Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Oleh

RAKA NOVADLU CORDITA

1618012086

Perceptor

dr. Ody Wijaya, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
2

BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi diatas usia

kehamilan 20 minggu sebelum persalinan berlangsung dengan insiden 2-5%.

Yang termasuk perdarahan antepartum adalah plasenta previa dan solusio

plasenta.

Setiap tahun didunia terdapat kematian perinatal yang tinggi yaitu 3 juta

kematian janin sebelum lahir (still-birth) dan 3 juta kematian neonatus dini (dalam

usia ≤ 7 hari). Peristiwa tragis ini 99% terjadi di negara berkembang dan hanya

1% di negara maju. Dari aspek prenatal care lebih 35% dari perempuan hamil

tersebut tidak memperoleh asuhan kehamilan, dan dari aspek intranatal care 50%

persalinan ditangani oleh petugas yang tidak terampil. Jika melihat latar belakang

yang menyebabkan kematian maternal dan perinatal di atas, sesungguhnya secara

teknis medis kematian tersebut tidak harus terjadi. Namun, kematian meternal dan

perinatal terjadi juga. Salah satu faktor yang mempengaruhi mortalitas dan

morbiditas maternal dan perinatal adalah faktor keterlambatan pasien menerima

bantuan medis saat pertama pasien mulai sakit di rumah (delay in decision to seek

care), kemudian keterlambatan dalam pengangkutan dan perjalanan (delay in

reaching care), bahkan setelah tiba di rumah sakit pun masih terjadi

keterlambatan (delay in receiving care).


3

Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per

100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan

negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan laporan World Health Organization

pada tahun 2008 dikatakan bahwa angka kematian ibu di dunia pada tahun 2005

sebanyak 536.000. Kematian ini dapat disebabkan oleh 25% perdarahan, 20%

penyebab tidak langsung, 15% infeksi, 13% aborsi yang tidak aman, 12%

eklampsi, 8% penyulit persalinan, dan 7% penyebab lainnya. Langkah utama yang

paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui

penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama

kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.

Perdarahan dalam bidang obstetrik adalah salah satu penyebab utama

morbiditas dan mortalitas ibu di seluruh dunia. Bukan hanya karena perdarahan

obstetrik merupakan alasan utama dirawatnya seseorang di ICU namun ini juga

bertanggungjawab pada terjadinya 17-25% kematian ibu hamil. Dikarenakan

kontribusinya yang sangat signifikan terhadap kematian ibu, maka sangat penting

untuk para ahli obstetrik untuk memahami perubahan hemodinamik yang terjadi

selama kehamilan yang disertai kehilangan darah yang banyak.


4

BAB II

ISI

2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan

20 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan

kehamilan sebelum 20 minggu.

Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada

kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan

plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak berbahaya. Pada kasus

perdarahan antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu,

yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis

terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera.

Perdarahan antepartum dapat berasal dari:

 Kelainan plasenta, yaitu plasenta previa, solutio plasenta (abruption

plasenta), atau perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya.

 Bukan dari kelainan plasenta, biasanya tidak begitu berbahaya,

misalnya kelainan serviks dan vagina serta trauma.


5

2.2 FREKUENSI

Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3 % dari seluruh persalinan. Di

RS Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan.

2.3 GAMBARAN KLINIK

Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan ketiga,

atau setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan antepartum tanpa rasa nyeri


6

merupakan tanda khas plasenta previa, apalagi kalau disertai tanda-tanda lainnya,

seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul, atau

kelainan letak janin. Karena Tanda pertama adalah perdarahan sehingga pada

umumnya penderita segera datang untuk meminta pertolongan. Lain halnya

dengan solutio plasenta. Kejadiannya tidak segera ditandai oleh perdarahan

pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk mendapatkan

pertolongan. Gejala pertamanya ialah rasa nyeri pada kandungan yang makin

lama makin hebat, dan berlangsung terus menerus. Nyeri ini sering diabaikan,

disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah penderita

pingsan karena perdarahan retroplasenta yang banyak, atau setelah tampak ada

perdarahan pervaginam, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. Pada

keadaan demikian biasanya janin telah meninggal dalam kandungan.

2.4 PENGAWASAN ANTENATAL

Pengawasan antenatal dapat dipakai sebagai cara untuk mengetahui atau

menanggulangi perdarahan antepartum, yaitu :

1. Penentuan golongan darah ibu dan golongan darah calon donornya

2. Pengobatan anemia dalam kehamilan

3. Seleksi ibu untuk bersalin dirumah sakit

4. Memperhatikan kemungkinan adanya plasenta previa

5. Mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan pre-

eklampsia.

Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan

antepartum ialah :
7

1. Para ibu yang umurnya telah lebih dari 35 tahun

2. Paritasnya 5 atau lebih

3. Bagian terbawah janin selalu terapung di atas pintu atas panggul, atau

Menderita pre-eklampsia

2.5 PENANGANAN

Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas

untuk transfusi darah dan operasi. Pemasangan tampon dalam vagina tidak

berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malahan menambah

perdarahan karena sentuhan serviks sewaktu pemasangan. Selagi penderita belum

jatuh ke dalam keadaan syok, infus cairan intravena harus segera dipasang, dan

dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus ke dalam

pembuluh darah, sehingga akan jauh lebih memudahkan transfusi darah apabila

sewaktu-waktu diperlukan. segera setelah tiba di rumah sakit pengadaan darah

harus segera dilakukan.

2.6 PLASENTA PREVIA

2.6.1 DEFINISI

Plasenta previa ialah suatu keadaan dimana plasenta berimplantasi pada

tempat yang abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi

sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal). Pada

keadaan normal plasenta terletak diatas uterus.


8

2.6.2 KLASIFIKASI
Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir

pada waktu tertentu.

A. Plasenta Previa Totalis


Bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.

B. Plasenta Previa Parsialis


Bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta.
9

C. Plasenta Previa Marginalis


Bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.

D. Plasenta letak rendah


Bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus, akan tetapi
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta kira-kira
3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada
pembukaan jalan lahir.
10

2.6.3 ETIOLOGI

Belum diketahui dengan pasti, mungkin secara kebetulan blastokista

menimpa desidua didaerah segmen bawah Rahim. Teori lain adalah

vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari

proses radang atau atropi. Faktor resiko terjadinya Plasenta previa yang dapat

dipandang berperan dalam proses peradangan dan kejadian atropi di

endometrium seperti paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim, misalnya bekas

bedah sesar, kerokan, dan miomektomi. Pada perempuan perokok insidensi

plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Belum diketahui dengan pasti,

mungkin secara kebetulan blastokista menimpa desidua didaerah segmen

bawah Rahim. Teori lain adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai,

mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atropi.

2.6.4 DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIK

Perdarahan tanpa alasan dan tanpa nyeri merupakan gejala utama dan

pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur

atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, akan tetapi,

perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya,

apalagi kalau sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan dalam. Pada

kehamilan 20 minggu dapat terjadi perdarahan karena sejak itu segmen

bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan

bertambah tuanya kehamilan, segmen-segmen uterus akan lebih melebar lagi,

dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah

uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat

diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta
11

dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya

berwarna merah segar.

Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala – gejala klinis dan beberapa


pemeriksaan :

Anamnesis
Perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan setelah 20minggu, tanpa rasa
nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada
sebelumnya, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat
dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.

Pemeriksaan Luar
Inspeksi

 Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan


darah beku
 Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis.

Palpasi

 Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas
panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu
atas panggul.
 Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak
sungsang.
 Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah.
 Tidak terdapat nyeri tekan uterus, uterus tidak tegang, dan tidak iritabel

Auskultasi

 Denyut jantung janin biasanya normal


12

Pemeriksaan Inspekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari

ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila

perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus

dicurigai.

2.6.5 PENANGANAN

Terapi Ekspektatif

Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan

secara non invasi.

 Syarat terapi ekspektatif :

1. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti

2. Belum ada tanda inpartu

3. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital dalam

batas normal)

4. Janin masih hidup

 Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan berikan antibiotik

profilaksis.

 Apabila berhubungan dengan trauma, monitoring sekurang-kurangnya 12-

24 jam untuk menyingkirkan kemungkinan solutio plasenta.

 Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan,

letak, dan presentasi janin.

 Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat

peroral 60 mg selama 1 bulan.


13

 Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi

 Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih

lama, pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau

diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan

segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.

 Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan

janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Terapi Aktif (tindakan segera)

Rencanakan terminasi kehamilan jika:

 Janin matur

 Janin mati atau menderita anomalI atau keadaan yang mengurangi

kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)

 Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif

dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang

maturitas janin.

Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik, tindakan

segera yang harus dilakukan adalah terminasi kehamilan dan penggantian

cairan tubuh.

Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan:

 Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum besar

(16G, 18G)

 Persiapkan 4 labu darah yang sesuai golongan darah pasien

 Observasi keadaan janin


14

 Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi (konsumsi O2

pada kehamilan meningkat hingga 20% dan janin sangat rentan terhadap

hipoksia)

Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa

Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang

akan dipilih adalah :

 Jenis plasenta previa

 Perdarahan: banyak, atau sedikit tapi berulang-ulang

 Keadaan umum ibu hamil

 Keadaan janin: hidup, gawat janin, atau meninggal

 Pembukaan jalan lahir

 Paritas atau jumlah anak hidup

 Fasilitas penolong dan rumah sakit.

Setelah memperhatikan factor-faktor diatas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu:

1. Persalinan pervaginam; bertujuan agar bagian terbawah janin menekan

plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan

berlangsung, sehingga perdarahan berhenti.

Cara yang terpilih adalah pemecahan selaput ketuban (Amniotomi).

Indikasi amniotomi pada plasenta previa:

 Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada

pembukaan
15

 Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis

dengan pembukaan 4 cm atau lebih

 Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang telah meninggal.

Apabila amniotomi tidak berhasil, maka terdapat 2 cara lain yang lebih

keras menekan plasenta dan mungkin pula lebih cepat menyelesaikan

persalinan, yaitu pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-Hicks.

Kedua cara tersebut telah ditinggalkan dalam dunia kebidanan muktahir

karena seksio caesaria jauh lebih aman. Kedua cara tersebut cenderung

dilakukan pada janin yang telah meninggal atau yang prognosis untuk

hidup di luar uterus tidak baik. Cara ini, apabila akan dilakukan, lebih

tepat dilakukan pada multipara karena persalinannya dijamin lebih lancar;

dengan demikian tekanan pada plasenta berlangsung tidak terlampau lama.

2. Seksio sesaria; bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber

perdarahan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus

untuk berkontraksi menghentikan perdarahnnya, dan untuk menghindarkan

perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila

dilangsungkan persalinan pervaginam.

Indikasi seksio caesaria pada plasenta previa:

 Semua plasenta previa totalis, janin hidup atau meninggal; semua

plasenta previa partialis, plasenta previa marginalis posterior, karena

perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.


16

 Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak

berhenti dengan tindakan-tindakan yang ada

 Plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang.

2.6.6 KOMPLIKASI

A. Pada Ibu

 Perdarahan hingga syok akibat perdarahan

 Anemia karena perdarahan

 Plesentitis

 Endometritis pasca persalinan

 Robekan-robekan jalan lahir akibat tindakan

 Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu

dibersihkan dengan kerokan.

B. Pada Janin

 Persalinan prematur atau lahir mati

 Prolaps tali pusat

 Asfiksia berat

2.6.7 PROGNOSIS

Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas

dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan

mortalitas janin 50-80%. Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini,

maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.

Kematian maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi,

emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun
17

menjadi 7-25%, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps

funikuli, dan persalinan buatan (tindakan).

2.7 SOLUTIO PLASENTA

2.7.1 DEFINISI

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

yang normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Istilah lain dari solusio

plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio plasentae, accidental

haemorrhage dan prematur separation of the normally implanted placenta.

2.7.2 KLASIFIKASI

A. Berdasarkan derajat lepasnya plasenta

 Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya

 Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas

 Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta

yang terlepas.

 Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat

menyelundup keluar dibawah selaput ketuban.

 Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan

tersembunyi dibelakang plasenta.


18

B. Berdasarkan tingkat gejala klinik

Kelas 0: asimptomatik

Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan

hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta.

Rupture sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.

Kelas I : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.

Solusio plasenta ringan yaitu rupture sinus marginalis atau terlepasnya

sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak,sama sekali tidak

mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya. Gejala: perdarahan

pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali bahkan

tidak ada, perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang, tekanan

darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati, dan

tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.

Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.

Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lepas lebih dari

seperempatnya tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya.


19

Gejala: perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-hitaman, perut

mendadak sakit terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan

perdarahan pervaginam walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan

lebih banyak perdarahan di dalam,di dinding uterus teraba nyeri tekan

sehingga bagian bagian janin sulit diraba, apabila janin masih hidup

bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop biasa harus dengan

stetoskop ultrasonic, terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi

(150–250 % mg/dl).

Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.

Solusio plasenta berat, plasenta lepas lebih dari dua pertiga

permukaannya, terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok dan

janinnya telah meninggal. Gejala: ibu telah masuk dalam keadaan syok,

dan kemungkinan janin telah meninggal, uterus sangat tegang seperti

papan dan sangat nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai

dengan keadaan syok ibu, perdarahan pervaginam mungkin belum

sempat terjadi besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan

darah dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (<150 mg/dl)

C. Berdasarkan kondisi klinis


 Solusio plasenta ringan: Plasenta yang terlepas <25% atau <1/6 bagian.
Perdarahan pervaginam <250cc.
 Solusio plasenta sedang: Plasenta yang terlepas 25-50%. Perdarahan
pervaginam 250-1000cc
 Solusio plasenta berat: Plasenta yang terlepas >50%. Perdarahan
pervaginam luas >1000cc.
20

2.7.3 ETIOLOGI
Penyebab utama dari solusio plasenta, masih belum diketahui dengan
jelas. Meskipun demikian, beberapa hal tersebut dibawah ini diduga
merupakan faktor–faktor yang berpengaruh pada kejadiannya, antara lain:
1. Hipertensi essensialis atau preeklamsi
2. Tali pusat yang pendek
3. Trauma
4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
5. Uterus yang sangat mengecil (Hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir).

Disamping itu , ada juga pengaruh dari:


 Umur lbu yang tua
 Multiparitas
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Defisiensi asam folat
 Merokok, alkohol, kokain

2.7.4 DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIK

Solutio Plasenta Ringan

 Perdarahan pervaginam sedikit dan berwarna kehitam–hitaman

 Tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya

 Perut terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang

 Bagian janin masih mudah diraba

Solutio Plasenta Sedang

 Gejala dapat timbul perlahan–lahan seperti plasenta solutio ringan

 Gejala dapat timbul mendadak dengan sakit perut terus menerus


21

 Perdarahan pervaginam tampak sedikit namun perdarahan mungkin telah

mencapai 1000 ml

 syok

 Dinding uterus tegang terus menerus dan nyeri tekan

 Bagian – bagian janin sulit diraba

 Bunyi jantung janin sukar didengarkan

Solutio Plasenta Berat

 Ibu Syok

 Biasanya janin telah meninggal

 Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri

 Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok

ibunya

 Kemungkinan besar telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan

ginjal

Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan:

1. Anamnesis

 Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa

melokalisir tempat mana yang paling sakit, dimana plasenta terlepas.

 Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-

konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan

darah.

 Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya

berhenti (anak tidak bergerak lagi).


22

 Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-

kunang, ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah

yang keluar.

 Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang

lain.

2. Inspeksi

 Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.

 Pucat, sianosis, keringat dingin.

 Kelihatan darah keluar pervaginam.

3. Palpasi

 TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak

sesuai dengan tuanya kehamilan.

 Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in

bois (wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.

 Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.

 Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi

Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya

diatas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta

yang terlepas lebih dari sepertiga.

5. Pemeriksaan dalam

 Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.

 Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang,

baik sewaktu his maupun diluar his.


23

 Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya,

plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan,

disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan plasenta

previa.

6. Pemeriksaan umum.

 Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita

penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok.

 Nadi cepat, kecil, dan filiformis.

7. Pemeriksaan Ultrasonography (USG).

Ultrasonography adalah suatu metode yang penting untuk mengetahui

adanya pendarahan di dalam uterus. Kualitas dan sensitifitas ultrasonografi

dalam mendeteksi solusio plasenta telah meningkat secra signifikan

belakangan ini.

Tetapi bagaimanapun juga ini bukan metode yang sempurna dan

sensitif untuk mendeteksi solusio plasenta, tercatat hanya 25% kasus solusio

plasenta yang ditegakkan dengan USG.

Solusio plasenta tampak sebagai gambaran gumpalan darah

retroplacental, tetapi tidak semua solusio plasenta yang di USG ditemukan

gambaran seperti di atas. Pada fase akut, suatu perdarahan biasanya

hyperechoic, atau bahkan isoechoic, maka kita bandingkan dengan plasenta.

Gambaran konsisten yang mendukung diagnosa solusio plasenta

antara lain adalah; gumpalan hematom retroplasenta (hyperochoic hingga

isoechoic pada fase akut, dan berubah menjadi hypoechoic dalam satu
24

minggu), gambaran perdarahan tersembunyi, gambaran perdarahan yang

meluas. Manfaat lainnya adalah USG dapat dipakai untuk menyingkirkan

kemungkinan penyebab lain perdarahan antepartum.

8. Pemeriksaan plasenta
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kita periksa plasentanya. Biasanya
tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (krater) dan terdapat
koagulum atau darah beku di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplasenter.

2.7.5 PENANGANAN

1. Solutio Plasenta Ringan

Ekspektatif (Konservatif)

 Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan

kemudian partus spontan.

 Dilakukan apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan keadaan

hemodinamik yang stabil yakni perdarahan berhenti spontan, kontraksi

uterus tidak ada, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup.

 Pasien dirawat dengan tirah baring, atasi anemia, USG, dan CTG serial,

berikan tokolisis dengan syarat keadaan janin baik, lalu tunggu

persalinan spontan.

 Pemeriksaan laboratoirum darah lengkap , golongan darah, pembekuan

darah harus dilakukan

Aktif

 Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak

segera dilahirkan dan perdarahan berhenti.


25

 Dilakukan apabila ada perdarahan berlangsung terus, uterus

berkontraksi, dapat mengancam ibu/janin, gejala solutio plasenta itu

bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solutio plasenta

bertambah luas.

 Disseminating Intravaskular Coagulophaty (DIC) harus disingkirkan,

terutama pada kasus-kasus dengan kematian janin. Bedside bleeding

test dapat mengkonfirmasikan diagnosis tersebut.

 Apabila terdapat koagulopati, koreksi dengan fresh frozen plasma atau

cryoprecipitate. Segera setelah faktor pembekuan terkoreksi dan volume

cairan tergantikan, lakukan terminasi kehamilan.

 Bila janin hidup, dilakukan seksio caesaria. Apabila janin mati, ketuban

segera dipecahkan (amniotomi) disusul pemberian infus oksitosin untuk

mempercepat persalinan pervaginam (dalam 6 jam). Bila kemajuan

partus tidak memuaskan atau pembukaan serviks kurang dari 5, lakukan

seksio caesaria.

2. Solutio Plasenta Sedang dan Berat

Apabila diagnosis solutio plasenta ditegakkan, berarti perdarahan

telah terjadi minimal 1000cc. Dengan demikian, transfusi darah harus

segera dilakukan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya

perdarahan karena vasospasmus sebagai reaksi dari perdarahan ini akan

meninggikan tekanan darah. Petunjuk paling tepat untuk pemberian

transfusi darah secukupnya ialah dengan mengukur tekanan vena pusat


26

(Central Venous Pressure (CVP), CVP pada triwulan ketiga sekitar 10 Cm

Air.

Untuk memperbaiki hemodinamik pasien berikan lakukan juga

resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat dalam 2 jalur dengan

jarum besar (16G, 18G). Observasi terus keadaan janin, dan berikan O2

murni untuk pasien dengan hipotensi.

Ketuban segera dipecahkan, tidak peduli keadaan umum pasien

dan tidak peduli apakah persalinan akan dilakukan pervaginam atau per

abdominam. Amniotomi akan merangsang dimulainya persalinan dan

mengurangi tekanan intrauterin yang dapat menyebabkan komplikasi

nekrosis korteks ginjal (refleks uterorenal) dan gangguan pembekuan

darah. Bila perlu, persalinan dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.

Apabila persalinan tidak selesai atau diperkirakan tidak akan

selasai dalam 6 jam setelah terjadinya solutio plasenta, walaupun

amniotomi dan pemberian infus oksitosin telah dilakukan, satu-satunya

cara untuk segera mengosongkan uterus ialah dengan seksio caesaria.

Seksio Caesaria tidak perlu menunggu sampai darah tersedia secukupnya,

atau syok teratasi, karena tindakan terbaik dalam mengatasi perdarahan

adalah dengan segera menghentikan sumbernya.

Apabila perdarahan tidak dapat diatasi dengan seksio caesaria,

uterus Couvelaire dengan kontraksi tidak baik, terjadi afibrinogenemia

atau hipofibrinogenemia, persediaan darah atau fibrinogen tidak ada atau

tidak cukup; maka histerektomi perlu dipertimbangkan. Dapat juga


27

dilakukan ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi

fungsi reproduksi masih ingin dipertahankan.

2.7.6 KOMPLIKASI

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang

terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat

terjadi adalah :

A. Perdarahan

Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir

tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera.

Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya

perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk

menghentikan perdarahan pada kala III, dan kelainan pembekuan darah.

Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah

di anatara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus

Couvelaire. Apabila perdarahan post-partum itu tidak dapat diatasi

dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun

pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir untuk

mengatasi perdarahan postpartum itu ialah histerektomia atau pengikatan

arteria hipogastrika.

B. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta yang biasanya

disebabkan oleh hipofibrinogenemi terjadi kira-kira 10%; sedangkan di

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menurut Wirjohadiwardojo


28

(1973) terjadi pada 46% dari 134 kasus yang diselidikinya. Terjadinya

hipofibrinogenemi diterangkan oleh Page (1951) dan Schneider (1955)

dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat

terjadinya pembekuan darah retroplasenter, sehingga terjadi pembekuan

darah intravaskular di mana-mana, yang akan menghabiskan factor-

faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Kadar fibrinogen

plasma normal pada wanita hamil cukup-bulan ialah 450 mg%, berkisar

antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100

mg%, akan terjadi gangguan pembekuan darah.

C. Oligouria dan gagal ginjal

Hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran air kencing

yang harus secara rutin dilakukan pada solution plasenta sedang, dan

berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre-eklamsia, atau

hipertensi menahun. Terjadinya oligouria belum dapat diterangkan

dengan jelas. Sangat mungkin berhubungan dengan hipovolemia, dan

penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak. Ada

pula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterine yang meninggi

karena solution plasenta menimbulkan refleks penyempitan pembuluh

darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperanan pula dalam

terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.

D. Gawat janin

Jarang kasus solusio plasenta yang datang ke rumah sakit dengan janin

yang masih hidup. Kalau pun didapatkan janin masih hidup, biasanya
29

keadaannya sudah demikian gawat, kecuali pada kasus solution plasenta

ringan.

2.7.7 PROGNOSIS

Terhadap Ibu

Mortalitas menurut kepustakaan 5-10%, sedangkan di RS Pringadi


Medan dilaporkan 6,7%. Hal ini dikarenakan adanya perdarahan sebelum dan
sesudah partus, toksemia gravidarum, kerusakan organ terutama nekrosis
korteks ginjal dan infeksi. Prognosis ibu tergantung dari luasnya plasenta
yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, derajat kelainan
pembekuan darah, ada tidaknya hipertensi menahun atau preeklampsia,
tersembunyi tidaknya perdarahan, jarak waktu antara terjadinya solutio
plasenta dan pengosongan uterus.

Terhadap Anak

Mortalitas anak tinggi menurut kepustakaan 70-80%, sedangkan di RS


Pringadi Medan 77,7%. Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari
plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak
100%. Selain itu juga tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.
Prognosis janin pada solutio plasenta berat hampir 100% mengalami
kematian. Pada solutio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung
dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus dan tuanya kehamilan.
Perdarahan lebih dari 2000 mL biasanya menyebabkan kematian janin.

Terhadap Kehamilan Berikutnya

Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio


plasenta, maka pada kehamilan berikutnya sering terjadio solusio plasenta
yang lebih berat dengan partus prematurus atau immaturus.
30

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan antepartum dapat berasal dari kelainan plasenta dan bukan dari

kelainan plasenta. Perdarahan yang cepat dan banyak berasal dari kelainan

plasenta. Frekuensi terbanyak ialah plasenta previa dan solutio plasenta.

1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan

setelah 20 minggu.

2. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio

plasenta, ruptur sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa.

3. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini

sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.

4. Penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan

menunjang diagnosa secara cepat.

5. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka

mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.


31

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. 2001. Plasenta Previa, Antepartum

hemorrhage. In: Williams Obstetrics, 22st ed, Prentice Hall International Inc.

Appleton and Lange, Connecticut; 712-716

Hacker N, Moore JG, Gambone J. 2004. Antepartum haemorrhage.

Dalam: Essentials of Obstetrics and Gynecology edisi ke-4. United

States: Elsevier. hlm. 121-8.

Manuaba IBG. 2010. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan & keluarga

berencana untuk pendidikan Bidan. Jakarta: EGC; hlm. 253-7.

Martaadiseobrata D, Wijayanegara H. 2005. Obstetri patologi. Jakarta:

EGC.

Mochtar, R,. 2013. Sinopsis Obstetri obstetri fisiologis obstetri patologis, edisi

ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Miller DA, Chollet JA, Goodwin TM. . 2009. Clinical risk factors for

placenta praevia-placenta accreta. Am J Obstet Gynecol; 177(1):210-4.

Saifuddin A.B, Adriansz G, Wiknjosastro, H, Waspodo D. 2014. Perdarahan

kehamilan lanjut dan persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwomo

Prawirohardjo.
32

Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F. 2005. Pendarahan

antepartum. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi ke-2.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Wiknjosastro, H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. 2006. Perdarahan Antepartum.

Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai