Anda di halaman 1dari 43

18.

ADAB BERGAUL dengan ALLAH dan MANUSIA

Adab Bergaul dengan Allah aza wa jalla

Ketahuilah : Sesungguhnya sahabatmu yang tidak akan pernah meninggalkanmu, baik


ketika engkau menetap maupun bepergian, di waktu kau tidur atau jaga, bahkan di waktu
kau hidup atau mati…ia adalah Tuhanmu, Penolongmu, Pemimpinmu dan Penciptamu.
Dimanapun kapanpun kau mengingat-Nya maka Dia menjadi teman dudukmu (bersamamu);
sebagaimana Dia berfirman (dalam hadis qudsi) :”Aku bersama siapa pun yang mengingat-
Ku”

Dimanapun kapanpun ketika patah hatimu dengan kesedihan lantaran engkau tak
menunaikan kewajiban-kewajiban pada Tuhanmu…maka Dia lah sahabatmu dan
pendampingmu (senantiasa bersamamu); sebagaimana firman-Nya : “Aku bersama orang-
orang yang patah hatinya demi Aku.”

Andaikata engkau benar-benar mengenal “Al Haq” (Allah Swt) dengan sebenar-benarnya
pengenalan (makrifat)…..niscaya engkau menjadikan Dia sebagai sahabat, dan engkau
tiinggalkan orang-orang lain daripadanya.

Namun jika engkau tak mampu melakukan hal itu dalam seluruh waktumu (sepanjang
masa)….maka berupayalah kau agar tidak ada waktu yang kosong di malam dan siangmu
dari suatu waktu dimana engkau hanya bersama Wali-Mu (menyendiri), dan menikmati saat-
saat perbincangan lirihmu dengan-Nya (munajat)
Pada saat itulah : engkau harus mempelajari (mengetahui dan menjalani) adab-adab
bersahabat dengan Alla aza wa jalla.

Adab-adab itu adalah :

Dalam menyendiri bersama-Nya (tafakkur) untuk bisa merealisasikan dalam kehidupan


sehari-hari:

1. Menundukkan kepala dan merendahkan pandangan,

2. Memusatkan perhatian kepada Allah Swt

3. Senantiasa dalam keadaan Diam

4. Menenangkan anggota badan

5. (bertekad dan mengamalkan untuk) bersegera mematuhi perintah-Nya


6. (bertekad dan mengamalkan untuk) menjauhi larangan-Nya

7. (Sadar dan paham untuk) Tidak menyangkal perbuatanNya (Tidak menunjukkan rasa
tidak puas hati terhadap takdirNya).

8. (bertekad dan mengamalkan dalam) berzikir (ingat) kepada-Nya disetiap keadaan

9. (bertekad dan mengamalkan untuk) selalu memikirkan tentang nikmat Allah dan
keagungan-Nya

10. (bertekad dan mengamalkan dalam) Mengambil yang hak dan tidak
mengandalkan/bergantung kepada manusia

11. (sadar dan paham dengan) tunduk merasa hina di hadapan keagungan-Nya

12. (sadar dan paham dalam) bersedih disertai rasa malu kepada Allah Sat atas
kecerobohan dalam ibadah

13. (sadar dan paham untuk) Merasa tenang dalam kehidupan karena percaya dengan
jaminan-Nya.
14. (sadar dan paham dalam) Bertawakal (bersandar) kepada karunia Allah aza wa jalla
karena mengetahui hanya pilihan Allah saja yang terbaik.

Semua adab ini patut menjadi peganganmu di sepanjang malam dan siangmu; karena adab-
adab ini adalah adab-adab bersahabat bersama Sahabat Yang tak sekejap pun
meninggalkanmu, sedangkan (sahabat-sahabat dari kalangan) manusia seluruhnya lambat
laun akan meninggalkanmu.

Adab Seorang Guru (Orang Alim)

Jika engkau seorang ‘alim…maka adab-adab orang ‘alim :

1. Ihtimal bersabar yakni bersabar dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang


diajukan oleh murid-muridnya

2. Senantiasa Hilmi (santun dan tidak terburu-buru dalam segala urusan)

3. Duduk dengan penuh wibawa disertai ketenangan dan menundukkan kepala di


hadapan manusia
4. Tidak bersikap sombong kepada semua hamba Allah kecuali terhadap orang-orang
yang zalim; dan terang-terangan menunjukkan kezaliman untuk mencegah mereka
berbuat zalim

5. Mengutamakan tawadhu’ di tempat-tempat pertemuan dan majelis-majelis

6. Meninggalkan bergurau dan bermain-main

7. Menunjukkan kasih sayang pada murid di waktu mengajarnya

8. Bersabar terhadap murid yang kurang pandai

9. Memperbaiki murid yang bodoh dengan bimbingan yang baik

10. Tidak memarahi atau menyindir murid yang bodoh


11. Tidak malu berkata (“Saya tidak tahu”) jika masalahnya tidak jelas atau tidak tahu

12. Memberikan perhatian kepada murid yang bertanya dan memahami pertanyaannya
dengan baik untuk menjawab masalahnya.

13. Menerima hujjah atau dalil yang benar

14. Tunduk kepada kebenaran dan kembali kepadanya ketika bersalah

15. Melarang murid mempelajari ilmu yang membahayakan agamanya (spt ilmu sihir dll)

16. Melarang murid ketika menyukai (belajar) ilmu yang berguna namun mengharap
selain dari keridhaan Allah.

17. Mencegah murid dari menyibukkan diri belajar tentang fardhu kifayah sebelum
menyibukkan diri dengan mempelajari fardhu ‘ain, sedangkan fardhu ‘ain
memperbaiki lahir dan batin dengan takwa.
18. Mengutamakan memperbaiki diri sendiri dengan taqwa sebelum ia menyuruh orang
lain, supaya muridnya dapat mencontohi amal perbuatannya dan mengambil
manfaat daripada perkataannya (ilmunya).

Adab Seorang Murid (Penuntut Ilmu)

Jika engkau seorang murid….maka adab-adab murid terhadap guru (orang lain) sbb :

1. (saat bertemu gurunya) Mengawali dalam memberi hormat dan memberi salam

2. Tidak banyak ngomong di hadapan guru

3. Tidak berbicara selama tidak ditanya oleh gurunya

4. Tidak menanyakan sesuatu sebelum minta izin kepada gurunya lebih dulu
5. Jangan berkata – yang menyanggah perkataan gurunya - : seperti berkata : “Si fulan
berkata tak sebagaimana yang engkau katakan.”

6. Jangan ia mengisyaratkan pada gurunya dengan menyalahi pendapatnya, untuk


menunjukkan bahwa dia lebih tahu yang benar daripada gurunya

7. Jangan ia berbisik-bisik dengan orang yang duduk disebelahnya di majelis (ketika


gurunya sedang memberikan pelajaran)

8. Jangan menoleh ke kanan dan ke kiri…tetapi duduk sambil menundukkan


pandangannya dengan tenang dan sopan seakan-akan ia di dalam (sedang) sholat

9. Jangan banyak bertanya kepada gurunya ketika ia sedang penat/letih

10. Apabila guru berdiri, maka murid pun berdiri (untuk menghormatinya)

11. (Di saat guru sedang berjalan) jangan mengikutinya (membuntutinya) dengan
berbicara dan bertanya-tanya padanya (di sepanjang jalan)
12. Jangan bertanya pada gurunya di tengah jalan, tapi tunggulah sampai ia tiba di
rumahnya atau tempat duduknya

13. Jangan berburuk sangka kepada gurunya mengenai perbuatan-perbuatan yang pada
zahirnya munkar (menyalahi ilmunya) menurut si murid, sedangkan Gurunya lebih
tahu tentang rahasia-rahasianya (dari perbuatan tersebut).

Dan ingatlah dalam hal ini ketika berkata Musa As kepada Khaidir As :

''Berkata {Nabi Musa kepada Nabi Khidhir} : “Mengapa engkau melobangi kapal ini yang
berakibat dapat menenggelamkan semua penumpangnya?. Sesungguhnya engkau telah
berbuat suatu kesalahan besar.”

Hendaknya seorang murid ingat bahwa ia bersalah ketika menyalahkan gurunya dengan
hanya mengandalkan zahinrnya saja.

Adab Anak kepada Kedua Orang Tuanya

Jika engkau mempunyai ayah dan ibu…maka adab-adab anak terhadap kedua orang tuanya
yang muslim sbb :
1. Mendengarkan perkataan mereka

2. Berdiri menyambut keduanya ketika mereka berdiri (demi menghormati dan


memelihara kehormatan mereka)

3. Mematuhi perintahnya (selama perintah itu bukan dalam mendurhakai Allah swt)

4. Tidak berjalan di depan kedua orang tuanya

5. Tidak mengangkat suara lebih tinggi daripada suara keduanya (demi sopan santun
terhadap mereka)

6. Menjawab panggilan mereka (dengan jawaban yang halus seperti ‘labbaik’)

7. Berusahalah keras untuk mencari keridhaan kedua orang tua (dengan perbuatan dan
perkataan)
8. Bersikaplah rendah hati dan lemah lembut kepada kedua orang tua (seperti melayani
mereka, menyuapi makan jika mereka tidak mampu)

9. Janganlah mengungkit-ungkit kebaikanmu kepada keduanya dan jangan pula


mengungkit kepada mereka apa-apa yang sudah kamu laksanakan sesuai perintah
keduanya

10. Janganlah ia memandang kedua orang tuanya dengan pandangan sinis

11. Janganlah bermuka cemberut kepada keduanya

12. Janganlah bepergian kecuali dengan izin keduanya

Ketahuilah : bahwa selain orang-orang yang tersebut itu (orang alim (guru), murid dan kedua
orang tua) maka ada tiga golongan dalam hakmu : mereka adalah teman-teman, atau
mereka yang kau kenal (tapi tidak akrab dengan mereka) atau mereka yang tidak engkau
kenal.

Adab bergaul dengan Orang Awam Tak Dikenal


Apabila engkau bergaul dengan orang awam yang belum dikenal sebelumnya…maka adab
ketika duduk bersama mereka sbb :

1. Tidak ikut campur dalam perbincangan mereka

2. Sedikit mendengarkan cerita-cerita mereka yang buruk dan perkataan mereka yang
dusta

3. Abaikan jangan membalas dari buruknya perkataan mereka

4. Menghindarlah dari seringnya berjumpa dengan mereka dan tidak menampakkan


rasa butuh pada mereka

5. Mengingatkan/menegur mereka atas kesalahan mereka dengan lemah lembut dan


beri nasihat pada mereka jika mereka mau menerimanya (setelah diingatkan/ditegur
tadi).

Adab bergaul dengan Teman

Adapun dalam bergaul dengan saudara-saudara dan teman-teman…hendaklah engkau


perhatikan dua tugas ini :
Tugas Pertama : Cara Memilih Teman atau Sahabat

Tugas Pertama : Engkau harus mencari lebih dulu (memperhatikan) syarat-syarat bersahabat
dan berteman (untuk menjadi saudaramu), oleh karena itu janganlah engkau bersaudara
kecuali dengan orang-orang yang layak/cocok untuk dijadikan saudara.

Rasulullah Saw bersabda : “ Manusia itu mengikuti kebiasaan temannya, maka hendaklah
seseorang dari kami melihat dengan siapa ia berteman.”

Apabila engkau mencari teman untuk menjadi mitramu dalam belajar, dan temanmu dalam
urusan agama serta duniamu….maka perhatikanlah 5 (lima) perkara di dalamnya :

Pertama – Carilah Teman yang Berakal


Maka tiada kebaikan dalam berteman dengan orang dongo, yang hanya menimbulkan
keresahan dan berakibat putus hubungan pada akhirnya, sebaik-baik teman si dongo adalah
ia bisa membahayakanmu di saat ia ingin memberimu manfaat, adapun musuh yang berakal
lebih baik dari teman yang dongo.

Dalam hal ini Saidina Ali bin Abi Talib ra berkata:

“Janganlah engkau berteman dengan orang bodoh…dan berhati-hatilah terhadapnya, agar


dia berhati-hati terhadapmu”

“Betapa banyak orang bodoh yang menyebabkan orang bijak binasa ketika berteman
dengannya”

“Orang akan dipandang sama dengan teman seiringnya… Bagaikan sepasang sepatu”

“Satu hal yang berdampingan merupakan cermin hal yang lain”


“Satu jiwa mencerminkan jiwa lain yang menjadi pasangannya”

Kedua – Carilah Teman yang Berakhlak Baik

Janganlah kau bersahabat dengan orang yang buruk/jelek akhlaknya, yaitu orang yang tidak
dapat menguasai (mengendalikan) dirinya (nafsu)nya di kala marah dan sangat bergelora di
kala senang (bangkit syahwatnya).

Alqamah Al ‘Utharidi rhm telah mengumpulkan dalam wasiatnya kepada anaknya menjelang
wafatnya ia berwasiat :

“Wahai anakku, apabila engkau ingin berteman dengan seseorang…maka bertemanlah


dengan orang yang apabila engkau melayaninya, maka ia akan menjagamu, jika engkau
berteman dengannya, maka ia menghiasimu (menyenangkanmu), dan jika engkau tidak
mempunyai biaya, maka ia menanggungnya dan mencukupimu”
“Bertemanlah dengan orang yang apabila engkau berbuat baik padanya maka ia
membalasmu, dan jika ia melihat kebaikan pada dirimu ia menyebutnya, dan jika ia melihat
perbuatan buruk pada dirimu ia pun menutupinya.”

“Bertemanlah dengan orang yang apabila engkau mengatakan sesuatu, maka ia


membenarkan perkataanmu, apabila engkau berusaha mengatasi suatu perkara maka ia
membantu dan menolongmu, dan jika kalian berselisih tentang sesuatu maka ia lebih
mengutamakanmu (dianya mengalah).

Dan berkata Saidina Ali bin Abi Talib ra :

“Sahabat sejati ialah orang yang senantiasa bersamamu..orang yang membahayakan dirinya
untuk memberimu manfaat”

“Dan orang yang ketika datang musibah ia menolongmu..ia korbankan dirinya untuk
menyenangkanmu”
Ketiga : Carilah Teman Sholeh (Bukan Fasik)

Janganlah berteman dengan orang fasik yakni yang terus menerus melakukan maksiat besar;
karena barangsiapa yang takut kepada Allah Swt maka dia tidak akan berbuat dosa besar,
dan barangsiapa yang tidak takut Allah Saw maka dia tidak dapat dipercayai sepenuhnya,
bahkan sikapnya terhadapmu akan berubah-ubah seirama dengan berubahnya nasib baik
dan keadaannya.

Allah Swt berfirman kepada Baginda Nabi Muhammad Saw : “Dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat kami serta menuruti hawa
nafsunya dan keadaannya itu melampaui batas.” (QS 18 Al Kahfi : ayat 28)
Hindarilah berteman dengan orang fasik, karena sesunguhnya penyaksian kefasikan dan
maksiat secara terus menerus menyebabkan hilangnya di hatimu rasa benci terhadap
maksiat, dan menyenangkan bagimu untuk mengerjakan (maksiat itu)…dan seperti itu juga
senangnya hati orang yang bermaksiat ghibah dikarenakan mereka sudah biasa
melakukannya (maksiat ghibah tersebut), (sebagai contoh) andaikata mereka melihat cincin
dari emas atau pakaian sutera (yang dikenakan) pada seorang faqih…niscaya mereka sangat
menentangnya (menyalahkannya), sedangkan ghibah itu lebih besar dosanya daripada
memakai emas dan sutera itu.

Keempat : Carilah Teman yang Tidak Tamak Dunia

Jangan berteman dengan orang yang tamak terhadap dunia; berteman dengan orang yang
tamak terhadap dunia…adalah racun yang mematikan; karena tabiat (sifat manusia)
cenderung meniru dan mengikuti (terpengaruh) tabiat orang lain, bahkan tabiat yang baik
dapat berubah (terpengaruh) menjadi tabiat yang lain (tidak baik) tanpa disadarinya.

Maka duduk bersama (berkumpul) dengan orang yang tamak( terhadap dunia)…akan
menambah ketamakanmu (terhadap dunia), sedangkan duduk bersama (berkumpul) dengan
orang yang zuhud di dunia…akan menambah kezuhudanmu (pada dunia).

Kelima : Carilah Teman yang Berkata Benar

Jangan berteman dengan tukang bohong (pendusta); maka sungguh berteman dengannya
bagai khayalan (tidak tahu keadaan yang sebenarnya), orang macam itu bagaikan
fatamorgana yang mendekatkan sesuatu yang jauh darimu dan menjauhkan sesuatu yang
dekat denganmu.

Barangkali jika engkau tidak menemukan sifat-sifat ini pada penghuni madrasah, dan di
majelis-majelis taklim atau di masjid-masjid.
Maka tiada ada jalan bagimu kecuali engkau memilih satu di antara dua jalan ini:

Pertama : Asingkanlah dirimu (uzlah) dan hiduplah sendirian; maka kau akan selamat.

Kedua : bergaulah dengan teman-teman di tengah masyarakat yang disesuaikan dengan


tipe-tipe mereka, dengan mengetahui bahwa teman itu ada tiga macam tipe :

Yaitu teman untuk akhiratmu, maka janganlah perhatikan padanya kecuali agama.

Dan teman untuk duniamu, maka janganlah perhatikan padanya kecuali akhlak yang baik.

Dan teman untuk menghibur hatimu; maka janganlah perhatikan padanya, kecuali
keselamatan dari kejahatannya, fitnah dan keburukannya.

Orang-orang yang engkau jadikan teman ada tiga perumpamaan :


Golongan Pertama : Perumpamaan mereka seperti makanan yang tak seorangpun tidak bisa
lepas darinya (selalu dibutuhkan) Yakni Ulama.

Golongan Kedua : Perumpamaan mereka seperti obat, yang dibutuhkan di dalam waktu
tertentu. (kadang dibutuhkan, tapi tak selalu).

Golongan Ketiga : Perumpamaan mereka seperti penyakit yang tidak dibutuhkan sama
sekali, tapi kadang seseorang diuji dengannya, walaupun penyakit itu tidak disenanginya dan
tidak ada manfaatnya, maka haruslah engkau menolak kejahatannya dengan bersikap ikhlas
(lemah lembut padanya dan murni tanpa pamrih) semata-mata (guna menyelamatkan
dirinya) dari kejahatan tersebut.

Dalam menyaksikan orang semacam itu (yang diumpamakan sebagai penyakit) terdapat
faidah yang sangat besar jika engkau berhasil mengatasinya; yaitu engkau saksikan hal
ihwal perbuatan-perbuatannya yang buruk sehingga (dengan demikian) engkau bisa
menjauhinya, maka beruntunglah orang yang ditegur dari orang lain, dan orang mukmin itu
adalah cermin dari orang mukmin lainnya.
Dikatakan kepada Isa as :”Siapa yang mengajari engkau adab?”
Isa as menjawab :” Tak seorang pun yang mengajariku adab, akan tetapi aku melihat
kebodohan orang bodoh, lalu aku menjauhinya.”

Sungguh benar perkataan Nabi Isa as tersebut.

Adaikata orang mau menghindar/menjauhkan dirinya dari apa pun yang mereka benci
(perkataan dan perbuatan tercela) dari orang lain…niscaya sempurnalah adab mereka dan
tidak memerlukan pengajar adab lagi.

Tugas Kedua: Cara Menunaikan Hak-hak Persahabatan


Tugas Kedua : yakni memelihara hak-hak persahabatan; apabila sudah terjalin ikatan
persahabatan, maka engkau memiliki beberapa kewajiban antara engkau dengan
sahabatmu…maka agara engkau dapat menunaikan kewajiban-kewajiban ini, engkau harus
mengikuti (mengamalkan,) yang terdapat dalam adab-adab ini.

Rasulullah Saw bersabda : “Perumpamaan dua orang yang bersaudara seperti dua
tangan…dimana yang satu membasuh yang lain (saling membersihkan).”

Masuk Rasulullah Saw (ke dalam hutan), maka mengambilah (Rasulullah Saw) darinya
(hutan itu) dua ranting (siwak), siwak yag satu bengkok, dan yang lainnya lurus, Dan
bersama Rasulullah Saw pada ketika itu beberapa orang sahabatnya, kemudian beliau
memberikan ke sahabatnya (siwak) yang lurus dan menahan untuk dirinya (siwak) yang
bengkok, Maka Sahabat (yang menerima siwak lurus) berkata : Ya Rasullah; engkau lebih
berhak atas (siwak) yang lurus ini daripada saya.”

Kemudian Rasulullah Saw bersabda : “Tidaklah seorang yang menemani sahabatnya


walaupun sesaat di siang hari….melainkan ia akan ditanyai (pada hari kiamat nanti) tentang
persahabatannya, apakah ia telah menegakkan hak Allah Ta’ala (dalam persahabatan itu)
atau menyia-nyiakannya ?!!"

Dan sabda Rasulullah Saw : “Tidaklah dua orang berteman, melainkan yang paling dicintai
Allah aza wa jalla adalah yang paling lemah lembut terhadap temannya.”

Adab-adab dalam persahabatan / pertemanan :

1. Mengutamakan temannya dalam pemberian harta, jika tidak bisa melakukan ini…
maka ia beri temannya dari hartanya di saat temannya membutuhkan.

2. Menolong dengan jiwa (sepenuh hati) dalam memenuhi kebutuhannya dengan segera
sebelum berkehendak lain dari sahabatnya untuk meminta pertolonganmu.
(membantunya segera sebelum dia meminta bantuanmu)
3. Menyimpan rahasia (yang disampaikan temannya padanya), dan menutupi kejelekan
temannya (yang dia ketahui)

4. Berdiam daripada menyampaikan perkataan orang lain yang mencela sahabatnya.

5. Menyampaikan sesuatu yang menyenangkan berupa pujian orang kepadanya.

6. Mendengarkan dengan baik ketika temannya berbicara.

7. Meninggalkan dari sifat menyelidiki keadaannya (yang dapat menimbulkan


ketegangan)

8. Memanggil sahabatnya dengan nama yang paling disukainya,

9. Memuji sahabatnya dengan menyebut kebaikannya yang ia ketahui,

10. Berterima kasih kepadanya atas kebaikannya terhadap dirinya,


11. Membela sahabatnya ketika ia jauh darimu (tidak ada saat itu) ketika ada yang
mencerca/mengumpatnya (menyinggung kehormatannya) sebagaimana kau
membela dirimu sendiri,

12. Menasihati sahabatnya dengan lemah lembut dan bahasa yang halus jika ia perlu
menasihatinya,

13. Hendaklah ia memaafkan dari kekhilafan dan kesalahan sahabatnya dan jangan ia
menegurnya dengan kebencian,

14. Mendo’akannya ketika berada sendirian di masa hidupnya dan sesudah matinya,

15. Tetap berbuat baik didasari rasa cinta terhadap anak-anaknya, kerabatnya setelah
sahabatnya meninggal,

16. Berusaha meringankannya dan tidak membebaninya dengan sesatu yang


memberatkannya,

17. Menyenangkan hatinya dari hal-hal yang membuatnya sedih,


18. Menampakkan kegembiraan atas semua kegembiraan yang dialaminya, dan
menunjukkan rasa sedih atas kesedihan yang dialaminya, dan apa-apa yang
tersembunyi di dalam hati sama seperti apa yang ditunjukkan/ditampakkan
kepadanya; sehingga persahabatan diliputi suasana kejujuran, baik secara diam-diam
maupun terang-terangan,

19. Mendahului memberi salam kepadanya ketika berjumpa dengannya, dan


melapangkan tempat duduk baginya di dalam majelis, mengantarnya ke luar bila dia
hendak pergi, dan menyambut kedatangannya dengan berdiri (penghormatan), diam
ketika sahabatnya berbicara hingga ia selesaikan pembicaraannya, dan tidak
mencampuri/menyela saat sahabatnya sedang berbicara,

Ringkasnya : bersikaplah terhadap sahabatmu sebagaimana engkau kehendaki bagaimana


dia harus bersikap terhadapmu.

Maka siapa yang tidak menyukai (sesuatu yang ada) pada saudaranya seperti yang ia sukai
pada dirinya….maka persaudaraannya adalah nifaq, dan persaudaraannya itu akan menjadi
(beban dosa yang) berat baginya di dunia dan akhirat.
Semua ini adalah adabmu terhadap orang awam yang belum kau kenal sebelumnya dan
terhadap teman-teman yang telah kau anggap sebagai saudara.

Adab bergaul dengan Orang yang Dikenal (Kenalan)

Adapun jenis ketiga – yaitu para kenalan….waspadalah terhadap mereka, karena engkau
tidak menemukan keburukan kecuali dari orang yang dikenalnya.

Lain halnya dengan sahabat karib…maka ia akan membantumu, adapun orang yang tak
dikenal…maka ia tak akan mengganggumu, Sesungguhnya keburukan itu timbul dari para
kenalan yang menampakkan persahabatan yang hanya di lisan mereka.
Maka kurangilah bergaul dengan kenalan (yang seperti itu) sedapat mungkin.

Apabila engkau terpaksa bergaul dengan mereka di madrasah, masjid jami’, musholla, pasar
atau di tempat lain (kota atau kampung)…maka wajib bagimu untuk tidak menganggap kecil
(remeh) seorang pun dari mereka, karena sesungguhnya kau tidak tahu barangkali ia lebih
baik darimu (di sisi Allah Swt), jangan kau pandang mereka dengan pandangan yang
mengagungkan mereka di dalam urusan dunia, agar engkau tak binasa; karena dunia itu
sangat kecil (tidak berarti) di sisi Allah serta sangat rendah (tidak bernilai) apa-apa segala
yang berada di dalamnya, Maka dari itu, apabila engkau melihat kepada ahli dunia dengan
pandangan kebesaran (merasa takjub) di hatimu….maka jatuhlah harga dirimu di mata Allah
Taala.

Dan jangan engkau menggunakan agama untuk memperoleh kesenangan dunia (harta) dari
mereka (ahli dunia), maka siapa yang berbuat demikian, maka ia menjadi rendah dalam
pandangan mereka, kemudian diharamkan apa-apa yang ada padanya (harta dari mereka).
Jika mereka (kenalanmu ahli dunia) memusuhimu…janganlah kau balas mereka dengan
permusuhan, sebab engkau tentu takkan mampu bersabar bila mereka membalas lagi rasa
permusuhanmu itu, (Nah, jika kau saling memusuhi) maka sifat keagamaanmu akan sirna
(karena disibukan dengan melawan) mereka, dan akan panjanglah kepayahanmu (karena
kerja kerasmu dalam mengatasi gangguan akibat permusuhan) bersama mereka.

Janganlah engkau condong kepada mereka ketika mereka memuliakanmu (menghormatimu)


dan memujimu di hadapanmu, serta menampakkan kecintaan mereka kepadamu, maka
sungguh jika engkau mencari hakikat perlakuan seperti itu, niscaya engkau tidak akan
menemukan satu orang pun dari seratus orang (yang kau cari),
Janganlah kau merasa heran bila mereka mencelamu di saat kau tidak ada, dan jangan
marah pada mereka (lantaran hal itu); sebab jika engkau jujur maka engkau pun akan
bersikap serupa terhadap sahabat karibmu dan kerabatmu; dan bahkan terhadap para guru
dan kedua orangtuamu, ketika engkau menyebut (membicarakan) mereka di saat mereka
tidak ada dengan perkataan yang takkan kau sampaikan secara langsung (berterus terang)
kepada mereka.

Janganlah engkau terlalu mengharapkan/menginginkan harta mereka, kedudukan mereka,


dan pertolongan mereka, karena orang yang tamak pada umumnya adalah sia-sia (rugi) di
kemudian hari, dan orang yang tamak itu pasti hina seketika itu.

Apabila engkau mempunyai keperluan kepada seseorang lalu ia memenuhi keperluanmu…


maka bersyukurlah pada Allah Ta’ala dan berterima kasihlah kepada dia, namun jika ia
menolak (tidak bisa menolongmu)…maka jangan salahkan dia, dan jangan kau adukan
penolakannya (pada orang lain) sehingga (hal itu) menimbulkan permusuhan.
(Solusinya adalah) Jadilah engkau sebagai orang mukmin yang mencari udzur (alasan
tertentu), dan jangan menjadi seperti orang munafik yang mencari aib-aib orang lain.

Katakanlah (di dalam hatimu) apabila kenalanmu menolak (untuk membantumu) :


“Barangkali dia menolak membantuku, karena ada udzur (alasan tertentu) yang tak
kuketahui.”

Janganlah kau mengira salah seorang dari mereka (kenalanmu) itu mau menerima
nasehatmu sebelum engkau lihat apakah ada tanda-tanda bahwa ia mau menerima
(nasehatmu), kalau tidak….dia tak akan mendengarkan nasehatmu, malah bisa jadi dia akan
menentangmu (memusuhimu).
Apabila mereka keliru dalam suatu masalah, dan mereka tidak mau belajar kepadamu
tentang suatu (masalah tersebut)…maka janganlah kau ajari mereka, dikarenakan mereka
akan mengambil darimu ilmu, lalu mereka akan menjadikan dirimu sebagai musuhnya,

Kecuali apabila ada kaitannya atas kekeliruan mereka itu dengan kemaksiatan yang mereka
lakukan disebabkan kebodohannya, maka ingatkanlah mereka tentang kebenaran dengan
cara lemah lembut tanpa kekerasan.

Apabila engkau melihat mereka dalam memuliakanmu (menghormatimu) dan berbuat baik
padamu…maka bersykurlah kepada Allah swt yang telah membuatmu dicintai mereka.

Dan apabila engkau melihat mereka berbuat tidak baik padamu…maka pasrahkanlah semua
itu kepada Allah aza wa jalla, dan berlindunglah kepada Allah swt dari keburukan mereka,
dan jangan menegur mereka, dan jangan kau berkata pada mereka : “Kamu tidak tahu siapa
saya sebenarnya? Aku ini fulan bin fulan, Akulah yang paling jago (unggul) dalam ilmu.”
Sungguh, itu adalah perkataan orang dongo (lebih rendah dari bodoh), dan se dongo-dongo
nya orang adalah orang yang merasa suci (paling bersih) dirinya lantas orang tersebut
memuji-muji dirinya.
Ketahuilah : Bahwa Allah aza wa jalla tidak memberi kemampuan pada mereka (dalam
berbuat buruk padamu) kecuali lantaran dosa-dosa yang pernah kau lakukan, maka lekas
mohon ampun kepada Allah (beristighfarlah) atas dosa-dosamu,

Ketahuilah bahwa (keburukan yang mereka lakukan terhadapmu) adalah hukuman dari Allah
swt bagimu.

Dan jadilah engkau di antara mereka sebagai pendengar (dari perkataan mereka) yang berisi
kebenaran, dan tidak mendengarkan (tidak menanggapi dari perkataan mereka) yang berisi
kebatilan, engkau sebutkan kebaikan-kebaikan mereka, dan engkau tutupi kejelekan-
kejelekan mereka.

Hindarilah bergaul dengan pelajar fikih di zaman ini, apalagi mereka yang menyibukan diri
dengan masalah-masalah khilafiyah dan perdebatan, waspadalah pada mereka yang
menunggu-nunggu (berharap) padamu sebab sifat hasud (kedengkian) mereka berupa nasib
buruk (kebinasaan) yang menimpamu, didasari atas persangkaan yang buruk terhadapmu,
di belakangmu mereka saling mengedipkan mata, sembari menjelek-jelekan dirimu dengan
memberi isyarat tadi di dalam pergaulan mereka,
Sehingga mereka mengecammu (dengan kejelekan yang di sangkakan padamu) dengan
luapan amarah dan perdebatan , tidak ada kata-kata yang disembunyikan (berterus terang)
padamu tentang kejelekanmu, dan tidak ada maaf atas kesalahanmu (atau kekeliruanmu),
dan tidak menutupi dirimu (membeberkan) atas aib (masalah pribadimu).

Mereka akan membuat perhitungan denganmu walau dalam hal-hal yang kecil (sepele) dan
sesuatu yang tidak berarti, (hal itu karena didasari) rasa dengki mereka atas (nikmat yang
ada padamu) yang sedikit dan banyak, lantas kemudian mereka menghasud orang-orang
untuk menentangmu dengan melancarkan namimah (fitnah) dan berita bohong (hoax).

Jika mereka ridha (senang/suka) padamu…maka secara zahirnya mereka menunjukkan


kelembutan yang sangat (penjilat/berpura-pura)…namun jika mereka tidak senang
padamu…maka yang tersimpan pada batinnya kebencian yang sangat.

Zahir mereka adalah pakaian, sedang batin mereka adalah serigala (serigala berbulu domba)
(Apa yang aku jelaskan) Ini adalah suatu kenyataan yang kita saksikan dari kebanyakan di
antara mereka kecuali mereka yang telah dilindungi Allah Ta’ala, Maka bersahabat dengan
mereka adalah suatu kerugian, dan bergaul dengan mereka adalah suatu kehinaan.

Ini adalah suatu keadaan bagi orang yang telah menampakkan rasa persahabatan
denganmu…lantas bagaimana pula keadaan mereka yang menampakkan (terang-terangan)
rasa permusuhan denganmu?

Al Qadhi ibnu Ma’ruf rhm berkata :

* Berhati-hatilah dari musuhmu sekali dan lebih berhati-hatilah dari sahabatmu seribu kali.

Sebab seorang kawan ketika berubah menjadi musuh, maka ia lebih tahu cara untuk
membahayakanmu.

Begitu pula yang dikatakan penyair Abu Tamman :


Musuh-musuhmu bersumber dari temanmu sehari-hari, maka dari itu janganlah banyak
berteman

Laksana penyakit, sebagian besar kau lihat sumber (penyakitnya) itu (justru) bersumber dari
makanan dan minuman (yang kau konsumsi sehari-hari)

Jadilah seperti apa yang dikatakan oleh Hilal ibn Al A’la Ar Ruuqiy dalam syairnya :

Ketika aku telah memaafkan dan tidak ada rasa dendam kepada seorang pun *
terbebaskanlah diriku dari rasa resah permusuhan

Aku beri penghormatan kepada musuhku ketika aku berjumpa dengannya * hingga
tertolaklah gangguan (kejahatan) terhadapku dengan penghormatanku tadi..

(Penghormatanku berupa) kutampakkan rasa gembiraku (tersenyum) pada orang yang


kubenci * seolah-olah ia telah memenuhi hatiku dengan rasa senangya.
Aku merasa belum bisa selamat dari (kejahatan) orang yang aku tidak kenali* maka
bagaimana aku bisa selamat dari (kejahatan) orang yang aku cintai (sudah dikenali).

Manusia itu penyakit dan satu-satunya obatnya ialah mencampakkan mereka * tetapi
menjauhi mereka akan memutuskan tali persaudaraan.

Maka berdamailah dengan manusia niscaya engkau selamat dari gangguan mereka * dan
berusahalah keras untuk menghasilkan kasih sayang.

Berlaku baiklah terhadap manusia dan bersabarlah terhadap apa pun yang datang dari
mereka * (jadikanlah dirimu seakan-akan) tuli, bisu, buta (daripada kesalahan mereka) dan
jadilah orang yang takwa (kepada Allah).

Dan jadilah seperti apa yang dinasihatkan oleh seorang bijak : “Temuilah temanmu dan
musuhmu dengan wajah yang sama yakni wajah yang disukai mereka (wajah ceria), tanpa
merendahkan dirimu pada mereka dan jangan ada rasa takut terhadap mereka,

Tampillah berwibawa tanpa menyombongkan diri, rendah hatilah (tawadhu) tanpa


merendahkan dirimu, tempatkanlah dirimu pada semua persoalanmu di tengah-tengah,
karena kedua ujung (dalam menyelesaikan) persoalanmu (yakni melampaui batas atau
ceroboh) adalah sifat tercela, sebagaimana bunyi sebuah syair :

Ambillah sikap tengah dalam segala urusan karena ia adalah cara yang terbaik dalam
menempuh jalan yang lurus
Janganlah engkau melampaui batas atau ceroboh karena kedua sifat itu tercela.

(Saat kau berjalan) Jangan kau memandang ke kanan dan kiri, dan jangan sering menengok
ke belakang, dan jangan berhenti (berdiri) di sekelompok orang yang sedang duduk-duduk,
jika kau ikut duduk bersama mereka (bergabung)….maka janganlah kau angkat kedua
kakimu,

Dan janganlah engkau menyilangkan jarimu, dan jangan engkau suka memainkan
janggutmu dan cincinmu dan jangan engkau mencungkil gigimu atau mengorek lubang
hidungmu dengan jari dan jangan terlalu banyak meludah atau mengeluarkan ingus (dahak)
dan jangan terlalu banyak menghalau lalat dari mukamu dan jangan engkau suka
menggeliat atau menguap di hadapan orang banyak atau di dalam sembahyang serta
lainnya.

Hendaklah engkau duduk dengan tenang, dan berbicara dengan teratur.

Dengarkanlah baik-baik perkataan orang yang sedang berbicara padamu tanpa


menampakan sikap keherananmu yang berlebihan, dan jangan suka meminta mereka untuk
mengulangi perkataan mereka, dan berdiamlah terhadap kisah-kisah yang menyebabkan
orang tertawa, dan jangan engkau ceritakan tentang kekagumanmu terhadap anakmu,
syairmu, pidatomu, buku karanganmu serta segala urusan peribadimu.

Dan jangan engkau suka berhias seperti berhiasnya perempuan, dan jangan pula engkau
memakai pakaian seperti pakaian seorang budak dan jangan pula engkau berlebihan dalam
memakai celak mata atau berlebihan dalam memakai minyak wangi.
dan jangan engkau mendesak orang lain dalam menunaikan keperluanmu, dan jangan
engkau mendorong seseorang untuk berbuat kezaliman, Dan jangan pula engkau beritahu
isterimu dan anakmu - terlebih lagi orang lain - akan jumlah hartamu, sebab bila mereka
tahu bahwa hartamu sedikit….maka mereka akan memandang remeh terhadapmu
(melecehkanmu), dan jika mereka tahu bahwa hartamu itu banyak….nantinya mereka tidak
akan puas dari pemberianmu.
Dan ambil jarak dirimu dari mereka (bersikap tegas bila mereka bersalah), tanpa berlaku
kasar terhadap mereka , bersikap lemah lembutlah terhadap mereka tanpa menunjukkan
kelemahan.

Dan janganlah engkau suka bercanda dengan budak perempuanmu maupun budak lelakimu
agar tidak hilang harga dirimu (kewibawaanmu) pada pandangan mereka.

Dan apabila engkau terpaksa bertengkar dengan orang lain…….maka hargailah dirimu
dengan berlindung dari kebodohannya dan dari berbuat hal-hal yang bodoh, dan pikirkan
baik-baik hujjahmu, dan jangan engkau banyak mengisyaratkan dengan tanganmu, dan
jangan pula engkau sering menoleh (pada orang yang berada) dibelakangmu, dan jangan
engkau duduk di atas kedua lututmu.

Apabila amarahmu telah reda….maka berbicaralah. Dan apabila Sultan mendekatimu


….maka anggaplah dirimu seakan-akan berada di atas mata pedang yang sangat tajam.

(Ini adalah penyelesaian perkara yang dilakukan di hadapan raja atau penguasa)

Berhati-hatilah terhadap sahabatmu yang hanya suka kepadamu ketika engkau senang
(sewaktu sehat dan kaya), kerana dia sebenarnya adalah musuhmu yang paling berbahaya,
dan jangan engkau jadikan hartamu itu lebih mulia daripada kehormatanmu.

Anda mungkin juga menyukai