Anda di halaman 1dari 26

Ketika kita hendak membeli kamera digital, yang paling tepat seharusnya

disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk mengerti kamera mana yang paling cocok
untuk sesuai dengan kebutuhan, maka mau tidak mau, sedikit banyak Anda
harus memiliki pengetahuan tentang fitur-fitur yang ada pada kamera digital,
serta faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas gambar.
Disini akan menjelaskan secara garis besar, dimulai dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas gambar, fungsi-fungsi dari beberapa spesifikasi kamera,
dan fitur-fitur yang dirasa perlu untuk dipertimbangkan.

1. Sensor
Sensor merupakan salah satu
komponen yang terpenting dan
sangat mempengaruhi kualitas
gambar. Sensor inilah yang bertugas
untuk menangkap cahaya dari lensa
sehingga akhirnya bisa
menghasilkan gambar. Perlu juga
diperhatikan adalah ukuran sensor
dan kualitas sensornya. Sayang
sekali untuk mengetahui kualitas sensor yang digunakan hampir tidak mungkin
bagi orang awam, jadi yang bisa digunakan sebagai patokan hanyalah ukuran
sensornya.
Semakin besar ukuran sensor akan
semakin bagus kualitas gambarnya.
Sensor adalah salah satu bagian
dari kamera yang harganya mahal,
sehingga tentunya semakin besar
ukuran sensornya akan semakin
mahal kameranya. Ukuran sensor
yang sering digunakan adalah seperti gambar berikut ini.
2. Lensa
Kalau kita membeli kamera DSLR (kamera yang lensanya bisa diganti-ganti),
faktor lensa sangat berpengaruh terhadap kualitas gambar. Lensa yang bagus
akan beda sekali hasil dan performanya dengan lensa yang pas-pasan. Tapi
kalau Anda membeli kamera yang bukan DSLR (Digital Single Lens Reflector),
baik kamera pocket ataupun kamera prosumer, faktor lensa ini boleh kita
abaikan dan tidak perlu jadi bahan pertimbangan kita. Meskipun kamera tersebut
menggunakan lensa Carl Zeiss, Leica, Schneider Kreuznach, dan lain
sebagainya toh percuma saja karena produsen-produsen tersebut tetap harus
menyesuaikan produknya dengan harga yang diminta.

Bila dilihat dari harga kamera yang berkisar antara 2-3 jutaan, maka besar untuk
dipastikan produsen tadi hanya menggunakan lensa-lensa carl zeiss standar
kebutuhan saja jadi bukan lensa dengan kualitas yang betul-betul top.

Lain halnya bila Anda menggunakan kamera DSLR. Saat Anda menggunakan
lensa-lensa Leica atau Carl Zeiss, maka hasilnya akan meningkat secara
significant, tapi tentu saja Anda harus merogoh kocek yang jauh lebih besar.
Sebagai contoh, kalau menggunakan kamera Canon, bisa diketahui harga lensa
jenis Canon 50 mm F1.4 kurang lebih 3 jutaan, sedangkan harga lensa Leica 50
mm F1.4 kurang lebih 30 juta.

3. Focal Length dan Zoom


Sebetulnya faktor ini adalah bagian dari lensa, tapi untuk bisa lebih fokus saat
Anda memilih kamera-kamera pocket, maka dirasa faktor ini lebih baik bila
dibahas terpisah. Focal Length inilah yang menentukan sudut pandang dari
suatu lensa dan juga menentukan seberapa jauh suatu objek bisa kita dekatkan.
Satuan dari Focal length ini adalah mm. Misalnya 28-105 mm. Perlu diingat
semakin Kecil angkanya, semakin lebar sudut pandangnya dan semakin jauh
objeknya, semakin besar angkanya, semakin sempit sudut pandangnya dan
semakin dekat objeknya.

Gambar di atas menunjukkan


perbedaan Sudut pandang antara menggunakan lensa 10 mm dengan lensa 12
mm, di situ terlihat bahwa pada posisi yang sama, bila menggunakan lensa 10
mm akan menghasilkan gambar yang lebih lebar dibandingkan dengan
menggunakan lensa 12 mm.

Gambar di bawah ini menunjukkan perbedaan jarak dengan objek. Disini


menunjukkan bahwa semakin besar focal length, kita bisa memotret objek yang
jaraknya lebih jauh. Gambar B1 menggunakan lensa 70 mm, sedang gambar B2
menggunakan lensa 200mm.
Focal length yang umum digunakan pada kamera pocket adalah 35-105 mm, 35-
140 mm, 28-112 mm. Bila Anda menyukai foto pemandangan atau sering foto di
ruangan yang sempit, sebaiknya mencari kamera yang memiliki lensa lebar,
sekitar 28 mm. Kalau suka foto binatang atau foto-foto candid sebaiknya kita cari
kamera yang memiliki focal length sampai 200 mm ke atas.

Mungkin bagi Anda yang masih awan dengan fitur optical zoom, maka ada
baiknya Anda harus mengetahui dasar penghitungan optical zoom. Optical Zoom
adalah rentang dari lensa. Misal lensa 28-112 mm, itu berarti optical zoomnya
adalah 112 dibagi 28 = 4x optical zoom, kalau lensa 35-420 mm, itu berarti 420
dibagi 35 = 12x optical zoom.

Dengan pengertian ini, maka Anda tidak lagi gegabah dengan mengatakan
bahwa kamera dengan optical zoom 12x akan lebih bagus dari kamera dengan
optical zoom 4x. Itu semua tergantung kebutuhan.

Misalnya untuk contoh di atas, yaitu dengan menggunakan lensa 35-420 mm,
kita akan nyaman sekali bila kita suka memfoto objek yang jaraknya jauh, maka
Anda tidak perlu repot-repot mendekati objek, tapi cukup dengan menekan
tombol zoom saja, maka lensa dari kamera lah yang akan maju, tapi bila berada
di ruangan yang sempit, padahal kita hendak memfoto serombongan orang
(misalnya 6 orang yang berdiri berjejer), mungkin sekali bahwa kamera kita tidak
bisa mencakup ke enam objek tersebut, tapi kamera dengan lensa 28 mm akan
sanggup melakukannya.

Digital Zoom adalah perbesaran objek secara software, secara kasar dapat kita
katakan bahwa digital zoom ini adalah zoom boongan. Kenapa begitu ? Karena
digital zoom akan mereduksi kualitas dari gambar, dan selain itu digital zoom
masih dapat kita lakukan dengan menggunakan software komputer. Jadi digital
zoom bukanlah point yang akan kita pakai dalam memilih kamera digital.
Tapi karena ketidaktahuan pemakai, para produsen sering menggunakan hal ini
untuk menipu.
Sering kali kita lihat ada kamera dengan total zoom 40x, padahal sebenarnya
optical zoomnya 4x dan digital zoomnya 10x, jadi kalau 4 kita kalikan dengan 10
akan jadi 40x. Hati-hatilah dengan produsen yang nakal.

Mengenal Dasar Kamera Digital (II)

Menyambung edisi sebelumnya yang membahas tentang pengenalan dasar


sebuah kamera digital. Pada edisi ini akan membahas pengertian Megapixel dan
Image Stabilizer. Kedua fitur ini memang sudah tidak asing lagi untuk sebuah
produk kamera digital.

Megapixel

Semakin besar Megapixel suatu kamera, maka akan semakin bagus kualitas
gambarnya. Ini adalah Mitos terbesar di dalam dunia kamera, dan itu
sepenuhnya tidaklah benar. Perusahaan-perusahaan kamera dan toko-toko
kamera sebetulnya jelas mengetahui hal ini, tapi mereka terus saja berusaha
untuk mempertahankan persepsi yang salah ini, bukan hanya mempertahankan
malah, tapi mereka justru terus berusaha untuk menancapkan hal ini ke benak
customer. Kenapa ?

Karena hal inilah yang menyebabkan perusahaan-perusahaan dan toko-toko itu


dapat meraih keuntungan besar. Cukup dengan menambah jumlah pixelnya,
tanpa perubahan lain yang lebih berarti, mereka dapat menciptakan kamera tipe
baru, dan para customer yang tertipu pada berlomba-lomba untuk meng
“upgrade” kameranya.

Padahal, penting sekali untuk DIINGAT, semakin tinggi Megapixelnya, bila tidak
disertai dengan perubahan ukuran sensor, perubahan arsitektur kamera atau
perubahan kualitas lensa, maka kualitas gambar dari kamera tersebut justru
lebih jelek.

Jadi fungsi dari megapixel yang besar itu sebetulnya apa ? Kuncinya adalah
pada masalah “Perbesaran”. Semakin besar resolusi suatu kamera (megapixel),
maka kita dapat mencetak foto kita dengan ukuran yang lebih besar.

Tapi permasalahannya, kebutuhan rata-rata orang awam, paling hanya


mencetak di ukuran 4R atau 10R saja, yang dapat dilakukan dengan sangat baik
oleh kamera dengan resolusi 4 Megapixel. Pada gambar 1 adalah table untuk
ukuran cetak.
Selain masalah perbesaran cetak, resolusi besar juga dapat berguna bila kita
sering melakukan CROP pada Foto kita. Misalnya pada contoh gambar 1.1 dan
gambar 1.2.
Pada contoh gambar di atas, karena saya menggunakan kamera 12 Megapixel
(gambar 1.1), ketika saya melakukan crop (gambar 1.2), saya masih memiliki
foto dengan resolusi 2 Megapixel, sehingga saya masih bisa melakukan
pencetakan sebesar 10 cm x 15 cm.
Jadi, bila Anda bukan lah pengguna yang sering melakukan cetak besar atau
sering melakukan cropping, kamera dengan 6 Megapixel sudah lebih dari cukup.

Image Stabilizer
Tiap merk kamera menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk fitur yang satu
ini. Ada Image Stabilizer, Vibrate Reduction, Anti Shake, Steady Shot, Optical
Image Stabilizer(OIS), Vibrate Compensation, dan lain sebagainya. Itu semua
fungsinya sama, yaitu untuk menyetabilkan goncangan tangan kita.

Sering terjadi salah kaprah di dalam pengertian tentang fitur yang satu ini. Salah
kaprah yang sering terjadi adalah tertukarnya pengertian antara Shutter Speed
dan Image Stabilizer. Ketika kita memfoto anak-anak yang sedang berlari-lari,
kalau kita ingin agar anak yang kita foto itu tetap terlihat tajam (tidak blur), kita
harus menggunakan Shutter Speed yang cepat, dan tidak ada hubungannya
dengan Image Stabilizer. Shutter Speed yang cepat berguna untuk membekukan
“Objek” yang kita foto, sedangkan Image Stabilizer berguna untuk menyetabilkan
goncangan dari “Subjek” yang memfoto.
Jadi Image Stabilizer ini akan berguna ketika :
- Tangan kita sulit untuk tidak bergerak ketika melakukan pengambilan foto atau
tangan kita tremor
- Melakukan pemotretan dengan Shutter Speed yang rendah (indoor, malam
hari, efek-efek cahaya bergerak, foto air terjun, dsb)
- Melakukan foto-foto dengan lensa tele (jarak jauh) misalnya 200 mm
- Melakukan foto-foto macro (jarak yang sangat dekat)

Cara kerja fitur ini adalah dengan menempatkan sensor pada lensa atau pada
sensor (masing-masing produsen berbeda-beda). Sensor ini berfungsi untuk
mendeteksi gerakan lensa atau kamera. Misal pada Image Stabilizer yg
diletakkan di lensa, ketika kamera kita bergerak ke atas, sensor ini akan
menggerakan lensa nya ke bawah, ketika kamera kita bergerak ke kiri, sensor ini
akan menggerakan lensanya ke kanan, dan demikian seterusnya sehingga
gambar yang kita buat akan selalu diusahakn stabil dan bebas goncangan.

Nah setelah mengetahui pengertian dari Image Stabilizer ini, kita juga dapat
mengetahui tentang produsen-produsen yang nakal, yang dengan sengaja
memanfaatkan kesalahkaprahan konsumen akan pengertian ini untuk menarik
keuntungan.
Ada beberapa produsen yang jelas-jelas tidak memiliki teknologi Image Stabilizer
ini, tapi berani mencantumkan Slogan yang serupa dan bahkan mempromosikan
fitur ini melalui brosur-brosur dan sarana marketing mereka.

Atau ada juga yang sudah memiliki teknologi ini, tapi karena untuk dipasangkan
pada kamera-kamera yang low end tidak akan memungkinkan dari segi harga,
akhirnya mereka menciptakan istilah-istilah yang mirip tapi sebetulnya adalah
tipuan, seperti misalnya Anti Shake DSP, New Anti Shake AE, dll.
Ada juga yang memang memiliki teknologi ini dan sudah memasangkan pada
kameranya, tapi karena pesaing mereka mencoba membodohi konsumen, maka
mereka pun ikut-ikutan juga membodohi konsumen dengan istilah-istilah yang
lebih keren seperti misalnya Double Anti Blur, 4x Image Stabilization, Dual IS,
dsb.

Image Stabilizer-image stabilizer palsu ini cara kerjanya adalah hanya


menaikkan settingan ISO pada kamera saja. Sehingga otomatis Shutter Speed
yang kita dapatkan akan lebih cepat dan karena itu dapat juga mengurangi
goncangan (objek dan subjek sekaligus).

Tapi untuk fasilitas ini ada harga yang harus dibayar, yaitu kualitas gambar yang
akan sangat berkurang. Karena ISO semakin tinggi maka kualitas foto akan
semakin noise, banyak terdapat bintik-bintik warna-warni, tidak tajam dan
sebagainya, intinya gambar akan terlihat lebih kasar.

Selain itu ada juga kelemahan lainnya, kita jadi tidak bisa melakukan pemotretan
dimana kita ingin menggunakan speed yang rendah, seperti misalnya foto air
terjun sehingga airnya bisa jadi seperti kapas. Dan masih ada kekurangan-
kekurangan lainnya. Tetapi sebetulnya, yang paling konyol dari image stabilizer
palsu ini adalah, hampir semua kamera bisa melakukan hal itu, tinggal dinaikkan
aja ISOnya. Sungguh menggelikan.

Pada istilah-istilah seperti Double Anti Blur, 4x Image Stabilization, Dual IS, dan
sebagainya maksudnya adalah bahwa mereka menggunakan Image stabilizer
betulan dan sekaligus Image stabilizer tipuan. Sehingga dengan istilah-istilah itu
produk mereka akan terlihat lebih mampu menahan goncangan. Untungnya
paling tidak sampai saat ini saya masih belum melihat ada yang menggunakan
istilah Double atau Dual yang ternyata isinya tidak ada Image Stabilizer asli
sama sekali. Mungkin sebentar lagi.
Jadi kita mesti hati-hati, kalau melihat ada fitur seperti ini, harus dibaca dulu buku
manualnya atau cari tau dari internet atau dari teman yang sudah tau, apakah
image stabilizernya asli menyetabilkan gerakan pada lensa atau pada kamera,
atau hanya menaikkan ISO saja.

Mengenal Kamera Digital (III): Memahami Dasar Fotografi


Sebelum Anda memutuskan memilih suatu kamera digital, sangat penting untuk
mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas kamera dan juga
beberapa fitur-fitur yang ada. Selain itu Anda juga perlu untuk mengerti tentang
dasar-dasar fotografi. Pengertian ini akan sangat membantu Anda dalam
menjatuhkan pilihan sebuah kamera digital.

Dalam melakukan pemotretan, satu hal yang paling penting adalah masalah
pencahayaan. Tentunya Anda mengharapkan hasil foto dengan pencahayaan
yang pas (correct exposure), maksudnya tidak terlalu terang (Over-Exposure)
ataupun terlalu gelap (Under-Exposure), seperti pada gambar 1.

Ada tiga faktor penting yang akan mempengaruhi pencahayaan (exposure), yaitu
ISO, Diafragma, dan Shutter Speed.

ISO

ISO adalah banyaknya cahaya yang masuk ke dalam kamera akan direkam oleh
Sensor (misalnya CMOS atau CCD), sehingga akan menghasilkan gambar. ISO
adalah kepekaan dari Sensor terhadap cahaya. Semakin tinggi ISO nya,
semakin peka sensornya, sehingga gambarnya akan semakin terang.

Yang sering terdapat di dalam kamera digital saat ini adalah ISO 100, ISO 200,
ISO 400, ISO 800, IS00 1600, ISO 3200. Jadi misalnya ketika Anda
menggunakan ISO 200, maka hasil foto tadi akan lebih gelap dibanding saat
menggunakan ISO 1600, semua diasumsikan settingan lain tidak ada yang kita
ubah sama sekali dan kondisi cahaya di sekitar objek sama.
Tetapi ISO yang tinggi memiliki kelemahan. Yaitu, semakin tinggi ISO yang
digunakan, maka hasil gambarnya akan semakin kasar (istilah yang dipakai
adalah NOISE), perhatikan pada gambar 2. Jadi kesimpulannya, selama kondisi
cahayanya memungkinkan, gunakan selalu ISO serendah mungkin.

Semakin besar ukuran sensor kamera, noise yang dihasilkan semakin minim
(baca komputek edisi 585). Semakin besar resolusinya (megapixel), semakin
tinggin noisenya, dengan asumsi ukuran sensor dan teknologi kameranya sama
(baca komputek edisi 586), teknologi dari sensor juga mempengaruhi tingkat
Noise (CMOS lebih bebas noise dibandingkan dengan CCD).
Di hampir semua kamera digital juga sudah menyertakan fasilitas “Noise
reduction” untuk mengurangi noise,hanya saja kadar keefektifan dari noise
reduction tiap merk kamera juga berbeda-beda.

Sehingga customer tidaklah mungkin untuk mengetahui kadar noise dari suatu
kamera kalau belum pernah mencoba dan membandingkan tiap-tiap merk yang
berbeda. Untuk kamera-kamera saku (pocket camera), saat ini yang memiliki
tingkat noise paling rendah adalah Canon dan Fuji, sedangkan untuk kamera-
kamera DSLR, setahun yang lalu Canon-lah yang merajai.

Tapi sekarang sudah mulai dikejar oleh merk-merk lain seperti Nikon dan Sony,
salah satu alasan kenapa Nikon dan Sony sudah bisa mengejar adalah karena
mereka sekarang juga menggunakan teknologi sensor CMOS, bukan CCD lagi
seperti dulu.

Diafragma (Aperture)

Didalam lensa terdapat istilah bukaan Diafragma (gambar 3) yang berguna untuk
mengatur jumlah cahaya yang bisa masuk ke dalam kamera.

Bukaanya semakin diperbesar, maka cahaya yang masuk akan semakin banyak
dan hasil foto akan semakin terang, dan tentunya bila bukaannya semakin
diperkecil, maka cahaya yang masuk akan semakin sedikit dan hasil foto akan
semakin gelap.

Satuan dari diafragma ini dilambangkan dengan “F-Stop”. Misalnya F1.4, F2,
F2.8, F4, F5.6, F8, dan sebagainya (Gambar 4). Semakin besar F-Stopnya akan
semakin Kecil bukaannya, dan semakin kecil F-Stopnya akan semakin Besar
bukaannya. Jadi semakin besar F-Stopnya, cahaya yang masuk akan semakin
sedikit, dan hasil foto akan semakin gelap. Karena satuannya terbalik, maka
banyak pemula yang kebingungan waktu pertama kali belajar.
EXPOSURE
Sudah tidak asing lagi, di dunia photography kita mengenal istilah exposure.
Exposure atau pencahayaan termasuk bagian yang sangat mendasar didunia
photography. Karena tanpa cahaya, munkin tidak ada photography.. mengingat
definisinya sendiri adalah menggambar dengan cahaya.

Di beberapa kamera canggih seperti DSLR atau kamera pocket umumnya


mempunyai kemampuan pengaturan otomatis untuk pencahayaan. Dan hasilnya
pun cukup istimewa. Dalam beberapa kasus, jika kita mengambil sebuah objek
dengan background yang terlalu gelap atau terlalu terang akan perpengaruh
pada objek yang sesungguhnya ingin kita ambil. Bisa jadi akan menjadi terlalu
gelap atau terlalu terang, tapi kalo itu yang kita butuhkan kenapa tidak ?

Namun bagaimana jika hasilnya dari mode program pada DSLR atau mode
auto pada pocket tersebut memberikan hasil yang tidak kita inginkan? Jika mode
tersebut tidak membrikan hasil yang memuaskan, kita bisa merubah mode nya
menjadi manual mode kamera DSLR dan juga pada kamera pocket (perlu di
ingat bahwa tidak semua kamera pocket mempunya fitur manual, berupa
mengaturan speed dan diafragma).

Berikuta adalah hal hal yang mempengaruhi cahaya yang masuk kedala kamera.

1. Banyaknya pantulan cahaya dari objek yang sedang kita shoot


2. shutter speed, yaitu cepat tidaknya sebuah lensa akan terbuka dalam
pengambilan gambar. Semakin lama waktu yang kita atur maka semakin
banyak cahaya yang akan masuk kedalam kamera.
3. aperture setting, yaitu besar kecilnya lubang diafragma yang kita atur.
Semakin kecil angka diafragma yang kita gunakan artinya akan semakin
besar lubang diafragma akan terbuka. Semakin lubang diafragma terbuka
artinya semakin banyak cahaya yang akan masuk kedalam kamera dan
begitu sebaliknya.
4. iso setting, yaitu sensitivitas dari sensor yang ada pada kamera.

Kita membutuhkan settingan manual untuk menjaga agar diafragma dan


speed tidak berubah walaupun kita menggeser focus dan kita dapat mengatur
posisi cahaya normal pada bagian tertentu dari objek, sebagai penyeimbang
balance keduanya, sehingga objek objek yang gelap akan tetap jelas, dan objek
yang terlalu terang tidak akan kelebihan cahaya pada gambar.

Tekniknya adalah atur speed standart yaitu 250 atau 125 pada objek yang
diam, atau di besarkan lagi jika objek adalah berupa objek yang bergerak. atur
posisi focus yang kita inginkan sehingga light meter akan menunjukkan posisi
exposurenya, selanjutnya kita bisa mainkan diafragmanya, jika light meter
berada pada posisi + (positif) kita bisa membesarkan angka diafragma sampai
ligh meter menunjukkan poisi 0, dan atau jika berada pada posisi – (minus) kita
bisa mengecilkan angka diafragma sampai mencapai titik 0. baru kemudian kita
bisa pencet shutter nya.

Kamera digital pada saat ini bisa diperoleh dengan mudah di pasaran, dari harga
yang di bawah Rp 1 juta sampai yang berharga puluhan juta rupiah. Seiring
semakin murahnya alat fotografi ini, mengakibatkan sebagian orang
menjadikannya sebagai bagian dari kebutuhan hidup. Mulai dari untuk keperluan
pribadi untuk membuat dokumentasi pada kegiatan-kegiatan individu, acara-
acara keluarga, sampai pada kebutuhan profesional.

Artikel pertama yang saya tulis pada blog ini akan membahas salah satu setting
pada kamera digital, yaitu ISO. Tulisan-tulisan yang akan mewarnai blog ini
jangan diartikan bahwa saya telah menguasai hal-hal tersebut pada tingkatan
pakar, namun hanyalah sebagai ungkapan rasa ingin berbagi.

Sebelum membahas tentang ISO, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu
apa itu fotografi? Fotografi secara bebas bisa didefinisikan sebagai ilmu melukis
dengan cahaya. Kata kunci di sini adalah cahaya. Artinya, tanpa cahaya kita
tidak bisa “melukis”. Dalam hal ini yang dimaksud adalah menghasilkan sebuah
gambar foto. Jadi, tugas utama dari kamera adalah merekam cahaya yang ada
dan menulisnya pada sebuah media. Pada kamera analog, media yang
dimaksud adalah film. Sedang pada kamera digital, medianya adalah sensor
kamera yang dilanjutkan dengan menyimpan pada memory card (CF, SD, xD,
dsb). Tanpa ada cahaya, tidak akan ada gambar yang dihasilkan. Itulah
sebabnya, para fotografer profesional seringkali memanfaatkan sumber cahaya
buatan (flash) untuk mendapatkan cahaya yang mencukupi agar dapat
menghasilkan foto yang bagus.

Apa yang mesti kita lakukan jika ternyata sumber cahaya yang ada tidak
memadai? Misalnya memotret di dalam ruangan yang cahaya lampunya tidak
terlalu terang. Pada kondisi seperti ini-lah kita akan bermain dengan setting ISO
pada kamera digital yang kita miliki.

Setting ISO pada kamera digital akan menentukan seberapa tinggi tingkat
sensitivitas sensor kamera terhadap cahaya yang ada. Semakin tinggi nilai
sensitivitas tersebut maka akan semakin sedikit jumlah cahaya yang diperlukan
untuk menghasilkan gambar. Secara sederhana: semakin kurang cahaya yang
ada (baca: semakin redup) maka semakin tinggi nilai ISO yang mesti kita setting
pada kamera.

Pada semua kamera digital akan terdapat setting AUTO ISO. Setting yang akan
secara otomatis menentukan nilai ISO yang sesuai dengan kondisi cahaya yang
ada pada saat itu. Namun demikian, pada saat melakukan fotografi kreatif
(setting manual pada pilihan Av, Sv / Tv atau bahkan M akan dibahas terpisah),
setting ISO harus dilakukan secara manual.

Bergantung pada merek dan tipe kameranya nilai ISO terendah bisa bernilai
antara 50-80; tapi ada juga yang dimulai dengan 100. Berikutnya secara
berturut-turut adalah IS0 200, ISO 400; pada kamera jenis prosumer dan DSLR
bisa berlanjut ke ISO 800, ISO 1600 atau bahkan ISO 3200.

Kunci yang harus diingat sewaktu hendak menggunakan kamera adalah selalu
gunakan ISO yang terendah yang dimiliki oleh kamera. ISO yang tinggi akan
mengakibatkan noise pada gambar yang dihasilkan. Sehingga, jika tidak
terpaksa –karena sumber cahaya yang kurang memadai– jangan menaikkan
angka ISO pada setting kamera. Jika hasil rekaman cahaya (gambar foto)
kurang memuaskan, bisa dicoba untuk menaikkan nilai ISO secara bertahap.
Jadi, dalam keadaan normal, misalnya fotografi outdoor dalam cuaca yang
cerah, kita bisa gunakan ISO 100 (jika ini yang terendah yang ada di kamera
yang kita miliki). Kita gunakan ISO 1600 (jika ini yang tertinggi) pada waktu
mengabadikan sebuah konser di dalam gedung teater yang gelap dan tidak
mengijinkan penggunaan flash pada kamera.

Salam, saya adalah seorang yang baru saja memulai untuk belajar foto dan kali
ini saya akan coba untuk share mengenai info dasar mengenai kamera digital
SLR atau yang sering kita sebut DSLR. Info ini saya dapatkan pada saat
browsing ke forum kaskus dari seorang member dengan id rakasara.

Kamera DSLR (digital single-lens reflex) adalah kamera digital yang


menggunakan sistem cermin otomatis dan pentaprisma atau pentamirror untuk
meneruskan cahaya dari lensa menuju viewfinder optikal yang berada
dibelakang kamera.

Cara kerja DSLR adalah sebagai berikut: untuk tujuan melihat objek, cermin
akan memantulkan cahaya yang datang dari lensa menuju keatas dengan sudut
sekitar 90 derajat. Kemudian cahaya dipantulkan oleh pentaprisma ke mata
fotografer. Selama proses pengambilan foto, cermin akan bergerak membuka
keatas dan jendela rana membuka yang memungkinkan lensa memproyeksikan
cahaya menuju ke sensor.

Karakter utama DSLR adalah:


1.Apa yang kita lihat adalah apa yang lensa lihat. “what you see is what you get”.
2.Lensa dapat diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan.
3.Biasanya memiliki ukuran sensor yang besar yang akan menghasilkan gambar
lebih baik.
4.Jeda waktu (lag time) jauh lebih singkat dibandingkan kamera biasa.

Komponen Utama Kamera DSLR

Komponen Utama DSLR:


1.Sensor
Jika dalam kamera analog kita mengenal film sebagai media perekam data,
maka dalam kamera digital kita menyebutnya sensor. Sensor berfungsi
menangkap signal cahaya yang berasal dari lensa ketika tombol shutter ditekan.
Ada berbagai macam sensor yg ada di pasaran, antara lain CMOS, CCD, dan
LIVEMOS.
2.Shutter
Shutter adalah alat dalam komponen kamera yang berfungsi sebagai penentu
ketajaman pada sebuah foto. Alat ini bekerja dengan cara membuka dan
menutup signal cahaya yang datang dari lensa. Saat kita memotret sebuah objek
pada siang hari yang terik maka kita membutuhkan shutter cepat guna
membatasi cahaya yang masuk ke sensor sebab pada siang hari cahaya sangat
berlimpah. Lain halnya jika di malam hari, shutter akan bergerak lambat karena
signal cahaya sangat lemah.
Kecepatan normal shutter adalah 1/125detik.

3.Lensa
Dalam sebuah kamera, lensa ibarat mata bagi manusia. Dalam sebuah lensa
terdapat berbagai macam optik. Masing – masing optik memiliki kinerja yang
saling berhubungan. Diafragma tertanam di dalam lensa. dan bertugas mengatur
ruang tajam ( Depth Of Field ) sebuah foto.

4.Viewfinder
Viewfinder adalah jendela untuk membidik sebuah objek, di dalamnya berisi
informasi setting dan parameter kamera.

5.Penyimpan data
Setelah foto direkam oleh sensor maka sensor akan memproses foto itu dan
kemudian akan di simpan dalam media penyimpan data. Media penyimpan data
dalam DSLR adalah kartu memori, yang biasa dipakai adalah model CF card dan
SD card.

Setelah kita tahu komponen utama dalam DSLR maka kita juga akan belajar
cara mengatur fungsi kerja kamera DSLR. Memotret dengan kamera DSLR
tidaklah semudah memotret dengan kamera saku digital, sebab DSLR memiliki
berbagai settingan yang rumit. Antara lain:
1.White Balance ( WB )
Adalah keseimbangan cahaya yang mempengaruhi pencahayaan dalam sebuah
foto. White balance disesuaikan dengan kondisi pencahayaan disekitar objek.
Macam- macam white balance adalah daylight, shadow, tungsten, cloudly, dan
auto. Jika memotret dengan bantuan pencahayaan sinar matahari, kita dapat
menyettingnya menjadi daylight. Kesalahan dalam menentukan white balance
berakibat warna dalam sebuah foto tampak tidak realistis.

2.ISO sensitivity
Bertugas mengatur kepekaan penerima cahaya. Tidak membuat agar sensornya
menjadi lebih peka tetapi mengatur penguatan signal cahaya. Akibatnya noise
juga ikut meningkat bila menggunakan ISO tinggi, dan akan mengurangi detail
pada foto. Rentang ISO dalam DSLR berbeda – beda antara 80 – 6400.
Semakin rendah ISO yang digunakan maka semakin halus gambar yang
diciptakan tetapi ISO rendah hanya memungkinkan dipakai apabila pencahayaan
dalam keadaan baik yaitu pada siang hari dengan cahaya matahari terik.
Sebaliknya jika menggunakan ISO tinggi maka gambar yang dihasilkan akan
terlihat kasar. ISO tinggi hanya dipakai apabila memotret dalam cahaya yang
sangat minimal dan hanya dipakai untuk memotret objek yang bergerak cepat.

3.Shutter speed
Shutter speed adalah kunci utama dalam menangkap objek dalam sebuah foto.
Tanpa shutter speed yang memadai maka hasil foto tidak akan sesuai dengan
apa yang kita harapkan. Bereksperimen dengan shutter speed dapat
menjelaskan apa yang ada dalam sebuah foto yang kita ambil.

Ada beberapa tehnik dalam fotografi yang bermain dengan shutter speed:
Menantang gelap : foto ini seharusnya lebih gelap karena diambil pada malam
hari, tapi karena menggunakan shutter speed 1/25detik maka hasilnya akan
demikian.

Motion : foto ini akan terlihat datar bila menggunakan shutter speed normal, tapi
dengan kecepatan 1/30detik foto ini terasa memiliki motion.
Ruang gerak flash : karena cahaya pada siang hari terlalu kontras maka
gunakan saja kecepatan 1/60detik dan flash untuk mengatasi kontras cahaya.
1/60detik adalah kecepatan yang ideal antara shutter speed dan Flash.

Freeze! : momen seperti ini merupakan tantangan bagi fotografer,karena semua


berlangsung sangat cepat.

4.Aperture/diafragma
Aperture atau yang sering disebut diafragma berada dalam sebuah lensa.
Diafragma ini bertugas mengatur ruang tajam ( Depth Of Field ) dalam sebuah
foto. DSLR dapat mengatur diafragma secara manual sesuai dengan kebutuhan
pemotretan.

DOF Luas f/22 : memotret arsitektur bangunan membutuhkan DOF luas untuk
menajamkan seluruh karakter dari bangunan tersebut.
DOF Sempit f/5,6 : dalam foto ini antara foreground dan background akan
terpisah yaitu dengan menggunakan DOF sempit maka kita dapat
mengkaburkan bagian foto yang tidak kita perlukan dan hanya tajam pada
bagian yang menjadi titik fokus pada foto.

Cara Menilai Kualitas Lensa Kamera DSLR

Banyak sekali mereka yang ingin tahu bagaimana caranya menilai kualitas lensa
dari kamera DSLR. Hal ini memang wajar mengingat lensa yang
berkualitas adalah jaminan hasil foto yang maksimal dan akan
semakin penting bila foto yang anda hasilkan adalah untuk
dikomersilkan. Bila anda memulai dunia DSLR dengan kamera plus
lensa kit, bisa jadi anda merasa penasaran untuk mencari lensa lain
yang kualitasnya lebih baik. Masalahnya, ternyata bukan hal yang
mudah untuk mendapatkan lensa yang kita idamkan. Begitu banyak
pilihan, ditambah berbagai istilah yang membingungkan, hingga
deviasi harga yang sangat lebar, membuat niat mencari lensa idaman
bisa menjadi ciut. Tapi jangan kuatir, kami hadirkan artikel ini untuk
membantu anda mengenali cara untuk menilai kualitas lensa.

Teknologi digital dalam fotografi membuahkan generasi kamera baru


dengan sensor beresolusi tinggi. Saat ini kamera dengan resolusi
sensor 10 juta piksel pun bisa dianggap ketinggalan jaman, bahkan
peningkatan resolusi di kamera DSLR khususnya jenis sensor full-
frame sudah mendekati resolusi sensor kamera medium format
dengan resolusi diatas 20 juta piksel. Dibutuhkan lensa yang mampu
mengimbangi tingginya resolusi sensor sehingga syarat utama lensa
berkualitas adalah ketajaman lensa. Di atas kertas, di lab pengujian,
kita mengenal adanya MTF chart alias grafik kontras dan ketajaman
lensa menurut versi si produsen. Penjelasan yang rumit mengenai
MTF ini bakal membuat kening kita berkerut sehingga kita
sederhanakan saja bahwa grafik MTF dibuat untuk mewakili karakter
optik lensa secara umum dan lensa yang tajam semakin diperlukan
untuk mengimbangi tingginya resolusi kamera digital masa kini.
Contoh pengujian lensa (credit : bobatkins.com)

Contoh pengujian lensa (credit : bobatkins.com)

Untuk menilai kualitas lensa, kami asumsikan anda sudah mengetahui


jenis lensa apa yang akan dinilai, misalnya dari jenis lensa yaitu lensa
fix atau lensa zoom, dan dari desain diafragma lensa yaitu lensa cepat
(bukaan besar) dan lensa lambat (bukaan kecil). Anda juga kami
anggap sudah mengerti akan fokal lensa yang akan dinilai, apakah itu
lensa wide, lensa normal, lensa tele, zoom wide, zoom normal, zoom
tele atau all-round zoom. Baiklah, kita lanjut saja.

Penilaian dasar lensa secara umum bisa saja disederhanakan pada


unsur :

* bukaan diafragma (semakin besar semakin bagus/cepat)


* rentang fokal (semakin lebar semakin bagus/useful)
* banyaknya fitur (stabilizer, motor mikro dsb)
* elemen optik tambahan (lensa ED, coating khusus dsb)
* material lensa (plastik/logam, weather sealed atau tidak dsb)
Meskipun untuk menilai lebih jauh mengenai lensa kita perlu meninjau
sedikit lebih dalam dari setiap lensa yang kita idamkan, diantaranya :

* bagaimana kinerja auto fokus (akurasi, kecepatan dan kehalusan)


* bagaimana rasanya saat lensa zoom diputar
* bagaimana desain ring manual fokus dan akurasinya
* bagaimana indikator posisi zoom dan fokus tampak jelas dan mudah
dibaca
* apakah bagian depan lensa ikut berputar saat mencari fokus
* bagaimana kemampuan makronya, dan jarak fokus terdekatnya

Dan pada akhirnya, kualitas optiklah yang menjadi faktor penentu


bagus tidaknya lensa DSLR yang kita nilai. Berikut adalah faktor
penting untuk menilai kualitas optik sebuah lensa :

* lensa yang baik punya ketajaman yang seragam di tengah dan di


tepi (sebaliknya lensa jelek akan blur di bagian pojok/corner softness)
* lensa yang baik juga mampu menjaga ketajaman saat dipakai di
posisi fokal berapa pun, dan bukaan diafragma berapa pun (kecuali
saat memasuki batas difraksi lensa/bukaan sangat kecil)
* lensa yang baik juga punya tingkat keterangan yang sama baik di
tengah atau di tepi (sebaliknya lensa jelek akan mengalami fall-off
yang nyata/pojokan menjadi gelap)
* lensa yang baik sanggup mengatasi purple fringing dengan baik
(chromatic aberration) dan lensa jelek akan kedodoran saat dipakai di
area dengan perbedaan kontras tinggi, sehingga muncul
penyimpangan warna keunguan
* lensa yang baik sanggup mengontrol distorsi dengan baik, garis
tidak tampak melengkung kedalam atau keluar
* lensa yang baik punya kontras yang tinggi, hasil foto tidak pucat
* lensa yang baik bisa mengatasi flare dengan baik, yang terjadi saat
lensa diarahkan ke cahaya terang
* lensa yang baik tidak merubah warna, biasanya lensa jelek punya
coating yang menggeser warna ke arah merah atau biru
* lensa yang baik punya bokeh yang menawan, creamy dan out-of-
focus pada background

Nah, ternyata bukan hal mudah untuk mencari lensa idaman apalagi
semakin mendekati ideal maka harga lensa akan semakin sangat
mahal. Untuk itu diperlukan pembatasan akan kriteria lensa yang akan
dibeli, semisal rentang fokal, harga (budget), jenis diafragma lensa
dan sebagainya. Tidak ada lensa ideal, semua lensa tentu ada
kompromi. Contoh :

* Lensa 18-55mm f/3.5-5.6 dan 17-55mm f/2.8 punya rentang fokal


yang hampir sama tapi harganya bisa berbeda 12 kali lipat. Hal ini
karena kemampuan lensa 17-55mm f/2.8 dalam memasukkan cahaya
jauh lebih besar dan konstan di seluruh panjang fokal. Komprominya
tentu adalah harga dan bobot/ukuran lensa itu sendiri. Contoh serupa
terjadi untuk lensa 55-200mm f/4-5.6 dan lensa 70-200mm f/2.8
* Lensa 18-200mm f/3.5-5.6 tampak sanggup mengakomodir semua
kebutuhan fokal fotografi umum dari wide hingga landscape, tapi
komprominya adalah tidak mungkin didesain lensa seperti ini dengan
bukaan konstan f/2.8 dan kalaupun bisa maka ukurannya bisa
sebesar termos :)
* Lensa prime menawarkan ukuran yang ringkas, sekaligus bukaan
diafragma yang besar dengan harga yang relatif murah. Namun bagi
yang terbiasa memakai lensa zoom, maka memotret dengan lensa
prime akan membuat repot karena fokal lensanya yang fix di posisi
tertentu.
* Lensa wide punya keistimewaan sendiri dalam menampilkan
perspektif berkesan luas, namun lensa wide perlu desain lensa yang
rumit dengan resiko mengalami fall-off dan purple fringing, belum lagi
distrosi yang pasti tidak bisa dihindari sehingga lensa wide tidak cocok
untuk potret wajah.
* Lensa yang didesain khusus untuk sensor APS-C (Nikon DX atau
Canon EF-S) punya diameter lebih kecil, ringkas dan kompak. Namun
bila lensa ini dipasang di bodi full frame akan muncul vignetting.
Membeli lensa full frame untuk bodi APS-C bisa jadi lebih ‘aman’
meski memang jadi menambah biaya dan belum tentu lensanya
tersedia.

Itulah sajian kami kali ini. Meski tidak mudah, tapi setidaknya
diharapkan kita bisa mengetahui bagaimana menilai bagus tidaknya
sebuah lensa. Bila pada akhirnya kita dihadapkan pada lensa yang
biasa-biasa saja, kita masih bisa mengupayaakan untuk membuat foto
yang luar biasa. Bila ingin tajam, gunakan f/8 dan lensa apapun akan
memberi ketajaman maksimal. Pengujian dari pabrik, fitur yang
lengkap, spesifikasi tinggi dan kualitas optik yang tinggi juga tidak
akan menolong bila dasar fotografi yang kita kuasai belum matang,
semisal kendali eksposur, bermain komposisi dan kejelian mencari
momen yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai