Anda di halaman 1dari 9

1.

Latar Belakang

Pada prinsip self-assessment dalam pemenuhan kewajiban perpajakan adalah


bahwa Wajib Pajak (WP) diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang
dipercayakan pada WP sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang
disampaikannya. Artinya, pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat
dikenai pajak (ketentuan materiil) bukan karena terbitnya ketetapan pajak (ketentuan
formil).
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas kepada WP tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya
data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP. Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pajak
tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat
Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak
hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam
pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak
dilaporkan oleh Wajib Pajak.Surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang terlebih dahulu telah dilakukan
Verifikasi, Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau Pemeriksaan Bukti
Permulaan dan diterbitkan berdasarkan nota penghitungan dari laporan hasil
Verifikasi, laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan Ulang atau laporan
Pemeriksaan Bukti Permulaan

2. Rumusan Masalah

a. Apakah fungsi dari Surat Ketetapan Pajak ?


b. Bagaimanakah Ketentuan Umum Surat Ketetapan Pajak?
c. Sebutkan Jenis-Jenis Surat Ketetapan Pajak ?
d. Bagaimanakah ketentuan Daluwarsa Penetapan Pajak ?

3. Tujuan Penulisan

a. Mendeskripsikan fungsi dari Surat Ketetapan Pajak


b. Mendekripsikan Ketentuan Umum Surat Ketetapan Pajak
c. Mendeksripsikan Jenis-Jenis Surat Ketetapan Pajak
d. Mendeksripsikan Ketentuan Daluawarsa Penetapan pajak
2. Landasan Hukum

 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 Tentang Perubahan Undang


Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 607/KMK.04/1994 Tentang Tata
Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan
Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak, Tanggal 21 Desember
1994.
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 Tentang Tata
Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Dan
Pengurangan atau Penghapusan Ketetapan Pajak. Tanggal 22 Desember
2000.
 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 18/PJ.24/1995 Tentang Perubahan
atas Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP - 05/PJ.24/1995 Tanggal 3
Februari 1995 Tentang Bentuk Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan
Pajak atas Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Tanggal 5 Mei 1995.
BAB III
PEMBAHASAN

1. Penetapan Pajak

Pada prinsipnya, setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Artinya, pajak terutang pada
saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak (ajaran materiil) bukan
karena terbitnya ketetapan pajak (ajaran formil).
Berdasarkan UU KUP, Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk
menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua Surat Pemberitahuan yang
disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas
pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian
Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan
oleh Wajib Pajak.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung
dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang bersangkutan tidak benar, maka
Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana
mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Direktur Jenderak Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau STP
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak
diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau informasi yang
menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak
(Pasal 14 PP 80 Tahun 2007).
Direktur Jenderal Pajak juga dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan atau
STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau
setelah penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila setelah
penghapusan NPWP WP atau pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data
dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi WP.

2. Fungsi Surat Ketetapan Pajak

Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :


1. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-
nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal
dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang

3. Jenis-Jenis Surat Ketetapan Pajak

Surat Ketetapan Pajak (PMK-23/PMK.03/2008 Jo PER-5/PJ/2009


SKP adalah surat ketetapan yang meliputi SKPKB atau SKPKBT atau SKPN atau
SKPLB (pasal 1 angka 15 UU KUP). Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak
kewenangan mengeluarkan SKP dilimpahkan kepada KPP. Ketetapan pajak ini dapat
diteritkan berdasarkan pemeriksaan atau penelitian pajak.
Jenis Surat Ketetapan Pajak

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).


2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

Ketentuan Umum Penerbitan Surat Ketetapan Pajak

 SKP diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
 SKP untuk Masa Pajak diterbitkan sesuai dengan masa pajak yang tercakup
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan atau Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai.
 Dalam hal SKP diterbitkan untuk PPh pasal 21, SKP tersebut diterbitkan
sesuai dengan Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yng mencakup seluruh
surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan pasal 21 untuk Bagian Tahun
Pajak atau Tahun paJak yang bersangkutan.
 Bagi WP yang sudah dihapuskan NPWP nya,penerbitan SKP dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu menerbitkan kembali NPWP dengan menggunakan
nomor yang sama dengan nomor yang sudah dihapuskan. Penerbitan SKP ini
dilakukan apabila setelah penghapusan NPWP atau Pencabutan Pengukuhan
pengusaha Kena Pajak, diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan
adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi WP.
 SKP harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan yang dibuat
berdasarkan laporan atas hasil penelitian, pemeriksaan, pemeriksaan ulang,
atau pemeriksaa bukti permulaan.
 Penyampaian SKP kepada WP, dapat dilakukan

1). Secara langsung

2). Melalui pos dengan bukti pengiriman surat

3). Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat.

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang
masih harus dibayar.
SKPKB Diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau tahun pajak
dalam hal :
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau
kurang bayar, atau apabila kepada WP diterbitkan NPWP dan/atau
dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (4a) UU KUP. Atas pajak yang tidak/kurang dibayar tersebut ditambah
sanksi administrasi bunga sebesar 2% per bulan (berlaku baik atas PPh, PPN,
maupun PPnBM). Data konkret yang diperolah atau dimiliki oleh Dirjen Pajak
berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti pemotongan pajak penghasilan.
2. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat
teguran, maka dikenai sanksi sebagai berikut :
 PPh WP Sendiri (badan/orang pribadi/BUT) kenaikan sebesar 50%
 PPh pemotongan/pemungutan, kenaikan sebesar 100%
 PPN/PPnBM kenaikan sebesar 100%.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain PPN/PPnBM ternyata terdapat
PPN yang seharusnya tidak dikompensasikan atau tidak dikenai tarif 0%. Atas jumlah
pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%.
Kewajiban pasal 28 dan 29 UU KUP tidak dipenuhi. Atas jumlah pajak yang terutang
dikenai sanksi kenaikan sebesar:
 50% untuk PPh WP sendiri (PPh orang pribadi/badan/BUT)
 100% untuk PPh pemotongan/pemungutan.
SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 5 tahun telah lewat, apabila wajib
pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak
pidana lain yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak yang terutang dikenai sanksi
bunga 48% dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar.
PP Nomor 80 Tahun 2007 menegaskan bahwa Dirjen Pajak dapat menerbitkan
SKPKB dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan :
 Hasil penelitian terhadap keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal
13 ayat 1 UU KUP
 Hasil pemeriksaan terhadap :
1). Surat pemberitahuan
2). Kewajiban
perpajakan WP karena WP tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam
jangka waktu yang ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan pada waktunya.
c. Hasil pemeriksaan
bukti permulaan terhadap :
1). WP yang melakukan perbuatan sebagaimana
diatur dalam pasal 13A UU KUP.
2). WP Badan yang dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan karena tidak memenuhi ketentuan pasal 29 ayat
3 dan ayat 3a UU KUP, tetapi tidak ditemukan bahwa WP melakukan tindak
pidana bidang perpajakan.
Penerbitan SKPKB secara jabatan yaitu dengan perhitungan secara jabatan dalam arti
penghitungan pajak didasarkan pada data yang tidak hanya diperolah dari WP saja.
Penerbitan SKPKB jabatan dapat dilakukan terhadap kasus :
 WP tidak menyampaikan SPT dan setelah ditegur tetap tidak menyampaikan
SPT sesuai waktu yang ditetapkan dalam Surat Teguran.
 WP tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau
Pasal 29 UU KUP.

b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)


SKPLB Adalah SKP yang menunjukkan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayra lebih besar dari jumlah
pajak yang terutang.
SKPLB Diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik atas SPTLB yang
diajukan restitusi, SPT LB yang tidak diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT
KB.
SKPLB Diterbitkan berdasarkan :
 Hasil penelitian terhadap kebenaran pembayaran pajak atas permohonan WP
yang terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
(pasal 17 ayat 2 UU KUP).
 Hasil pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan terhadap jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang (pasal 17 ayat 1 dan 3 UU KUP).
 Hasil pemeriksaan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak, terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang (pasal 17B UU KUP).
SKPLB dapat diterbitkan lagi apabila berdasarkan pemeriksaan data baru ternyata
terdapat pajak yang dibayarkan yang jumlahnya lebih besar daripada kelebihan
pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
SPTLB diajukan restitusi, Ditjen Pajak harus menerbitkan SKPLB atau SKPN atau
SKPKB dalam jangka waktu 12 bulan dan apabila dalam jangka waktu 12 bulan
belum diterbitkan SKPLB, maka permohonan restitusi dianggap dikabulkan. SKPLB
harus doterbitkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 bulan setelah jangka
waktu 12 bulan tersebut terlewati. Atas pajak yang lebih bayar ini ditambah imbalan
bunga sebesar 2% per bulan (pasal 17B UU KUP).
Dalam hal permohonan restitusi atas SPT LB tersebut diajukan oleh WP dengan
persyaratan tertentu, Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian harus mengembalikan
kelebihan pembayaran pajak paling lambat 3 bulan sejak permohonan diterima (untuk
PPh) dan paling lambat 1 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPN).
Dalam hal surat SKPLB diterbitkan bagi orang pribadi yang belum memiliki NPWP
atau subjek pajak luar negeri sehubungan dengan permohonan pengembalian pajak
yang seharusnya tidak terutang, baik permohonan pengembalian pajak yang diajukan
sendiri maupun yang diajukan dengan memberikan kuasa kepada
pemotong/pemungut termasuk Pengusaha Kena Pajak, penerbitan SKPLB dilakukan
dengan menggunakan nama orang pribadi yang belum memiliki NPWP atau subjek
pajak luar negeri tersebut tanpa menerbitkan NPWP.

c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)


SKPN adalah SKP yang diterbitkan dalam hal jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak.SKPN diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan
baik atas SPT nihil, SPT kurang bayar, maupun SPTLB.

SKPN diterbitkan untuk :


 PPh, apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak
yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
 PPN, apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang
dipungut oleh pemungut PPN, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan
cara jumlah pajak keluaran dikurangi pajak yang dipungut oleh Pemungut
PPN tersebut; atau
 PPnBM apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang
terutang/pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

d. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)


SKPKBT Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah yang
telah ditetapkan (SKPKB, SKPN, SKPLB).
SKPKBT Diterbitkan oleh Dorjen Pajak dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat
pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, apabila
ditemukan data baru (novum) yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT.
Data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk
menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang oang belum diberitahukan oleh WP
pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampirannya
maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Termasuk data yang baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data yang :
 Tidak diungkapkan oleh WP dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya
(termasuk laporan keuangan)
 Pada waktu pemeriksaan umtuk penetapan semula WP tidak mengungkapkan
data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci
sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam penghitungan jumlah
pajak yang terutang.
Dirjen Pajak menerbitkan SKPKBT berdasarkan :
 Hasil pemeriksaan atau pemeriksaan ulang terhadap data baru yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang termasuk data yang
semula belum terungkap.
 Hasil penelitian atas Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap terhadap WP yang dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau bidang lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.
 Hasil penelitian terhadap keterangan tertulis dari WP sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15 ayat 3 UU KUP.

4. Surat Tagihan Pajak (STP)


STP merupakan surat yang diterbitkan untuk melakukan penagihan pajak dan/atau
sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. STP mempunyai kekuatan hukum
yang sama dengan SKP sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan
dengan Surat Paksa. STP diterbitkan setelah dilakukan penelitian administrasi
perpajakan atau berdasarkan hasil pemeriksaan pajak.
Fungsi STP :
 Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT WP.
 Sarana untuk menagih, mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.
Sebab dikeluarkannya STP :
1. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar;
2. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah
tulis dan/atau salah hitung;
3. WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
a. Sanksi administrasi berupa denda Rp 500.000,- jika WP tidak atau terlambat
penyampaian SPT masa PPN (Pasal 7 UU KUP).
b. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak
yang kurang bayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan
berakhir sampai dengan tanggal pembayaran (Pasal 8 ayat 2; pasal 9 ayat (2b)
UU KUP).
c. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak
yang kurang bayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran (Pasal 8 ayat 2a); pasal 9 ayat 2a).
d. Sanksi administrasi berupa denda 50%dari jumlah pajak berdasarkan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah bibayar sebelum mengajukan
keberatan (pasal 25 ayat 9 UU KUP).
e. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan
Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan (Pasal 27 ayat 5d UU KUP).
f. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk seluruh masa
(Pasal 19 ayat 1).
g. Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang masih
harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan dalam hal WP
diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak (Pasal 19 ayat 2).
h. Sanksi bunga sebesar 2% per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas
waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan
pembayaran (Pasal 19 ayat 3).
4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak
atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; dikenai Sanksi administrasi
berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak; Pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 UU PPN 1984 dan perubahannya selain :
Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 huruf b UU PPN
1984 dan perubahannya; atauIdentitas pembeli serta nama dan TTD sebagaimana
dimaksud dalam pasal 13 ayat 5 huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan
perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran
dikenai Sanksi administrasi berupa denda 2% dari dasar pengenaan pajak ; PKP
melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak dikenai
Sanksi administrasi berupa denda 2% dari dasar pengenaan pajak ; PKP yang
gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat 6a UU PPN 1984 dan perubahannya dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih
kembali.

5. Daluwarsa Penetapan Pajak


Berdasarkan Pasal 13 ayat (4) UU KUP, besarnya pajak terutang yang diberitahukan
oleh Wajib Pajak dalam SPT Masa atau SPT Tahunan menjadi tetap dengan
sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan apabila dalam jangka waktu 5 (lima) Tahun setelah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak. Hal ini diatur untuk memberikan
kepastian hukum bagi Wajib Pajak berkenaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak
dengan sistem self assesment.
Berdasarkan Ketentuan Peralihan pasal 11 UU Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan
bahwa daluwarsa penetapan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak 2007 dan sebelumnya, selain penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) atau Pasal 15 ayat (4), berakhir paling lama pada akhir Tahun Pajak 2013

Anda mungkin juga menyukai