Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN HEMATOCHEZIA

A. Definisi

Hematochezia adalah adanya perdarahan dari anus dengan warna merah


segar . Bagian dari kotoran merah cerah, darah dari rektum, juga disebut
thusly (darah merah per rektum). Hal ini dibedakan dari melena, yang kotoran
dengan darah yang telah diubah oleh flora usus dan muncul hitam.
Hematochezia umumnya dikaitkan dengan perdarahan gastrointestinal yang
lebih rendah. Saluran cerna bagian bawah (SCBB) meliputi jejunum distal
dibawah ligamenturn TReitz, ileum, kolon, rektum dan anus.
BAB darah atau biasa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya
darah berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah
bercampur dengan tinja. Sebagian besar BAB darah berasal dari luka di usus
besar, rektum, atau anus. Warna darah pada tinja tergantung dari lokasi
perdarahan. Umumnya, semakin dekat sumber perdarahan dengan anus,
semakin terang darah yang keluar. Oleh karena itu, perdarahan di anus,
rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna merah terang dibandingkan
dengan perdarahan di kolon transversa dan kolon kanan (lebih jauh dari anus)
yang berwarna merah gelap atau merah tua.

B. Etiologi
Penyebab dari hematochezia ini adalah berasal dari saluran cerna
bagian bawah. Nama penyakit yang mendasarinya adalah hemoroid (wasir),
infeksi kuman seperti amuba, tifus, disentri yang berat, kanker usus besar,
radang usus besar menahun oleh sebab penyakit autoimun (inflammatory
bowel disease).

Lokasi lesi sumber perdarahan pada kasus dengan hematochezia


(sebagai tanda yang paling umum untuk SCBB) 74% berada di kolon, 11%
berasal dari SCBA, 9% usus kecil, dan 6% tidak diketahui sumbernya
Perdarahan akut dan hebat pada umumnya disebabkan oleh
angiodisplasia dan divertikulosis. Sedangkan yang kronik intermiten
disebabkan oleh hemoroid dan keganasan kolon. Etiologi perdarahan SCBB
yang harus dipertimbangkan dan cukup sering dihadapi di Indonesia adalah
perdarahan di usus kecil pada demam tifoid.

Upper GI saluran (biasanya kotoran hitam):


 Pendarahan lambung atau ulkus duodenum
 Gastritis
 Varises esophageal
 Mallory-Weiss air mata (air mata di kerongkongan dari muntah
kekerasan)
 Trauma atau asing tubuh
 Usus iskemia (kurangnya aliran darah yang tepat ke usus)
 Vascular malformasi

GI rendah saluran (biasanya merah atau bangku merah, berdarah):


 Wasir
 Anal fissures
 Divertikular pendarahan
 Infeksi usus (seperti enterokolitis bakteri)
 Vascular malformasi
 Radang usus
 Tumor
 Colon polip atau kanker usus besar
 Trauma atau asing tubuh
 Usus iskemia (kurangnya aliran darah yang tepat ke usus)
C. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang muncul pada kasus hematochezia yaitu:

a. Syok (denyut Jantung, Suhu tubuh)


b. Penyakit hati kronis (sirosis hepatis)
c. Demam ringan 38-39°C
d. Nyeri di perut
e. Hiperperistaltik
f. Penurunan Hemoglobin dan Hematokrit yang terlihat setelah beberapa
jam
g. Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan
protein darah oleh bakteri usus

Perdarahan Saluran Cerna


(Hematochezia)

SCBB

D. Pathway
Wasir (hemoroid)

Iritasi tekan pada


area rektum

Perdarahan, ↓ Hb,Ht Mengabaikan dorongan


defekasi akibat nyeri

Kelemahan fisik,
bedrest,
Gangguan perfusi Nyeri akut
Prolaps dan
jaringan
trombosis
Intoleransi aktifitas
E. PATOFISIOLOGI
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk
saluran kolateral dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding
abdomen anterior untuk mengalirkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi
hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut
menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises).
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan
arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan
menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan
mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme
ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat
pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan , penurunan perfusi
jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi
metabolsime anaerob, dan terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan
memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang
mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium (pemeriksaan darah)
 Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit.
 Elektrolit : penurunan kalium serum, peningkatan natrium, glukosa
serum dan laktat.
b. Pemeriksaan Penunjang

 Anoskopi/Rektoskopi
Pada umumnya dapat segera, mengetahui sumber perdarahan
tersebut bila berasal dari perdarahan hemoroid interns atau adanya
tumor rektum. Dapat dikerjakan tanpa persiapan yang optimal.
 Sigmoidoskopi
Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan
laksan enema (YAL) atau klisma, mengingat darah dalam lumen usus
itu sendiri sudah bersifat laksan.
 Kolonoskopi
Pada, keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang
optimal, pemeriksaan ini dapat dengan relatif mudah mengidentifikasi
sumber perdarahan di seluruh bagian kolon sampai ileum terminal.
Tetapi pada, keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah
(terutama bekuan darah), maka lapang pandang kolonoskop akan
terhambat. Diperlukan usaha yang berat untuk membersihkan lumen
kolon secara, kolonoskopi. Sering sekali lumen skop tersumbat total
sehingga pemeriksaan harus dihentikan. Tidak jarang hanya dapat
menyumbangkan informasi adanya demarkasi atau batas antara lumen
kolon yang bersih dari darah dan diambil kesimpulan bahwa letak
sumber perdarahan di distal demarkasi tersebut.
 Push Enteroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati
ligamentum Treitz serta dapat mengidentifikasi perdarahan pada usus
kecil. Sarana ini masih sangat jarang di Indonesia.
 Barium Enema (colon in loop)
Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini
tidak mempunyai peran. Bahkan kontras yang ada akan memperlambat
rencana pemeriksaan kolonoskopi (kontras barium potensial dapat
menyumbat saluran pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan
mengacaukan interpretasi) bila diperlukan. Serta tidak ada tambahan
manfaat terapeutik. Tetapi pada keadaan yang efektif, pemeriksaan ini
mampu mengidentifikasi berbagai lesi yang dapat diprakirakan sebagai
sumber perdarahan (tidak dapat menentukan sumber perdarahan).
 Angiografi/Arteriografi
Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkan melalui arteri
femoralis dan arteri mesenterika superior atau inferior, memungkinkan
visualisasi lokasi sumber perdarahan. Dengan teknik ini biasanya,
perdarahan arterial dapat terdeteksi bila lebih dari 0,5 ml per menit.
Arteriografi dapat dilanjutkan dengan embolisasi terapeutik pada,
pembuluh darah yang menjadi sumber perdarahan.

 Blood Flow Scintigraphy (Nuclear Scintigraphy)


Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif
(99m.technitium), kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh.
Darah yang berlabel tersebut akan bersirkulasi dan keluar pada
daerah/lokasi lesi. Teknik ini dilaporkan dapat mendeteksi perdarahan
yang relatif sedikit (0,1 ml per menit). Scanning diambil pada jam 1
dan 4 setelah injeksi darah berlabel Berta 24 jam setelah itu atau sesuai
dengan prakiraan terjadinya perdarahan. Sehingga dapat mendeteksi
perdarahan yang bersifat intermiten dengan cara mengambil scanning
pada jam-jam tertentu.

 Operasi Laparatomi Eksplorasi

Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi


sumber perdarahan. Tetapi masalahnya adalah kapan tindakan ini akan
dilakukan sebagai modalitas diagnostik sekaligus terapeutik,
bagaimana pertimbangan toleransi operasi bagi pasien dan sejauh
mana kemudahan untuk mengidentifikasi sumber perdarahan durante
operasi. Secara nyata dalam praktek penatalaksanaannya di rumah
sakit, hal ini sering menimbulkan kontroversi. Keadaan ini
membutuhkan koordinasi multidisiplin yang terkait. Pada dasarnya
laparatomi eksplorasi diindikasikan bila perdarahan hebat yang tidak
dapat diatasi secara konservatif. Perdarahan berulang pada keadaan
yang sudah teridentifikasi sumber perdarahan pada pemeriksaan
kolonoskopi, arteriografi, atau scanning, juga tidak memerlukan
intervensi operasi. Risiko operasi akan menurun bila pada operasi
tersebut dapat dilakukan identifikasi sumber perdarahan per
kolonoskopik, baik sebelum maupun durante operasi.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan umum dan tanda vital. Yang


paling penting pada pasien perdarahan SCBB atau hematochezia adalah
memberikan resusitasi pada waktu pertama kali datang ke rumah sakit. Kita
harus secepatnya memasang infus untuk pemberian cairan kristaloid (seperti
NaCL 0.9% dan lainnya) ataupun koloid (plasma expander) sambil menunggu
darah dengan/tanpa komponen darah lainnya bila diperlukan. Selang
nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah perdarahan memang
berasal dari SCBB dan apakah masih aktif berdarah atau tidak dengan
melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.
Pasien harus diperiksa darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit
dan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila
dicurigai adanya kelainan pembekuan darah seperti Disseminated
Intravascular Coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan
pembekuan darah seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa
protrombin, APTT, masa trombin, Burr Cell, D-dimmer dan lainnya. Bila
terdapat kelainan pembekuan darah harus diobati sesuai kelainannya. Pada
penderita dengan hipertensi portal dimana perdarahan disebabkan pecahnya
varises esofagus dapat diberikan obat somatostatin atau oktreotide. Pada
perdarahan non varises yang masif, dapat juga diberikan somatostatin atau
oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja.
Selain pengobatan pada pasien perdarahan perlu diperhatikan
pemberian nutrisi yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu
dipuasakan lagi, dan mengobati kelainan kejiwaan/psikis bila ada dan
memberikan edukasi mengenai penyakit pada pasien dan keluarga misal
memberi tahu mengenai penyebab perdarahan dan bagaimana cara-cara
pencegahaan agar tidak mengalami perdarahan lagi.

H. Komplikasi
a. Encelofati
b. Asites
c. Sirosis Hepatis
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnese
1) Identitas klien.
2) Riwayat keperawatan.
3) Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak
air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. tonus
dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering,
frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
4) Riwayat kesehatan masa lalu.
5) Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
6) Riwayat psikososial keluarga.
7) Kebutuhan dasar.
 Pola eliminasi
Perubahan BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
 Pola nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
 Pola istirahat dan istirahat
Terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
 Pola hygiene
Kebiasaan mandi setiap harinya.
 Pola aktivitas
Terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen.

2. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah,
pernapasan agak cepat.
2) Pemeriksaan sistematik :
 Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan
bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
 Perkusi : adanya distensi abdomen.
 Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
 Auskultasi : terdengarnya bising usus.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
b. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake asupan yang tidak adekuat.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
d. Ansietas berhubungan dengan sakit kritis.

C. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan.
a. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebih
Tujuan dan Kriteria hasil :
- Mempertahankan volume cairan adekuat
- Devisit cairan dan elektrolit teratasi

Intervensi Rasional
1. Identifikasi kemungkinan penyebab 1. Mengetahui penyebab untuk
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit menentukan intervensi penyelesaian
2. Monitor adanya kehilangan cairan dan 2. Mengetahui keadaan umum pasien
3. Mengurangi risiko kekurangan
elektrolit
3. Monitor adanya mual, muntah dan diare volume cairan semakin bertambah
4. Monitor intake dan output cairan 4. Mengetahui perkembangan
5. Monitor vital sign
kehilangan volume cairan
6. Monitor pemberian terapi IV
5. Mengetahui keadaan umum pasien
6. Rehidrasi pasien

b. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake asupan yang tidak kuat.
Tujuan dan kriteria hasil :
- Gangguan kebutuhan nutrisi teratasi
- Intake nutrisi klien meningkat
- Diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi pasien 1. Pengkajian penting dilakukan untuk
2. Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk
mengetahui status nutrisi pasien
selalu melakukan oral hygiene
sehingga dapat menentukan
3. Pemberian nutrisi yang sesuai dengan
intervensi yang diberikan
kebutuhan pasien
2. Mulut yang bersih dapat
4. Berikan informasi yang tepat terhadap
meningkatkan nafsu makan
kebutuhan nutrisi yang tepat bagi pasien
3. Untuk membantu memenuhi
5. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
makanan tinggi serat
6. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering pasien
7. Anjurkan pasien makan selagi hangat 4. informasi yang diberikan dapat
memotivasi pasien untuk
meningkatkan intake nutrisi
5. zat besi dapat membantu tubuh
sebagai penambah darah sehingga
mencegah terjadinya anemia
6. makan sedikit tapi sering dapat
meningkatkan intake nutrisi
7. makanan dalam kondisi hangat
dapat mengurangi rasa mual
sehingga intake nutrisi dapat
ditingkatkan.

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.


Tujuan dan Kriteria hasil :
- Nyeri dapat teratasi.
- Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang

Intervensi Rasional
1. Kaji lokasi, karakteristik, durasi dan 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyama
frekuensi, kualitas intensitas terhadap nyeri
2. Observasi reaksi ketidaknyamanan secara dirasakan oleh pasien
3. Untuk mengalihkan perhatian pasien dar
nonverbal
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik rasa nyeri
untuk mengungkapkan pengalaman nyeri 4. Agar pasien mampu mengguanakan tekn
dan penerimaan terhadap respon nyeri nonfarmakologi dalam management nye
4. Ajarkan cara teknik relaksasi untuk
yang dirasakan
mengurangi nyeri 5. Pemberian analgetik dapat mengurangi
5. Kolaborasi pemberian analgetik
nyeri pasien

d. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan


Tujuan dan kriteria hasil :
- Rasa cemas pasien teratasi.
- Pasien tampak rileks.

Intervensi Rasional
1. Mendengarkan penyebab kecemasan klien 1. Klien dapat mengungkapkan
dengan penuh perhatian penyebab kecemasannya
sehingga perawat dapat
2. Observasi tanda verbal dan non verbal menentukan tingkat kecemasan
3. Menganjurkan keluarga untuk tetap
klien dan menetukan intervensi
mendampingi klien
untuk selanjutnya
2. Untuk mengetahui tingkat
4. Mengurangi atau menghilangkan
kecemasan yang klien alami
rangsangan yang menyebabkan kecemasan
3. Dukungan keluarga dapat
pada klien
memperkuat mekanisme koping
5. Menginstrusikan klien untuk menggunakan
klien sehingga tingkat
teknik relaksasi
ansietasnya berkurang
4. Dapat meningkatkan ketenangan
pada klien dan mengurangi
tingkat kecemasannya
5. Teknik relaksasi yang diberikan
pada klien dapat mengurangi
ansietas.
D. Evaluasi
a. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.

c. Rasa nyaman terpenuhi.

d. Rasa cemas pasien teratasi.


Daftar Pustaka

Dongoes. 2000. Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

http://hidayat2.wordpress.com/download-askep/ diakses tanggal 23


November 2011 pukul 18.00.

http://yandrifauzan.blogspot.com/ diakses tanggal 23 November 2011 pukul


18.10.

NANDA International 2012. Diagnosis Keperawatan.Definisi, dan Klasifikasi


2012-2014/Editor, T.Heater Herdman, Alih Bahasa, Made Sumarwati.
Jakarta ;EGC

Anda mungkin juga menyukai