 pada anak
 Luka bakar yang disertai trauma visera, tulang, dan jalan napas
Diagnosis

Diagnosa luka bakar didasarkan pada:


a. Luas luka bakar
b. Derajat (kedalaman) luka bakar
c. Lokalisasi
d. Penyebab
e.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

30
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

Penatalaksanaan
Secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk
pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya
dilakukan pada fasilitas kesehatan.

a. Pertolongan pertama

1) Clothing
Singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang
menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase
cleaning.
2) Cooling
a) Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
dingin yang mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan
suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif
sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar
b) Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk
luka yang terlokalisasi. Pada luka bakar yang luas jangan berikan kompres
air dingin karena dapat menimbulkan hipotermia.
c) Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut
(vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko
hipotermia
d) Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata, siram
dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila
penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.

31
3) Cleaning
pembersihan luka tergantung dari derajat berat luka bakar, kriteria minor
cukup dilakukan dengan zat anastesi lokal, sedangkan untuk kriteria moderate
sampai major dilakukan dengan anastesi umum di ruang operasi untuk
mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses
penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
4) Chemoprophylaxis
pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari
superficial partial thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk
penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak
boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru
lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2 bulan.
5) Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau
bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya
lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau
larutan lainnya, akan menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko
infeksi.
6) Comforting
Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri.

Dapat diberikan penghilang nyeri berupa :


a) Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
b) Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
c) Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya dari ABC
(Airway, Breathing, Circulation).

32
b. Stabilisasi Penderita Luka Bakar

1) Airway and Breathing


Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga
(black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah.
Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana
intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok)
untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di
fasilitas kesehatan yang lengkap. Pada luka bakar dapat terjadi hal-hal sebagai
berikut, yaitu :
a) Trauma bakar langsung menyebabkan edema/obstruksi dari saluran napas
atas
b) Inhalasi dari hasil-hasil pembakaran yang tidak sempurna (partikel
karbon) dan asap beracun, menyebabkan tracheo-bronchitis kimiawi,
edema pada pneumonia.
c) Keracunan monoksida
Penderita yang dicurigai keracunan CO harus diberikan oksigen kadar
tinggi, menggunakan sungkup nafas berkatup.
2) Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar
untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui
infus) diberikan bila luas luka bakar besar dari 15% pada orang dewasa dan
besar dari 10% pada anak-anak. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan
melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka bakar
terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi
sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan
cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang
mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam
jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam
pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang
berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Beberapa cara yang lazim yang dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan cairan pada penderita luka bakar adalah :
33
a) Cara Evans. Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama
hitunglah :
 Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl (1)
 Berat Badan (kg) x luka bakar x 1 cc larutan koloid (2)
 2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1),(2), dan (3) diberikan dalam 8 jam pertama dan
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Sebagai monitoring pemberian
cairan dilakukan perhitungan diuresis.
b) Rumus Brooke Army. Untuk menghitung kebutuhan cairan hari pertama
:
 Koloid: 0,5 ml X kg BB X % luas luka bakar
 Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka bakar
 Glukosa (5% dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari pertama separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya
dalam 16 jam selanjutnya.
Hari kedua separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh
penggantian cairan insensible.
c) Cara Baxter/Parkland. Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan
banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung
dengan rumus = % luka bakar x BB (kg) x 4 cc. Separuh dari jumlah
cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan Ringer laktat
karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua bervariasi, dapat diberikan
setengah dari jumlah pemberian hari pertama, atau dapat juga diberikan
koloid 500-2000 ml ditambah glukosa 5%. Jika luka bakar lebih dari 50%
maka perhitungan cairan sama dengan perhitungan luas luka bakar 50%.
Untuk kebutuhan maintenance cairan harian atau cairan rumatan selama 24 jam,
dapat diberikan tambahan 35cc/kgbb untuk dewasa dan untuk anak-anak
4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20 kg) dan
1cc/kgBB tiap kgbb diatas 20 kg.

34
c. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hal yang perlu dilakukan adalah
1) Tentukan luas dan dalamnya luka bakar
2) Periksa apakah ada cedera ikutan selain luka bakar
3) Tentukan berat badan penderita
d. Perawatan Luka Bakar Kecil
Sebagian besar luka bakar berukuran kecil, dan dapat di rawat jalan. Umumnya
merupakan luka bakar permukaan yang tidak mengenai tangan, wajah tau
perineum. Tindakan yang perlu dilakukan :
1) Bersihkan luka dari benda asing termasuk kulit yang lepas
2) Cuci dengan larutan povidonyodium atau anti bakteri serupa
3) Pembalutan dengan kasa seperti kasa vaselin, adaptik dan xeroform.
4) Pemberian krim luka bakar seperti perak sulfadiasin, mafenit asetat, krim
gentamisin dan salep povidonyodium.
5) Profilaksis untuk tetanus

e. Pertimbangan lain pada periode pasca luka segera


1) Pada penderita luka bakar dengan luas lebih dari 20-25% TBSA seringkali
menderita ileus paralitik.
a) Hindari penggunaan cairan oral
b) Pasang intubasi nasogaster untuk penhgisapan menghindari ketegangan
abdomen, emesis dan aspirasu sekunder.
c) Setelah 24 jam jika bising usus membaik pertimbangkan pemberian oral.
2) Ulserasi akibat stres pada mukosa gasstroduodenum (ulkus curling).
a) Pemberian antasida atau antagonis H2 melalui sonde
b) Jika terjadi perforasi perlu tndakan operasi.
3) Nyeri yang dialami penderita pada luka bakar dengan kedalaman sebagian
perlu diberikan analgesik intravena dengan dosis besar yang tepat. Jika
kedalaman penuh hanya memerlukan sedikit pengobatan.
4) Luka bakar yang melingkar yang membatasi pergerakan napas maupun
pergerakan ekstremitas yang disertai berkurangnya denyut perifer perlu

35
dilakukan eskarotomi. Eskarotomi dilakukan dengan insisi pada linea axillaris
anterior bilateral dan pada garis mediolateral serta mediomedial anggotagerak.
Insisi hanya cukup dalam untuk memisahkan tepi-tepi eskar.

f. Perawatan awal luka bakar


Perawatan awal biasanya untuk mencegah terjadinya infeksi yang luas karena
luka yang terbuka memudahkan mikroba untuk berkembang biak. Biasanya
diberikan antimikroba topikal seperti perak nitrat 0,5%, sulfadiasin 1%, mafenid
asetat 11,1%. Namun jika terdapat tanda-tanda perubahan luka dari sebagian
menjadi seluruh ketebalan kulit, lakukan biopsi untuk mengetahui tingkat bakteri
dengan teknik biakan kuantitatif. Jika jumlah bakteri >100.000/gram jaringan hal
ini menunjukkan telah terjadi infeksi luka bakar yang luas. Terapi antimikroba
sistemik yang tepat untuk organisme tersebut harus segera dilakukan.
g. Pemantauan pasien luka bakar
Setelah mendapatkan penanganan perlu dimonitor tanda vital berikut :
1) Tekanan darah
2) Denyut nadi
3) Masukan dan keluaran cairan
4) Temperatur
5) Tingkat kesadaran dan status anxietas
6) Respirasi

h. Penanganan lanjutan pasien luka bakar


Penanganan lanjutan setelah pemberian cairan, antitetanus dan analgesik adalah :
1) Pemasangan nasogastric tube
 Pasien mengalami mual dan muntah
 Distensi abdomen
 Luas luka bakar lebih dari 20%
 Pemberian antasid
 Pemberian makanan setelah 48 jam pasien tidak dapat makan melalui mulut
2) Pemasangan kateter urin untuk menilai produksi urin
3) Pemasangn selang oksigen melalui kanul atau sungkup

36
4) Mengontrol infeksi
 Luka bakar yang serius menyebabkan penurunan fungsi sistem imun,
rentan terkena infeksi dan sepsis
 Menggunakan teknik aseptik yang sesuai
 Pemberian antibiotik jika ada kontaminasi
5) Menjaga keseimbangan nutrisi
 Pasien luka bakar cenderung mengalami penurunan berat badan
 Pemberian makanan dapat melalui oral maupun nasogastric tube
 Pada luka bakar berat diberikan diet 3g/kgbb protein dan 90 kk/kgbb
6) Mencegah dan mengatasi anemia
 Tingi karbohidrat tinggi protein dengan suplemen zat besi dan vitamin
 Transfusi darah jika ada tanda-tanda kekurangan oksigen
7) Bedah
 Debridement dan skin graft pada luka akar yang parah.
 Eskarotomi
8) Merujuk pasien jika keadaan umum telah stabil pada luka bakar yang serius
9) Fisioterapi untuk mencegah terjadinya pneumonia, kontraktur dan cacat lebih
lanjut. fisioterapi dapat dimulai pada saat awal penatalaksanaan.

Gambar. 15 penanganan pasien luka bakar


37
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) pemeriksaan Hb, Ht tiap 8 jam pada 2 hari pertama, dan tiap 2 hari pada 10
hari selanjutnya
b) Fungsi hati dan ginjal tiap minggu
c) Pemeriksaan elektrolit tiap hari pada minggu pertama
d) Pemeriksaan AGD bila nafas lebih dari 32x/menit
e) Kultur jaringan pada hari ke-1, 3, 7.
2) Pemeriksaan Radiologis
a) Hendaknya dilakukan pemeriksaan foto thorax, dan dapat diulangi bila
diperlukan (pada trauma bakar inhalasi)
b) Foto thorax hendaknya juga dilakukan setelah selesai pemasangan
endotrakeal atau CVP
c) Pemeriksaan radiologi lainnya dapat dilakukan bila dicurigai terjadi cedera
ikutan yang memerlukan pemeriksaan radiologi untuk menunjang
diagnosanya.
5. Luka Bakar Khusus

a. Luka Bakar Karena Bahan Kimia/Kimiawi


Luka bakar dapat disebabkan oleh asam alkali, dan hasil-hasil pengolahan
minyak. Luka bakar alkali lebih berbahaya dari asam, sebab alkali lebih dalam
merusak jaringan. Segeralah bersihkan bahan kimia tersebut dari luka bakar
Kerusakan jaringan akibat luka bakar bahan kimia dipengaruhi oleh lamanya
kontak, konsentrasi bahan kimia dan jumlahnya. Segera lakukan irigasi
sebanyak-banyaknya, bila mungkin gunakan penyemprot air. Lakukan tindakan
ini dalam waktu 20 – 30 menit. Untuk luka bakar alkali, di perlukan waktu yang
lebih lama. Bila bahan kimia merupakan bubuk, sikatlah terlebih dahulu sebelum
irigasi.
Jangan memberikan bahan-bahan penetral (neutralizing agent) sebab reaksi
kimiawi yang terjadi akibat pemberian bahan penetral dapat memperberat
kerusakan yang terjadi. Untuk luka bakar pada mata, memerlukan irigasi terus-
menerus selama 8 jam pertama setelah luka bakar. Untuk irigasi ini dapat
digunakan kanula kecil yang di pasang pada sulkus palpebra.
38
b. Luka Bakar Listrik

Luka bakar listrik terjadi karena tubuh terkena aliran listrik. Luka bakar listrik
sering menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih berat daripada luka bakar
yang terlihat pada permukaannya.
Penanganan harus segera dilakukan meliputi perhatian pada jalan nafas,
pernafasan, pemasangan infus, ECG,dan pemasangan kateter. Apabila urine
berwarna gelap, mungkin urine mengandung hemokhromogens. Jangan
menunggu konfirmasi laboratorium untuk melakukan terapi terhadap
mioglobinuria. Pemberian cairan ditingkatkan sedemikian rupa sehingga tercapai
produksi urin sekurang-kurangnya 100 cc/jam (dewasa). Bila urin belum tampak
jernih, berikan segera 25 gr manitol dan tambahkan 12,5 gr manitol pada tiap
penambahan 1 liter cairan untuk mempertahankan diuresis sejumlah tersebut di
atas. Bila terjadi asidosis metabolik, pertahankan perfusi sebaik mungkin dan
berikan Natrium bikarbonat untuk memberikan urine menjadi alkalis dan
meningkatkan kelarutan mioglobin dalam urine.
6. Komplikasi

a. Syok hipovolemik
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula
dengan membawa serta elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume
cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan yang masuk ke bula
pada luka bakar derajat II dan pengeluaran cairan dari kropeng pada luka bakar
derajat III .
Bila luas luka bakar < 20% biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasi tetapi bila > 20 % terjadi Syok hipovolemik dengan gejala yang khas
seperti gelisah, pucat, dingin , berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
menurun dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan lahan dan
maksimal pada delapan jam.

39
b. Udem laring
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bila luka terjadi di muka,. Dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas , asap, uap panas yang
terhisap, udem yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan
jalan napas karena udem laring. Gejala yang timbul adalah sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap karena jelaga.
Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah . ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
c. Keracunan gas CO
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbon monoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda-tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing,
mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila > 60 %
hemoglobin terikat dengan CO, penderita dapat meninggal.
d. SIRS (systemic inflammatory respone syndrome)
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi.
Infeksi ini sulit untuk mengalami penyembuhan karena tidak terjangkau oleh
pembuluh darah kapiler yang mengalami trombosis. Kuman penyebab infeksi
berasal dari kulitnya sendiri, juga dari kontaminasi kuman dari saluran nafas atas
dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya berbahaya karena banyak yang sudah resisten terhadap antibiotik.
Prosesnya dimulai oleh aktivasi makrofag, netrofil, dan pelepasan mediator –
mediator, yang kemudian diikuti oleh :
1) gangguan hemodinamik berupa vasodilatasi, depresi miokardium, gangguan
sirkulasi dan redistribusi aliran.
2) perubahan mikrovaskuler karena endotel dan edema jaringan, mikroemboli,
dan maldigesti aliran.
3) gangguan oksigenasi jaringan. Ketiganya menyebabkan hipoksia seluler dan
menyebabkan kegagalan fungsi organ. Yang ditandai dengan meningkatnya
kadar limfokin dan sitokin dalam darah.

40
e. MOF (Multi Organ Failure)
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan gangguan
sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan
metabolisme. Pada tahap awal terjadi proses perubahan metabolisme anaerob
yang diikuti peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat menimbulkan
asidosis. Dengan adanya gangguan sirkulasi dan perfusi, sulit untuk
mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan
nekrosis.
Gangguan sirkulasi makro menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan-jaringan
organ penting terutama otak, hepar, paru, jantung, ginjal, yang selanjutnya
mengalami kegagalan menjalankan fungsinya. Dalam mekanisme pertahanan
tubuh, terjadi gangguan pada sistem keseimbangan tubuh (homeostasis), maka
organ yang dimaksud dalam hal ini adalah ginjal. Dengan adanya penurunan atau
disfungsi ginjal ini, beban tubuh semakin berat.
Resusitasi cairan yang inadekuat pada fase ini menyebabkan berjalannya proses
sebagaimana diuraikan diatas. Sebaliknya bila terjadi kelebihan pemberian cairan
(overload) sementara sirkulasi dan perifer tidak atau belum berjalan normal, atau
pada kondisi syok; cairan akan ditahan dalam jaringan paru yang manifestasi
klinisnya tampak sebagai edema paru yang menyebabkan kegagalan fungsi paru
sebagai alat pernafasan, khususnya pertukaran oksigen dengan karbondioksida,
kadar oksigen dalam darah sangat rendah, dan jaringan hipoksik mengalami
degenerasi yang bersifat irreversible. Sel-sel otak adalah organ yang paling
sensitive; bila dalam waktu 4 menit terjadi kondisi hipoksik, maka sel-sel otak
mengalami kerusakan dan kematian; yang menyebabkan kegagalan fungsi
pengaturan di tingkat sentral.
Sementara edema paru juga merupakan beban bagi jantung sebagai suatu pompa.
Pada mulanya jantung menjalankan mekanisme kompensasi, namun akhirnya
terjadi dekompensasi.
f. Kontraktur
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka, terutama
luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit yang sehat
di sekitar luka, yang tertarik ke sisi kulit yang terluka. Kontraktur yang terkena

41
hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya
pergerakan.
Pada tahap penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada hari ke-4 dimana
proses ini bersamaan dengan epitelisasi dan proses biokimia dan seluler dari
penyembuhan luka. Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan
lapisan superfisial dari kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan
parut yang tidak elastik ini akan menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh
kembali. Pada luka bakar yang lebih dalam, jaringan yang banyak mengandung
kolagen akan meliputi neurovascular bundles dan ensheathed flexor tendons,
juga permukaan volar dari sendi akan mengalami kontraksi atau perlekatan
sehingga akan membatasi range of motion. Kontraktur yang disebabkan oleh
hilangnya kulit atau luka bakar derajat III pada daerah persendian harus segera
dilakukan skin grafting.
7. Prognosis

Prognosis pada kasus luka bakar ditentukan oleh beberapa faktor, dan menyangkut
mortalitas dan morbiditas atau burn illness severity and prediction of outcome ; yang
mana bersifat bersifat kompleks.

Beberapa faktor yang berperan antara lain faktor penderita (usia, gizi, jenis kelamin,
dan kelainan sistemik), faktor trauma (jenis, luas, kedalaman luka bakar, dan trauma
penyerta), dan faktor penatalaksanaan (prehospital and inhospital treatment).

Prognosis luka bakar umumnya jelek pada usia yang sangat muda dan usia lanjut.
Pada usia yang sangat muda (terutama bayi) beberapa hal mendasar menjadi
perhatian, antara lain sistem regulasi tubuh yang belum berkembang sempurna;
komposisi cairan intravaskuler dibandingkan dengan cairan ekstravaskuler,
interstitial, dan intraselular yang berbeda dengan komposisi pada manusia dewasa,
sangat rentan terhadap suatu bentuk trauma. Sistem imunologik yang belum
berkembang sempurna merupakan salah satu faktor yang patut diperhitungkan, karena
luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresi.

42
BAB III
KESIMPULAN

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas,
bahan kimia, listrik, atau benda-benda fisik lain yang menghasilkan panas dengan efek
berupa kerusakan atau kehilangan jaringan. Pada rentang panas yang lebih rendah, sel-sel
masih dapat bertahan tanpa menimbulkan kerusakan yang bermakna, dan tubuh dapat
mengeluarkan tenaga panas dengan perubahan sirkulasi. Pada rentang suhu yang lebih tinggi,
sel-sel mengalami kecepatan kerusakan berlipat ganda, tubuh tidak mampu melakukan
kompensasi dengan mengeluarkan panas.
Luka bakar dapat menyebabkan syok karena kesakitan, sepsis karena infeksi dan
kontaminasi oleh agen mikroba dan berakibat buruk bagi organ-organ tubuh serta dapat
menyebabkan kematian. Luka bakar dangkal dan ringan (superfisial) dapat sembuh dengan
cepat dan tidak menimbulkan jaringan parut. Namun apabila luka bakarnya dalam dan luas,
maka penanganan memerlukan perawatan di fasilitas yang lengkap dan komplikasi semakin
besar serta kecacatan dapat terjadi.
Penatalaksanaan awal pasien luka bakar dengan memberikan pertolongan pertama
dan resusitasi yang adekuat seringkali dapat membantu dalam mengurangi morbiditas dan
mortalitas pasien luka bakar. Pemantauan dan penatalaksanaan lanjutan pada pasien luka
bakar dilakukan untuk menilai komorbid yang mungkin muncul pasca luka bakar dan untuk
melihat prognosis.
Prognosis pasien luka bakar ditentukan oleh status penderita (usia, gizi, jenis kelamin,
dan kelainan sistemik), faktor trauma (jenis, luas, kedalaman luka bakar, dan trauma
penyerta) dan komplikasi yang timbul, serta kecepatan penanganan (prehospital and
inhospital treatment) baik berupa resusitasi maupun pengobatan medikamentosa.

43
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, de Jong. Luka bakar. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 3. Jakarta: penerbit
Buku Kedokteran EGC.2007. h. 103-110.
2. Sherwood, Lauralee. Pertahanan Tubuh. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi
2. 2001. Jakarta: EGC.
3. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003. H. 404-409
4. Georgiade GS, Pederson WC, Luka bakar. Dalam: Sabiston DC, Jonatan O, editors.
Buku ajar bedah. Jakarta. EGC, 1995. Hal 151-63.
5. Robert. H, Demling. MD. Current Surgical Diagnosis & Treatment. Doherty, Gerard
M, Way, Lawrence W (editor). 2006. Hlm: 248
6. Steven J. Schwults, J Perren Cobb. Wasington Manual Of Surgery, Ed 5. 2008. Hlm:
418-425.
7. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8th ed. USA:
The McGraw-Hill Companies; 2007.

44

Anda mungkin juga menyukai