Anda di halaman 1dari 8

VALIDASI METODE MATRIX SOLID PHASE DISPERSION (MSPD)-

SPEKTROFOTOMETRI UV UNTUK ANALISIS RESIDU


TETRASIKLIN DALAM DAGING AYAM PEDAGING

Nofita, Rinawati, H.I. Qudus


Pasca Sarjana Kimia Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
Email : pipit_nft@yahoo.com

Abstract: Method Validation Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD)-Spektrofotometri UV


for The Analysis of Residual Tetracycline in Meat Broilers. Tetracyline are antibiotics that
have been widely used by poultryman to prevent diseases in dairy broiler chicken. Overuse of
these antibiotics may lead to the presence of its residues in animal products including meat.
Clinical implication that may occur such as allergy, intoxication, and spesific of antibiotic
resistance. Tetracyclines residue in broiler chicken meat can be analyzed with ultraviolet
spectrophotometer using standard addition technique. The meat was extracted with Matrix Solid
Phase Dispersion (MSPD) method. Recovery was 84.40% according to standard addition method
with acceptable limit 80-110%. Relative standar deviation were 1.36%. The limit of detection were
5.16 µg/ml and limit of quantitation were 5.54 µg/ml. The linearity test presented a correlation
coefficient were 0.9997. The analysis of broiler chicken meat from three department store in
Bandar Lampung city showed the amount of tetracyclines residue were 42.40 mg/kg; 61.05
mg/kg; and 44.47 mg/kg. These value has exceeded the maximum limit of tetracycline residues in
meat according to SNI 01-6066-2000, ie 0.1 mg/kg.

Keywords: Tetracyclines, Broiler chicken meat, MSPD, Ultraviolet Spectrophotometry

Abstrak: Validasi Metode Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD) Spektrofotometri UV


untuk Analisis Residu Tetrasiklin dalam Daging Ayam Pedaging. Tetrasiklin merupakan
antibiotik yang umum digunakan sebagai obat-obatan veteriner untuk pencegahan penyakit.
Penggunaan yang berlebihan dapat meninggalkan residu dalam produk peternakan tersebut,
termasuk daging ayam. Implikasi klinis yang dapat terjadi, antara lain alergi, keracunan, dan
resistensi. Residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging dapat dianalisis menggunakan
spektrofometer ultraviolet dengan teknik adisi standar. Daging ayam diekstraksi lebih dulu
menggunakan metode Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD). Hasil uji perolehan kembali
berdasarkan metode penambahan standar sebesar 84,40% dengan batas keberterimaan sebesar 80-
110%. Penyimpangan baku relatif yang diperoleh 1,36%; batas deteksi dengan konsentrasi 5,16
µg/ml; batas kuantitasi 5,54 µg/ml; dan linieritas dengan nilai koefisien korelasi 0,9997. Hasil uji
analisis sampel daging ayam pedaging yang berasal dari tiga pusat perbelanjaan di kota Bandar
Lampung menunjukkan bahwa kadar residu tetrasiklin 42,40 mg/kg; 61,05 mg/kg; dan 44,47
mg/kg. Nilai tersebut telah melebihi batas maksimum residu tetrasiklin dalam daging menurut SNI
01-6066-2000, yaitu 0,1 mg/kg.

Kata kunci: Tetrasiklin, Daging Ayam Pedaging, MSPD, Spektrofotometer Ultraviolet

Antibiotika secara luas digunakan dalam dipotong, akan menyebabkan obat tertinggal di
dunia peternakan, baik untuk pengobatan, dalam jaringan/organ tubuh, disebut sebagai
pencegahan penyakit, maupun sebagai tambahan residu, yang kemudian akan terakumulasi dengan
dalam pakan yang mendorong pertumbuhan pada konsentrasi yang bervariasi. Kandungan residu
ternak. Hampir semua pabrik pakan antibiotik yang melewati batas maksimum residu
menambahkan antibiotik ke dalam ransum jadi (BMR) yang ditetapkan dapat menyebabkan
(Bahri dkk., 2000). reaksi alergi, resistensi, dan mungkin keracunan
Penggunaan pakan yang kurang sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia
memperhatikan aturan pemberiannya atau (Yuningsih, 2004).
penggunaan antibiotik sebagai pengobatan yang Antibiotika tetrasiklin merupakan salah
tidak sesuai dengan petunjuk, misalnya waktu satu golongan antibiotika yang sering digunakan
henti obat tidak dipatuhi menjelang hewan akan untuk pengobatan penyakit infeksi respirasi
136
Nofita, Validasi Metode Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD) Spektrofotometri UV 137

kronis yang disebabkan oleh Mycoplasma daging ayam pedaging dengan menggunakan
galliseticum, sinovitis yang disebabkan oleh spektrofotometri ultraviolet secara adisi standar
Mycoplasma sinovae dan kolera unggas (fowl yang memanfaatkan teknik ekstraksi MSPD
cholera) pada ayam (Cherlet et al., 2003). untuk preparasi sampel memenuhi uji validasi
Adapun waktu henti pemakaian antibiotik metode. Parameter validasi yang dilakukan
golongan tetrasiklin adalah lima (5) hari meliputi akurasi, presisi, batas deteksi, batas
menjelang ternak dipotong (Lastari dkk., 1987). kuantitasi, dan linieritas. Metode ini kemudian
Badan Standarisasi Nasional (BSN, 2000) dapat dimanfaatkan sebagai monitoring kadar
menetapkan BMR yang tercantum dalam SNI 01- residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging
6366-2000 menetapkan bahwa batas cemaran yang sebaiknya rutin dilakukan untuk
residu tetrasiklin yaitu 0,1 mg/kg pada daging. memastikan keamanan pangan.
Residu antibiotik tetrasiklin dalam bahan
pangan jumlahnya sangat kecil sehingga
diperlukan suatu metode analisis yang baik dan METODE PENELITIAN
teliti. Pengembangan metode dilakukan untuk
mendapatkan nilai perolehan kembali yang lebih Metode penelitian yang dilakukan adalah
baik, serta metode deteksi yang lebih cepat dan penelitian eksperimental yang mengarah pada
teliti. Analisis residu antibiotik tetrasiklin secara pengembangan metode. Tujuannya
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) telah mengembangkan spektrofotometri ultraviolet
dikembangkan oleh Muriurki et al. (2001) dan secara adisi standar menggunakan tehnik
Suryani (2009). Christina (2011) dengan metode ekstraksi MSPD dalam penetapan residu
yang berbeda melakukan penetapan kadar residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging.
tetrasiklin dalam daging ayam pedaging secara Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei
adisi standar dengan spektrofotometri ultraviolet. sampai dengan Oktober 2015 di Laboratorium
Dispersi matriks fase padat atau Matrix Kimia Medik Universitas Malahayati.
Solid Phase Dispersion (MSPD) merupakan Sampel yang diperiksa dalam penelitian ini
aplikasi sebagai proses analisis untuk persiapan, adalah daging ayam pedaging bagian paha yang
ekstraksi, dan fraksinasi sampel biologis padat, dijual di tiga pusat perbelanjaan di Kota Bandar
semi-padat, atau sampel dengan kekentalan yang Lampung, yaitu Hypermart (Central Plaza),
tinggi. MSPD didasarkan pada pencampuran Chandra (Chandra Supermarket & Department
mekanis untuk menghasilkan gangguan sampel Store Tanjung Karang), dan Giant (Giant
lengkap dan interaksi matriks sampel dengan Antasari) yang kemudian disebut sampel A, B,
padatan pendukung yang terikat pada permukaan dan C. Sampel yang diambil dalam kondisi segar
sampel. Aplikasi MSPD telah banyak dilakukan (bukan daging beku atau yang sudah diolah)
untuk analisis makanan (Barker, 2000), juga kemudian dibersihkan (dibuang kulit dan tulang)
pernah digunakan untuk analisis residu tetrasiklin dan disimpan dalam lemari pendingin. Sebelum
dalam daging sapi, susu, dan keju dengan digunakan untuk pemeriksaan, sampel terlebih
menggunakan KCKT sebagai instrumentasi dahulu dihaluskan dengan blender.
penetapan kuantitatif (Brandsteterova et al.,
1997). Pembuatan Larutan Standar Tetrasiklin HCl
Dilihat dari struktur tetrasiklin yang BPFI
mempunyai gugus kromofor (ikatan rangkap Sejumlah lebih kurang 25,0 mg tetrasiklin
terkonjugasi) dan gugus auksokrom (gugus hidroklorida (HCl) BPFI ditimbang seksama,
hidroksil, amida, dan amina), maka senyawa ini dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan
dapat menyerap radiasi pada panjang gelombang dengan HCl 0,1 N lalu dicukupkan sampai garis
di daerah ultraviolet. Menurut Moffat (2004) tanda dan dikocok homogen, sehingga diperoleh
tetrasiklin memiliki serapan maksimum dalam larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml. Larutan
larutan asam pada panjang gelombang 270 nm ini disebut larutan standar 1 (LS I). Dari larutan
dan 356 nm. Metode ini juga mempunyai banyak ini dipipet 5,00 ml, dimasukkan ke dalam labu
keuntungan antara lain dapat digunakan untuk ukur 50 ml, lalu diencerkan dengan HCl 0,1 N
analisis suatu zat dalam jumlah kecil, sampai garis tanda sehingga diperoleh
pengerjaannya mudah, sederhana, cukup sensitif konsentrasi 50 µg/ml (LS II).
dan selektif, biayanya relatif murah dan
mempunyai kepekaan analisis cukup tinggi Penentuan Panjang Gelombang Serapan
(Munson, 1991). Maksimum
Tujuan penelitian ini adalah untuk Sejumlah 5,00 ml LS II dipipet,
mengetahui apakah penetapan kadar residu pada dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian
138 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 1, April 2016, hlm 136-143

diencerkan dengan HCl 0,1 N sampai garis tanda. Dengan mengekstrapolasikan garis pada
Lalu dikocok sampai homogen sehingga sumbu X (garis memotong sumbu X) atau
diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 µg/ml. mensubstitusikan absorbansi (Y)= 0 pada
Kemudian diukur serapan pada panjang persamaan regresi yang diperoleh maka akan
gelombang 200-400 nm. diperoleh konsentrasi residu tetrasiklin dalam
larutan sampel yang diukur (Cx). Rumus
Ekstraksi Sampel perhitungan kadar residu tetrasiklin dalam sampel
Adsorben sebelum digunakan dilakukan ditulis sebagai berikut.
pencucian (washing) dengan cara membilasnya
dengan n-heksan, lalu dengan diklorometana, dan Kadar residu tetrasiklin dalam sampel (mg/kg)
terakhir metanol dengan jumlah masing-masing
dua kali dari volume adsorben. Kemudian
keringkan dengan menggunakan vakum.
Adsorben yang telah dicuci tadi ditimbang
sebanyak 4,0 g. Kemudian ditambahkan 50 mg Uji Validasi
asam oksalat dan 50 mg Na2EDTA, lalu Lima parameter validasi metode yang diuji
campurkan. Sampel yang telah dihaluskan yaitu akurasi, presisi, batas deteksi, batas
sebanyak 1,0 g di-homogenisasi dengan kuantitasi, dan linieritas. Akurasi dinyatakan
campuran adsorben tadi dengan menggunakan dalam persen perolehan kembali (% recovery)
mortir dan stamper. dengan metode penambahan standar. Presisi
Campuran sampel-adsorben dimasukkan dinyatakan oleh simpangan baku relatif (RSD)
ke dalam syringe dengan volume 10 ml lalu tekan dari serangkaian data uji perolehan kembali.
cartridge sampai tanda menunjukkan volume 4,5 Batas deteksi menunjukkan konsentrasi terendah
ml. Selanjutnya bilas dengan 10 ml n-heksan. analat dalam sampel yang masih dapat dideteksi,
Setelah itu dilakukan elusi dengan menggunakan dan batas kuantitasi merupakan konsentrasi
campuran etil-asetat dan asetonitril (3:1) terendah yang masih dapat terhitung oleh
sebanyak 25 ml. Eluat yang dihasilkan kemudian instrumen. Linieritas dinyatakan dalam koefisien
digunakan untuk analisis menggunakan korelasi.
spektrofotometer ultraviolet.

Optimasi Prosedur Ekstraksi HASIL


Optimasi dilakukan untuk rasio sampel dan
adsorben dengan variasi 1:2; 1:3; dan 1:4 pada a. Pemilihan Panjang Gelombang
sampel A. Penentuan rasio sampel dan adsorben
yang akan digunakan untuk penentuan kadar
residu tetrasiklin dalam sampel didapatkan
dengan menghitung nilai perolehan kembali (%)
tetrasiklin baku yang ditambahkan pada sampel.
Hasil perolehan kembali yang terbesar yang
kemudian rasio sampel dan adsorbennya
digunakan untuk prosedur ekstraksi kedua sampel
lainnya.

Penentuan Kadar Residu Tetrasiklin dalam


Daging Ayam Pedaging
Sebanyak masing-masing 4,00 ml larutan
sampel dipipet ke dalam 5 labu ukur 25 ml,
tambahkan berturut-turut 0,00; 2,50; 3,75; 5,00;
dan 6,25 ml LS II, cukupkan dengan HCl 0,1 N
Gambar 1. Kurva serapan tetrasiklin HCl
hingga garis tanda sehingga diperoleh masing-
baku pembanding Farmakope
masing larutan tetrasiklin baku dengan
Indonesia (konsentrasi 10 µg/ml)
konsentrasi 0,0; 5,0; 7,5; 10,0; dan 12,5 µg/ml.
dalam pelarut HCl 0,1 N.
Absorbansi dari masing-masing larutan diukur
pada panjang gelombang serapan maksimum
Puncak 1 pada panjang gelombang 357,5
kemudian dibuat grafik absorbansi versus
nm dengan absorbansi 0,288; Puncak 2 pada
konsentrasi standar.
panjang gelombang 269,4 nm dengan absorbansi
Nofita, Validasi Metode Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD) Spektrofotometri UV 139

0,409; Puncak 3 pada panjang gelombang 218,8 d. Validasi Metode


nm dengan absorbansi 0,290.
Tabel 3. Data absorbansi hasil perolehan
Penentuan panjang gelombang maksimum kembali tetrasiklin baku yang
dilakukan pada konsentrasi yang memberikan ditambahkan pada sampel A
serapan dengan kesalahan fotometrik terkecil (perbandingan sampel: adsorben=
(absorbansi ±0,4343) (Moffat, 2004). Konsentrasi 1:4)
pengukuran dari perhitungan adalah 10 µg/ml Absorbansi
dan absorbansi yang didapatkan yaitu 0,409 Kons.
No. Ulangan Ulangan Ulangan
dengan panjang gelombang maksimum tetrasiklin Standar
I II III
hidroklorida (HCl) standar dalam larutan HCl 0,1 1 0,00 0,028 0,026 0,026
N adalah 269,40.
2 5,00 0,276 0,281 0,277
b. Optimasi Prosedur Ekstraksi 3 7,50 0,404 0,402 0,405
4 10,00 0,545 0,538 0,538
Tabel 1. Hasil perolehan kembali tetrasiklin
baku yang ditambahkan pada sampel
A dengan variasi rasio sampel dan Tabel 4. Hasil validasi metode
adsorben No. Parameter Nilai Standar
Rasio Perolehan 1 Akurasi 84,4 % 80-110 %
No.
sampel:adsorben kembali (%) 2 Presisi 1,36% <2%
3 LOD 5,16 µg/ml
1 1:2 42,14
LOQ 5,54 µg/ml
2 1:3 61,31
5 Linieritas (r) 0,9995 >0,9995
3 1:4 84,40

c. Analisis Kuantitatif PEMBAHASAN

Ekstraksi sampel dilakukan dengan


menggunakan metode Matrix Solid Phase
Dispersion (MSPD). Adsorben yang digunakan
yaitu ODS (C18) yang bersifat non polar. Namun,
sebelum digunakan untuk ekstraksi, adsorben
dilakukan pencucian (washing) terlebih dahulu
untuk memastikan tidak ada pengotor lain yang
masih melekat pada adsorben. Pencucian
dilakukan dengan melewatkan tiga jenis pelarut
yang berbeda kepolarannya berturut-turut yaitu
pelarut nonpolar (n-heksan), kemudian pelarut
semipolar (diklorometana), dan terakhir pelarut
Gambar 2. Grafik penentuan konsentrasi polar (metanol).
residu tetrasiklin dalam larutan MSPD telah digunakan secara luas dalam
sampel A dengan metode adisi proses isolasi tetrasiklin dari matriks biologi.
standar (ulangan I) Pemanfaatan MSPD memiliki beberapa
keuntungan diantaranya tidak memerlukan
Tabel 2. Hasil penetapan kadar residu pelarut dalam jumlah besar, waktu pengerjaan
tetrasiklin pada sampel daging relatif singkat, dan cukup selektif. Ada beberapa
ayam pedaging faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi
No. Sampel Kadar residu tetrasiklin ± SD MSPD, salah satunya adalah rasio sampel dan
(mg/kg) adsorben. Banyaknya adsorben yang digunakan
1 A 42,40 ± 9,05 tergantung pada jenis sampel. Umumnya rasio
2 B 61,05 ± 3,27 sampel dan adsorben berkisar antara 1:1 sampai
1:4 (Kristenson et al., 2006). Oleh karena itu,
3 C 44,47 ± 3,92
pada penelitian ini dilakukan optimasi untuk
rasio sampel dan adsorben 1:2; 1:3; dan 1:4.
Optimasi ekstraksi dilakukan pada salah
satu faktor rasio sampel dan adsorben untuk satu
140 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 1, April 2016, hlm 136-143

sampel yaitu sampel A. Setelah proses ekstraksi tetrasiklin dalam sampel jauh lebih besar dari
selesai, analisis dilanjutkan dengan menggunakan batas maksimum residu yang diperbolehkan.
spektrofotometer ultraviolet dengan teknik adisi Hal tersebut dapat terjadi apabila
standar. Parameter yang dihitung untuk optimasi penggunaan tetrasiklin yang telah dimasukkan
adalah nilai perolehan kembali (recovery) dari dalam ransum pakan diberikan berlebihan
masing-masing rasio sampel dan adsorben. Hasil sehingga terjadi akumulasi residu tetrasiklin
perolehan kembali tetrasiklin baku yang dalam tubuh ternak tersebut. Tetrasiklin juga
ditambahkan pada sampel A dengan rasio biasa digunakan sebagai pengobatan beberapa
sampel: adsorben= 1:4 yaitu 84,40% (Tabel 1), penyakit pada ayam. Jika kemudian ayam
jauh lebih besar dibandingkan hasil perolehan tersebut dipotong sebelum waktu henti
kembali dua rasio lainnya. Oleh karena itu, (withdrawal time) obat tetrasiklin, yaitu lima (5)
ekstraksi yang dilakukan untuk kedua sampel hari untuk hewan termasuk ayam (Lastari dkk.,
lainnya menggunakan sampel dan adsorben 1987), maka masih ditemukan residu tetrasiklin
dengan perbandingan 1:4. dalam tubuh ayam itu. Pemakaian antibiotik yang
Untuk analisis kuantitatif ditentukan kurang tepat kemungkinan berkaitan dengan pola
dengan spektrofotometer ultraviolet secara adisi pemasaran obat hewan di lapangan, yang mana
standar. Metode adisi standar dipilih karena peternak dapat memperoleh obat langsung dari
mampu meminimalkan kesalahan yang distributor tanpa harus melalui dokter hewan
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (Bahri dkk., 2005).
(matriks) sampel dan standar. Idealnya, kalibrasi Kandungan residu obat yang melewati
standar seharusnya mendekati komposisi dari batas maksimum residu (BMR) yang ditetapkan
sampel yang dianalisis, tidak hanya pada akan menyebabkan bahan makanan menjadi tidak
konsentrasi analit tetapi juga dalam hal aman untuk dikonsumsi karena dapat
konsentrasi dari elemen lain yang ada dalam menimbulkan reaksi alergi, keracunan, resistensi
matriks sampel, sehingga dapat meminimalkan mikroba tertentu atau mengakibatkan gangguan
pengaruh dari berbagai komponen dalam sampel fisiologis pada manusia. Kasus gangguan
terhadap absorbansi yang terukur (Skoog et al., resistensi terhadap bakteri Campylobacter yang
1996). Pemanfaatan teknik adisi standar sangat berkaitan dengan masalah residu antibiotik telah
membantu terutama untuk analisis senyawa yang dilaporkan di Amerika Serikat (Bahri dkk.,
kadarnya kecil (Ramette, 1981). 2005).
Pada Gambar 2, sumbu X merupakan Validasi metode juga dilakukan terhadap
konsentrasi standar yang ditambahkan sementara prosedur yang dikerjakan pada penelitian ini.
sumbu Y menunjukkan nilai absorbansinya. Tujuan validasi ini adalah untuk menunjukkan
Dengan mengekstrapolasikan garis pada sumbu bahwa prosedur analitik yang digunakan telah
X (titik potong pada sumbu X) atau sesuai dengan maksud yang dikehendaki.
mensubstitusikan nilai Y = 0 pada persamaan Validasi merupakan suatu persyaratan dasar
regresi, maka akan diperoleh konsentrasi analit untuk menjamin kualitas dan reabilitas hasil dari
yang terkandung dalam larutan sampel yang semua aplikasi analitik (Ermer, 2004). Parameter
diukur (Harris, 1987). validasi yang diuji, meliputi akurasi, presisi,
Data kemudian diolah secara statistik batas deteksi, batas kuantitasi, dan linieritas.
untuk melihat apakah hasil perhitungan dari
ketiga ulangan dapat diterima atau tidak untuk 1. Akurasi (Ketepatan)
kemudian dirata-rata. Kadar residu tetrasiklin
yang diperoleh dari ketiga pengulangan dihitung Akurasi prosedur ditentukan dengan
nilai penyimpangan bakunya (SD) yang menggunakan metode adisi standar (the method
digunakan untuk mendapatkan nilai thitung. Data of standard additives). Metode ini dilakukan pada
kadar dapat diterima apabila thitung nilainya ada sampel A dan hasilnya dinyatakan dalam persen
pada rentang –ttabel < thitung < ttabel, dimana ttabel perolehan kembali (% recovery). Uji perolehan
dengan taraf kepercayaan 95% dan derajat kembali dilakukan untuk mengetahui
kebebasan 2, sehingga diperoleh kadar residu kemampuan metode dan untuk mengetahui
tetrasiklin pada ketiga sampel yang diperlihatkan berapa persen analat yang ditambahkan dapat
pada tabel 2. ditemukan. Data absorbansi hasil perolehan
Menurut SNI 01-6366-2000, kadar residu kembali dapat dilihat pada tabel 3. Rerata persen
antibiotik golongan tetrasiklin dalam daging dan perolehan kembali yang didapat 84,40% telah
susu tidak boleh melebihi 0,1 mg/kg. Namun, memenuhi syarat karena rentang perolehan
hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar residu kembali yang masih diterima yaitu 80-110%
(Botsoglou dan Fletoris, 2001).
Nofita, Validasi Metode Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD) Spektrofotometri UV 141

4. Linieritas
2. Presisi (Ketelitian) Linieritas biasanya dinyatakan dalam
variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung
Metode analisis yang teliti akan berdasarkan persamaan matematika
memberikan hasil pengukuran tetap pada setiap menggunakan data yang diperoleh dari hasil uji
waktu dari sampel yang sama. Presisi dinyatakan analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi
sebagai standar deviasi (SD) atau standar deviasi analit. Persamaan dinyatakan dengan rumus y =
relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV). Presisi ax + b, dengan a adalah kemiringan garis (slope),
dikatakan baik jika memiliki nilai simpangan b adalah intersep dengan koefisien korelasi
baku relatif kurang dari 2% dengan konsentrasi 0,9995 (Harmita, 2004).
analat 0-150% (IUPAC, 2002). RSD dihitung Koefisien korelasi merupakan
dari data perolehan kembali. RSD yang diperoleh ketergantungan faktor sumbu X terhadap sumbu
yaitu 1,36%. Hal ini menunjukkan bahwa metode Y. Koefisien korelasi ini dinyatakan dengan
yang digunakan telah sesuai dan dapat digunakan koefisien (r) dan merentang dari -1 sampai +1.
untuk analisis residu antibiotik tetrasiklin. Koefisien 1 dengan tanda + atau – menunjukkan
korelasi sempurna antara dua peubah.
3. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi Sebaliknya, koefien nol menunjukkan tidak
(LOQ) adanya korelasi sama sekali (Miller and Miller,
2010).
Menurut IUPAC (2002), batas deteksi Linieritas dilihat dari pengujian residu
adalah batas konsentrasi terendah yang masih tetrasiklin dalam sampel A dengan metode adisi
dapat dideteksi oleh instrumen. Batas deteksi dan standar. Koefisien korelasi (r) dari 3 kali ulangan
batas kuantitasi merupakan ukuran sensitivitas yaitu 0,9995; 0,9997; dan 0,9998. Nilai ini telah
dari instrumen dalam mengukur analit. Pada memenuhi syarat metode yang baik dari segi
metode instrumen, batas deteksi ini dinyatakan linieritas, yaitu koefisien korelasi lebih dari
sebagai konsentrasi analit pada saat rasio signal- 0,9995 (IUPAC, 2002).
noise 3:1 (S/N = 3) atau mengukur besarnya
respon instrumen dari larutan blangko dan
menghitung simpangan bakunya (Miller and SIMPULAN
Miller, 2010).
Pada hasil pengukuran absorbansi sampel Metode MSPD-spektrofotometri
A dengan menggunakan teknik adisi standar, ultraviolet secara adisi standar dapat digunakan
konsentrasi standar yang memberikan absorbansi pada penetapan kadar residu tetrasiklin dalam
terendah yaitu 5,00 µg/ml. Absorbansi yang daging ayam pedaging karena memenuhi uji
dihasilkan masih memasuki rentang absorbansi validasi. Metode ini menunjukkan akurasi dan
yang baik yaitu 0,2-0,8 karena pada rentang presisi yang cukup baik dengan persen perolehan
tersebut hukum Lambert-Beer berlaku dan kembali 84,40%; RSD 1,36%; LOD konsentrasi
tingkat kesalahan pembacaan oleh alat adalah 5,16 µg/ml; LOQ konsentrasi 5,54 µg/ml; dan
yang terkecil. Spektrofotometer ultraviolet tidak linieritas 0,9995; 0,9997; dan 0,9998 dari tiga
dapat membaca dengan baik sinyal yang kali ulangan.
diberikan dari analit dalam sampel tanpa Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
penambahan standar (blangko), nampak pada residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging
absorbansi yang diberikan sangat rendah yaitu yang diambil dari tiga pusat perbelanjaan di
kurang dari 0,2. Oleh karena itu, penentuan batas Bandar Lampung berturut-turut adalah 42,40
deteksi dilakukan pada konsentrasi penambahan mg/kg; 61,05 mg/kg; dan 44,47 mg/kg. Kadar
standar 5,00 µg/ml. Hasil perhitungan residu tetrasiklin dalam ketiga sampel yang diuji
menunjukkan bahwa batas terendah analit dapat melebihi BMR menurut SNI 01-6366-2000 yaitu
dideteksi dan dikuantitasi oleh spektrofotometer 0,1 mg/kg.
Uv adalah konsentrasi lebih dari 5 µg/ml,
sedangkan analit yang ada dalam sampel A, B,
maupun C konsentrasinya berkisar 0,5 µg/ml. SARAN
Oleh karena itu, teknik adisi standar adalah Berkaitan dengan tingginya kadar residu
pilihan tepat untuk menganalisis residu tetrasiklin tetrasiklin dalam daging ayam pedaging
jika ingin menggunakan spektrofotometer disarankan kepada instansi terkait untuk
ultraviolet. memberikan informasi maupun bimbingan teknis
kepada peternak ayam pedaging mengenai
pentingnya petunjuk penggunaan obat hewan,
142 Jurnal Kesehatan, Volume VII, Nomor 1, April 2016, hlm 136-143

baik yang terdapat dalam pakan komersial menginaktivasi sebagian dari residu tetrasiklin
maupun yang digunakan untuk pengobatan. yang ada.
Salah satu cara yang dapat digunakan Penelitian selanjutnya dapat mencoba
untuk menekan bahaya potensial yang menggunakan metode MSPD-spektrofotometri
diakibatkan residu tetrasiklin pada manusia ultraviolet untuk menganalisis residu tetrasiklin
adalah dengan melakukan pemasakan. Adanya dalam serum darah manusia yang mengkonsumsi
pemanasan pada suhu lebih dari 100⁰C dapat daging ayam pedaging yang terdapat residu
tetrasiklin tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Association of official analytical chemists Ermer J. 2004. Method validation in


(AOAC). 2002. Chlortetracycline, pharmaceutical analysis. Weinheim:
oxytetracycline, and tetracycline in edible Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA.
animal tissues. Washington: AOAC Int. p: 3-6.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2000. Batas Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi
maksimal cemaran mikroba dan batas metode dan cara perhitungannya. Majalah
residu dalam bahan makanan asal hewan. Ilmu Kefarmasian. 1(3): 117-135.
Dalam Standar Nasional Indonesia Harris, D.C. 1987. Quantitative chemical
Nomor: 01-6366-2000. analysis. 2nd Ed. W.H. Freeman and
Bahri S., A. Kusumaningsih, T.B. Murdiati, A. Company. New York. p: 585-586.
Nurhadi, dan E. Masbulan. 2000. Analisis Kristenson E.M., L. Ramos, and U. Brinkman.
kebijakan keamanan pangan asal ternak 2006. Recent advances in matrix solid-
(terutama ayam ras petelur dan broiler). phase dispersion. Trends in Anal. Chem.
Laporan Penelitian Pusat Penelitian dan 25(2): 96-111.
Pengembangan Peternakan Bogor. Lastari P., E. H. Kristyanto, N.I. Pracoyo. 1987.
Bahri S., E. Masbulan, dan A. Kusumaningsih. Analisa residu tetrasiklin dalam ayam
2005. Proses praproduksi sebagai faktor broiler. Cermin Dunia Kedokteran. 46: 28-
penting dalam menghasilkan produk 30.
ternak yang aman untuk manusia. Jurnal Miller J.N. and J.C. Miller. 2010. Statistics and
Litbang Pertanian. 24(1): 27-33. chemometrics for analytical chemistry for
Barker S.A. 2000. Application of matrix solid- analytical chemistry. Sixth Edition.
phase dispersion in food analysis. J. Ashford Colour Press. UK.
Chrom. A. 880: 63-68. Moffat A.C. 2004. Clarke’s isolation and
Botsoglou N.A. and D.J. Fletouris. 2001. Drug identification of drugs. 3rd Ed. The
residues in foods: pharmacology, food Pharmaceutical Press. London.
safety and analysis. Marcel Dekker Inc. Munson J.W. 1991. Analisis farmasi metode
New York. p: 985-987, 582-586. modern. Penerjemah: Parwa Harjana B.
Brandsteterova E., P. Kubalec, L. Bovanova, P. Airlangga University Press. Surabaya. hlm:
Simko, A. Bednarikova, and L. 334.
Machackova. 1997. SPE and MSPD as Muriurki F.K., W.O. Ogara, F.M. Njeruh, and
pre-separation techniques for HPLC of E.S. Nitema. 2001. Tetracycline residue
tetracyclines in meat, milk and cheese. Z levels in cattle meat from Nairobi
Lebensm Unters Forsch A. 205: 311-315. salughter house in Kenya. J. Vet. Sci. 2(2):
Cherlet M., S. Baere, and P. Backer. 2003. 97-101.
Quantitative analysis of oxytetracycline Ramette R.W. 1981. Chemical Equilibrium and
and its 4-epimer in calf tissues by high- Analysis. Addison-Wesley Publishing
performance liquid chromatography Company. London. p: 74.
combined with positive electrospray Skoog D.A., D.M. West, and F.J. Holler. 1996.
ionization mass spectrometry. Analyst. Fundamental of analytical chemistry. 7th
128: 871-878. Ed. Saunders College Publishing. New
Christina. 2011. Penetapan kadar residu York. p: 572-574.
tetrasiklin dalam daging ayam pedaging Suryani D. 2009. Validasi metode analisis residu
secara adisi standar dengan antibiotik tetrasiklin dalam daging ayam
spektrofotometri ultraviolet. Skripsi. pedaging secara kromatografi cair kinerja
Fakultas Farmasi USU Medan.
Nofita, Validasi Metode Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD) Spektrofotometri UV 143

tinggi. Skripsi. Departemen Kimia FMIPA dalam produk peternakan (susu dan daging).
IPB Bogor. Dalam: Lokakarya Nasional Keamanan
Yuningsih. 2004. Keberadaan residu antibiotika Pangan Produk Peternakan. Balai
Penelitian Veteriner. Bogor. hlm: 48-55.

Anda mungkin juga menyukai