Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma ureter akibat kekerasan dari luar sangat jarang terjadi, meliputi

kurang dari 4% kasus trauma tembus dan kurang dari 1% trauma tumpul. Secara

keseluruhan, trauma ureter terjadi kurang dari 1% dari seluruh trauma sistem

urogenital. Kebanyakan penderita juga mengalami trauma yang signifikan pada

organ lain, dengan angka mortalitas mencapai sepertiganya. 10-28% penderita

dengan trauma ureter juga menderita trauma ginjal, dan 5% diantaranya menderita

trauma buli1

Trauma ureter disebabkan oleh trauma tajam dan trauma tumpul , dari

luar maupun iatrogenik , terutama pada pembedahan rektum, uterus, pembuluh

darah panggul atau tindakan endoskopik. 2

Trauma tajam ureter disebabkan luka tembak atau tusuk. Cedera ureter

umumnya tidak bediri sendiri sering disertai cedera organ lain seperti kolon,

duodenum dan pembuluh darah besar. 2

Penderita dengan trauma ureter umumnya mengalami cedera berenergi

tinggi yang diterima di seluruh tubuhnya. Besarnya energi tersebut berakibat pada

terjadinya trauma lain, yang umumnya juga jarang terjadi, seperti fraktur pada

processus vertebrae lumbal, atau dislokasi vertebra torakolumbal(1). Oleh karena

itu, ditemukannya trauma semacam ini pada penderita dengan trauma tumpul

harus meningkatkan kewaspadaan kita terhadap terjadinya trauma ureter.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ureter

Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder atau pipa yang

menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Ureter merupakan lanjutan

dari pelvis renalis yang berjalan dari hillus ginjal menuju distal dan kemudian

bermuara pada kandung kemih. Ureter terdiri dari 2 saluran pipa disebelah

kanan dan kiri yang menghubungkan ginjal kanan dan kiri dengan kandung

kemih. Ureter memiliki panjang sekitar 20-30 cm dengan diameter rata-rata

sekitar 0,5 cm dan diameter maksimal sekitar 1,7 cm yang berada didekat

kandung kemih.4

2
2.2 Fisiologi

Ureter memiliki membran mukosa yang dilapisi oleh

epitel koloid dan dinding muskular yang tebal .

Urine didorong melewati ureter dengan gelombang

perilstaltik yang dapat terjadi sekitar 1-4 kali permenit; urine

memasuki kandung kemih dalam serangkaian semburan kecil. Pintu

masuk yang miring melalui dinding kandung kemih menjamin bahwa

ujung bagian bawah tertutup selama miksi dengan kontraksi kandung

kemih, sehingga mencegah repluks urine kembali ke ureter dan

mencegah penyebaran infeksi dari kandung kemih keatas.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan

peristaltik tiap lima menit sekali untuk mendorong air kemih. Gerakan

peristaltik mendorong urine melalui ureter yang di ekskresikan oleh

ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum

uretralis masuk kedalam kandung kemih. Ureter berjalan hampir

vertikel kebawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh

peritonium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter

meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf, dan pembuluh

limfe sensorik.4

3
2.3 Definisi

Trauma ureter ialah trauma yang disebabkan oleh cedera tajam

maupun tumpul dari luar ataupun iatrogenik terutama pada

pembedahan rektum, uterus, pembuluh darah panggul, atau tindakan

endoskopik. 5

Lokasi ureter berada jauh di dalam rongga abdomen dan

dilindungi oleh tulang dan otot, sehingga cidera ureter karena trauma

tidak umum terjadi. Cidera pada ureter kebanyakan terjadi karena

pembedahan. Perforasi dapat terjadi karena insersi intraureteral kateter

atau instrumen medis lainnya. Luka tusuk dan tembak juga dapat juga

membuat ureter mengalami trauma. Dan meskipun tidak umum,

tumbukan atau decelerasi tiba-tiba seperti pada kecelakaan mobil dapat

merusak struktur ureter. Tindakan kateterisasi ureter yang menembus

dinding ureter atau pemasukan zat asam atau alkali yang terlalu keras

dapat juga menimbulkan trauma ureter.5

2.4 Etiologi

Menurut Sjamsuhidajat Wim De Jong.R. 1997. penyebab

trauma ureter adalah:

a. Rudapaksa tajam atau tumpul

b. Iatrogenik

c. Tindakan endoscopic

4
Kausa lain :

1. Eksternal trauma :

- Penetrasi (Luka tusuk, tembak)

– Op. Rongga pelvis (terligasi/ terpotong)

2. Internal trauma :

– Ureteral catheterization

– Intra ureteral manipulation

– Endourologi :

– RPG

– Ureteroskop

– Stenting ureter

2.5 Patofisiologi

Pada cedera ureter akibat Rudapaksa tajam biasanya ditemukan

hematuria mikrosikopik pada cedera ureter bilateral terdapat peningkatan

kadar ureum dan kreatinin darah.

Pada umumnya tanda dan gejala klinik tidak perlu sfesifik.

Hematuria menunjukan cedera pada saluran kemih. Bila terjadi ekstravasasi

urine dapat timbul urinom, fistel uretro-kutan melalui luka atau tanda

rangsang peritonium dan menyebabkan peritonitis. Hematuria terjadi akibat

robeknya pembuluh darah disekitar ureter. Bila cedera ureter disebabkan

oleh Rudapaksa tumpul, gejalanya sering kurang jelas sehingga diagnosa

sering tertunda. Pada cedera bilateral ditemukan anuria.

5
2.6 Manifestasi klinis

Pada umumnya tanda dan gejala klinis tidak spesifik. Hematuria

menunjukkan cedera pada saluran kemih. Bila terjadi ekstravasasi urin,

dapat timbul urinom pada pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan

melalui luka atau tanda rangsang peritoneum bila urin masuk ke rongga

intraperitoneal. Pada trauma tumpul, gejalanya sering kurang jelas

sehingga diagnosis sering tertunda. Pada cedera ureter bilateral ditemukan

anuria.

2.7 Diagnostik

2.7.1 Akibat trauma tajam

Pada cedera ureter akibat trauma tajam biasanya ditemukan

hematuria mikroskopik. Pada cedera ureter bilateral terdapat

peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Pemeriksaan kadar

6
kreatinin dan ureum dari cairan fistel dapat memastikan apakah

cairan tersebut urin atau bukan. Pemeriksaan pielografi intravena

dapat menunjukkan ekstravasasi kontras serta lokasi cedera ureter.

Apabila pielografi intravena tidak memberi keterangan yang jelas ,

pielografi retrograde dapat menunjukkan cedera serta letaknya.

2.7.2 Akibat Iatrogenik

Diagnosis cedera iatrogenik dapat diketahui pada saat

pembedahan atau tidak diketahui sampai timbul komplikasi. Pada

tindakan endoskopik urologik cedera ureter umumnya telah

diketahui selama tindakan. Bila ureter terikat total atau parsial ,

penderita mengeluh demam, disertai nyeri pinggang atau perut atau

gejala ileus paralitik. Bila kedua ureter terikat, ditemukan anuria.

Tanda rangsangan peritoneal dapat timbul bila terjadi ekstravasasi

urin ke rongga intraperitoneal. Gejala lain berupa fistel uretero

vaginal atau uretero kutan ,yang biasanya terbentuk sepuluh hari

pertama setelah cedera. Pengeluaran cairan melalui vagina atau

vistel di kulit harus ditentukan apakah urin atau bukan.

Pemeriksaan radiologik yang dapat membantu menentukan

diagnosis cedera ureter pasca bedah adalah pielografi intravena,

pielografi retrograde atau pielografi antegrade. Pemeriksaan

ultrasonografi pada cedera ureter yang baru diketahui beberapa hari

setelah pembedahan dapat memberi gambaran pelebaran sistem

pelviokaliks.

7
Pemeriksaan Diagnostik

 Tes fungsi ginjal menjadi abnormal bila traumanya bilateral.

 Urografi ekskresi memperlihatkan obstruksi parsial atau lengkap.

 Urografi retgrorad menentukan sifat dan letak trauma.

2.8 Penatalaksanaan

Pada setiap rudapaksa tajam harus diakukan tindakan eksplorasi

untuk menilai ada tidaknya cerdera ureter serta cedera ikutan lain.

Yang paling penting adalah melakukan penyuliran urine yang

ekstravasasi dan menghilangkan obstruksi.

Rekonstruksi ureter tergantung pada jenis, bentuk, luas serta letak

cedera. Prinsip rekonstruksi ureter adalah debrideman, patulasi, isolasi

anatomosis bila disertai cedera usus. Untuk cedera ureter bagian atas

dapat dilakukan uretro-ureterostomi, nefrostomi, uretro-kutaneostomi,

autotransplantasi dan nefrektomi bila rekrontruksi tidak memungkinkan.

Pada cedera ureter bagian tengah dapat dilakukan uretro- ureterostomi

atau transuretro-ureterostomi.

Alternatif rekrontuksi ureter distal adalah uretro-ureterostomi,

uretroneosistomi, misalnya melalui tabung yang dibuat dari dinding

kandung kemih yang disebut Boari Flap.

8
Bila cedera sudah diketahui selama pembedahan ,dilakukan

rekonstruksi segera seperti pada trauma tajam. Bila cedera baru diketahui

beberapa hari pasca bedah dan tidak ditemukan komplikasi demam,

infeksi atau sepsis dilakukan eksplorasi pelepasan jahitan atau

rekonstruksi bila terputus. Bila terdapat komplikasi sehingga rekonstruksi

segera tidak memungkinkan dilakukan tindakan sementara berupa diversi

urin melalui nefrostomi.

2.9 Komplikasi

Angka komplikasi setelah repair ureter akibat trauma kurang lebih


(9)
sebesar 25% . Komplikasi dini yang paling sering terjadi adalah

kebocoran urine yang berkepanjangan pada lokasi anastomosis.

Komplikasi ini dapat tampil sebagai urinoma, abses, sampai peritonitis.

Komplikasi lambat meliputi striktur ureter bahkan tertinggalnya stent

dalam waktu yang berkepanjangan akibat sulitnya follow-up dalam setting

trauma.

Selain itu komplikasi pada trauma ureter dapat meliputi

 Fistula ureter

 Infeksi retroperitonial

 Obstruksi ureter karena stenosis

 Peritonitis bila urine keluar kedalam kavum peritoneal

9
Angka kematian pasien dengan trauma ureter juga cukup tinggi,

dan hal ini biasanya berkaitan dengan beratnya trauma penyerta yang

terjadi, bukan akibat trauma ureter itu sendiri(3)

2.10 Prognosis

Penanganan yang baik dengan mengandalkan kerjasama

multidisiplin yang baik dapat mencegah terjadinya mortalitas pada

pasien.

10
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Trauma ureter akibat trauma eksternal jarang ditemukan, terutama

bila pada trauma tumpul abdomen. Kita perlu meningkatkan kecurigaan

akan adanya trauma ureter jika didapatkan riwayat trauma tumpul

abdomen dengan adanya trauma deselerasi cepat, serta pada kasus trauma

yang melibatkan multi organ, terutama pada organ-organ yang umumnya

jarang mengalami trauma, seperti columna vertebralis atau trauma

intestinal.

Pada kecurigaan trauma ureter modalitas radiologi yang dianjurkan

adalah CT scan abdomen dengan contrast-enhanced, dengan pengambilan

gambar yang delayed, sehingga turunnya kontras pada ureter dapat diikuti

dengan baik. Dengan pengambilan gambar secara delayed, diharapkan

misdiagnosis seperti yang terjadi pada kasus ini dapat dihindari.

Penanganan trauma ureter dengan memperhatikan prinsip-prinsip

rekonstruksi

11

Anda mungkin juga menyukai