Nefritis atau peradangan ginjal, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui.
Gejala utamanya adalah tampaknya elemen seperti albumin di dalam air seni. Kondisi ini
disebut albuminuria. Sel-sel darah merah dan darah putih dan serpihan granular yang
kesemuanya tampak dalam pemeriksaan mikroskopik pada air seni.
Gejala ini lebih sering nampak terjadi pada masa kanak-kanak dan dewasa dibanding
pada orang-orang setengah baya. Bentuk yang paling umum dijumpai dari nefritis adalah
glomerulonefritis. Seringkali terjadi dalam periode 3 sampai 6 minggu setelah infeksi
streptokokus.
Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit punggung,
dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak), mual dan
muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan air seni menjadi keruh.
Prognosis biasanya dapat menyembuhkan dan penderita sembuh total. Namun pada
beberapa orang gejala ini berkembang menjadi kronis. Pada keadaan ini proses kerusakan
ginjal terjadi menahun dan selama itu gejalanya tidak tampak. Akan tetapi pada akhirnya
orang-orang tersebut dapat menderita uremia (darah dalam air seni.Red) dan gagal ginjal.
Ginjal merupakan salah satu organ paling vital dimana fungsi ginjal sebagai tempat
membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang
tidak diperlukan tubuh serta dikeluarkan sebagai urine dengan jumlah setiap hari berkisar
antara 1-2 liter. Selain fungsi tersebut, ginjal berfungsi antara lain mempertahankan kadar
cairan tubuh dan elektrolit (ion-ion), mengatur produksi sel-darah merah. Begitu banyak
fungsi ginjal sehingga bila ada kelainan yang mengganggu ginjal, berbagai penyakit
dapat ditimbulkan.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar
glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar
tampak bersifat imunologis.Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada
glomerulus,bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus,
jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya.
Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-
laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Hasil
1
penelitian multisenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang
dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya
(26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada
anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat
berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab
kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit
ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat
fatal.
A. Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang
disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis
akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran
etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.
B. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe
12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama
kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor
iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya
glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang
ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal.
Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca
streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.
Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan
pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit
ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
2
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan
timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan
lupus eritematosus.
C. Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut.
Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan auto-imun yang merusak glomerulus.
D. Klasifikasi
a. Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial
yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan
sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3%
dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap
anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya
ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya
berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat
menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari
sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada
awal umur sepuluh tahunan.
3
b. Glomerulonefritis Primer
1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak
spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-
30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya
menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab,
sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga
penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2. Glomerulonefritis membranosa
c. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis
pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta
hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia
sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata,
kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
E. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non glomerulus
berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang utama. Dari segi klinis suatu
kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab, dan penurunan
fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai
kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk
4
menegakkan diagnosis pasti.
Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti
misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari proteinuria massif
dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sembab.
Riwayat Penyakit
Sebagian besar anak dengan kelainan glomrulus menunjukkan proteinuria atau hematuria
yang ditemukan pada saat pemeriksaan urine atau hipertensi yang ditemukan pada saat
pemeriksaan fisik. Sebagian kecil pasien menunjukkan tanda sembab sebagai gejala awal,
sehingga diperlukan perhatian riwayat penyakit pasien dan keluarganya.
Gejala yang sering ditemukan adalah hematuria atau kencing seperti merah daging,
kadang-kadang disertai sembab ringan disekitar mata atau seluruh tubuh. Umumnya
sembab berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Hipertensi terdapat pada
60-70% anak dengan glomerulonefritis akut pada hari pertama, kemudian pada akhir
minggu pertama menjadi normal kembali. Hipertensi timbul karena vasospasme atau
iskemia ginjal, suhu badan tidak tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama.
Riwayat yang spesifik pada anak dengan proteinuria, misalnya sembab periorbital,
pratibial, skrotum atau anasarka pada sindroma nefrotik yang pada awalnya berupa
sembab muka pada waktu bangun tidur dan menghilang pada siang hari, tetapi kemudian
sembab akan menetap bila bertambah hebat atau menjadi anasarka. Hal ini sering dikira
sebagai reaksi alergi, bertambahnya berat badan dengan cepat akibat ekspansi cairan
ekstraseluler (dengan keluhan pakaian menjadi sempit atau perut buncit) jumlah urine
berkurang. Pada kasus yang lebih berat terdapat anoreksia, sakit kepala, muntah dan
bahkan kejang kadang disertai tanda penurunan fungsi ginjal seperti anoreksia, apatis,
mudah lelah, lambat tumbuh, dan anemia.
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan pengukuran berat
dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites. Melakukan pemeriksaan
kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti
atritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan system syaraf pusat.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan
tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus juga
berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya
kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relative kurang
terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga diuresis berkurang (timbul
oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang. Ureum diresorbsi kembali lebih
dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.
Pemeriksaan Laboratorium
Bila ditemukan proteinuria tersendiri (isolated proteinuria), hematuria mikroskopik atau
ipertensi ringan pada anak yang tampak sehat, harus dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Hematuria mikroskopik dan hipertensi ringan biasanya hanya bersifat sementara.
Hematuria nyata tanpa gejala lain biasanya berasal dari glomerulus dan bila telah
5
diketahui adanya kelainan yang bermakna, harus segera dilakukan pemeriksaan
selanjutnya.
Laju enap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam
dan air). Pada pemeriksaan urine didapatkan jumlah urine berkurang dan berat jenis urine
meninggi. Hematuria makroskopik ditemukan pada 50% penderita, ditemukan juga
adanya albumin, eritrosit leukosit, silinder leokosit dan hialin.
Albumin serum sedikit menurun demikian juga komplemen serum (globulin beta-1C)
serta ureum dan kreatinin darah meningkat. Anemia sering dijumpai pada gagal ginjal
akut atau gagal ginjal kronik. Hematuria harus diukur pada semua anak. Sebanyak 90%
anak dengan glomerulonefritis akut menunjukkan peningkatan streptozim dan penurunan
komplemen C3. Kadar C3 biasanya normal kembali dalam waktu 4-8 minggu dan
steptozim dalam waktu 4-6bulan. Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.
Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus, sebelum
biopsy dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk memastikan adanya dua
buah ginjal dan menyingkirkan kemungkinan tumor dan kelainan lain yang merupakan
indikasi kontra biopsy ginjal.
F. Pengobatan
Pengobatan terpenting adalah suportif, hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan
vasodilator perifer (hidralasin, nifedipin). Diuretik diperlukan untuk mengatasi retensi
cairan dan hipertensi. Sebagian pasien hanya memerlukan terapi anti hipertensi jangka
pendek (beberapa hari sampai beberapa minggu). Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pasien dengan
gejala encelopati hipertensif memerlukan terapi anti hipertensi yang agresif, diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgBB secara intramuskuler. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian maka selanjutnya reserpin diberikan per oral dengan dosis 0,03 mg/kgBB/hari.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum atau hemodialisis. Diuretikum dulu
tidak diberikan pada glomeruloefritis akut tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid
(lasix) 1mg/kgBB/kali secara intra vena dalam 5-10 menit berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
Pemberian penicillin pada fase akut akan mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian antibiotika ini dianjurkan hanya untuk 10 hari.
Pasien glomerulonefritis akut dengan gagal ginjal akut memerlukan terapi yang tepat,
pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kortikosteroid dan imunosupresan tidak
diberikan oleh karena tidak terbukti berguna untuk pengobatan.
Pada Fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam
(1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung,
edema, hipertensi, dan oliguria maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
6
G. Komplikasi
H. Prognosis
7
DAFTAR PUSTAKA
Staf Pengajar IKA UI., Ilmu Kesehatan Anak. Buku 2, Jakarta, Fak Kedokteran UI., 1985
1. Staf Pengajar IKA UGM., Standar Pelayanan Medis RSUP DR. SARDJITO.,
Yogyaskarta , Fak Kedokteran UGM, 1999
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2, Jakarta, 2002
4. Staf Pengajar IKA UI, Standar Pelayanan Medis IDAI, Jakarta, 2004
6. Nini Soemyarso dan kawan kawan, lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/ RSU
Dr.Soetomo, Surabaya. www.yahoo.com