Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

TUBERKULOSIS PARU

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing:
dr. Riana Sari, Sp. P

Disusun Oleh :
Septi Nurhidayati J510170020

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
LAPORAN KASUS
TUBERKULOSIS PARU

Diajukan oleh :
Septi Nurhidayati
J510170020

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari
………….………………..

Pembimbing :
dr. Riana Sari, Sp.P (..........................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Riana Sari, Sp.P (..........................)

ii
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama pasien : Tn. S


Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Kudusan RT 3/5 gumpang, kartasura,
sukoharjo
Agama : Islam
Suku : Jawa
Berat Badan : 57 kg
Tanggal Pemeriksaan : 11 September 2017
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Batuk berdahak

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak sejak lebih
dari tiga minggu yang lalu. Batuk dirasakan terus-menerus dan
tidak dipengaruhi oleh dingin ataupun cuaca. Batuk dirasakan
berdahak putih kecoklatan. Selain itu juga terdapat sesak dan nyeri
dada yang dirasakan jika pasien batuk, pasien juga merasa bahwa
tenggorokannya nyeri.
Pasien juga mengeluh keringat dingin yang dirasakan
terutama pada malam hari, mudah lelah, badan dirasa sumer-sumer
,pusing serta nafsu makan menjadi berkurang. Pasien juga
mengalami penurunan berat badan, sebelumnya berat badan pasien
65 kg dan menjadi 57 kg.
Pasien mengatakan bahwa tidak terdapat keluhan pilek,
mimisan, gusi berdarah, riwayat perdarahan lain, mual, muntah,

1
nyeri perut, serta tidak terdapat benjolan di leher, ketiak, maupun
selangkangan. Buang air besar dan kecil lancar, tidak terdapat rasa
nyeri dan perih saat berkemih.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat OAT : disangkal
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat gula tinggi : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat OAT : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal

E. Riwayat Alergi
Alergi makanan dan obat-obatan disangkal

F. Anamnesis Sistem
- Sistem Cerebrospinal : pusing (+), kejang (-)
- Sistem Cardiovascular : pucat (-), akral hangat (-), kebiruan
(-), nyeri dada (+), berdebar-debar (-)
- Sistem Respirasi : sesak nafas (+), batuk berdahak
(+),riwayat batuk darah(-), pilek (-), nafas cuping hidung (-)
- Sistem Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), makan/minum
baik, BAB (+), sulit menelan (-)
- Sistem urogenital : BAK (+) berwarna kuning jernih.
- Sistem Muskuloskeletal : kesemutan (-), kelemahan anggota
gerak (-) ,otot atrofi (-/-), tungkai bengkak (-/-)

2
- Sistem Integumental : ruam (-), gatal (-), keringat dingin
malam hari (+)

III. Pemerikasaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/78 mmHg
Suhu : 36,3°C
Nadi : 95x/menit
Pernapasan : 22x/menit
BB : 57 kg
TB : 160 cm

B. Status Lokalis
- Kepala : normocephal
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), tidak
ada luka. Edema palpebra (-/-)
- Hidung : deformitas (-/-), secret (-/-) epistaksis (-/-), nafas
cuping hidung (-), tidak ada luka.
- Telinga : deformitas (-/-), keluar cairan (-/-), hiperemis (-/-),
cerumen (-/-), nyeri tekan (-/-), tidak ada luka.
- Mulut : deformitas (-), stomatitis (-), sianosis (-), kering (-
), lembab (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), tonsil T1/T1,
pharyngitis (-), tidak ada luka baik dari mulut, gusi, gigi, dan
lidah.
- Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), masa
abnormal (-), kaku kuduk (-), deviasi trakea (-), tidak ada luka.

Thoraks :
A. Jantung :
1. Inspeksi :Ictus cordis tidak tampak

3
2. Palpasi :Ictus cordis teraba di SIC V linea
midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat
3. Perkusi : dalam batas normal
4. Auskultasi : terdengar bunyi jantung I/II murni regular,
BJ III (-), bising jantung (-) Heart rate : 95x/menit
B. Paru-paru :

Kanan Depan Kiri


Simetris , retraksi (-) Inspeksi Simetris, retraksi (-)
Ketinggalan gerak (-), Ketinggalan gerak (-),
Palpasi
fremitus (+) sama fremitus (+)/(+)
Sonor Perkusi Sonor
Suara dasar vesikuler↓ Suara dasar vesikuler (↓)
(+), wheezing (-), rhonki Auskultasi wheezing (-), rhonki (-)
(-)

Kanan Belakang Kiri


Simetris Inspeksi Simetris
Ketinggalan gerak (-), Ketinggalan gerak (-),
Palpasi
fremitus (+) sama fremitus (+)/(+)
Sonor Perkusi Sonor
Suara dasar vesikuler (+), Suara dasar vesikuler (↓),
Auskultasi
wheezing (-), rhonki (-) wheezing (-), rhonki (-)

Abdomen
1. Inspeksi : Terlihat sejajar dengan dada, sikatrik (-),
purpura (-), massa (-), distended (-)
2. Auskultasi : Peristaltik (+) 12 x/ menit, bunyi tambahan
(-)
3. Perkusi : Timpani (+)

4
4. Palpasi : Nyeri tekan (-), pekak beralih (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas : edema (-/-), akral dingin, clubbing finger (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Foto Thorax : didapatkan hasil corakan vaskuler kasar, infiltrat (+)
di kedua lapang paru TB Paru

2. Pemeriksaan BTA
Contoh Tanggal Hasil Pemeriksaan Mikroskopis
Sampel Hasil (BTA/Lainnya)
15-05-2017 +++ ++ + 1-9**) Neg
Sewaktu
22-05-2017 +++ ++ + 1-9**) Neg
pagi
23-05-2017 +++ ++ + 1-9**) Neg
Sewaktu

5
3. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin
WBC : 10,8 x 109 /L
Lymph # : 1,7 x 109 /L
Lymph % : 16,2 %
Granulosit # : 8,4 x 109 /L
Granulosit % : 76,9%
MCV : 83,4 fl
MCH : 28,5 pg
MCHC : 34,2 g/dl
Ureum : 37,2
Creatinin jaffe : 0,95
Pemeriksaan Glukosa
Glukosa : 165,23
SGOT : 13,3
SGPT : 10,1

V. Diagnosis
Diagnosis kerja : Tuberkulosis Paru kasus baru BTA (2+) terdiagnosis
dengan bakteriologis

Tatalaksana

A. Non Farmakologi
Edukasi pasien :
 Menjaga obat Tb diminum secara teratur.
 Meminta dukungan keluarga untuk mengingatkan minum obat
 Makan dengan cukup dan bergizi, terutama yang banyak
mengandung protein
 Istirahat yang cukup dan menghindari stres
 Menjaga lingkungan rumah supaya memiliki sirkulasi udara dan
cahaya matahari yang cukup

6
 Untuk fase intensif 2 bulan pertama, kuman TB sangat menular,
hindari anak- anak, bayi, balita supaya tidak tertular
 Memakai masker

B. Farmakologi
 OAT KATEGORI I  Fase Intensif (2 bulan)
 Rifampisin 450 mg 1x1
 Isoniazid 300 mg 1x1
 Pirazinamid 1000 mg 1x1
 Ethambutol 1000 mg 1x1

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri melalui percikan liur/droplet yang
dapat tersebar di udara disebabkan oleh organisme Mycobakterium
Tuberculosis (MTB) terutama mempengaruhi paru, meskipun organ lain juga
dapat terlibat (American Lung Association, 2010).
Klasifikasi penyakit tuberkulosis berdasarkan organ tubuh yang
diserang organisme MTB terdiri dari tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra
paru. TB paru ialah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, sedangkan TB
ekstra paru ialah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain-lain
(Depkes RI, 2006).

B. Epidemiologi
Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun 8 juta kasus
TB baru dan 3 juta orang meninggal. Sembilan puluh lima persen kasus TB
terjadi di negara berkembang. Diperkirakan bahwa 19-43% populasi dunia
terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis (American Thoracic Society, 2000).

C. Etiologi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang (basil) berukuran sekitar 0,4 x 3 um yang dikenal
dengan nama Mycobacterium Tuberculosis sebagian besar organisme ini terdiri
dari lipid yang memiliki sifat tahan terhadap asam sehingga disebut Basil
Tahan Asam (BTA), peptidoglikan dan arabinoman (Manalu, 2010).

8
D. Patofisiologi
Mycobacterium Tuberculosis terhirup masuk kesaluran napas
selanjutnya terjebak dibagian atas saluran pernapasan dimana sel goblet
penghasil mukus ada di daerah tersebut, mengakibatkan produksi mukus
meningkat dan aktif hal ini dikarenakan untuk menangkap zat asing selanjutnya
silia pada permukaan sel terus bekerja untuk mengalahkan kuman yang
terperangkap tadi untuk proses removal. Sistem tersebut bertujuan untuk
pertahan fisik awal mencegah infeksi disebagian besar orang yag terkena TB.
Namun apa bila hal itu gagal maka Mycobacterium Tuberculosis akan masuk
melewati mukusiliar dan mencapai alveoli dengan cepat dikelilingi dan ditelan
oleh makrofag alveolar serta sel-sel efektor, setelah tertelan oleh makrofag
Mycobacterium bertambah banyak dan melakukan pembelahan yang terjadi
setiap 25-32 jam selama 2 sampai 12 minggu mikroorganisme terus tumbuh
sampai mencapai jumlah yang cukup untuk sepenuhnya memperoleh respon
imun yang diperantai oleh sel, dan terjadilah TB serta hal tersebut
mengakibatkan pasien TB dapat di deteksi dengan menggunakan tes kulit atau
skin test ( Nancy et al., 2009).

E. Klasifikasi
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), kasus TB
diklasifikasikan berdasarkan:
1. Letak anatomi penyakit,
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi),
3. Riwayat pengobatan sebelumnya,
4. Status HIV pasien.
Dibawah ini akan diuraikan masing-masing klasifikasi diatas:
1. Berdasarkan letak anatomi penyakit
a. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru. TB
milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang terletak di
dalam paru.

9
b. Tuberkulosis ekstra paru adalah Tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dll.
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi).
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
1) Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak
menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat
quality external assurance (EQA).
2) Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan
syarat EQA, maka TB paru BTA positif adalah:
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif, atau
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif, atau
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian
antibiotik spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M.tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum
diperiksa.
3. Riwayat pengobatan sebelumnya
Riwayat pengobatan sangat penting diketahui untuk melihat risiko resistensi
obat atau MDR. Pada kelompok ini perlu dilakukan pemeriksaan kultur dan
uji kepekaan OAT.

10
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
(30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai
lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
 Infeksi sekunder
 Infeksi jamur
 TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah
berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa
surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1
bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali
berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
 Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan)
 Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan
pengawasan yang baik

11
g. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB
inaktif, terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan
gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang
adekuat akan lebih mendukung
 Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB
aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan
ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik.

F. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang berhubungan erat dengan terjadinya TB adalah :
1. Adanya sumber penularan
2. Riwayat kontak penderita
3. Tingkat sosial ekonomi
4. Tingkat paparan
5. Virulensi basil
6. Daya tahan tubuh rendah
7. Keadaan status gizi
8. Faktor faal
9. Usia
10. Nutrisi
11. Imunisasi
12. Keadaan perumahan meliputi (suhu dalam rumah, ventilasi, pencahayaan
dalam rumah, kelembaban rumah, kepadatan penghuni dan lingkungan dan
perkerjaan (Manalu, 2010).

G. Manifestasi klinis
Gambaran klinis klasik TB termasuk batuk kronis, adanya peningkatan
produksi sputum, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, keringat
pada malam hari, dan hemoptisis (Alimuddin et al., 2013).

12
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai dengan organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
 Batuk ≥ 2 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.

H. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya.

13
1. Gejala klinis seperti yang sudah diuraikan sebelumnya.
2. Pemeriksaan fisik/jasmani
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat
menjadi cold abscess.
3. Pemeriksaan bakteriologi
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 2 kali, dengan minimal satu kali dahak
pagi hari. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering

14
di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain
(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, feses dan jaringan biopsi, termasuk
BJH) dapat dilakukan dengan cara:
 Mikroskopik
 Biakan
1) Pemeriksaan mikroskopik:
 Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
 Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin
Menurut rekomendasi WHO, interpretasi pemeriksaan mikroskopis
dibaca dengan skala International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease (IUATLD), yaitu:
 Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
 Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
 Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
 Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+)
 Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (3+)
2) Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan cara :
 Biakan: Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh), Agar
base media (Middle brook), Mycobacteria Growth Indicator Tube
Test (MGITT), BACTEC.
 Uji molekuler: PCR, spoligotyping, RFLP, Genomic Deletion Analysis
3) Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi : foto lateral ,foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada

15
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah
 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ):
 Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan
aktivitas proses penyakit
4) Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis.
 Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi
paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal
biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar

16
getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula
dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum
halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru
Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan
histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru
memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan.
 Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator
yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam
pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator tingkat
kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita,
sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap
pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat
penyembuhan penderita.

I. Penatalaksanaan TB
Tujuan pengobatan TB adalah:
 Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
 Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya.
 Mencegah kekambuhan
 Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain.
 Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Obat yang dipakai:
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
 Rifampisin

17
 INH
 Pirazinamid
 Etambutol
 Streptomisin
2) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):
 Kanamisin
 Kapreomisin
 Amikasin
 Kuinolon
 Sikloserin
 Etionamid / Protionamid
 Para-Amino Salisilat (PAS)
 Obat lain masih dalam penelitian: makrolid, amoksilin +
asam klavulanat, linezolid, clofazimin.
OAT lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat,
terutama TB MDR. Beberapa obat seperti kapreomisin,
Sikloserin, Etionamid, dan PAS belum tersedia di Indonesia tetapi
sudah digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR.
b. Kemasan
 Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing
INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.
 Obat kombinasi dosis tetap / KDT (Fixed Dose
Combination / FDC). Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg
dan etambutol 275 mg dan dua obat antituberkulosis dalam
satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg.

18
c. Dosis OAT
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT
Dosis (mg)/berat badan
Dosis yang dianjurkan
(kg)/ hari
Dosis Dosis
Harian
Obat (Mg/KgBB/ Intermitten maks/hari
(mg/kg
Hari) (mg/KgBB/ (mg) <40 40-60 >60
BB/
Hari)
hari)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S* 15-18 15 15 1000 750 1000
BB
* Pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari
500mg perhari
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal
yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB
MDR. Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB
merupakan prioritas utama WHO. International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) dan WHO menyarankan
untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan KDT dalam
pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat TB KDT
berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 2.

19
Tabel 2. Dosis OAT kombonasi dosis tetap
Fase intensif Fase lanjutan
BB 2-3 bulan 4 bulan
Harian Harian 3x/minggu
(RHZE) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5

2. Paduan OAT
Pengobatan TB standar dibagi menjadi:
 Pasien baru
Paduan obat yang dianjurkan 2RHZE/4RH dengan pemberian
dosis setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka
pemberian dosis setiap hari pada fase intensif dilanjutkan dengan
pemberian dosis 3 kali seminggu dengan DOT 2RHZE/4R3H3.
 Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama,
pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi secara
individual. Selama menunggu hasil uji resistensi, diberikan
paduan obat 2 RHZES/5RHE
 Pasien Multi Drug Resistant (MDR).
TB paru dan TB ekstra paru diobati dengan regimen
pengobatan yang sama dan lama pengobatan berbeda:
 Meningitis TB, lama pengobatan 9-12 bulan karena berisiko
kecacatan dan mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan
streptomisin.

20
 TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit untuk menilai
respon pengobatan.
 Kortikosteroid diberikan pada meningitis TB dan perikarditis TB
 Limfadenitis TB, lama pengobatan minimal 9 bulan.
3. Efek Samping OAT :
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan
tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping
yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.
Tabel 3. Pendekatan berdasarkan masalah untuk penatalaksanaan OAT
Efek samping berat Penyebab Penanganan
Kemerahan Semua jenis OAT Beri antihistamin &
pada kulit dengan atau tanpa gatal dievaluasi ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan (vertigo Streptomisin Streptomisin dihentikan
dan nistagmus)
Ikterik Hampir semua Hentikan semua OAT sampai
OAT ikterik menghilang
Efek samping ringan Penyebab Penanganan
Bingung dan muntah Hampir semua Hentikan semua OAT &
Obat lakukan uji fungsi
Hati
Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol
Purpura dan renjatan (syok), gagal Rifampisin Hentikan Rifampisin
ginjal akut
Penuruna urin Streptomisin Streptomisin dihentikan
Tidak nafsu makan, mual, Rifampisin Obat diminum malam
sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar INH Beri vitamin B6 (piridoksin)
di tangan dan kaki 100 – 200 mg/hari selama 3
minggu.
Warna kemerahan pada air Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu
Seni diberi apa-apa

21
4. Pengobatan Suportif / Simptomatik
Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu
diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada
indikasi rawat, dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu
pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk meningkatkan
daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
a. Penderita rawat jalan
1) Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat
diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan
makanan untuk penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
2) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
3) Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk,
sesak napas atau keluhan lain.
b. Penderita rawat inap
1) Indikasi rawat inap:
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
 Batuk darah (profus)
 Keadaan umum buruk
 Pneumotoraks
 Empiema
 Efusi pleura masif / bilateral
 Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
 TB paru milier
 Meningitis TB
2) Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai
dengan keadaan klinis dan indikasi rawat

22
5. Terapi Pembedahan
Indikasi Operasi
a. Indikasi mutlak
1) Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi
dahak tetap positif
2) Penderita batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan
cara konservatif
3) Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak
dapat diatasi secara konservatif
b. lndikasi relatif
1) Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
2) Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
3) Sisa kaviti yang menetap.
Tindakan Invasif (Selain Pembedahan):
 Bronkoskopi
 Pungsi pleura
 Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
Kriteria Sembuh
 BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat
 Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/
perbaikan
 Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
6. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik,
radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
a. Evaluasi klinik

23
 Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
 Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping
obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit
 Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan
fisik.
b. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
 Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
 Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
 Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)
c. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
 Sebelum pengobatan
 Setelah 2 bulan pengobatan
 Pada akhir pengobatan
d. Evaluasi efek samping secara klinik
 Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi
ginjal dan darah lengkap
 Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum,
kreatinin, dan gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit
penyerta atau efek samping pengobatan
 Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
 Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan
etambutol
 Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji
keseimbangan dan audiometri

24
 Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi
klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada
evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan
penanganan efek samping obat sesuai pedoman
e. Evalusi keteraturan berobat
 Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang
digunakan adalah keteraturan berobat. Diminum / tidaknya obat
tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau
pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang
diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan
 Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah
resistensi.
f. Evaluasi penderita yang telah sembuh
Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi
minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui
terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA
dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12 dan 24
bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24
bulan setelah dinyatakan sembuh.

J. Pencegahan Infeksi Tuberkulosis


Pencegahan infeksi Tuberkulosis meliputi:
1. Terhadap infeksi tuberkulosis
 Pencegahan terhadap sputum yang terinfeksius
 Pasteurisasi susu sapi dan membunuh hewan yang terinfeksi oleh
Mycobacterium bovis akan mencegah TB bovin pada manusia.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
 Memperbaiki standar hidup
 Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.

25
3. Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan OAT seperti
tersebut di atas (Alsagaff, 2006).

26
BAB III
PENUTUP

Penyakit Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri yang


menular dan disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (MTB) yang
ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi.
Penyakit TB ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir
seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe, dll.
Infeksi awal biasanya 2-10 minggu setelah pajanan. Individu kemudian dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa
tahun.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala
lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai dengan organ yang terlibat).
Tujuan pengobatan TB adalah:
 Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
 Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya.
 Mencegah kekambuhan
 Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain.
 Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin Zumla, M.D., Ph.D., Mario Raviglione, M.D., Richard Hafner, M.D.,
and C. Fordham von Reyn, M.D., 2013. Tuberculosis. The new england
journal of medicine. Di download dari nejm.org on 30 Maret, 2015.

Alsagaff, H dan Mukty, A., 2006. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.

Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I ,


Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi
IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ,
2006: 998-1005, 1045-9.

American Lung Association, 2010. State of Lung Disease in Diverse


Communities.

Depkes RI, 2010. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Manalu, H. S. P, 2010. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru


dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal ekologi kesehatan Vol 9 No 4,
Desember 2010: 1340-1346

Nancy A. Knechel, RN, MSN, ACNP, 2009. Tuberculosis: Pathophysiology,


Clinical Features, and Diagnosis. Criticalcarenurse Vol 29, No. 2, April
2009. Downloaded from http://ccn.aacnjournals.org/ by guest on April 1,
2015

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra
Grafika.

Price. A,Wilson. L. M., 2004. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC: 852-64.

28

Anda mungkin juga menyukai