disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk mengerti kamera mana yang paling cocok
untuk sesuai dengan kebutuhan, maka mau tidak mau, sedikit banyak Anda
harus memiliki pengetahuan tentang fitur-fitur yang ada pada kamera digital,
serta faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas gambar.
Disini akan menjelaskan secara garis besar, dimulai dari faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas gambar, fungsi-fungsi dari beberapa spesifikasi kamera,
dan fitur-fitur yang dirasa perlu untuk dipertimbangkan.
1. Sensor
Sensor merupakan salah satu
komponen yang terpenting dan
sangat mempengaruhi kualitas
gambar. Sensor inilah yang bertugas
untuk menangkap cahaya dari lensa
sehingga akhirnya bisa
menghasilkan gambar. Perlu juga
diperhatikan adalah ukuran sensor
dan kualitas sensornya. Sayang
sekali untuk mengetahui kualitas sensor yang digunakan hampir tidak mungkin
bagi orang awam, jadi yang bisa digunakan sebagai patokan hanyalah ukuran
sensornya.
Semakin besar ukuran sensor akan
semakin bagus kualitas gambarnya.
Sensor adalah salah satu bagian
dari kamera yang harganya mahal,
sehingga tentunya semakin besar
ukuran sensornya akan semakin
mahal kameranya. Ukuran sensor
yang sering digunakan adalah seperti gambar berikut ini.
2. Lensa
Kalau kita membeli kamera DSLR (kamera yang lensanya bisa diganti-ganti),
faktor lensa sangat berpengaruh terhadap kualitas gambar. Lensa yang bagus
akan beda sekali hasil dan performanya dengan lensa yang pas-pasan. Tapi
kalau Anda membeli kamera yang bukan DSLR (Digital Single Lens Reflector),
baik kamera pocket ataupun kamera prosumer, faktor lensa ini boleh kita
abaikan dan tidak perlu jadi bahan pertimbangan kita. Meskipun kamera tersebut
menggunakan lensa Carl Zeiss, Leica, Schneider Kreuznach, dan lain
sebagainya toh percuma saja karena produsen-produsen tersebut tetap harus
menyesuaikan produknya dengan harga yang diminta.
Bila dilihat dari harga kamera yang berkisar antara 2-3 jutaan, maka besar untuk
dipastikan produsen tadi hanya menggunakan lensa-lensa carl zeiss standar
kebutuhan saja jadi bukan lensa dengan kualitas yang betul-betul top.
Lain halnya bila Anda menggunakan kamera DSLR. Saat Anda menggunakan
lensa-lensa Leica atau Carl Zeiss, maka hasilnya akan meningkat secara
significant, tapi tentu saja Anda harus merogoh kocek yang jauh lebih besar.
Sebagai contoh, kalau menggunakan kamera Canon, bisa diketahui harga lensa
jenis Canon 50 mm F1.4 kurang lebih 3 jutaan, sedangkan harga lensa Leica 50
mm F1.4 kurang lebih 30 juta.
Mungkin bagi Anda yang masih awan dengan fitur optical zoom, maka ada
baiknya Anda harus mengetahui dasar penghitungan optical zoom. Optical Zoom
adalah rentang dari lensa. Misal lensa 28-112 mm, itu berarti optical zoomnya
adalah 112 dibagi 28 = 4x optical zoom, kalau lensa 35-420 mm, itu berarti 420
dibagi 35 = 12x optical zoom.
Dengan pengertian ini, maka Anda tidak lagi gegabah dengan mengatakan
bahwa kamera dengan optical zoom 12x akan lebih bagus dari kamera dengan
optical zoom 4x. Itu semua tergantung kebutuhan.
Misalnya untuk contoh di atas, yaitu dengan menggunakan lensa 35-420 mm,
kita akan nyaman sekali bila kita suka memfoto objek yang jaraknya jauh, maka
Anda tidak perlu repot-repot mendekati objek, tapi cukup dengan menekan
tombol zoom saja, maka lensa dari kamera lah yang akan maju, tapi bila berada
di ruangan yang sempit, padahal kita hendak memfoto serombongan orang
(misalnya 6 orang yang berdiri berjejer), mungkin sekali bahwa kamera kita tidak
bisa mencakup ke enam objek tersebut, tapi kamera dengan lensa 28 mm akan
sanggup melakukannya.
Digital Zoom adalah perbesaran objek secara software, secara kasar dapat kita
katakan bahwa digital zoom ini adalah zoom boongan. Kenapa begitu ? Karena
digital zoom akan mereduksi kualitas dari gambar, dan selain itu digital zoom
masih dapat kita lakukan dengan menggunakan software komputer. Jadi digital
zoom bukanlah point yang akan kita pakai dalam memilih kamera digital.
Tapi karena ketidaktahuan pemakai, para produsen sering menggunakan hal ini
untuk menipu.
Sering kali kita lihat ada kamera dengan total zoom 40x, padahal sebenarnya
optical zoomnya 4x dan digital zoomnya 10x, jadi kalau 4 kita kalikan dengan 10
akan jadi 40x. Hati-hatilah dengan produsen yang nakal.
Megapixel
Semakin besar Megapixel suatu kamera, maka akan semakin bagus kualitas
gambarnya. Ini adalah Mitos terbesar di dalam dunia kamera, dan itu
sepenuhnya tidaklah benar. Perusahaan-perusahaan kamera dan toko-toko
kamera sebetulnya jelas mengetahui hal ini, tapi mereka terus saja berusaha
untuk mempertahankan persepsi yang salah ini, bukan hanya mempertahankan
malah, tapi mereka justru terus berusaha untuk menancapkan hal ini ke benak
customer. Kenapa ?
Padahal, penting sekali untuk DIINGAT, semakin tinggi Megapixelnya, bila tidak
disertai dengan perubahan ukuran sensor, perubahan arsitektur kamera atau
perubahan kualitas lensa, maka kualitas gambar dari kamera tersebut justru
lebih jelek.
Jadi fungsi dari megapixel yang besar itu sebetulnya apa ? Kuncinya adalah
pada masalah “Perbesaran”. Semakin besar resolusi suatu kamera (megapixel),
maka kita dapat mencetak foto kita dengan ukuran yang lebih besar.
Image Stabilizer
Tiap merk kamera menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk fitur yang satu
ini. Ada Image Stabilizer, Vibrate Reduction, Anti Shake, Steady Shot, Optical
Image Stabilizer(OIS), Vibrate Compensation, dan lain sebagainya. Itu semua
fungsinya sama, yaitu untuk menyetabilkan goncangan tangan kita.
Sering terjadi salah kaprah di dalam pengertian tentang fitur yang satu ini. Salah
kaprah yang sering terjadi adalah tertukarnya pengertian antara Shutter Speed
dan Image Stabilizer. Ketika kita memfoto anak-anak yang sedang berlari-lari,
kalau kita ingin agar anak yang kita foto itu tetap terlihat tajam (tidak blur), kita
harus menggunakan Shutter Speed yang cepat, dan tidak ada hubungannya
dengan Image Stabilizer. Shutter Speed yang cepat berguna untuk membekukan
“Objek” yang kita foto, sedangkan Image Stabilizer berguna untuk menyetabilkan
goncangan dari “Subjek” yang memfoto.
Jadi Image Stabilizer ini akan berguna ketika :
- Tangan kita sulit untuk tidak bergerak ketika melakukan pengambilan foto atau
tangan kita tremor
- Melakukan pemotretan dengan Shutter Speed yang rendah (indoor, malam
hari, efek-efek cahaya bergerak, foto air terjun, dsb)
- Melakukan foto-foto dengan lensa tele (jarak jauh) misalnya 200 mm
- Melakukan foto-foto macro (jarak yang sangat dekat)
Cara kerja fitur ini adalah dengan menempatkan sensor pada lensa atau pada
sensor (masing-masing produsen berbeda-beda). Sensor ini berfungsi untuk
mendeteksi gerakan lensa atau kamera. Misal pada Image Stabilizer yg
diletakkan di lensa, ketika kamera kita bergerak ke atas, sensor ini akan
menggerakan lensa nya ke bawah, ketika kamera kita bergerak ke kiri, sensor ini
akan menggerakan lensanya ke kanan, dan demikian seterusnya sehingga
gambar yang kita buat akan selalu diusahakn stabil dan bebas goncangan.
Nah setelah mengetahui pengertian dari Image Stabilizer ini, kita juga dapat
mengetahui tentang produsen-produsen yang nakal, yang dengan sengaja
memanfaatkan kesalahkaprahan konsumen akan pengertian ini untuk menarik
keuntungan.
Ada beberapa produsen yang jelas-jelas tidak memiliki teknologi Image Stabilizer
ini, tapi berani mencantumkan Slogan yang serupa dan bahkan mempromosikan
fitur ini melalui brosur-brosur dan sarana marketing mereka.
Atau ada juga yang sudah memiliki teknologi ini, tapi karena untuk dipasangkan
pada kamera-kamera yang low end tidak akan memungkinkan dari segi harga,
akhirnya mereka menciptakan istilah-istilah yang mirip tapi sebetulnya adalah
tipuan, seperti misalnya Anti Shake DSP, New Anti Shake AE, dll.
Ada juga yang memang memiliki teknologi ini dan sudah memasangkan pada
kameranya, tapi karena pesaing mereka mencoba membodohi konsumen, maka
mereka pun ikut-ikutan juga membodohi konsumen dengan istilah-istilah yang
lebih keren seperti misalnya Double Anti Blur, 4x Image Stabilization, Dual IS,
dsb.
Tapi untuk fasilitas ini ada harga yang harus dibayar, yaitu kualitas gambar yang
akan sangat berkurang. Karena ISO semakin tinggi maka kualitas foto akan
semakin noise, banyak terdapat bintik-bintik warna-warni, tidak tajam dan
sebagainya, intinya gambar akan terlihat lebih kasar.
Selain itu ada juga kelemahan lainnya, kita jadi tidak bisa melakukan pemotretan
dimana kita ingin menggunakan speed yang rendah, seperti misalnya foto air
terjun sehingga airnya bisa jadi seperti kapas. Dan masih ada kekurangan-
kekurangan lainnya. Tetapi sebetulnya, yang paling konyol dari image stabilizer
palsu ini adalah, hampir semua kamera bisa melakukan hal itu, tinggal dinaikkan
aja ISOnya. Sungguh menggelikan.
Pada istilah-istilah seperti Double Anti Blur, 4x Image Stabilization, Dual IS, dan
sebagainya maksudnya adalah bahwa mereka menggunakan Image stabilizer
betulan dan sekaligus Image stabilizer tipuan. Sehingga dengan istilah-istilah itu
produk mereka akan terlihat lebih mampu menahan goncangan. Untungnya
paling tidak sampai saat ini saya masih belum melihat ada yang menggunakan
istilah Double atau Dual yang ternyata isinya tidak ada Image Stabilizer asli
sama sekali. Mungkin sebentar lagi.
Jadi kita mesti hati-hati, kalau melihat ada fitur seperti ini, harus dibaca dulu buku
manualnya atau cari tau dari internet atau dari teman yang sudah tau, apakah
image stabilizernya asli menyetabilkan gerakan pada lensa atau pada kamera,
atau hanya menaikkan ISO saja.
Dalam melakukan pemotretan, satu hal yang paling penting adalah masalah
pencahayaan. Tentunya Anda mengharapkan hasil foto dengan pencahayaan
yang pas (correct exposure), maksudnya tidak terlalu terang (Over-Exposure)
ataupun terlalu gelap (Under-Exposure), seperti pada gambar 1.
Ada tiga faktor penting yang akan mempengaruhi pencahayaan (exposure), yaitu
ISO, Diafragma, dan Shutter Speed.
ISO
ISO adalah banyaknya cahaya yang masuk ke dalam kamera akan direkam oleh
Sensor (misalnya CMOS atau CCD), sehingga akan menghasilkan gambar. ISO
adalah kepekaan dari Sensor terhadap cahaya. Semakin tinggi ISO nya,
semakin peka sensornya, sehingga gambarnya akan semakin terang.
Yang sering terdapat di dalam kamera digital saat ini adalah ISO 100, ISO 200,
ISO 400, ISO 800, IS00 1600, ISO 3200. Jadi misalnya ketika Anda
menggunakan ISO 200, maka hasil foto tadi akan lebih gelap dibanding saat
menggunakan ISO 1600, semua diasumsikan settingan lain tidak ada yang kita
ubah sama sekali dan kondisi cahaya di sekitar objek sama.
Tetapi ISO yang tinggi memiliki kelemahan. Yaitu, semakin tinggi ISO yang
digunakan, maka hasil gambarnya akan semakin kasar (istilah yang dipakai
adalah NOISE), perhatikan pada gambar 2. Jadi kesimpulannya, selama kondisi
cahayanya memungkinkan, gunakan selalu ISO serendah mungkin.
Semakin besar ukuran sensor kamera, noise yang dihasilkan semakin minim
(baca komputek edisi 585). Semakin besar resolusinya (megapixel), semakin
tinggin noisenya, dengan asumsi ukuran sensor dan teknologi kameranya sama
(baca komputek edisi 586), teknologi dari sensor juga mempengaruhi tingkat
Noise (CMOS lebih bebas noise dibandingkan dengan CCD).
Di hampir semua kamera digital juga sudah menyertakan fasilitas “Noise
reduction” untuk mengurangi noise,hanya saja kadar keefektifan dari noise
reduction tiap merk kamera juga berbeda-beda.
Sehingga customer tidaklah mungkin untuk mengetahui kadar noise dari suatu
kamera kalau belum pernah mencoba dan membandingkan tiap-tiap merk yang
berbeda. Untuk kamera-kamera saku (pocket camera), saat ini yang memiliki
tingkat noise paling rendah adalah Canon dan Fuji, sedangkan untuk kamera-
kamera DSLR, setahun yang lalu Canon-lah yang merajai.
Tapi sekarang sudah mulai dikejar oleh merk-merk lain seperti Nikon dan Sony,
salah satu alasan kenapa Nikon dan Sony sudah bisa mengejar adalah karena
mereka sekarang juga menggunakan teknologi sensor CMOS, bukan CCD lagi
seperti dulu.
Diafragma (Aperture)
Didalam lensa terdapat istilah bukaan Diafragma (gambar 3) yang berguna untuk
mengatur jumlah cahaya yang bisa masuk ke dalam kamera.
Bukaanya semakin diperbesar, maka cahaya yang masuk akan semakin banyak
dan hasil foto akan semakin terang, dan tentunya bila bukaannya semakin
diperkecil, maka cahaya yang masuk akan semakin sedikit dan hasil foto akan
semakin gelap.
Satuan dari diafragma ini dilambangkan dengan “F-Stop”. Misalnya F1.4, F2,
F2.8, F4, F5.6, F8, dan sebagainya (Gambar 4). Semakin besar F-Stopnya akan
semakin Kecil bukaannya, dan semakin kecil F-Stopnya akan semakin Besar
bukaannya. Jadi semakin besar F-Stopnya, cahaya yang masuk akan semakin
sedikit, dan hasil foto akan semakin gelap. Karena satuannya terbalik, maka
banyak pemula yang kebingungan waktu pertama kali belajar.
EXPOSURE
Sudah tidak asing lagi, di dunia photography kita mengenal istilah exposure.
Exposure atau pencahayaan termasuk bagian yang sangat mendasar didunia
photography. Karena tanpa cahaya, munkin tidak ada photography.. mengingat
definisinya sendiri adalah menggambar dengan cahaya.
Namun bagaimana jika hasilnya dari mode program pada DSLR atau mode
auto pada pocket tersebut memberikan hasil yang tidak kita inginkan? Jika mode
tersebut tidak membrikan hasil yang memuaskan, kita bisa merubah mode nya
menjadi manual mode kamera DSLR dan juga pada kamera pocket (perlu di
ingat bahwa tidak semua kamera pocket mempunya fitur manual, berupa
mengaturan speed dan diafragma).
Berikuta adalah hal hal yang mempengaruhi cahaya yang masuk kedala kamera.
Tekniknya adalah atur speed standart yaitu 250 atau 125 pada objek yang
diam, atau di besarkan lagi jika objek adalah berupa objek yang bergerak. atur
posisi focus yang kita inginkan sehingga light meter akan menunjukkan posisi
exposurenya, selanjutnya kita bisa mainkan diafragmanya, jika light meter
berada pada posisi + (positif) kita bisa membesarkan angka diafragma sampai
ligh meter menunjukkan poisi 0, dan atau jika berada pada posisi – (minus) kita
bisa mengecilkan angka diafragma sampai mencapai titik 0. baru kemudian kita
bisa pencet shutter nya.
Kamera digital pada saat ini bisa diperoleh dengan mudah di pasaran, dari harga
yang di bawah Rp 1 juta sampai yang berharga puluhan juta rupiah. Seiring
semakin murahnya alat fotografi ini, mengakibatkan sebagian orang
menjadikannya sebagai bagian dari kebutuhan hidup. Mulai dari untuk keperluan
pribadi untuk membuat dokumentasi pada kegiatan-kegiatan individu, acara-
acara keluarga, sampai pada kebutuhan profesional.
Artikel pertama yang saya tulis pada blog ini akan membahas salah satu setting
pada kamera digital, yaitu ISO. Tulisan-tulisan yang akan mewarnai blog ini
jangan diartikan bahwa saya telah menguasai hal-hal tersebut pada tingkatan
pakar, namun hanyalah sebagai ungkapan rasa ingin berbagi.
Sebelum membahas tentang ISO, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu
apa itu fotografi? Fotografi secara bebas bisa didefinisikan sebagai ilmu melukis
dengan cahaya. Kata kunci di sini adalah cahaya. Artinya, tanpa cahaya kita
tidak bisa “melukis”. Dalam hal ini yang dimaksud adalah menghasilkan sebuah
gambar foto. Jadi, tugas utama dari kamera adalah merekam cahaya yang ada
dan menulisnya pada sebuah media. Pada kamera analog, media yang
dimaksud adalah film. Sedang pada kamera digital, medianya adalah sensor
kamera yang dilanjutkan dengan menyimpan pada memory card (CF, SD, xD,
dsb). Tanpa ada cahaya, tidak akan ada gambar yang dihasilkan. Itulah
sebabnya, para fotografer profesional seringkali memanfaatkan sumber cahaya
buatan (flash) untuk mendapatkan cahaya yang mencukupi agar dapat
menghasilkan foto yang bagus.
Apa yang mesti kita lakukan jika ternyata sumber cahaya yang ada tidak
memadai? Misalnya memotret di dalam ruangan yang cahaya lampunya tidak
terlalu terang. Pada kondisi seperti ini-lah kita akan bermain dengan setting ISO
pada kamera digital yang kita miliki.
Setting ISO pada kamera digital akan menentukan seberapa tinggi tingkat
sensitivitas sensor kamera terhadap cahaya yang ada. Semakin tinggi nilai
sensitivitas tersebut maka akan semakin sedikit jumlah cahaya yang diperlukan
untuk menghasilkan gambar. Secara sederhana: semakin kurang cahaya yang
ada (baca: semakin redup) maka semakin tinggi nilai ISO yang mesti kita setting
pada kamera.
Pada semua kamera digital akan terdapat setting AUTO ISO. Setting yang akan
secara otomatis menentukan nilai ISO yang sesuai dengan kondisi cahaya yang
ada pada saat itu. Namun demikian, pada saat melakukan fotografi kreatif
(setting manual pada pilihan Av, Sv / Tv atau bahkan M akan dibahas terpisah),
setting ISO harus dilakukan secara manual.
Bergantung pada merek dan tipe kameranya nilai ISO terendah bisa bernilai
antara 50-80; tapi ada juga yang dimulai dengan 100. Berikutnya secara
berturut-turut adalah IS0 200, ISO 400; pada kamera jenis prosumer dan DSLR
bisa berlanjut ke ISO 800, ISO 1600 atau bahkan ISO 3200.
Kunci yang harus diingat sewaktu hendak menggunakan kamera adalah selalu
gunakan ISO yang terendah yang dimiliki oleh kamera. ISO yang tinggi akan
mengakibatkan noise pada gambar yang dihasilkan. Sehingga, jika tidak
terpaksa –karena sumber cahaya yang kurang memadai– jangan menaikkan
angka ISO pada setting kamera. Jika hasil rekaman cahaya (gambar foto)
kurang memuaskan, bisa dicoba untuk menaikkan nilai ISO secara bertahap.
Jadi, dalam keadaan normal, misalnya fotografi outdoor dalam cuaca yang
cerah, kita bisa gunakan ISO 100 (jika ini yang terendah yang ada di kamera
yang kita miliki). Kita gunakan ISO 1600 (jika ini yang tertinggi) pada waktu
mengabadikan sebuah konser di dalam gedung teater yang gelap dan tidak
mengijinkan penggunaan flash pada kamera.
Salam, saya adalah seorang yang baru saja memulai untuk belajar foto dan kali
ini saya akan coba untuk share mengenai info dasar mengenai kamera digital
SLR atau yang sering kita sebut DSLR. Info ini saya dapatkan pada saat
browsing ke forum kaskus dari seorang member dengan id rakasara.
Cara kerja DSLR adalah sebagai berikut: untuk tujuan melihat objek, cermin
akan memantulkan cahaya yang datang dari lensa menuju keatas dengan sudut
sekitar 90 derajat. Kemudian cahaya dipantulkan oleh pentaprisma ke mata
fotografer. Selama proses pengambilan foto, cermin akan bergerak membuka
keatas dan jendela rana membuka yang memungkinkan lensa memproyeksikan
cahaya menuju ke sensor.
3.Lensa
Dalam sebuah kamera, lensa ibarat mata bagi manusia. Dalam sebuah lensa
terdapat berbagai macam optik. Masing – masing optik memiliki kinerja yang
saling berhubungan. Diafragma tertanam di dalam lensa. dan bertugas mengatur
ruang tajam ( Depth Of Field ) sebuah foto.
4.Viewfinder
Viewfinder adalah jendela untuk membidik sebuah objek, di dalamnya berisi
informasi setting dan parameter kamera.
5.Penyimpan data
Setelah foto direkam oleh sensor maka sensor akan memproses foto itu dan
kemudian akan di simpan dalam media penyimpan data. Media penyimpan data
dalam DSLR adalah kartu memori, yang biasa dipakai adalah model CF card dan
SD card.
Setelah kita tahu komponen utama dalam DSLR maka kita juga akan belajar
cara mengatur fungsi kerja kamera DSLR. Memotret dengan kamera DSLR
tidaklah semudah memotret dengan kamera saku digital, sebab DSLR memiliki
berbagai settingan yang rumit. Antara lain:
1.White Balance ( WB )
Adalah keseimbangan cahaya yang mempengaruhi pencahayaan dalam sebuah
foto. White balance disesuaikan dengan kondisi pencahayaan disekitar objek.
Macam- macam white balance adalah daylight, shadow, tungsten, cloudly, dan
auto. Jika memotret dengan bantuan pencahayaan sinar matahari, kita dapat
menyettingnya menjadi daylight. Kesalahan dalam menentukan white balance
berakibat warna dalam sebuah foto tampak tidak realistis.
2.ISO sensitivity
Bertugas mengatur kepekaan penerima cahaya. Tidak membuat agar sensornya
menjadi lebih peka tetapi mengatur penguatan signal cahaya. Akibatnya noise
juga ikut meningkat bila menggunakan ISO tinggi, dan akan mengurangi detail
pada foto. Rentang ISO dalam DSLR berbeda – beda antara 80 – 6400.
Semakin rendah ISO yang digunakan maka semakin halus gambar yang
diciptakan tetapi ISO rendah hanya memungkinkan dipakai apabila pencahayaan
dalam keadaan baik yaitu pada siang hari dengan cahaya matahari terik.
Sebaliknya jika menggunakan ISO tinggi maka gambar yang dihasilkan akan
terlihat kasar. ISO tinggi hanya dipakai apabila memotret dalam cahaya yang
sangat minimal dan hanya dipakai untuk memotret objek yang bergerak cepat.
3.Shutter speed
Shutter speed adalah kunci utama dalam menangkap objek dalam sebuah foto.
Tanpa shutter speed yang memadai maka hasil foto tidak akan sesuai dengan
apa yang kita harapkan. Bereksperimen dengan shutter speed dapat
menjelaskan apa yang ada dalam sebuah foto yang kita ambil.
Ada beberapa tehnik dalam fotografi yang bermain dengan shutter speed:
Menantang gelap : foto ini seharusnya lebih gelap karena diambil pada malam
hari, tapi karena menggunakan shutter speed 1/25detik maka hasilnya akan
demikian.
Motion : foto ini akan terlihat datar bila menggunakan shutter speed normal, tapi
dengan kecepatan 1/30detik foto ini terasa memiliki motion.
Ruang gerak flash : karena cahaya pada siang hari terlalu kontras maka
gunakan saja kecepatan 1/60detik dan flash untuk mengatasi kontras cahaya.
1/60detik adalah kecepatan yang ideal antara shutter speed dan Flash.
4.Aperture/diafragma
Aperture atau yang sering disebut diafragma berada dalam sebuah lensa.
Diafragma ini bertugas mengatur ruang tajam ( Depth Of Field ) dalam sebuah
foto. DSLR dapat mengatur diafragma secara manual sesuai dengan kebutuhan
pemotretan.
DOF Luas f/22 : memotret arsitektur bangunan membutuhkan DOF luas untuk
menajamkan seluruh karakter dari bangunan tersebut.
DOF Sempit f/5,6 : dalam foto ini antara foreground dan background akan
terpisah yaitu dengan menggunakan DOF sempit maka kita dapat
mengkaburkan bagian foto yang tidak kita perlukan dan hanya tajam pada
bagian yang menjadi titik fokus pada foto.
Banyak sekali mereka yang ingin tahu bagaimana caranya menilai kualitas lensa
dari kamera DSLR. Hal ini memang wajar mengingat lensa yang
berkualitas adalah jaminan hasil foto yang maksimal dan akan
semakin penting bila foto yang anda hasilkan adalah untuk
dikomersilkan. Bila anda memulai dunia DSLR dengan kamera plus
lensa kit, bisa jadi anda merasa penasaran untuk mencari lensa lain
yang kualitasnya lebih baik. Masalahnya, ternyata bukan hal yang
mudah untuk mendapatkan lensa yang kita idamkan. Begitu banyak
pilihan, ditambah berbagai istilah yang membingungkan, hingga
deviasi harga yang sangat lebar, membuat niat mencari lensa idaman
bisa menjadi ciut. Tapi jangan kuatir, kami hadirkan artikel ini untuk
membantu anda mengenali cara untuk menilai kualitas lensa.
Nah, ternyata bukan hal mudah untuk mencari lensa idaman apalagi
semakin mendekati ideal maka harga lensa akan semakin sangat
mahal. Untuk itu diperlukan pembatasan akan kriteria lensa yang akan
dibeli, semisal rentang fokal, harga (budget), jenis diafragma lensa
dan sebagainya. Tidak ada lensa ideal, semua lensa tentu ada
kompromi. Contoh :
Itulah sajian kami kali ini. Meski tidak mudah, tapi setidaknya
diharapkan kita bisa mengetahui bagaimana menilai bagus tidaknya
sebuah lensa. Bila pada akhirnya kita dihadapkan pada lensa yang
biasa-biasa saja, kita masih bisa mengupayaakan untuk membuat foto
yang luar biasa. Bila ingin tajam, gunakan f/8 dan lensa apapun akan
memberi ketajaman maksimal. Pengujian dari pabrik, fitur yang
lengkap, spesifikasi tinggi dan kualitas optik yang tinggi juga tidak
akan menolong bila dasar fotografi yang kita kuasai belum matang,
semisal kendali eksposur, bermain komposisi dan kejelian mencari
momen yang tepat.